“Ogah!” tegas Vinza lagi. Ia tuntun Rufy untuk meninggalkan Hadi di sana. Namun, pria tua itu tak mau menyerah. Ia tarik tangan Vinza dan berusaha memeluk wanita itu. Jelas Vinza langsung berteriak. Ia pukuli Hadi yang terus memaksa ingin mencium.Rufy yang melihat berusaha menyelamatkan ibunya. Ia pukuli tubuh Hadi dengan tas kecil. “Epasin Bunda! Dak nakalin Bunda!” bentak Rufy. Bahkan ia nekat menggigit paha Hadi hingga pria itu berteriak dan mendorong tubuhnya. Rufy jatuh tersungkur. “Dasar anak haram!” umpat Hadi yang marah lantas meraih kerah baju Rufy dan menarik balita itu. “Jangan!” teriak Vinza memukili lengan Hadi. Hadi hendak menurunkan lengan untuk menampar Rufy. Namun, malah ia yang kena tonjok di pipi oleh seseorang. Hadi terjatuh ke tanah. Ia memegangi pipi dan mendongak mencari tahu siapa pelaku yang menyerangnya. Vinza berlari menghampiri Rufy dan memeluk putranya. “Siapa kamu?” tanya Hadi menunjuk pelaku. “Siapa? Aku ingat ada yang pernah bilang padaku begini,
“Ya Allah! Kenapa rumahku jadi kayak rumah hantu begini? Kalau Ibu masih ada, pasti dia sudah banyak ngomel.”David membuka jas Pradanya dan digunakan untuk melap kursi teras yang kotor. Ia dudukan Rufy di sana. “Kamu sakit? Mana yang sakit? Mau Ayah obati?” tawar David. Rufy menggeleng. “Kalau sakit, bilang sakit.”“Upi dagoan,” tolak Rufy. “Ultraman juga kalau sakit ke dokter. Kalau sakitnya parah, nanti enggak bisa lawan monster lagi,” nasihat David. “Gitu?” “Iya. Makanya .... Mana yang sakit? Biar Ayah yang obati.”Rufy menunjukan lengannya yang terkena gesekan ke tanah. “Wah, ini harus diberi iodine. Ayah beli dulu, ya?”David berdiri dan lari ke warung di depan. Saat ke sana, Pak Hamid yang menunggui warung kaget melihat penampilan David sekarang. Anak yang dulu nongkrong pakai seragam dengan topi yang padnya diputar ke belakang, kini jadi terlihat gagah dengan kemeja rapi dan rambut yang ditata. “David? Kamu sudah balik? Alhamdulillah. Kasian itu Si Vinza nyariin kamu. Di
“Karena dulu aku bodoh.”Tangan Vinza langsung menggetok kepala David. Pria itu berdiri dan langsung menatap Vinza dengan dingin. “Kamu tahu aku ini siapa?”“Enggak tahu, enggak penting dan enggak butuh!” Vinza memeletkan lidah di depan David. Sedang David menggerak-gerakan bibirnya. “Beantem agi!” protes Rufy. Bu Hamid dan Pak Hamid tertawa mendengar itu. “Ya sudah. Cuman kami ingatkan. Jangan tinggal serumah. David biar kamu nginep di sini rumah Bapak saja.”“Aku tidur di mobil,” jawab David. Ia tatap Rufy yang sedang mengedipkan mata. “Lagipula mereka harus ikut pulang.”🪵🪵🪵Hari itu mau tidak mau David harus pergi ke panti. Ia bertemu dengan ibu asuhnya. Wanita yang kini sudah sepuh itu memeluk David erat. “Kamu kenapa? Marah sama Ibu? Kenapa enggak pernah ke sini? Ibu kangen kamu,” ucap wanita itu mengusap rambut David. “Aku bukan marah sama Ibu. Aku Cuma enggak mau ingat masa lalu itu. Dikatai orang, dihina, diremehkan. Mereka tahu apa soal aku?”“Maafin Ibu yang tak terla
“Masuk!” tegas David setelah melepar tas Vinza ke dalam mobil. “Kamu enggak bisa maksa aku, ya! Kamu pikir kamu siapa?” omel Vinza begitu David terus mendorongnya masuk dalam mobil. David berpaling pada Rufy. “Upi! Kamu mau ikut Bunda dan dikasih makan telur setiap hari atau ikut Papa dan makan daging ayam setiap hari?”Rufy tak menjawab dan langsung naik ke dalam mobil. Jelas Vinza tercengang. “Rufy, kok gitu sih? Ini Bunda, loh. Bunda cari-cari Rufy ....” Mulut Vinza didekap David dan langsung didorong masuk ke mobil. “Lama!” protes David langsung menutup pintu mobil. Baru akan masuk ke pintu pengemudi, David dihentikan teriakan seseorang. “Hadi? Ngapain dia?” tanya Vinza yang mengintip dari dalam. Pria itu datang dengan beberapa orang yang membawa sajam pun dengan orang yang David tahu berpengaruh di kampung ini. Vinza syok, ia turunkan kaca mobil. “David masuk, David! David!” panggil Vinza yang ketakutan. Namun, David masih berdiri santai menunggu mereka mendekat. “Itu! Anak
“Sekarang dia sedang punya skandal, menikah dengannya malah akan membuat masalah dengan negara kita. Apalagi semua orang tahu ini menyangkut harga diri sebuah negara. Tentu rakyatnya tidak akan tinggal diam. Mr. Hang bilang mereka mengajukan petisi agar produk fashion brand Viane tak masuk ke negara mereka dan didukung masyarakat negara lain. Jangan ikut-ikutan.”Ethan mengusap tengkuk. Apa yang dikatakan David ada benarnya. “Tapi orang tua Viane itu sahabat Papa!” “Papa hanya kehilangan satu sahabat, tetapi membantu satu sahabat itu akan membuat ratusan mungkin ribuan karyawan kita kehilangan pekerjaan. Ingat, Pa! Tanpa mereka perusahaan kita tidak akan maju.” Ia pandai mengubah pikiran Papanya.“Semua orang sudah tahu kamu dan Viane sudah bertunangan.” David melirik ke arah spion. Ia melihat Rufy yang tengah bertepuk tangan dan menyanyi. “Aku malah ingin memanfaatkan ini untuk mengambil simpati masyarakat. Aku segera kembali ke Bandung. Tolong siapkan konferensi pers.”“Kamu mau a
Hidangan tersedia di atas meja makan malam itu. Vinza masih cemberut. Ia bahkan tak ingin menatap David. Sedang Rufy terpaku akan banyaknya daging ayam di atas meja. “Tugas kamu itu mengasuh Rufy. Menyediakan kebutuhannya layaknya seorang ibu. Jangan berharap lebih!” David sudah memberi peringatan. “Ngarep apa? Ngarep apa? Apa yang bisa aku harepin dari lelaki kayak kamu? Enggak ada!” serang Vinza. “Satu lagi! Jangan jatuhkan harga diriku di depan anakku!”“Tak usah dijatuhkan pun sudah jatuh!” Vinza menaikan sisi bibir sebelah kanan. Mereka makan di meja itu walau David terus memberi peringatan kalau Vinza boleh makan kalau Rufy sudah selesai dia suapi. “Memang dasar manusia laknat! Aku dia jadikan pelayan dan pengasuh. Dia pikir, anaknya lahir dilepehin? Dia pikir melahirkan itu enggak sakit? Hamil itu kayak main di taman hiburan? Awas saja David! Aku balas kamu nanti!” Vinza tak berhenti mengumpat dalam hati. Tiba-tiba saja ponsel wanita itu berdering. Vinza lekas mengangkatnya
“Pak Adam!” seru Vinza. Untuk sampai di sini, dia harus naik taksi. Untung Vinza masih menyimpam uang. Habis dari rumah David ke jalan raya lumayan jauh. Ia pun tak mungkin bilang pada Adam kalau ia tinggal dengan David. “Loh, Rufy mana?” tanya Adam karena Vinza hanya sendiri. Vinza senyum. “Ouh, Rufy pergi sama Ayahnya. Sudah lama enggak ketemu, ya biarin saja, lah.”“Ayahnya?” tanya Adam kaget. “Iya, aku sudah ketemu sama Ayahnya Rufy.”“Terus kalian gimana?” Adam agak sedikit lemah saat menanyakan itu. “Ouh, itu. Ya enggak gimana-gimana. Rufy mau menerima dia dan anakku punya Ayah, tentu aku bersyukur. Rufy ingin banget punya Ayah supaya enggak dipanggil anak haram sama teman-temannya,” cerita Vinza. “Kamu sama laki-laki itu enggak balikan?” Bagian paling penting untuk Adam adalah itu. Vinza menggeleng. “Aku enggak bisa nerima dia lagi. Terlalu berat dan menyakitkan,” jawab Vinza. Kali ini Adam merasa lega. “Kita pergi sekarang?” ajak Adam. Mereka lekas naik mobil minibus Ad
Selesai makan, Adam lekas membayar ke kasir. Sedang Vinza menunggu di meja dengan Galih. Wanita itu sempat melihat ke arah televisi. Ada berita bisnis di sana. “Viane Zhou, tunangan Damier Lau yang merupakan pewaris tunggal dari Heaven Grouph kini sedang diadukan oleh pemerintah negara ***** atas kasus pelecehan terhadap negara mereka. Hingga kini pihak Zhou Yu Tong Corp belum memberikan keterangan.”Vinza melihat foto pertunangan Viane dengan David di layar televisi. Ia mengusap dada yang terasa sesak. “Pihak Heaven Grouph yang merencanakan perjodohan dengan keluarga ZYT corp berjanji akan memberikan klarifikasi hari ini. Sementara itu unjuk rasa menuntut ditutupnya toko brand fashion milik Viane Zhou terus bergejolak di berbagai negara sebagai bentuk solidaritas,” tambah pembawa acara berita. Tangan Vinza meremas ujung kaos panjang yang ia kenakan. “Wanita itu cantik,” batinnya. Ia ingat ucapan David yang membandingkan dirinya dengan Viane. Tak lama Adam kembali. “Kita pulang, ya