Jujur itu memang susah, hanya dilakukan oleh orang-orang yang hatinya bersih. Begitulah yang dirasakan oleh Ardi, ia sudah berulangkali mengatakan kepada Salma agar memberitahu orangtuanya kalau mereka hanya sebatas teman tidak lebih seperti apa yang diharapkan oleh orangtuanya Salma. "Maaf pak, aku akan jelaskan semuanya... PLAKKK "Ini tamparan untuk laki-laki yang tidak bertanggungjawab seperti kamu, kamu laki-laki bejat." ucap ayah Salma dengan emosi Ardi memegang wajahnya yang sakit akibat tamparan pak Subiantoro, ayahnya Salma. Ia terus mencoba menjelaskan kepada ayahnya Salma agar tidak salah paham, tetapi bukan mendengarkan Ardi malah semakin emosi dan bringas. Inara terkejut bukan main, rasa bersalah dihatinya teramat besar melihat Ardi ditampar, ia merasa semua kejadian ini akibat dirinya. Inara kembali masuk kamar, ia.tidak ingin ikut campur dengan urusan Ardi. Sesak rasanya melihat Ardi diperlakukan seperti itu. Inara hanya bisa menangis. Sementara Bu Kha
Bibi Ngatemi turun sendiri tanpa Salma dibelakangnya. "Non Salma lagi istirahat den, lagi gak enak badan, ucap bi Ngatemi berbohong. Ia juga tidak lupa menyampaikan pesan Salma untuk menyuruh mereka pulang. Ardi menatap bibi Ngatemi, Ardi ingin melihat ada atau tidak kejujuran disana. Meski Ardi tidak percaya dengan alasan Salma yang sedang sakit, ia tetap bergegas pulang demi menghormati dan menghargai Salma sebagai pemilik rumah. Inara dan Ardi pamit pulang setelah menyampaikan pesan kalau ia datang untuk meminta maaf karena telah menyinggung perasaan Subiantoro, ia tidak lupa menyampaikan kepada bibi Ngatemi agar Salma segera membuka blokiran kontaknya karena ia tidak ingin ada salah paham diantara mereka yang akan memutuskan tali silaturahmi. Ardi menghentikan motornya pas didepan kafe tempat ia biasa nongkrong dengan teman-temannya. Ia turun meski wajahnya kelihatan murung dan pikiran kusut yang membuat Inara menyimpan sejuta pertanyaan dihatinya. Dari pagi Inara ingin bert
"Assalamualaikum..." Khadijah segera menuju pintu sambil menjawab salam seseorang yang sudah memberinya tanda tanya siapa-siapa sore-sore menjelang magribh begini hendak bertamu. "Walaikum salam warahmatullahi wabarokatuh" CEKLEK Wajah Khadijah langsung berubah saat melihat siapa yang bertamu ke rumahnya. "Ma..." Khadijah membuang mukanya. "Untuk apa kamu kesini dan membawa manusia yang tidak tahu diuntung ini kesini? Kamu jangan tambah luka dihati Inara dan juga kami." Ujar Khadijah dengan singit. Bayu menatap iba ke arah Syafira, ada sesal dihatinya kenapa tidak mengikuti ucapan istrinya tadi sebelum berangkat. "Kamu saja lah kesana, kamu saja yang minta ijin, nanti ibu semakin benci kepada ku, aku tidak ingin itu terjadi." Bayu tetap meyakinkan Syafira kalau tidak akan terjadi apapun, dan karena Bayu berjanji jika sesuatu hal yang tidak diinginkan terjadi dia akan pasang badan membela Syafira, akhirnya dengan berat hati dan perasaan tidak enak Syafira tetap ikut menemui
Bayu dan Syafira segera bergegas pergi setelah bayangan ibunya benar-benar hilang. Bayu semakin meradang dengan sikap ibunya yang belum bisa menerima kehadiran istrinya. "Kan sudah aku bilang, kamu aja yang kesana, ucap Syafira sambil menghempaskan pantatnya duduk di sofa. Bayu memijit pelipisnya, dia sedih dengan sikap ibunya tadi karena sedikitpun tidak ada niatnya untuk terus-menerus perang hati dengan ibunya, tidak akur karena perangainya. Bayu pura-pura tidak mendengar ucapan istrinya, ia lagi tidak ingin ribut. Bayu meninggalkan Syafira yang terus mengomel, ia mengambil handuk dan masuk kekamar mandi. Ia segera mengguyur badannya, perasaannya jauh lebih tenang. Bayu keluar dari kamar dengan wajah dan perasaan yang tenang. Ia mendekati Syafira yang sudah berhenti mengomel dan sibuk dengan handphonenya sampai ia tak sadar kalau Bayu telah ada dihadapannya sedang memperhatikan gerak-geriknya yang senyum-senyum sendiri. Bayu sengaja berdehem, ia ingin mengalihkan perh
Bayu mengusap wajahnya kasar, kerutan di dahinya semakin dalam. Bayangan wajah mantan istrinya, Inara, dan senyum ceria adiknya, Ardi, saling berganti dalam kepalanya. Hatinya terasa sesak, seperti ada batu besar yang menindih dadanya. Inara, wanita yang pernah mengisi hatinya, kini menikah dengan adik kandungnya. Awalnya, Bayu menganggap rencananya akan berjalan lancar, pertemuan biasa antara dua orang yang sama-sama kehilangan. Namun, seiring berjalannya waktu, ia melihat percikan kedekatan yang semakin nyata. Tatapan Inara yang dulu hanya berisi kesedihan, kini terkadang berbinar saat memandang Bagas. "Tidak mungkin," gumam Bayu, suaranya serak. Ia tidak rela, tidak mau jika Inara benar-benar jatuh cinta pada Ardi. Ardi, adiknya yang selalu ia lindungi, yang selalu ia anggap sebagai saudara kecilnya. Bayu merasa seperti sedang kehilangan dua orang yang paling berarti dalam hidupnya sekaligus. Rasa cemburu menggerogoti hatinya. Ia tahu dan terus berharap, Inara masih mencintain
Ardi tersenyum kearah Inara, ia tidak menyangka dengan sikap Inara yang begitu tegas, ia juga tidak mengira kalau Inara begitu luwes berhadapan dengan Bayu, yang merupakan mantan suaminya. Ardi memeluk Inara dan belakang. "Terimakasih sayang, aku sayang kamu, ucapnya sambil tangannya tidak mau diam terus memberikan sinyal kalau ia ingin dimanja. Inara berbalik, dan kini mereka sudah berhadap-hadapan, Inara memggangguk seolah memberi kode ucapan sama-sama dari ucapan terimakasih suaminya tadi. Ardi tidak kuasa menahan gejolak didadanya, apalagi dengan nafas Inara yang begitu wangi membuat ia semakin merasa panas dingin. Ardi berlari kearah pintu, celengak-celinguk melihat seisi rumah, merasa kosong yang artinya sudah aman, ia segera mengunci pintu dan berlari kearah Inara. Ardi langsung mencium bibir Inara, begitu juga Inara, ia membalas setiap ciuman yang diberikan oleh Ardi, mereka berdua terus bergulat dan beradu dalam permainan hisapan lidah yang begitu panas. Desahan
"ASTAGFIRULLAH, Bayuu, Syafira... Apa yang kalian berdua lakukan dikamar ini?"Teriakan Inara mengagetkan Bayu dan juga Syafira, mereka tidak mengira hal ini akan terjadi juga.Inara berlari kekamar, rasa sebak dan sesak di dada bersatu padu, kaki dan sekujur tubuhnya lemas melihat hal yang tidak pernah sama sekali dia bayangkan.Syafira yang telah dianggapnya lebih dari adik kandungnya sendiri ternyata tega menikam, menghujam dan menghianatinya dari belakang.Inara tidak kuasa menahan emosinya, dia terus berteriak, dia terus melempar barang-barang yang ada dikamar, dia benar-benar kalut dan merasa perih yang tidak bisa digambarkannya dengan kata-kata.Bayu segera berlari setelah memakai baju yang telah berserakan dikamar Syafira, dengan sedikit berlari Bayu langsung menuju kamar melihat Inara yang mengamuk membabi buta.Bayu bersujud dan meminta maaf kepada Inara, dia beralasan kalau dirinya silap dan tergoda rayuan syaitan."Dengan semua yang sudah aku korbankan untuk mu, baktiku, w
Pov Bayu.Tidak ada niat ku sedikitpun untuk melukai perasaan istriku, Inara.Aku sangat mencintainya, tetapi rasa yang ditawarkan Syafira begitu menggiurkan dan sangat-sangat berbeda dari rasa yang disuguhkan oleh Inara, seperti kata pepatah kalau Inara eskrim cokelat sementara Syafira cokelat yang ada campuran strawberry nya yang membuat aku ketagihan terus meneguk manis rasanya. Kalau Inara hanya manis sedangkan Syafira manis dan ada asam-asamnya.Dengan janji-janji manis yang selalu kuberikan kepada Syafira membuat dia semakin diam dan memuluskan jalan untuk ku yang terus-menerus menikmati peran sebagai laki-laki yang memiliki dua tambatan hati.****************************************"Fira masih sakit tititnya, ujarku sambil memandang dia yang berjalan sedikit kesusahan."Dia mengangguk tanpa menoleh sedikitpun kearah yang sedikit membuat aku khawatir.Aku memeluknya, memberi sedikit penghiburan agar dia semakin nyaman dan tidak akan berani megadukan kepada siapapun dengan semua
Ardi tersenyum kearah Inara, ia tidak menyangka dengan sikap Inara yang begitu tegas, ia juga tidak mengira kalau Inara begitu luwes berhadapan dengan Bayu, yang merupakan mantan suaminya. Ardi memeluk Inara dan belakang. "Terimakasih sayang, aku sayang kamu, ucapnya sambil tangannya tidak mau diam terus memberikan sinyal kalau ia ingin dimanja. Inara berbalik, dan kini mereka sudah berhadap-hadapan, Inara memggangguk seolah memberi kode ucapan sama-sama dari ucapan terimakasih suaminya tadi. Ardi tidak kuasa menahan gejolak didadanya, apalagi dengan nafas Inara yang begitu wangi membuat ia semakin merasa panas dingin. Ardi berlari kearah pintu, celengak-celinguk melihat seisi rumah, merasa kosong yang artinya sudah aman, ia segera mengunci pintu dan berlari kearah Inara. Ardi langsung mencium bibir Inara, begitu juga Inara, ia membalas setiap ciuman yang diberikan oleh Ardi, mereka berdua terus bergulat dan beradu dalam permainan hisapan lidah yang begitu panas. Desahan
Bayu mengusap wajahnya kasar, kerutan di dahinya semakin dalam. Bayangan wajah mantan istrinya, Inara, dan senyum ceria adiknya, Ardi, saling berganti dalam kepalanya. Hatinya terasa sesak, seperti ada batu besar yang menindih dadanya. Inara, wanita yang pernah mengisi hatinya, kini menikah dengan adik kandungnya. Awalnya, Bayu menganggap rencananya akan berjalan lancar, pertemuan biasa antara dua orang yang sama-sama kehilangan. Namun, seiring berjalannya waktu, ia melihat percikan kedekatan yang semakin nyata. Tatapan Inara yang dulu hanya berisi kesedihan, kini terkadang berbinar saat memandang Bagas. "Tidak mungkin," gumam Bayu, suaranya serak. Ia tidak rela, tidak mau jika Inara benar-benar jatuh cinta pada Ardi. Ardi, adiknya yang selalu ia lindungi, yang selalu ia anggap sebagai saudara kecilnya. Bayu merasa seperti sedang kehilangan dua orang yang paling berarti dalam hidupnya sekaligus. Rasa cemburu menggerogoti hatinya. Ia tahu dan terus berharap, Inara masih mencintain
Bayu dan Syafira segera bergegas pergi setelah bayangan ibunya benar-benar hilang. Bayu semakin meradang dengan sikap ibunya yang belum bisa menerima kehadiran istrinya. "Kan sudah aku bilang, kamu aja yang kesana, ucap Syafira sambil menghempaskan pantatnya duduk di sofa. Bayu memijit pelipisnya, dia sedih dengan sikap ibunya tadi karena sedikitpun tidak ada niatnya untuk terus-menerus perang hati dengan ibunya, tidak akur karena perangainya. Bayu pura-pura tidak mendengar ucapan istrinya, ia lagi tidak ingin ribut. Bayu meninggalkan Syafira yang terus mengomel, ia mengambil handuk dan masuk kekamar mandi. Ia segera mengguyur badannya, perasaannya jauh lebih tenang. Bayu keluar dari kamar dengan wajah dan perasaan yang tenang. Ia mendekati Syafira yang sudah berhenti mengomel dan sibuk dengan handphonenya sampai ia tak sadar kalau Bayu telah ada dihadapannya sedang memperhatikan gerak-geriknya yang senyum-senyum sendiri. Bayu sengaja berdehem, ia ingin mengalihkan perh
"Assalamualaikum..." Khadijah segera menuju pintu sambil menjawab salam seseorang yang sudah memberinya tanda tanya siapa-siapa sore-sore menjelang magribh begini hendak bertamu. "Walaikum salam warahmatullahi wabarokatuh" CEKLEK Wajah Khadijah langsung berubah saat melihat siapa yang bertamu ke rumahnya. "Ma..." Khadijah membuang mukanya. "Untuk apa kamu kesini dan membawa manusia yang tidak tahu diuntung ini kesini? Kamu jangan tambah luka dihati Inara dan juga kami." Ujar Khadijah dengan singit. Bayu menatap iba ke arah Syafira, ada sesal dihatinya kenapa tidak mengikuti ucapan istrinya tadi sebelum berangkat. "Kamu saja lah kesana, kamu saja yang minta ijin, nanti ibu semakin benci kepada ku, aku tidak ingin itu terjadi." Bayu tetap meyakinkan Syafira kalau tidak akan terjadi apapun, dan karena Bayu berjanji jika sesuatu hal yang tidak diinginkan terjadi dia akan pasang badan membela Syafira, akhirnya dengan berat hati dan perasaan tidak enak Syafira tetap ikut menemui
Bibi Ngatemi turun sendiri tanpa Salma dibelakangnya. "Non Salma lagi istirahat den, lagi gak enak badan, ucap bi Ngatemi berbohong. Ia juga tidak lupa menyampaikan pesan Salma untuk menyuruh mereka pulang. Ardi menatap bibi Ngatemi, Ardi ingin melihat ada atau tidak kejujuran disana. Meski Ardi tidak percaya dengan alasan Salma yang sedang sakit, ia tetap bergegas pulang demi menghormati dan menghargai Salma sebagai pemilik rumah. Inara dan Ardi pamit pulang setelah menyampaikan pesan kalau ia datang untuk meminta maaf karena telah menyinggung perasaan Subiantoro, ia tidak lupa menyampaikan kepada bibi Ngatemi agar Salma segera membuka blokiran kontaknya karena ia tidak ingin ada salah paham diantara mereka yang akan memutuskan tali silaturahmi. Ardi menghentikan motornya pas didepan kafe tempat ia biasa nongkrong dengan teman-temannya. Ia turun meski wajahnya kelihatan murung dan pikiran kusut yang membuat Inara menyimpan sejuta pertanyaan dihatinya. Dari pagi Inara ingin bert
Jujur itu memang susah, hanya dilakukan oleh orang-orang yang hatinya bersih. Begitulah yang dirasakan oleh Ardi, ia sudah berulangkali mengatakan kepada Salma agar memberitahu orangtuanya kalau mereka hanya sebatas teman tidak lebih seperti apa yang diharapkan oleh orangtuanya Salma. "Maaf pak, aku akan jelaskan semuanya... PLAKKK "Ini tamparan untuk laki-laki yang tidak bertanggungjawab seperti kamu, kamu laki-laki bejat." ucap ayah Salma dengan emosi Ardi memegang wajahnya yang sakit akibat tamparan pak Subiantoro, ayahnya Salma. Ia terus mencoba menjelaskan kepada ayahnya Salma agar tidak salah paham, tetapi bukan mendengarkan Ardi malah semakin emosi dan bringas. Inara terkejut bukan main, rasa bersalah dihatinya teramat besar melihat Ardi ditampar, ia merasa semua kejadian ini akibat dirinya. Inara kembali masuk kamar, ia.tidak ingin ikut campur dengan urusan Ardi. Sesak rasanya melihat Ardi diperlakukan seperti itu. Inara hanya bisa menangis. Sementara Bu Kha
Ardi langsung berlari ke arah teriakan ibunya, Khadijah. "Ke-kenapa ma? ucapnya dengan nafas ngos-ngosan. Khadijah melempar celana piyama Inara ke wajah Ardi sambil geleng-geleng kepala. Sebelum pergi meninggalkan Ardi yang kelihatan malu berbisik ke telinga Ardi yang semakin membuat dia malu. "Agak di rem sedikit boy, jangan pulak dapur ini hancur berantakan karena ulah kalian yang dimabuk cinta." Khadijah segera berlalu sambil cengengesan melihat muka anaknya seperti kepiting rebus merah padam menahan malu. Inara yang mendengar jeritan mertuanya tidak bisa berbuat apa-apa dengan keadaannya yang sama sekali tidak memakai apa-apa, tubuhnya hanya di balut selimut untuk menutupi badannya yang telanjang. Dia sangat ingin berlari dari ranjang itu, ranjang yang telah memberinya arti dari sebuah kenikmatan, ia sangat rindu dengan Adnan, anaknya. Akhirnya Ardi muncul juga setelah Inara merasa lama menunggu. Melihat Ardi memegang celana piyamanya, ia langsung teringat kejadi
Bayu masih terus sibuk mencari keberadaan Syafira yang sampai sekarang belum ada titik terangnya. Dan... Syafira datang diantar oleh laki-laki yang Bayu tidak mengenalnya sama sekali. Wajah sumringah karena jatuh cinta membuatnya menghiraukan Bayu. Tanpa berucap apa-apa ia langsung masuk ke rumah dan segera berbaring. Bayu tidak menyangka dengan sikap acuh tak acuhnya Syafira. Bahkan mengucapkan salam atau say hello saja tidak. "Dia anggap aku mungkin angin." ucapnya membatin. Bayu menutup pintu dan menemui Syafira Yeng telah berbaring mengenakan baju lingerie merah yang membuatnya semakin sexi dan pastinya mempesona. Bayu yang terlanjur terpana melihat paha dan tubuh Syafira yang sexi langsung lupa dengan tujuannya ingin memarahi isterinya. Tombak perkasanya langsung naik, ia langsung gelisah tidak tau mau berbuat apa. Syafira sebenarnya hanya pura-pura tidur dengan memejamkan matanya. Mendengar Bayu mondar-mandir, ia tersenyum paham dengan apa yang dirasakan suamin
"assalamualaikum.." Ardi yang lagi senyum-senyum tidak menyadari Salma telah ada disana menatapnya penuh curiga. "Helooo, spada, hai orang gila? Ucap Salma sambil menggoyang tubuh Ardi. "Ehh, ka-kamu kapan kesini? Sahut Ardi yang celengak-celenguk mencari motor Salma. Salma langsung duduk meski tidak dipersilahkan oleh Ardi. Wajahnya yang manyun sudah jelas menggambarkan kalau ia lagi ada masalah. "Kamu disuruh papa ke rumah." Ardi langsung gelisah, ia benar-benar takut kalau sampai Inara mendengar percakapan antara dia dan Salma. Ardi tidak ingin ada salah paham diantara mereka berdua. "Kamu pulang, besok aku kesana." "Janji? ucap Salma dengan wajah bahagia. Ardi mengangguk, ia berdiri dan menarik tubuh Salma untuk berdiri dan segera pergi dari rumahnya. "Kamu kenapa? Kamu mengusir aku?" Ardi geleng-geleng kepala. "Terus?" Ardi menarik nafasnya dalam-dalam. "Pulang lah, besok aku janji akan menjelaskan kepadamu semuanya." Salma menatap heran kepada Ardi. "Kenapa harus