“Kamu gak papa, Dan?” tanya Clarita seraya menyentuh bahu Danila yang masih terkejut dengan apa yang baru saja ia alami. “Dan?” sapa Clarita sekali lagi karena Danila tak kunjung menjawab panggilannya.“Ah iya aku baik-baik saja,” sahut Danila gugup.“Kamu mau ke mana biar kita antar?” tanya Clarita lembut. Wanita itu bahkan menatap Danila teduh.“Em … aku gak tahu mau ke mana mba.” Danila menunduk dengan suara lirih.Clarita melemparkan kode mata pada Byan, pria itu lantas mengangguk dan tersenyum lembut seolah mengerti maksud dari tatapan Clarita. Clarita mengajak Danila masuk ke dalam mobil. Danila menatap Clarita bingung, pasalnya sikap Clarita berbeda jauh dengan sikap yang terakhir kali ia tunjukkan. Clarita yang mengerti kebingungan Danila pun hanya tersenyum dan mengangguk. Senyum yang sejak kecil menemani hari-hari Danila.Clarita mengajak Danila masuk ke dalam mobil dan tubuh wanita berusia 20 tahun itu duduk dengan tenang di kursi penumpang. Byan membuka bagasi mobil meraih
“Oh ini, aku minta tolong Bram untuk menjaga di apartemen Danila beberapa hari selama kita di Jogja. Ya bagaimana pun juga keselamatannya harus dijaga ‘kan?” ujar Byan menjelaskan maksud dan tujuannya.“Oh iya. Ma kasih ya By, kamu benar-benar menunjukkan aksi bukan bualan semata. Kamu tidak hanya menjaga aku dan baby twin tetapi kamu juga menjaga keluargaku yang lain. Terima kasih, By.” Clarita mengucapkan dengan nada bergetar. Byan tersenyum mendengar ucapan Clarita, ia pun menggenggam jemari Clarita dan mengecupnya.Tak lama Danila berjalan mendekati mereka. “Mba?” sapa Danila lirih.Sontak Clarita menoleh dan menatap Danila, ia pun mempersilakan wanita muda itu untuk duduk di sofa single di sampingnya. “Dan, kenalin ini Bram. Dia akan mengantar kamu ke unit apartemen sekaligus berjaga di sana. Kamu tidak perlu khawatir kalau ada orang jahat yang ke sana.”
Bram bergegas menuju lift ia menekan tombol di samping pintu, tak lama pintu terbuka. Ternyata lift tersebut tengah penuh, banyak sorot mata menatap Bram kesal. Ia pun dengan cepat merogoh ponselnya yang berada di saku baju kokonya. Setelah itu menunjukkan sebuah gambar pada mereka. Tak perlu waktu lama, semua orang yang ada di dalam lift bergegas keluar membiarkan pria itu masuk ke dalam lift.Bram tak mau membuang waktu lebih lama lagi, dengan sigap ia menekan angka 1 pada dinding lift. Hanya 2 menit waktu yang Bram butuhkan untuk mencapai lantai dasar, secepat kilat ia berjalan menuju lobby apartement. Pria itu bahkan mengabaikan pakaiannya yang mengundang tawa pengunjung apartemen lainnya.Setibanya di lobby apartement ia mengedarkan pandangan mencari sosok yang baru saja menghubunginya dengan suara tangis. “Shit!” umpat Bram, pria itu melihat dengan jelas Danila tengah berdebat dengan seorang pria yang ia kenal sebagai Atma,
"Lupakan,” sahut Danila seraya melanjutkan sarapannya, ia mengabaikan tatapan Bram. Mengabaikan pandangan mata pria itu.Bram hendak bertanya lebih lanjut namun, ia ragu karena melihat Danila yang moodnya kurang baik. Bram pun memilih melanjutkan makanannya dan membiarkan meja makan berbentuk oval itu kembali hening.Di lain tempat, Clarita tengah bersiap dengan pakaian santainya. Hari ini mereka berencana untuk mengunjungi makam Ayah dan Ibu Clarita juga Ibu Dean yang meninggal beberapa tahun silam. Dengan blouse polos berwarna cream dihiasi oleh celana legging berwarna hitam, Clarita tampak begitu cantik namun sederhana. Ia membiarkan rambutnya terurai, polesan make up sederhana juga tampak menghiasi wajahnya.“Sudah siap?” tanya Byan berdiri di ambang pintu kamar Clarita. Clarita menoleh dan mengangguk tak lupa senyum manis yang selalu terukir di wajahnya.Byan masuk ke dalam kam
“Membantu apa? Katakan saja.”Danila menghela napas lantas menatap Bram pucat. “Lepas dari Atma.”Sebelah alis Bram terangkat, ia bingung dengan permintaan wanita itu. Tanpa menjelaskan maksudnya, wanita itu beranjak dari sofa dan berjalan menuju kamar pribadinya meninggalkan Bram dengan kebingungannya.Di lain tempat, Clarita baru saja kembali dari pemakaman umum. Setibanya di villa keluarga Byan, ia segera masuk ke dalam kamar. Membiarkan baby twin bermain bersama Byan dan juga Dean. Ia mengurung diri di dalam kamar, hatinya masih kecewa dengan fakta yang ada.Waktu pun berlalu begitu cepat, kini langit terang berganti dengan gemerlap bintang. Malam itu, halaman villa Byan tengah ramai pekerja. Mereka tengah mendekor pelaminan sederhana untuk Byan. Walau tak banyak yang diundang tetapi ia tetap harus mempersiapkan cattering, dekor juga baju pengantin. Memang tak banyak yang
Clarita mengangguk merespon pertanyaan Ratna yang muncul dari balik pintu kamarnya. Setelah itu, Dean juga Anjani menuntun Clarita keluar dari kamarnya, menuruni setiap anak tangga perlahan. Di depannya berdiri Ratna yang membawa sebuah selendang putih.Semua tamu undangan menoleh menatap kedatangan Clarita, mereka menatap kagum pakaian dan tata rambut yang Clarita pakai, mereka belum bisa melihat wajah Clarita karena wanita itu masih menunduk, ia masih mencoba menetralkan kekhawatiran juga kegelisahannya.“Mendongaklah, Cla. Kamu sangat cantik hari ini,” ujar Anjani mencoba memberikan semangat pada ponakannya itu.Clarita menarik napas dalam-dalam, lantas menghembuskannya perlahan. Tepat sepuluh langkah lagi, Clarita akan tiba di depan penghulu juga Byan yang telah menanti kedatangannya. Clarita mulai memberanikan diri menaikkan dagunya, memperlihatkan pada khalayak umum tentang riasan yang melekat di wajahn
Suara adzan maghrib membangunkan Bram dari tidurnya. Ia pun menatap wajah Danila yang masih terlelap. Karena tak mau menggangu waktu istirahat Danila, pria itu pun beranjak secara perlahan. Namun tanpa sengaja tangannya menyenggol tas pribadi Danila yang tergeletak di atas nakas. Bram pun memungut tas itu, namun pandangannya berhenti pada sebuah tablet obat dan buku diary.Bram memungut obat itu dan membaca kandungan yang ada di dalamnya. “Pil Kb? Apa selama ini ia mengkonsumsi itu?” Tak mau terlalu lama memendam penasaran, Bram pun membuka buku diary milik Danila. Membacanya satu-persatu.Hingga maniknya berhenti pada sebuah halaman yang menceritakan tentang perasaan wanita itu.“Aku lelah menjadi jembatan Ayah untuk mencapai projectnya. Apa aku sehina itu? Bahkan sekarang aku harus melayani pria bernafsu seperti Atma dan menyakiti hati kakakku. Aku tak mencintai pria ini, Tuhan. Apakah tak bisa ji
Byan pun mengikis jarak wajahnya, tanpa sadar Clarita memejamkan matanya. Dan di detik selanjutnya tubuh wanita itu menegang kala merasakan ada sebuah benda kenyal menempel di bibirnya, mengecup dengan lembut. Clarita merasakan sensasi yang pernah ia rasakan sebelumnya. “Aku hanya meminta ini setiap pagi, bisa ‘kan?” tanya Byan seraya melepaskan pagutannya. Clarita pun tersipu malu ia menyembunyikan wajahnya di dalam ceruk leher Byan. “Kenapa sayang?” “By, mungkinkah itu kamu?” tanya Clarita masih di bersembunyi di ceruk leher Byan. “Aku akan mencari tahunya ya, jika memang itu aku. Tentu aku akan sangat bahagia, jika tidak pun aku tak akan mempermasalahkannya dan tak akan mencari tahu kebenarannya, biarlah itu menjadi masa lalu untukmu.” Byan mengusap puncak kepala Clarita. Clarita mengecup pipi Byan sekilas lantas bergegas bangkit dari ranjang dan berlari menuju kamar mandi. Di dalam kamar mandi, Clarita tersenyum bahagia. Ia bahkan melompat ke sana ke mari hingga nyaris terples