"Lu mau cari sampe ke ujung dunia pun gak akan ketemu. Lu tahu dia itu siapa? Dan segimana dia itu menyembunyikan identitasnya. Bahkan kita saja baru tahu ‘kan kalau Dean ternyata adiknya? Terus sekarang lu mau cari tahu rumahnya? Di mimpi saja gue gak yakin berhasil.” Bara menyuarakan pendapatanya membuat Atma mengurungkan niatnya.
“Terus gue harus apa?”
“Nikahin Danila! Jangan sampe lu semakin dicap sebagai pria gak bertanggung jawab. Lu gak ada niatan buat nyingkirin Danila kayak lu nyingkirin mereka ‘kan?” tanya Bara dengan nada sarkas.
Di tempat lain, Clarita baru saja membuka toko kuenya. Sebelumnya ia telah memastikan jika keadaan adik iparnya itu baik-baik saja. Ia memberikan intruksi pada karyawannya juga menyerahkan buku pesanan, setelah itu ia kembali ke rumah utama, dari kejauhan ia mendengar suara gaduh yang berasal dari ruang tamu. Dengan sigap Clarita melangkahkan
“Apa yang dia rencanakan? Kenapa ia menyebut kata bos? Apa dia penyusup?” tanya Clarita dengan kening berkerut.“Mba, kenapa?” tanya Dean yang muncul dari sisi kiri Clarita. Clarita tersentak, lantas ia mencoba menetralkan ekspresinya agar Dean tak curiga dan juga panik. “Mba kenapa?” ulang Dean karena Clarita tak kunjung menjawab pertanyaannya.“Oh enggak papa kok, tenang aja. Kamu sudah siap?” tanya Clarita seraya mengulas senyum.Dean mengangguk, ia pun mengajak Clarita turun bersama dengannya. Dean yang tampil dengan dress midi model sabrina dihiasi dengan high heels berukuran 5 cm itu menggandeng lengan Clarita erat. Tubuhnya masih lemas karena kejadian pagi tadi. Namun, ia ingin menghargai usaha sang Abang yang telah menyiapkan rentetan persiapan menuju pernikahan Byan dan Clarita.“Kamu sudah sehat?” tanya Clarita menyadari langkah ka
“Kamu yakin?” tanya Byan seraya menatap Clarita bingung.Clarita mengangguk penuh semangat, ia pun tersenyum dengan wajah ayunya. “Kalau kamu memang yakin dengan kemauan kamu, aku akan dengan senang hati mengabulkannya.”Clarita tersenyum bahagia kala mendengar jawaban Byan. Ia menatap Byan senang, ternyata pria itu tak hanya peduli pada dirinya tetapi orang-orang yang berada di sekitarnya pun pria itu perhatikan. Clarita pun mengamit lengan Byan dan memgucapkan terima kasih tanpa suara, hanya gerak bibir tipis yang Clarita sampaikan.Hari itu mereka kembali melanjutkan sesi foto baik pre wedding ataupun foto untuk produk yang Clarita jual. Tanpa terasa terik matahari telah bergeser ke sisi barat, awan cerah pun telah berganti warna menjadi jingga, udara angin sepoy sepoy membuat sebagian rambut Clarita berterbangan terkena hembu angin sore itu.Clarita dan Byan tengah duduk di tepi kolam renang, melihat Dean tengah berlatih renang bersama dengan Juna. Sejak siang tadi Davin dan Anjan
“Kamu gak papa, Dan?” tanya Clarita seraya menyentuh bahu Danila yang masih terkejut dengan apa yang baru saja ia alami. “Dan?” sapa Clarita sekali lagi karena Danila tak kunjung menjawab panggilannya.“Ah iya aku baik-baik saja,” sahut Danila gugup.“Kamu mau ke mana biar kita antar?” tanya Clarita lembut. Wanita itu bahkan menatap Danila teduh.“Em … aku gak tahu mau ke mana mba.” Danila menunduk dengan suara lirih.Clarita melemparkan kode mata pada Byan, pria itu lantas mengangguk dan tersenyum lembut seolah mengerti maksud dari tatapan Clarita. Clarita mengajak Danila masuk ke dalam mobil. Danila menatap Clarita bingung, pasalnya sikap Clarita berbeda jauh dengan sikap yang terakhir kali ia tunjukkan. Clarita yang mengerti kebingungan Danila pun hanya tersenyum dan mengangguk. Senyum yang sejak kecil menemani hari-hari Danila.Clarita mengajak Danila masuk ke dalam mobil dan tubuh wanita berusia 20 tahun itu duduk dengan tenang di kursi penumpang. Byan membuka bagasi mobil meraih
“Oh ini, aku minta tolong Bram untuk menjaga di apartemen Danila beberapa hari selama kita di Jogja. Ya bagaimana pun juga keselamatannya harus dijaga ‘kan?” ujar Byan menjelaskan maksud dan tujuannya.“Oh iya. Ma kasih ya By, kamu benar-benar menunjukkan aksi bukan bualan semata. Kamu tidak hanya menjaga aku dan baby twin tetapi kamu juga menjaga keluargaku yang lain. Terima kasih, By.” Clarita mengucapkan dengan nada bergetar. Byan tersenyum mendengar ucapan Clarita, ia pun menggenggam jemari Clarita dan mengecupnya.Tak lama Danila berjalan mendekati mereka. “Mba?” sapa Danila lirih.Sontak Clarita menoleh dan menatap Danila, ia pun mempersilakan wanita muda itu untuk duduk di sofa single di sampingnya. “Dan, kenalin ini Bram. Dia akan mengantar kamu ke unit apartemen sekaligus berjaga di sana. Kamu tidak perlu khawatir kalau ada orang jahat yang ke sana.”
Bram bergegas menuju lift ia menekan tombol di samping pintu, tak lama pintu terbuka. Ternyata lift tersebut tengah penuh, banyak sorot mata menatap Bram kesal. Ia pun dengan cepat merogoh ponselnya yang berada di saku baju kokonya. Setelah itu menunjukkan sebuah gambar pada mereka. Tak perlu waktu lama, semua orang yang ada di dalam lift bergegas keluar membiarkan pria itu masuk ke dalam lift.Bram tak mau membuang waktu lebih lama lagi, dengan sigap ia menekan angka 1 pada dinding lift. Hanya 2 menit waktu yang Bram butuhkan untuk mencapai lantai dasar, secepat kilat ia berjalan menuju lobby apartement. Pria itu bahkan mengabaikan pakaiannya yang mengundang tawa pengunjung apartemen lainnya.Setibanya di lobby apartement ia mengedarkan pandangan mencari sosok yang baru saja menghubunginya dengan suara tangis. “Shit!” umpat Bram, pria itu melihat dengan jelas Danila tengah berdebat dengan seorang pria yang ia kenal sebagai Atma,
"Lupakan,” sahut Danila seraya melanjutkan sarapannya, ia mengabaikan tatapan Bram. Mengabaikan pandangan mata pria itu.Bram hendak bertanya lebih lanjut namun, ia ragu karena melihat Danila yang moodnya kurang baik. Bram pun memilih melanjutkan makanannya dan membiarkan meja makan berbentuk oval itu kembali hening.Di lain tempat, Clarita tengah bersiap dengan pakaian santainya. Hari ini mereka berencana untuk mengunjungi makam Ayah dan Ibu Clarita juga Ibu Dean yang meninggal beberapa tahun silam. Dengan blouse polos berwarna cream dihiasi oleh celana legging berwarna hitam, Clarita tampak begitu cantik namun sederhana. Ia membiarkan rambutnya terurai, polesan make up sederhana juga tampak menghiasi wajahnya.“Sudah siap?” tanya Byan berdiri di ambang pintu kamar Clarita. Clarita menoleh dan mengangguk tak lupa senyum manis yang selalu terukir di wajahnya.Byan masuk ke dalam kam
“Membantu apa? Katakan saja.”Danila menghela napas lantas menatap Bram pucat. “Lepas dari Atma.”Sebelah alis Bram terangkat, ia bingung dengan permintaan wanita itu. Tanpa menjelaskan maksudnya, wanita itu beranjak dari sofa dan berjalan menuju kamar pribadinya meninggalkan Bram dengan kebingungannya.Di lain tempat, Clarita baru saja kembali dari pemakaman umum. Setibanya di villa keluarga Byan, ia segera masuk ke dalam kamar. Membiarkan baby twin bermain bersama Byan dan juga Dean. Ia mengurung diri di dalam kamar, hatinya masih kecewa dengan fakta yang ada.Waktu pun berlalu begitu cepat, kini langit terang berganti dengan gemerlap bintang. Malam itu, halaman villa Byan tengah ramai pekerja. Mereka tengah mendekor pelaminan sederhana untuk Byan. Walau tak banyak yang diundang tetapi ia tetap harus mempersiapkan cattering, dekor juga baju pengantin. Memang tak banyak yang
Clarita mengangguk merespon pertanyaan Ratna yang muncul dari balik pintu kamarnya. Setelah itu, Dean juga Anjani menuntun Clarita keluar dari kamarnya, menuruni setiap anak tangga perlahan. Di depannya berdiri Ratna yang membawa sebuah selendang putih.Semua tamu undangan menoleh menatap kedatangan Clarita, mereka menatap kagum pakaian dan tata rambut yang Clarita pakai, mereka belum bisa melihat wajah Clarita karena wanita itu masih menunduk, ia masih mencoba menetralkan kekhawatiran juga kegelisahannya.“Mendongaklah, Cla. Kamu sangat cantik hari ini,” ujar Anjani mencoba memberikan semangat pada ponakannya itu.Clarita menarik napas dalam-dalam, lantas menghembuskannya perlahan. Tepat sepuluh langkah lagi, Clarita akan tiba di depan penghulu juga Byan yang telah menanti kedatangannya. Clarita mulai memberanikan diri menaikkan dagunya, memperlihatkan pada khalayak umum tentang riasan yang melekat di wajahn
“Saya sebagai orang tua kandung Danila Ayudia tentu menyerahkan semua keputusan di tangan putri kami. Kebahagiannya adalah kebahagian kami juga,” sahut Ganesha mengabaikan pertanyaan Danila. “Apa? Orang tua kandung? Maksudnya?” tanya Danila bingung ia pun melemparkan tatapan menuntut ke arah Bram. “Sayang, Tante Ratasya dan Om Ganesha adalah orang tua kandung kamu, yang selama ini disembunyikan oleh Pak Brahma, mereka –“ “Apaa‼” pekik Danila tak percaya. “Jadi? Yang kalian bicarakan saat persidangan itu aku?” tanya Danila tak percaya. “Iya sayang, kami memang orang tua kandungmu. Semua bermula dari … .” Ganesha mulai menceritakan awal mula Brahma merebut Danila darinya. Mulai saat Brahma merebut harta miliknya hingga ke kasus penculikan juga penyekapannya. Danila menyimak ucapan orang tuanya dengan begitu seksama, ia tak mau terlewatkan barang satu kata pun. Hingga ia sampai pada cerita tentang percobaan pembunuhan yang Brahma lakukan pada mereka, Danila mengeram tertahan, selama
“Aku ingin selalu seperti ini selamanya? Bisa ‘kan?” “Kamu ini bikin mas hampir jantungan saja. Sayang, hanya maut yang bisa memisahkan kisah cinta kita. Aku akan selalu berusaha selalu berada di sampingmu,” tutur Byan membuat hati Clarita menghangat dan kupu-kupu si perutnya berterbangan. “Mas nanti malam kita pakai ini saja ya? Acaranya kan di tepi pantai, aku juga gak bisa kalau pakai baju terbuka, alergi dingin. Untung suami aku gak dingin,” canda Clarita seraya menatap sang Suami manja. “Sayangg,” ujar Byan salah tingkah, pria itu menggaruk tengkuk lehernya yang tak gatal itu. Matahari pun mulai bergeser, menyisakan langit berwarna jingga dengan suara hiruk pikuk mobil yang berlalu lalang. Clarita baru saja keluar dari kamar mandi dengan handuk yang melilit di kepalanya, sedangkan sang Suami masih berkutat di meja kerjanya yang bersebelahan dengan kamar tidur mereka, Byan sengaja mendesain ruang kerjanya di dalam kamar hanya dengan memberi sekat kaca yang membatasi antara kama
“Perusahaan koleps, seluruh perusahaan besar menunda penanda tangannya MOU. Harga saham menurun drastis, beberapa vendor menagih pelunasan segera, kau ke mana saja?” ucap Mahen seraya membiarkan putranya membaca seluruh isi mapnya.“Kita bisa menangani ini sem –““Dengan cara apa? Sekarang saja perusahaan sudah tak ada kerja sama, oke masih ada tetapi itu hanya project remahan, kamu pikir itu bisa membayar semua tagihan? Belum lagi gaji pegawai. Seharusnya kamu memikirkan itu, kamu fokus membesarkan perusahaan ini bukan justru sibuk mengurus wanita dan anaknya yang penyakitan itu!”“Shut up, Pah! Apa papah tahu aku jadi seperti ini karena siapa? Karena anda! Anda yang selalu mengagalkan percintaanku anda yang selalu menghancurkan urusan hidupku sendiri. Kenapa? Karena anda terlalu ingin terlihat sempurna, padahal anda jauh lebih busuk daripada bangkai tikus.” Atma ber
“Gak papa kok, ya sudah kita masuk lagi yuk? Kayanya sudah waktunya mulai lagi persidangannya.” Mereka pun mengangguk setuju dengan ucapan Byan. Mereka pun kembali berjalan beriringan memasuki ruang sidang, siang ini mereka akan mendengar keputusam hakim atas perbuatan Brahma bertahun-tahun lalu.“Mas,” lirih Clarita mencekal lengan Byan. Pria itu menoleh dan menatap teduh sang Istri. “Aku takut.”“Pasrahkan semua ke Allah, ya. Semua akan baik-baik saja.” Clarita menghela napas seraya mengeratkan genggamannya di tangan sang Suami.Hakim dan seluruh jajaran pun mulai memasuki ruangan, setelah itu Brahma selaku tersangka utama telah hadir kembali di ruang sidang. Setelah persidangan kembali dibuka Jaksa penuntut umum kembali membacakan dakwaannya.“Dengan ini, kami memutuskan untuk menjatuhkan hukuman kepada Brahma Wijaya dengan pasal tersebut selama 25 tahun kurungan.”Bola mata Clarita nyaris terlepas dari tempatnya kala mendengar putusan hakim kepada pria yang selama ini anggap sebag
“Kita hanya bisa berpasrah diri, Dan. Kita sudah berusaha menegakkan keadilan semoga semua sesuai dengan harapan kita ya.”Waktu seakan begitu cepat berlalu, hari-hari berlalu begitu cepat. Sejak persidangan pertama kemarin kehidupan Danila terasa begitu nikmat dan ringan. Ia masih bekerja di toko kue milik sang Kakak. Sedangkan hubungan asmaranya masih terjalin dengan baik. Bram tak pernah menuntut hubungan ranjang pria itu justru mengarahkan Danila menjadi wanita yang lebih elegant.Lain halnya dengan Atma, pria itu justru semakin gencar mendekati Hanna. Ia bahkan tak peduli dengan penolakan yang terus Hanna berikan padanya. Hanna adalah harapan terakhir untuknya mendapatkan warisan dari sang Nenek, ia pun tak menyerah untuk mendapatkan Hanna kembali.“Han, percayalah padaku. Aku tak hanya membutuhkan Bayu, sejujurnya aku masih menyimpan rasa padamu, tetapi aku terlalu malu untuk mengakuinya. Apa tida
“Katakan apa yang sedang kau rencanakan?” tanya Hanna dengan tatapan penuh selidik.“Begini, aku dituntut untuk memiliki seorang anak. Dan kamu butuh sumsumku bukan? Bagaimana jika kita bekerja sama? Aku akan mencukupi semua kebutuhanmu dan Bayu tetapi menikahlah denganku.”Hanna pun tersenyum miring. “Jadi benar ‘kan dugaanku? Kamu mengejarku dan berbuat baik padaku itu tidak tulus dari dalam hati, apa ini memang sifat aslimu?”“Ayolah, Han. Aku butuh kerja sama ini, agar aku bisa terlepas dari ayahku. Aku akan menghidupi kalian dengan baik, aku juga akan memperlakukanmu dengan baik. Aku hanya butuh Bayu dan status ini agar warisan nenekku bisa segera aku miliki.”“Kamu berubah, At! Ini bukan Atma yang aku kenal!” pekik Hanna seraya berjalan menjauhi pria itu.“Han aku berubah begini karenamu! Aku tak lagi p
Tanpa mendengar ucapan karyawannya Clarita segera berjalan menuju tokonya. Ia menapaki setia anak tangga, samar-samar ia mendengar pertikaian dua orang wanita dan benar saja, ketika langkahnya tiba di lantai dua ia menemukan Danila tengah berdebat dengan seorang wanita paruh baya.“Danila tidak akan mau mencabut tuntutan Danila! Kalian berdua itu licik!” pekik Danila di depan wanita setengah baya. Dari posisinya berdiri Clarita tak dapat melihat dengan jelas siapa sosok yang tengah bertengkar dengannya.Langkah kaki Clarita semakin mendekat ke arah Danila, ia pun tiba di samping tubuh wanita yang menjadi lawan bicara adiknya itu. “Maaf ada apa ya?”“Clarita!” ujar wanita itu terkejut melihat sosok ayu Clarita berdiri di sampingnya. “Kau juga! Mengapa kau tidak tahu terima kasih? Suamiku mengurusmu sejak kecil! Jika tidak ada suamiku maka –“&ldquo
“Kamu ngomong apa sih sayang? Tanpa diminta pun aku akan segera meminangmu. Aku tidak akan membuang kamu begitu saja. Sesuai janjiku padamu, dan juga kamu berhasil membuatku merasakan getaran yang sudah lama tak pernah aku rasakan lagi, bahkan kamu ada untukku di kala aku down kemarin. Kamu ingat ‘kan?” Danila pun mengangguk dan mengulas senyum. Ia lantas kembali melanjutkan aktivitas ranjangnya. Matahari semakin berani menampakkan dirinya, ia mulai menyinari langit kota Semarang menjadi teman warga di sana memulai aktivitasnya. Ada yang berangkat ke sekolah, ada yang berangkat bekerja, ada juga yang berangkat bergosip. Dua insan yang baru saja berubah status percintaannya masih asyik bergelung di dalam selimut tebal dengan tubuh tanpa sehelai benang pun. Selepas shubuh tadi mereka memang kembali mengulang kegiatannya hingga tertidur karena kelelahan. Ketukan dan suara tangis bayi membangunkan keduanya. Clarita mengerjapkan kedua matanya, ia lantas bangkit dari tidurnya dan memilih
“Ini semua adalah dosa yang harus aku tanggung! Tetapi kenapa harus Bayu? Aku … aku tidak bisa hidup tanpanya.”Kening Atma semakin berkerut, ia semakin bingung dengan ucapan Hanna, wanita itu seolah membuat teka-teki untuknya. “Seharusnya malam itu aku tidak melakukan perbuatan dosa, dan berakhir seperti ini. Ke mana aku harus mencari pendonor yang cocok?”“Donor?”Saat Hanna akan menjelaskan ucapannya, pintu UGD terbuka menampilkan sosok wanita setengah baya dengan jas putih yang melekat di tubuhnya. “Dengan keluarga pasien?”“Saya ibunya, Dok!” Hanna berjalan cepat mendekati dokter itu.“Begini bu, kondisi adik Bayu semakin mengkhawatirkan. Kita harus segera menemukan pendonor tulang sumsum belakang untuk keselamatan putra Ibu. Karena kelainan darah bawaan yang Bayu idap sudah di tahap mengkhawatirkan. Saya berharap ibu bisa segera menemukan pendonor yang tepat, untuk saat ini kami hanya bisa memberikan transfusi darah namun itu tidak bisa kita lakukan terus menerus.”Mendengar per