Emily segera menyambungkan panggilan pada Cristy, mengomel di balik saluran telepon, “Jujur padaku, kamu mengatakan pada Amei kan kalau aku hamil anaknya Tio!”‘Ada apa dengan orang ini. Bukankah tadi berpamitan hangat!’ Rutuk Cristy di dalam hatinya.“Apa yang kau bicarakan ini ...,” sahut ramahnya dengan memasang wajah dan suara polos.“Jangan berpura-pura tidak mengerti. Pasti kamu mengatakannya Amei, iya kan!” Amarah Emily selalu ditunjukan karena dia memang tidak berniat menyembunyikannya.“Astaga ... jadi kamu hanya ingin membahas hal itu.” Bola mata Cristy memutar malas, “apa Amei mengatakan aku mengatakan hal seperti itu, hm.” Sikapnya berusaha tenang, tetapi sebenarnya dia sedang mencari tahu apakah mulut Amelia selicin itu.“Mengapa membahas Amei, jelas-jelas aku sedang bertanya padamu!” Tentu saja Emily semakin dibuat kesal.“Tidak!” jawaban yang diberikan Cristy karena ingin tahu apa mungkin Amelia mengadu dombanya dengan Emily.“Tidak mungkin, aku tidak percaya!” Tidak se
Kali ini Jesica tidak menunjukan postingan Amelia pada ibunya, tetapi gadis ini segera memaki mantan pacar kakaknya lewat sambungan di udara, “Kamu memang manusia yang paling tidak punya hati. Mama meminta kamu menemui kakak walaupun cuma sebentar, tapi kamu tidak pernah peduli walaupun mama yang meminta. Andaikan kamu memang tidak mau menemui kakak, setidaknya hargai mama! Bagaimanapun yang terjadi sekarang, mama pernah menjadi calon mertua kamu.”Amelia mengerutkan dahinya. “Maaf Jesica sepertinya di sini ada kesalahpahaman.” Nada suaranya seperti biasa, Amelia tidak menunjukan kesal dan emosi apapun pada kalimat Jesica yang menurutnya sebuah tuduhan.“Salahpaham. Di mana letak salah pahamnya, Mei? Sudah jelas-jelas kamu tidak menghargai mama dan tidak peduli pada kakak!” Nada suara Jesica selalu erat dengan memaki.Kini suara Amelia sangat lembut. “Jesica ... coba jelaskan pelan-pelan, aku tidak mengerti kalau kamu tidak menceritakan permasalahannya dari awal.” Sejak dulu Amelia me
“Sayang. Aku baru saja mengetahui sesuatu dari William,” ucap lembut Erland yang masih melingkarkan pelukannya di pinggang Amelia, sedangkan sang istri menyandarkan kepalanya di bahu suaminya.“Tentang apa?” sahut santai Amelia seiring menyaksikan sinetron yang tayang setiap hari, di jam yang sama. Hanya saja tidak setiap hari sinetron ini menjadi hiburan Amelia, wanita ini tidak memiliki tontonan khusus, maka salurannya sering berganti.“Tentang Tio dan ibunya.” Nada suara Erland biasa saja, tetapi tentu saja Amelia segera mengerjap dan meninggalkan bahu Erland untuk menatap suaminya.“Ka-mu, sudah tahu?” Hati Amelia tidak tenang karena mungkin Erland akan merasa cemburu.“Tahu, Sayang.” Senyuman teduh Erland, kemudian mendesah mengasihani Amelia. Tangan kanannya mengusap lembut pipi sang istri, “Sekarang keluarga Tio membenci kamu. Seharusnya temui saja Tio, andaipun tidak mau, mungkin kamu bisa melakukannya demi ibunya Tio.” Kalimat lembut Erland yang memilih memberikan izin untuk
Lewat tengah hari Erland dan Amelia barusaja kembali, mereka membawa oleh-oleh untuk Kenzo dan juga Sopia serta Adhinatha walaupun Adhinatha tidak di rumah. Sopia segera mengajukan pertanyaan sebelum menerima buah tangan dari anak dan menantunya, “Bagaimana tadi di sana, apa Tio menggila dengan tidak tahu dirinya memeluk kamu, Mei!” Sebenarnya ini lebih ke arah cemas dan kesal dibandingkan pertanyaan biasa saja.“Tidaklah Ma ... Tio tidak akan melakukannya.” Amelia harus berhasil meluruskan prasangkan ibunya karena jika tidak, itu akan menjadi sangat berbahaya di kemudian hari atau bahkan di menit berikutnya.“Karena dia sangat tergila-gila sama kamu, Mei. Makannya Mama berpikiran negarif pada Tio!” ungkapan hati Sopia karena tidak dapat menahannya.“Mama tenang saja ... Tio tidak begitu, Tio masih tahu diri kok.” Bukan karena membela mantan kekasihnya, tetapi kenyataannya memang seperti itu, Tio tidak pernah melancarkan sentuhan fisik padanya apalagi dengan memeluk yang jelas sangat
Hari berganti, Cristy mengunjungi kediaman Tio sesuai permintaan Jesica kemarin hanya saja terdapat niat terselubung, selalu saja ada udang di balik batu. “Aku ingin mendengar pertemuan Tio dan Amelia kemarin, kamu mau menceritakannya kan, sepertinya sangat menyenangkan. Hihi ...," pinta santainya untuk menyembunyikan maksudnya.“Kemarin Amelia berbicara cukup banyak dengan kakak. Kak Tio sangat senang dan sampai hari ini kakak menunjukan semangatnya untuk sembuh. Intinya kedatangan Amei kemarin sangat mempengaruhi kakak, seolah Amelia mampu membangkitkan aura positif kakak.” Cerita ceria Jesica.“Syukurlah." Senyuman tulus Cristy karena Tio memang berhak sembuh dan bahagia walau tanpa Amelia. “Lalu bagaimana dengan Erland. Apa dia tidak cemburu sama sekali melihat Amelia bertemu Tio?” Wanita ini mulai menggali informasi penting yang menjadi tujuannya datang kemari.“Erland menunggu di ruang tamu bersama mama. Dia mengerti dengan sendirinya kalau kakak tidak nyaman melihatnya.” Jesica
Beberapa hari berlalu, William kembali setelah satu bulan tinggal di kota berbeda dengan Nitara. Maka, saat dirinya melihat senyuman di wajah istrinya rasa rindu segera ditumpahkan. Pria ini memeluk Nitara sangat lama tanpa peduli walaupun saat ini kedua mertuanya menyaksikan mereka. “Sering sekali aku kesulitan tidur karena mengingat kamu, Sayang,” ungkap William saat menyalurkan rasa rindunya yang dalam.“Aku juga begitu ... apalagi di awal kepergian kamu, aku sangat kehilangan karena biasanya kita selalu tidur berdua dari malam sampai pagi.” Nitara tenggelam dalam dekapan William, tetapi tidak membalas memeluk dengan melingkarkan kedua lengannya yang mulai berlemak karena tubuh kekar William tidak sanggup dipeluk sepenuhnya saat keadaan hamil.“Sekarang kita akan tidur berdua lagi, Sayang. Ehm, maksudnya bersama anak kita,” kekeh bahagia William yang masih melingkarkan pelukan di tubuh Nitara sekalian mengecup puncak kepala istrinya beberapa kali. Kini, lingkaran tangannya terlepas
Pada sore harinya, Erland bersama Bagaswara mengunjungi kediaman mereka. William sudah di sana sejak pagi, dengan sengaja mengulur waktu hanya untuk menemui saudara kembarnya. Saat ini William meninggalkan tongkat golf yang sejak tadi menemaninya untuk mengisi waktu. Pelukan saudara kembar segera saling menyahut. “Apa kabar, Brother?” Wiliam mengawali percakapan.“Sangat baik. Lalu bagaimana dengan saudaraku?” Senyuman lembut Erland bersama penuh rasa syukur karena William kembali dengan selamat dan sehat, dan yang paling penting bahagia.“Aku sebaik dirimu.” Keduanya kembali saling menepuk punggung mereka yang dipenuhi dengan otot kekar, kemudian mulai saling melepaskan. William segera mengajak saudaranya bermain golf bersamanya, sedangkan Bagaswara melepas penat dengan menyaksikan kedua putranya.Miranda datang bersama empat buah minuman, pun pelayan mendampingi seiring membawakan banyak camilan segar dan camilan yang mampu mengganjal lapar. “Anak-anak kita sudah berkumpul, Pa ....”
Hari berganti, Kenzo digendong oleh Erland setelah keduanya menyelesaikan sarapan. Amelia mengajukan pertanyaan sebelum anak dan suaminya berlalu, “Kamu sudah menghubungi mama, kan?”“Sudah, Sayang. Mama sangat gembira, pasti papa juga. Tadi katanya papa sedang mandi.”“Baiklah, selamat bersenang-senang Sayang ....” Kecupan Amelia menjadi pengiring kepergian buah hatinya.Sopia dan Adhinatha berdiri di belakang Amelia, mereka menginginkan giliran untuk memberikan ciuman penuh kasih sayang sebelum berpisah dengan cucu yang bak putra mereka. Jadi, setelah Amelia puas menciumi putranya, maka kini giliran kakek dan neneknya yang terkesan over saat melepaskan Kenzo.“Mama sama Papa bisa biasa saja, kan. Nanti Kenzo pulang lagi, kok!” heran Amelia sekaligus mengejek sikap ayah dan ibunya.Sopia segera memerotes, “Kapan lagi coba bertemu Kenzo. Bagaimana kalau Kenzo pergi selama satu minggu atau jangan-jangan satu bulan!”“Mudah saja, Mama tinggal menjenguk Kenzo, Amei juga akan ikut karena