Hari berganti, Amelia kembali ke perusahaan milik sang ayah. Ternyata Nitara mengundurkan diri dengan alasan tidak dapat melanjutkan propesinya atas larangan sang suami. Saat ini Amelia hanya membuang udara panjang. “Iya, aku tahu kamu akan melakukannya.” Obrolan ini terjadi di ruangan putri pemilik gedung saat Nitara berpamitan dengan propesional pada sahabatnya yang kini sudah terhapuskan.“Baguslah kalau kamu sudah menduga hal ini.” Senyuman miring Nitara.“Aku ..., aku minta maaf karena telah mengecewakan kamu. Aku tahu hubungan kita tidak akan seperti dulu lagi, tapi aku harap kamu tetap memaafkanku.”“Maaf?” Senyuman kecut Nitara, “setelah kamu dan William melakukan dosa besar kalian hingga melahirkan seorang balita, kamu masih bisa minta maaf? Apalagi ..., kenyataan itu kamu sembunyikan terus menerus.”“Iya, aku telah melakukan dosa besar dan kesalahan besar. Lagi-lagi aku minta maaf.”“Mei, atau ... Nona Amei, bagaimana kabarmu jika berada di posisiku?” Nitara menatap sengit A
Tidak membuang waktu, Nitara segera meninggalkan perusahaan diantar sopir bahkan dirinya menolak tawaran William saat hendak mengantarnya ke depan pintu utama karena wanita ini tidak ingin mengganggu suaminya yang sedang bersama dengan kawannya. “Mei ..., apa yang terjadi, apa pernikahanku dan William menyakitimu? Hm ... Maaf, ya.” Senyuman jahat Nitara kala dirinya telah tiba di ruangan Amelia.Amelia tercengang oleh sikap Nitara ini, dirinya tidak menyangka jika Nitara bisa berbicara sefrontal itu. “Tidak, aku ikut bahagia melihat kalian bahagia.” Senyuman tulus Amelia.“Oh iya, apa benar? Lalu ..., kenapa hari ini kamu tumbang?” Raut wajah Nitara seakan mengejek Amelia yang seorang pembohong ulung, jadi pasti hari ini pun si wanita tetap berbohong. Itu yang ada dalam pikirannya.“Yang jelas penyebabnya bukan karena pernikahan kalian.” Senyuman kecil Amelia. Dirinya tidak dapat memusuhi Nitara sedikit pun.“Begitu, ya.” Raut wajah Nitara masih terlihat mengejek, “Iya sudah kalau beg
“Apa yang mereka bicarakan di dalam?” Gemas Sopia karena suara Amelia dan Adhinatha hanya senyap-senyap saja seperti semilir angin. Amanda tidak berkomentar apapun, dia hanya menganggap jika Sopia sedang mencari bukti tentang hubungan Amelia dan William sesuai kecurigaannya.Itu memang benar. Amelia mengatakan jika dirinya dan William pernah tidur bersama hingga terlahirlah Kenzo. Semua ceritanya telah didengar oleh Adhinatha walau wanita ini mengganti nama Erland menjadi William. Saat ruang dengar si pria dipenuhi hal-hal di luar dugaannya, jantungnya seolah berhenti berdetak, dirinya lumpuh dan jatuh begitu saja di atas sofa.“Kenapa Mei, kenapa kamu harus mengkhianati kepercayaan Papa dan mama?” Wajah Adhinatha tampak semrawut, tidak berdaya, bahkan matanya memerah karena menahan kekecewaan pada putrinya sendiri.“Maaf Pa ..., Amei tidak tahu akan terjadi malam seperti itu ....” Suara merintih penuh penyesalan karena telah menusuk orangtuanya dari belakang, tetapi nasi sudah menjad
Hari berikutnya tiba, Tio menemui William, menceritakan tentang keadaan Amelia. “Aku sangat mengkhawatirkannya, tapi mungkin Amei masih belum menerimaku.” Sendu menjadi lukisan di wajahnya. Kali ini tidak ada Nitara di sisi sahabatnya hingga dirinya lebih leluasa.“Aku juga sudah mendengarnya dari Nitara.” Datar William, padahal perasaannya sama dengan yang dimiliki Tio.“Apa yang harus aku lakukan? Aku tidak bisa diam saja!” Gemas Tio pada keadaan ini.“Jangan tanyakan itu padaku.” Sikap William setenang air danau dan tidak dapat ditebak bagaimana isinya.“Aku ingin sekali menemui Amei, aku ingin melamarnya,” desah lesu Tio. Namun, kalimatnya membuat sikap William yang setenang air danau terusik.“Bagaimana bisa kamu melamar Amei saat wanita itu sendiri tidak menginginkanmu.” Ini hanyalah cara supaya Tio mengurungkan niatnya.“Seharusnya itu adalah cara terbaik, itu adalah salah satu pembuktian tentang keseriusanku!”“Tidak semua orang bisa menerima cara seperti itu. Apalagi selama i
Sopia tampak lelah walau Adhinatha sering menyuruhnya beristirahat di rumah atau hanya sekedar bolak-balik mencari udara segar. “Ma ..., pulanglah lagi, beristirahat di rumah. Amei biar Papa yang jaga.” Pria ini belum bisa mengatakan kenyataan yang masih disembunyikan di ruang dengar istrinya karena ini bukan waktu yang tepat. Pelukan lembut nan hangat meraup sang istri hingga wanita itu merasa nyaman.“Tadi siang Mama sudah meninggalkan Amei, malam ini Mama ingin menemani Amei. Papa saja yang beristirahat di rumah, Papa belum pulang dari awal Amei masuk rumah sakit.”“Tidak, Papa di sini saja.” Adhinatha menggiring istrinya berbaring di sofa, “iya sudah kalau Mama mau menemani Amei di sini, biar Papa tidur di karpet saja.”“Maaf ya, Pa ....”Percakapan Adhinatha dan Sopia diperhatikan Amelia. “Ma, Pa ... Amei minta maaf karena Amei sering sakit Mama sama Papa jadi repot. Tapi kalau mau pulang juga tidak apa kok, biar Amei sendiri di sini.”“Mana mungkin kami meninggalkan kamu, Mei ..
“Apa kamu yakin akan menikahi aku?” ragu Amelia tergambar jelas.“Iya. Bukankah kamu ingin hidup bersama Kenzo.” Lembut William selaras dengan tatapannya.“Iya, tapi bukan berarti merebut kebahagiaan kalian.”“Nitara tidak akan tahu, aku akan mengusahakannya dan menjamin itu.”“Bagaimana dengan papa dan mama kamu?”“Papa tahu, tapi mama tidak akan tahu. Mama masih sangat lemah.” Terdapat desahan lirih dalam suaranya.“Bukankah dalam pernikahan perlu restu dari kedua orangtua selama orangtua masih ada.” Bukan bahagia yang ditunjukan Amelia melainkan sendu.“Maaf, karena jika mama tahu aku menikahimu setelah menikahi Nitara mungkin kondisi mama akan semakin memburuk, kami bisa memberi tahunya nanti setelah mama pulih.”Adhinatha menyaksikan dan mendengar obrolan Amelia dan William, tidak diragukan lagi keduanya memang memiliki hubungan insten. Pria ini berdeham. “Besok bawa papamu kesini, kalian akan menikah!”“Pa ....” Amelia menatap lemah pada sang ayah, “kenapa Papa memaksa William?”
Gaun yang digunakan Amelia sangat simple, ini adalah rancangan Bagaswara karena menyesuaikan dengan keadaan putrinya. Si pria memiliki banyak kenalan, tentu saja tidak sulit baginya mendapatkan perancang propesional yang mampu mengabulkan keinginannya kurang dari dua puluh empat jam. Maka, kini Amelia berjalan seperti biasanya, leluasa walau harus dengan bantuan Sopia. Saat di dalam toilet barulah dirinya benar-benar sendiri. “Wil, kamu yakin akan menikahiku?” Amelia ingin memastikannya sekali lagi maka sambungan di udara segera tersambung pada William.“Kenapa kamu harus menanyakannya lagi, Mei?” Kini, William sedang berada di sisi Bagaswa yang sedang mengemudi. Hanya dua orang saja yang akan menghadiri pernikahan tidak biasa ini. Keduanya tidak dapat membawa siapapun lagi karena nama keluarga besar taruhannya. Prinsip Bagaswara adalah semakin banyak saksi maka semakin besar kemungkinan pernikahan William dan Amelia akan terbongkar. Maka, tidak satu pun sanak saudara terlibat dalam a
Waktu mengalir cukup cepat, kini Bagaswara dan William sudah meninggalkan rumah sakit. Keduanya duduk di dalam mobil dengan tatapan yang tak mampu dijelaskan. Sejak tadi suasana sudah sangat hening hingga William bicara. “William berjanji akan membawa Kenzo ke kediaman tuan Adhinatha setelah Amei sembuh.” “Iya, bawalah. Sesekali Papa akan menjenguk Kenzo.” Tatapan Bagaswara tidak bergeser sedikit pun saat William menatapnya. “Apa Papa baik-baik saja berpisah dengan Kenzo?” “Sebenarnya tidak, tapi harus bagaimana lagi sejak awal Papa tidak bisa menolak permintaan tuan Adhinatha untuk menikahkan putrinya denganmu.” “Maaf ....” Wajah William turun dengan lembut karena keputusannya membuat sang ayah bersedih. Kali ini Bagaswara melirik putranya. “Sudahlah. Sekarang kita harus segera kembali. Kasihan Nitara.” Malam ini William memang tetap milik istrinya karena pernikahannya dengan Amelia hanya sebatas untuk memersatukan ibu dan anak. Di dalam ruangannya, Erland kembali menunjukan rea
“Eu ... lumayan. Tidak salah kan, Zeel berdekatan sama tantenya.” Saat ini jantung Amelia mulai tidak tenang karena mungkin dirinya salah telah membicarakan hal ini dengan Erland. “Tidak, tidak salah sama sekali. Yang salah adalah jika terlalu dekat. Jangan sampai Zeel menganggap Tara sebagai ibunya. Kamu tahu sendiri seorang bayi akan mengenali aroma ibunya, jika Tara terlalu dekat dan sering berdekatan dengan Zeel bukankah ada kemungkinan Zeel akan nyaman dengan tubuh Tara dan salah mengenali aroma tubuh tantenya sebagai aroma tubuh ibunya.” Tatapan Erland sangat serius kala membahas hal yang tidak disukainya. “I-ya. Tapi itu tidak akan terjadi.” Senyuman hambar Amelia yang mulai gagap hingga Erland mampu membaca hal tidak beres, tetapi dia tidak akan menginterograsi Amelia karena tidak seharusnya seorang istri yang telah melahirkan anak-anaknya mendapatkan pertanyaan memojokan. Justru Erland memberikan kecupan hangat di dahi Amelia. “Beristirahatlah ..., tapi aku tinggal sebenta
Amanda kembali pada Amelia, tetapi tidak mengatakan apapun walaupun mungkin keputusannya kurang tepat. “Kak?” sapa Amelia yang melihat kebingungan di wajah Amanda, “ada apa? Kakak lagi bingung ya, kenapa? Eh, tapi bukan Amei mau ikut campur ya Kak. Hihi ... tapi Kakak bisa berbagi apapun kok sama Amei. Jangan sungkan.”Amanda mendesah. “Iya, ada hal yang membuat Kakak bingung. Apa itu terlihat sangat jelas?” Bukan hanya raut wajahnya saja yang mengatakan isi hatinya, tetapi juga tatapan matanya.Amelia terkekeh sebelum berkata, “Iya Kak, terlihat sangat jelas. Apalagi kita sudah sangat dekat, jadi sepertinya Amei bisa melihat hal sekecil apapun dari Kakak. Hihi ....” Kekeh kecilnya ditambahkan, kemudian memandangi Amanda penuh peduli, “Apa itu, Kak? Cerita saja sama Amei. Jangan sungkan.”Amanda kembali mendesah. “Itu ... tentang hal besar Mei. Kakak masih memikirkannya karena Kakak tidak yakin apa prasangka Kakak benar. Tapi ... Kakak rasa memang benar.”“Ikuti saja kata hati Kakak,
Saat ini Nitara sedang menyaksikan Amelia saat bersama dengan Grizelle. Miranda sudah turun lebih dulu, tetapi wanita ini ingin menyaksikan malaikat kecil dari atas sini karena wajahnya begitu manis dan cantik dengan sentuhan kehangatan. Dia menilai jika bayi perempuan itu akan tumbuh menjadi manusia yang sangat ramah. “Sayang ...,” panggilan Miranda saat beberapa anak tangga sudah dipijaknya seiring menggendong Galaxy. “Eu-iya Ma.” Nitara segera bergegas menuju punggung Miranda. Tangga rumah ini cukup luas, bisa langsung dipijak tiga sampai empat orang sekaligus, hanya saja Nitara tetap ingin berada di belakang mertuanya dibandingkan di sisinya supaya tetap dapat menyaksikan wajah Grizelle. ‘Andai kamu menjadi anakku. Bagaimanapun caranya, jadilah anakku.’Kini, Nitara dan Miranda sudah bergabung dengan Amelia dan Sopia yang asik mengasuh Grizelle. Saat Galaxy tiba, tentunya semua orang merasa lebih bahagia. Saat ini Sopia menyisipkan kata pamitannya pada sang besan. “Saya akan pu
Saat ini hati Cristy bergetar, entah mengapa?“Astaga ... sepertinya karena aku sering bertemu Tio jadi sekalinya tidak bertemu akhirnya seperti ini. Aku memikirkannya. Ck!” Cristy tidak menyukai perasaan seperti ini, tetapi terpaksa harus menjalaninya karena sudah menjadi ketentuan alam. Wanita ini sedang merias bunga kertas di rumahnya untuk nantinya sekalian dijajakan di butik. “Tio bisa melibatkanku dalam acara amalnya, tapi aku tidak mau bukan tidak bisa melibatkan Tio dalam kegiatanku, biarkan saja dia beristirahat di masa pemulihannya.” Udara panjang dibuang.Namun, karena isi kepalanya sering mengarah pada Tio akhirnya Cristy mencoba menghubungi saat menuju butiknya. “Hi, apa kabar hari ini?” kekeh kecilnya.Di luar dugaan Cristy, karena Tio terkekeh ceria, “Aku suka mendapatkan panggilan darimu. Jadi sudah dapat disimpulkan jika aku baik-baik saja.”“Ayolah ... yang serius, jangan menggoda. Bukan waktunya!” Cristy tidak luluh karena saat ini dia sedang ingin mendengar kabar p
Bibi tidak meninggalkan kamar Amelia karena Kenzo asik bermain mobilannya di sana. Maka, saat Amelia menyelesaikan mandinya wanita ini kembali bertemu dengan anak sulungnya. “Kenzo lagi apa ... Mama jemput Zeel ya sebentar biar kalian main berdua,” kekeh bahagianya karena kehidupannya penuh warna dan cerita. Amelia segera menuju anak keduanya setelah wanita ini membersihkan diri, tetapi dia belum memompa asi, lagipula Grizelle barusaja menyusu pada Nitara, asinya juga belum terkumpul banyak, terlalu tanggung jika harus dipompa sekarang. Di ambang pintu, dia kembali menyaksikan jika Nitara bersenandung untuk putrinya walaupun Grizelle terlelap sangat nyenyak. Senyuman melengkung. “Sesayang itu Tara sama Zeel ....” Amelia merasa sosok Nitara tidak akan ditemuinya pada diri orang lain. Saat ini Galaxy menangis, maka Nitara segera menyuruh babysitter menggendong putranya sekalian menghangatkan susu. Saat ini Amelia sedikit keheranan karena seharusnya Galaxy bisa menyusu langsung pada ib
Bibi menghampiri Amelia yang sedang bersiap-siap mandi sekalian memompa asi. “Non, sedang sibuk?” tanya santai wanita ini seiring menuntun Kenzo masuk ke dalam kamar Amelia.“Tidak Bi, ada apa, Kenzo rewel mau sama Amei?” tebak Amelia karena bibi tiba bersama putranya walaupun itu tidak aneh, Kenzo adalah tanggung jawab bibi selama dirinya dan keluarganya tidak dapat memerhatikan malaikat kecil satu ini. “Tidak Non. Bibi hanya mau bicara sebentar, apa Non Amei ada waktu?” Sedekat apapun wanita ini dengan nyonya muda Amelia, dia tetap harus mengingat posisinya, dan walaupun dirinya mendapatkan kepercayaan penuh menjaga Kenzo. Maka, sikapnya tidak pernah berlebihan, selalu di dalam batas. “Silakan, Bi ....” Amelia tidak akan pernah menolak kehadiran wanita itu. Maka, kini keduanya duduk bersebelahan di atas sofa yang sama, sedangkan Kenzo anteng bermain di karpet empuk di dekat kaki ibunya. Tidak lupa, wanita ini menjamu bibi. Jadi, keduanya meminum teh bersama. “Apa yang akan bibi bi
William dan Erland tiba bersamaan ke kediaman Bagaswara. Keduanya membawa makanan buah tangan dari restoran milik Tio hingga Amelia dan Nitara antuasias menyambut karena sudah cukup lama keduanya tidak merasakan cita rasa menu dari restoran berbintang itu. “Aku rasa Tio sukses mengguncang dunia kuliner,” kekeh Erland saat berkelakar. Amelia segera menyahut saat menyuap, “Memangnya kenapa, apa restoran Tio menjadi sangat viral?” Kekeh ditambahkan. “Aku rasa hanya Tio yang mengadakan acara amal di restoran. Itu sangat bagus, gerakan yang dilakukannya sangat bermanfaat untuk banyak orang. Apalagi untuk orang-orang jalanan karena Tio tidak pandang bulu saat memberi,” penjelasan terperinci diberikan Erland bersama pujiannya. “Ya, itu bagus sekali.” Pun, Amelia melanjutkan kalimat pujian suaminya, tetapi saat ini terdapat tatapan tidak suka Sopia.‘Kamu ini Mei. Memuji mantan pacar di hadapan suami!’ Ingin sekali segera menyampaikan kalimat itu, tetapi suasana makan tidak boleh dirusak
Sopia barusaja kembali pada sore hari karena kegiatannya hari ini bukan hanya bertemu dengan ibunya Tio saja. Wanita ini menceritakan aksi sosial pemuda itu pada Amelia, tetapi bukan berarti mengagumi, dirinya hanya merasa heran karena Tio membagikan makanan gratis sebanyak itu. Maka, Amelia menyahut sesuai dengan pandangannya. “Bagus kan, Ma. Lagian tidak aneh kok Tio berbagi. Dari dulu Tio memang begitu. Cuma yang Amei tahu tidak sebanyak dan sebesar itu sikap sosialnya.” “Sayang sih kalau menurut Mama. Terlalu mubajir.”“Ya ampun Ma ... tidak ada kebaikan yang mubajir.” Bukan mencerami ibunya, Amelia hanya sedang mengingatkan.Namun, pembahasan Sopia beralih. “Mama jadi khawatir pada pemuda itu. Bukan Mama menyumpahi, hanya saja apakah usianya masih panjang?” ceplosnya bersama keraguan karena kalimatnya cukup kasar.“Ish, Mama. Jangan bilang begitu dong!” Tentu saja Amelia langsung memerotes.“Tiba-tiba saja Mama kepikiran kesana saat mamanya Tio bercerita.” Sopia sudah bisa mene
Acara amal yang diselenggarakan Tio berlangsung sangat lancar, banyak sekali peminat, tetapi semuanya berbaris dengan rapih bahkan tidak sedikit orang yang tidak mendapatkan meja, maka pihak restoran mengemas makanannya dengan sangat rapih.Cukup lama Sopia berada di sana karena ibunya Tio mengajaknya berbicara ini dan itu termasuk menanyakan Amelia, “Bagaimana kabar Amei sekarang dan anak keduanya?”“Baik-baik saja ... Grizelle tumbuh dengan pesat,” kekeh bahagia Sopia.“Syukurlah ... saya ikut senang mendengarnya.”“Sudah beberapa hari ini Amei dan Grizelle tinggal di kediaman mertuanya, jadi kali ini saya dan suami menginap untuk melepas rindu pada kedua cucu kami,” kekeh bahagia Sopia lagi.“Pasti kalian tidak dapat berjauhan dengan cucu,” kekeh wanita ini, “andai Tio sudah menikah, kami juga akan menimang cucu,” desahnya kemudian.Sopia tersenyum kecil. “Mungkin tidak akan lama lagi.”Saat ini tanpa sengaja Jesica mendengar kalimat ibunya. Maka hatinya kembali bersedih. ‘Kalau ka