Pov Bayu.
Tidak ada niat ku sedikitpun untuk melukai perasaan istriku, Inara. Aku sangat mencintainya, tetapi rasa yang ditawarkan Syafira begitu menggiurkan dan sangat-sangat berbeda dari rasa yang disuguhkan oleh Inara, seperti kata pepatah kalau Inara eskrim cokelat sementara Syafira cokelat yang ada campuran strawberry nya yang membuat aku ketagihan terus meneguk manis rasanya. Kalau Inara hanya manis sedangkan Syafira manis dan ada asam-asamnya. Dengan janji-janji manis yang selalu kuberikan kepada Syafira membuat dia semakin diam dan memuluskan jalan untuk ku yang terus-menerus menikmati peran sebagai laki-laki yang memiliki dua tambatan hati. **************************************** "Fira masih sakit tititnya, ujarku sambil memandang dia yang berjalan sedikit kesusahan." Dia mengangguk tanpa menoleh sedikitpun kearah yang sedikit membuat aku khawatir. Aku memeluknya, memberi sedikit penghiburan agar dia semakin nyaman dan tidak akan berani megadukan kepada siapapun dengan semua yang sudah kami lakukan. Jam-jam siang seperti ini, Inara memang jarang dirumah karena dia dari pagi sampai siang sedang bekerja membuat kami leluasa melakukan hal yang benar-benar membuat kami bahagia. Karena pagi tadi Syafira demam jadinya dia tidak kuliah, mungkin karena semalam kecapekan dengan aktifitas malam yang kami lakukan sampai dia harus kehilangan keperawanan nya. Di bengkel aku tidak tenang, aku risau dan juga khawatir dengan keadaannya Syafira. Aku seperti anak remaja yang di mabuk asmara. Tanpa pikir apapun lagi, aku segera menutup bengkel guna memastikan keadaan Syafira. Aku pegang tangan Syafira, aku yakinkan kalau semua akan baik-baik saja. "Besok keadaannya akan seperti semula, titit mu tidak akan sakit lagi, percayalah kepada ku, ucapku meyakinkannya." Syafira, gadis yang dulu ku tolak mentah-mentah kehadirannya karena takut akan menjadi duri dan juga beban untukku kini berubah total menjadi gadis yang benar-benar membuat ku mabuk kepayang, gadis yang telah membawa warna tersendiri di relung hatiku. Setelah memastikan keadaan Syafira baik-baik saja, aku berencana kembali ke bengkel karena banyak pekerjaan yang sudah menunggu ku disana. Saat aku berpamitan kembali ke bengkel, Syafira malah menarik tanganku dan mengajak ku ke kamarnya. Aku mengerutkan dahi dan menatapnya. "Lagi?? Tanyaku tersenyum kearahnya. Dia menggangguk yang membuat jiwa mudaku bergelora. Dan kalian pasti tahu dong apa yang akan terjadi?? Hahaha. Aku tidak kuasa menolak, ku gendong tubuh Syafira yang telah membuat ku candu dan kubopong dia kekamarnya. Kulakukan lagi seperti apa yang tadi malam kami lakukan. Jeritan dan desahan kami bersatu tanpa ada rasa takut kalau tiba-tiba Inara pulang dan melihat kami berdua seperti ini, kami berdua seperti orang yang lupa daratan, kami benar-benar dibutakan kenikmatan nafsu dunia. Aku rebahkan badanku yang terkulai lemah disampingnya Syafira, ku kecup keningnya dengan lembut, ada rasa kasihan melihat keringat yang bercucuran di dahinya pertanda dia begitu lelah melayaniku. Dengan sisa tenaga yang ku miliki, aku beranjak ke kamar mandi membersihkan badanku setelah permisi kepada Syafira. Dan lagi-lagi saat aku dikamar mandi, Syafira mengetuk pintu kamar mandi menawarkan dirinya untuk mandi bersama dengan ku. Aku tercengang tak bisa mengucapkan sepatah katapun, aku hanya bisa membukakan pintu dan mata ku terbelalak melihat dia sudah tak memakai apa-apa. Berulang-ulang kali aku menelan saliva ku, aku merasakan lagi yang belum pernah aku rasakan dari Inara. Didalam kamar mandi, aku dibuatnya mabuk kepayang lagi. Syafira mendorong badanku ke dinding, tanpa aba-aba dia memegang tombak perkasa turun naik sambil bibirnya mencium bibirku. Tidak ingin menjadi lelaki pasif, aku putar arah membalikkan badan Syafira yang bersandar ke dinding. Lagi-lagi aku tak kuasa menolak nikmatnya surga dunia yang ditawarkan oleh Syafira, aku mengangkat sebelah kaki Syafira agar tombak keperkasaan ku mudah mencari jalan untuk mendapatkan kenikmatan. Dengan Bermandi keringat dan air, kami melakukan pelepasan yang kesekian kalinya. Kucium bibir Syafira dalam-dalam, dia benar-benar membuat ku lupa dengan rasa saat bersama Inara. Kami berdua keluar dari kamar mandi setelah membersihkan badan, kuucapkan terimakasih berulang-ulang dan tidak lupa aku memuji betapa aku sangat puas dan menikmati setiap permainan yang disuguhkannya. Syafira hanya tersenyum simpul. Dia memakai bajunya dan beranjak ke tempat tidur, katanya ingin istirahat karena sudah kelelahan. #bagaimana tidak lelah besti, dari kamar pindah kekamar mandi mengangkang terus. Hahaha. Sementara Bayu, karena kelelahan dia juga memutuskan untuk istirahat tak berniat kembali ke bengkel. ********************************** Ting Suara hanphone Inara berbunyi pertanda ada pesan masuk. Dia segera mengambil HP nya, dia pikir pesan W******p dari Syafira yang ditinggalkannya memang lagi sedang tidak enak badan. "nara, nanti malam antar kan Adnan ke rumah yah, tantenya mau belikan baju. "Oh dari ibu, ucapnya dalam hati. Pesan biru mertuanya langsung Inara balas dengan emot love tanda suka dan bahagia. Ada sedikit rasa tentram dan tenang dihatinya mengingat bagaimana perlakuan mertuanya yang begitu baik kepadanya. Mertuanya, buk Khadijah sangat menyayanginya seperti anak kandungnya sendiri. Masih teringat momen dimana saat dia berantem sama Bayu, buk Khadijah sama sekali tidak membela anaknya, mertuanya malahan mencari solusi bagaimana cara untuk mendamaikan dan mendinginkan hati mereka berdua. Inara tersenyum dan melanjutkan pekerjaannya, dia ingin cepat menyelesaikan pekerjaannya dan segera pulang agar dia bisa mengantarkan Adnan, anak semata wayangnya yang merupakan cucu mertua satu-satunya juga. Inara pamit dan langsung menggendong Adnan pulang ke rumah. Dalam perjalanan pulang, ada rasa yang dia tidak mengerti menjelaskan nya, ingin menangis tetapi apa yang harus ditangisi, ingin bersedih tetapi rasanya tidak ada yang perlu di sedihkannya. Dia mempercepat langkahnya, dia teringat Syafira yang ditinggalkannya tadi pagi lagi demam dan meriang. Sebelum ke rumah, Inara menyempatkan singgah ke toko buah. Inara memilih semangka yang lumayan besar, Inara tau kalau buah semangka itu buah dari surga yang merupakan obat dari sumber penyakit. Dengan semangat 45 seperti semangat kemerdekaan Indonesia raya yang sangat kita cintai ini, dia mempercepat langkahnya, dia tidak sabar untuk memberikan buah itu kepada Syafira, adik angkat yang sangat dia sayang i. Tetapi saat melangkahkan kaki masuk kerumah, dahi nya berkerut melihat motor suaminya terparkir di halaman, dia heran kenapa Bayu siang-siang seperti ini ada di rumah, tidak bekerja seperti kata dia yang pamit tadi pagi. Tanpa berpikiran negatif Inara langsung mengetuk pintu. "Tok tok tok, assalamualaikum, panggil Inara dari luar." Bayu dan Syafira yang sudah larut dalam mimpi masing-masing tidak mendengar sama sekali salam dari Inara. Karena tidak ada jawaban dari dalam, Inara yang selalu membawa kunci tanpa menunggu salamnya dijawab langsung membuka pintu yang memang sengaja dikunci oleh Bayu dan Syafira. Inara masuk, dia langsung menuju kamar Syafira, rasa lega langsung dia rasakan melihat anaknya sedang tidur pulas. "Bayu? Dia dimana? Ucap Inara dalam hatinya. Inara melihat kamar mandi, dia memanggil suaminya guna memastikan apa benar empunya sedang didalam kamar mandi. "Mas? Mas lagi didalam? Tanya Inara dengan suara pelan agar tidak mengganggu tidur Syafira. Tidak ada jawaban yang artinya suaminya tidak ada didalam kamar mandi. Inara langsung menuju kamar mandi, dia melihat Bayu tertidur pulas. Dia heran tidak biasanya Bayu seperti itu. Ada perasaan tidak enak didalam hatinya tetapi dia berusaha berpikir yang tidak-tidak. "Mas kenapa? Sakit? Ucap Inara dengan lembut mengusap wajah suaminya. Mendengar suara Inara, Bayu yang tertidur pulas langsung bangun dan tiba-tiba gugup dan merasa ketakutan. "Inara? bisiknya dalam hati dengan perasaan campur aduk, takut, was-was dan juga khawatir."Dari kapan bunda disini? Tanya Bayu penasaran dengan wajah yang terlihat pucat pasi. Inara heran dengan kelakuan suaminya, dia semakin merasa yakin kalau ada yang lagi. disembunyikan oleh suaminya. "Baru saja mas, ucap Inara yang langsung pamit ke dapur mau memotong buah semangka. Inara beranjak kedapur yang disusul oleh Bayu. "Semangka Bun, ucapnya dengan satu tangan mengambil potongan semangka yang telah tertata rapi di piring." "Iya mas, sengaja bunda belikan untuk Syafira biar demamnya cepat turun, mungkin dia kecapekan karena terus-menerus belajar tidak berhenti, ujar Inara. Bayu hanya mengangguk. "Hmmm, mas teringat nya kok tumben siang-siang seperti ini dirumah? Tanya Inara. "uhuk,uhuk,uhuk" Bayu sedikit kelabakan, dia memutar otak mencari alasan agar Inara, istrinya tidak curiga dengan apa yang telah terjadi diantara mereka berdua. "Pelan-pelan mas makannya, apa yang di buru-buru, ucap Inara dengan lembut sambil memberikan segala air putih kepada suaminya.
"Kok cepat sekali Adnan diantarkan Inara, ucap Bu Khadijah.Inara hanya bengong, tatapannya kosong yang membuat Bu Khadijah yakin kalau menantunya lagi menyimpan beban."Nara, panggil Bu Khadijah dengan lembut.Melihat tidak ada reaksi dari Inara, Bu Khadijah membuang nafas panjang dan menggenggam tangan Inara yang sontak mengagetkan Inara."Kamu kenapa nak?"Inara menghela nafas sambil menggelengkan kepalanya pertanda kalau dia baik-baik saja.Seperti biasanya, Bu khadijah tau betul sikap dan perilaku menantunya.Bu Khadijah makin mempererat genggaman tangannya.Inara diam, dia tidak tau harus mengawali darimana menceritakan masalah yang lagi dipendamnya.Inara menimbang-nimbang dalam hati, perlu kah dia cerita kepada mertuanya, bagaimana kalau apa yang dicurigainya ternyata salah, bagaimana kalau dugaannya hanya sekadar dugaan belaka yang tidak jelas pastinya."Ujian hidup orang itu berbeda-beda, tergantung bagaimana kita menyikapinya, ibu tau kamu lagi banyak pikiran, ibu tau kamu
Inara mengambil pisau, dengan gemetar dan airmata yang terus mengalir dari pipinya membuat dia seperti ingin mengakhiri hidupnya. Inara putus asa, dia tidak menyangka kalau jalan hidupnya harus seperti ini.Tanpa sengaja dia memandang foto anaknya yang yang tergantung rapi di dinding, dan seketika itu dia tersadar dan membuang pisau itu.Inara menangis semakin kencang, dia tidak kuasa lagi menahan sebak didadanya, dia terus beristigfar guna menenangkan hati dan pikirannya.Hampir 2 jam dia didalam kamar, dan 2 jam juga Bayu terus memgedor pintu dan mengucapkan kata permintaan maaf."Bun, bunda maafin mas, mas benar-benar silap, mas salah Bun, mas benar-benar salah, keluar lah sayang, kita perlu bicara, kita perlu menyelesaikan masalah ini, jangan seperti ini Bun, please.."Bayu terus merayu dan membujuk i Inara tanpa capek dan bosan.Melihat pemandangan yang sepertinya Bayu takut kehilangan Inara, membuat Syafira dongkol dan semakin membuat rasa bencinya terhadap Inara lebih besar lag
Jatuh cinta merupakan anugerah dari yang kuasa yang perlu kita syukuri, dan kalaupun kita jatuh cinta kepada orang yang tidak tepat seperti suami orang juga merupakan suatu anugerah cinta, tergantung bagaimana kita menyikapi cinta itu, dipendam sendiri demi tidak ada yang sakit hati atau terus melanjutkan mengejar cinta itu tanpa perduli dengan pasti ada hati yang akan terluka nantinya. Syafira adalah salah satunya, gadis yang dianugerahi cinta oleh sang Illahi yang tidak bisa memposisikan letak cintanya. Dia jatuh cinta kepada suami dari kakanya sendiri yang telah merawat dan membesarkannya meski tidak ada ikatan darah diantara mereka. Tanpa berpikir panjang, tanpa memikirkan perasaan Inara yang merupakan kakanya, dia terus memamerkan dan menggoda sang Abang ipar. Dimana saja pun tempatnya dia selalu mencuri-curi pandang dan juga mencari-cari perhatian Bayu, Abang iparnya. Sering bahkan selalu dia memamerkan lekuk tubuhnya kepada Bayu jika Inara lagi tidak dirumah. Banyak trik d
Waktu terus berjalan, hari berganti hari, Minggu berganti Minggu, Bayu merindukan aksi yang tidak sengaja mereka lakukan, dia benar-benar tersiksa dengan rinndunya yang terlarang. Pondok usang itu seperti kenangan dan bayangan indah yang selalu ingin diulanginya kembali. Gelisah dan risau setiap hari dirasakannya setelah memutuskan untuk menjauhi dan menjaga jarak dari Syafira yang telah menjadi candunya. Semakin dia menjauhi Syafira semakin besar rasa rindu dihatinya. Dia hanya bisa menyibukkan dirinya sampai larut malam, bekerja tidak mengenal rasa lelah hanya untuk menghindari Syafira. Semakin dia menghindar dan semakin besar rasa rindu kepada Syafira. Rindu yang semakin besar tidak kuasa ditahannya lagi, Bayu tidak perduli dengan apapun yang akan terjadi nantinya, yang di inginkan nya sekarang hanya ingin bertemu melepas rasa rindu yang hampir saja meledak "booomm" meletus. Sore itu Bayu memutuskan untuk menjemput Syafira tanpa memberi kabar. Rasa rindu didadanya telah
Bukan diam seperti itu yang Inara harapkan dari suaminya, bukan membisu tanpa memberi kejelasan apapun yang di inginkannya, tetapi untuk memaksa Bayu Inara sama sekali tidak mau. Dia pun ikut diam, diam seperti suaminya, mereka sama-sama mendiamkan masalah tanpa ingin mencari solusinya bersama-sama. 3 hari kepergian Bu khadijah dan Syafira, 3 hari itu juga mereka berdua saling diam tanpa interaksi apapun. Inara bosan menunggu Bayu untuk memulai obrolan antara mereka berdua, dia jenuh dan akhirnya membiarkan permasalahan itu seperti itu saja. Inara menyibukkan dirinya mengurus Adnan dan bekerja. Selama mereka diam-diaman, selama itu juga Inara tidak melakukan apapun pekerjaan rumah, dia membiarkan baju kotor Bayu menumpuk, dia juga tidak mengurus makan minum Bayu, dia hanya mengurus dirinya dan juga anaknya. Dan Bayu, diperlakukan seperti itu dia tidak bisa mengeluh, dia hanya diam, menikmati hari-hari seperti duda memiliki istri. Bayu meradang, dia sangat mencintai Inara tetapi
Bu khadijah dan Ardi langsung membopong tubuh Inara kedalam rumah meski mereka juga dalam suasana panik dan bertanya-tanya kenapa dengan Inara. Bu Khadijah tau betul bagaimana kuatnya seorang Inara, bisa dipastikan kalau beban yang dipikulnya saat ini benar-benar sudah berat sekali sampai dia terkulai lemah pingsan tak sadarkan diri. Bu Khadijah merasa sangat cemas melihat kondisi Inara ditambah lagi dengan Bayu yang tidak ada kabar meskipun sudah berulangkali di telepon oleh Ardi. Dia mondar-mandir seperti gosokan tidak sabar menunggu Inara membuka matanya dan bertanya dengan apa yang sebenarnya terjadi. "Adnan, suara Inara mengejutkab Bu Khadijah dan Ardi yang dari tadi menungguinya. Bu Khadijah langsung mendekat dan memeluk Inara, menantunya. Pecah sudah tangis Inara dipelukan ibu mertuanya, dia terus-menerus menangis mengeluarkan sebak yang ada dihatinya. Setelah sedikit reda, dia melepaskan pelukannya, ditatapnya Bu Khadijah dan Ardi saling bergantian. Dengan suara serak
Percayalah, setiap pengorbanan pasti akan ada balasan indah nantinya, kalau tidak sekarang, mungkin besok atau besoknya atau besoknya lagi yang pasti balasannya akan ada. Akan ada hikmah di setiap kejadian yang terjadi. Begitulah yang dirasakan Inara, dengan semua yang dialaminya, rasa sakit yang ditorehkan oleh orang-orang yang disayanginya dia yakin suatu saat akan mendapatkan dan memetik hikmah dari kejadian itu. Pasrah? Tidak! Rela? Juga tidak! Ikhlas? Harus, dan memang itu yang harus dilakukannya, dengan mengikhlaskan semua yang terjadi mungkin rasa sakit dan sebak dihati lama-kelamaan berangsur-angsur akan hilang dengan sendirinya. Dengan sedikit sempoyongan dia melangkahkan kakinya keluar, dia mendapati Adnan yang lagi sibuk bermain dengan Nia, adik iparnya. Melihat Inara keluar Nia segera berdiri dan membantu Inara untuk duduk didekat Adnan. Nia yang tidak tau apa yang telah terjadi tetap diam tidak berani bertanya dak ikut campur terlalu jauh. Ardi melajukan mot
Ardi tersenyum kearah Inara, ia tidak menyangka dengan sikap Inara yang begitu tegas, ia juga tidak mengira kalau Inara begitu luwes berhadapan dengan Bayu, yang merupakan mantan suaminya. Ardi memeluk Inara dan belakang. "Terimakasih sayang, aku sayang kamu, ucapnya sambil tangannya tidak mau diam terus memberikan sinyal kalau ia ingin dimanja. Inara berbalik, dan kini mereka sudah berhadap-hadapan, Inara memggangguk seolah memberi kode ucapan sama-sama dari ucapan terimakasih suaminya tadi. Ardi tidak kuasa menahan gejolak didadanya, apalagi dengan nafas Inara yang begitu wangi membuat ia semakin merasa panas dingin. Ardi berlari kearah pintu, celengak-celinguk melihat seisi rumah, merasa kosong yang artinya sudah aman, ia segera mengunci pintu dan berlari kearah Inara. Ardi langsung mencium bibir Inara, begitu juga Inara, ia membalas setiap ciuman yang diberikan oleh Ardi, mereka berdua terus bergulat dan beradu dalam permainan hisapan lidah yang begitu panas. Desahan
Bayu mengusap wajahnya kasar, kerutan di dahinya semakin dalam. Bayangan wajah mantan istrinya, Inara, dan senyum ceria adiknya, Ardi, saling berganti dalam kepalanya. Hatinya terasa sesak, seperti ada batu besar yang menindih dadanya. Inara, wanita yang pernah mengisi hatinya, kini menikah dengan adik kandungnya. Awalnya, Bayu menganggap rencananya akan berjalan lancar, pertemuan biasa antara dua orang yang sama-sama kehilangan. Namun, seiring berjalannya waktu, ia melihat percikan kedekatan yang semakin nyata. Tatapan Inara yang dulu hanya berisi kesedihan, kini terkadang berbinar saat memandang Bagas. "Tidak mungkin," gumam Bayu, suaranya serak. Ia tidak rela, tidak mau jika Inara benar-benar jatuh cinta pada Ardi. Ardi, adiknya yang selalu ia lindungi, yang selalu ia anggap sebagai saudara kecilnya. Bayu merasa seperti sedang kehilangan dua orang yang paling berarti dalam hidupnya sekaligus. Rasa cemburu menggerogoti hatinya. Ia tahu dan terus berharap, Inara masih mencintain
Bayu dan Syafira segera bergegas pergi setelah bayangan ibunya benar-benar hilang. Bayu semakin meradang dengan sikap ibunya yang belum bisa menerima kehadiran istrinya. "Kan sudah aku bilang, kamu aja yang kesana, ucap Syafira sambil menghempaskan pantatnya duduk di sofa. Bayu memijit pelipisnya, dia sedih dengan sikap ibunya tadi karena sedikitpun tidak ada niatnya untuk terus-menerus perang hati dengan ibunya, tidak akur karena perangainya. Bayu pura-pura tidak mendengar ucapan istrinya, ia lagi tidak ingin ribut. Bayu meninggalkan Syafira yang terus mengomel, ia mengambil handuk dan masuk kekamar mandi. Ia segera mengguyur badannya, perasaannya jauh lebih tenang. Bayu keluar dari kamar dengan wajah dan perasaan yang tenang. Ia mendekati Syafira yang sudah berhenti mengomel dan sibuk dengan handphonenya sampai ia tak sadar kalau Bayu telah ada dihadapannya sedang memperhatikan gerak-geriknya yang senyum-senyum sendiri. Bayu sengaja berdehem, ia ingin mengalihkan perh
"Assalamualaikum..." Khadijah segera menuju pintu sambil menjawab salam seseorang yang sudah memberinya tanda tanya siapa-siapa sore-sore menjelang magribh begini hendak bertamu. "Walaikum salam warahmatullahi wabarokatuh" CEKLEK Wajah Khadijah langsung berubah saat melihat siapa yang bertamu ke rumahnya. "Ma..." Khadijah membuang mukanya. "Untuk apa kamu kesini dan membawa manusia yang tidak tahu diuntung ini kesini? Kamu jangan tambah luka dihati Inara dan juga kami." Ujar Khadijah dengan singit. Bayu menatap iba ke arah Syafira, ada sesal dihatinya kenapa tidak mengikuti ucapan istrinya tadi sebelum berangkat. "Kamu saja lah kesana, kamu saja yang minta ijin, nanti ibu semakin benci kepada ku, aku tidak ingin itu terjadi." Bayu tetap meyakinkan Syafira kalau tidak akan terjadi apapun, dan karena Bayu berjanji jika sesuatu hal yang tidak diinginkan terjadi dia akan pasang badan membela Syafira, akhirnya dengan berat hati dan perasaan tidak enak Syafira tetap ikut menemui
Bibi Ngatemi turun sendiri tanpa Salma dibelakangnya. "Non Salma lagi istirahat den, lagi gak enak badan, ucap bi Ngatemi berbohong. Ia juga tidak lupa menyampaikan pesan Salma untuk menyuruh mereka pulang. Ardi menatap bibi Ngatemi, Ardi ingin melihat ada atau tidak kejujuran disana. Meski Ardi tidak percaya dengan alasan Salma yang sedang sakit, ia tetap bergegas pulang demi menghormati dan menghargai Salma sebagai pemilik rumah. Inara dan Ardi pamit pulang setelah menyampaikan pesan kalau ia datang untuk meminta maaf karena telah menyinggung perasaan Subiantoro, ia tidak lupa menyampaikan kepada bibi Ngatemi agar Salma segera membuka blokiran kontaknya karena ia tidak ingin ada salah paham diantara mereka yang akan memutuskan tali silaturahmi. Ardi menghentikan motornya pas didepan kafe tempat ia biasa nongkrong dengan teman-temannya. Ia turun meski wajahnya kelihatan murung dan pikiran kusut yang membuat Inara menyimpan sejuta pertanyaan dihatinya. Dari pagi Inara ingin bert
Jujur itu memang susah, hanya dilakukan oleh orang-orang yang hatinya bersih. Begitulah yang dirasakan oleh Ardi, ia sudah berulangkali mengatakan kepada Salma agar memberitahu orangtuanya kalau mereka hanya sebatas teman tidak lebih seperti apa yang diharapkan oleh orangtuanya Salma. "Maaf pak, aku akan jelaskan semuanya... PLAKKK "Ini tamparan untuk laki-laki yang tidak bertanggungjawab seperti kamu, kamu laki-laki bejat." ucap ayah Salma dengan emosi Ardi memegang wajahnya yang sakit akibat tamparan pak Subiantoro, ayahnya Salma. Ia terus mencoba menjelaskan kepada ayahnya Salma agar tidak salah paham, tetapi bukan mendengarkan Ardi malah semakin emosi dan bringas. Inara terkejut bukan main, rasa bersalah dihatinya teramat besar melihat Ardi ditampar, ia merasa semua kejadian ini akibat dirinya. Inara kembali masuk kamar, ia.tidak ingin ikut campur dengan urusan Ardi. Sesak rasanya melihat Ardi diperlakukan seperti itu. Inara hanya bisa menangis. Sementara Bu Kha
Ardi langsung berlari ke arah teriakan ibunya, Khadijah. "Ke-kenapa ma? ucapnya dengan nafas ngos-ngosan. Khadijah melempar celana piyama Inara ke wajah Ardi sambil geleng-geleng kepala. Sebelum pergi meninggalkan Ardi yang kelihatan malu berbisik ke telinga Ardi yang semakin membuat dia malu. "Agak di rem sedikit boy, jangan pulak dapur ini hancur berantakan karena ulah kalian yang dimabuk cinta." Khadijah segera berlalu sambil cengengesan melihat muka anaknya seperti kepiting rebus merah padam menahan malu. Inara yang mendengar jeritan mertuanya tidak bisa berbuat apa-apa dengan keadaannya yang sama sekali tidak memakai apa-apa, tubuhnya hanya di balut selimut untuk menutupi badannya yang telanjang. Dia sangat ingin berlari dari ranjang itu, ranjang yang telah memberinya arti dari sebuah kenikmatan, ia sangat rindu dengan Adnan, anaknya. Akhirnya Ardi muncul juga setelah Inara merasa lama menunggu. Melihat Ardi memegang celana piyamanya, ia langsung teringat kejadi
Bayu masih terus sibuk mencari keberadaan Syafira yang sampai sekarang belum ada titik terangnya. Dan... Syafira datang diantar oleh laki-laki yang Bayu tidak mengenalnya sama sekali. Wajah sumringah karena jatuh cinta membuatnya menghiraukan Bayu. Tanpa berucap apa-apa ia langsung masuk ke rumah dan segera berbaring. Bayu tidak menyangka dengan sikap acuh tak acuhnya Syafira. Bahkan mengucapkan salam atau say hello saja tidak. "Dia anggap aku mungkin angin." ucapnya membatin. Bayu menutup pintu dan menemui Syafira Yeng telah berbaring mengenakan baju lingerie merah yang membuatnya semakin sexi dan pastinya mempesona. Bayu yang terlanjur terpana melihat paha dan tubuh Syafira yang sexi langsung lupa dengan tujuannya ingin memarahi isterinya. Tombak perkasanya langsung naik, ia langsung gelisah tidak tau mau berbuat apa. Syafira sebenarnya hanya pura-pura tidur dengan memejamkan matanya. Mendengar Bayu mondar-mandir, ia tersenyum paham dengan apa yang dirasakan suamin
"assalamualaikum.." Ardi yang lagi senyum-senyum tidak menyadari Salma telah ada disana menatapnya penuh curiga. "Helooo, spada, hai orang gila? Ucap Salma sambil menggoyang tubuh Ardi. "Ehh, ka-kamu kapan kesini? Sahut Ardi yang celengak-celenguk mencari motor Salma. Salma langsung duduk meski tidak dipersilahkan oleh Ardi. Wajahnya yang manyun sudah jelas menggambarkan kalau ia lagi ada masalah. "Kamu disuruh papa ke rumah." Ardi langsung gelisah, ia benar-benar takut kalau sampai Inara mendengar percakapan antara dia dan Salma. Ardi tidak ingin ada salah paham diantara mereka berdua. "Kamu pulang, besok aku kesana." "Janji? ucap Salma dengan wajah bahagia. Ardi mengangguk, ia berdiri dan menarik tubuh Salma untuk berdiri dan segera pergi dari rumahnya. "Kamu kenapa? Kamu mengusir aku?" Ardi geleng-geleng kepala. "Terus?" Ardi menarik nafasnya dalam-dalam. "Pulang lah, besok aku janji akan menjelaskan kepadamu semuanya." Salma menatap heran kepada Ardi. "Kenapa harus