Ia menunjuk perutnya yang masih rata, "Dan bagaimana dengan bayi yang ada di kandunganku? Hubungan kami tersebar, keluargaku jadi bahan cemoohan. Ini semua bagian dari rencanamu yang busuk, bukan?"
Grace menatap Molly dengan pandangan tegas, tanpa sedikit pun kehilangan kendali. "Aku hanya menegakkan keadilan untuk negara ini. Tidak pernah sekalipun aku berpikir untuk menjatuhkan siapa pun. Kalau keluargamu dihantam malu, itu adalah konsekuensi dari perbuatanmu sendiri."
Grace mendekatkan diri, menatap tajam Molly. "Mengenai kandunganmu, itu tanggung jawabmu dan anakmu. Aku tidak ada sangkut-pautnya dengan kehidupan pribadimu."
“Kau puas setelah berhasil menghancurkan kami? Suamimu tidak menginginkanmu lagi, lalu kau sengaja memisahkan kami!” bentak Molly dengan suara melengking, wajahnya memerah menahan amarah.
Grace menatap Molly dengan dingin, matanya menajam seperti pisau yang siap menusuk. Dia menarik napas panjang sebelum me
Sebulan telah berlaluKasino Ethan beroperasi dengan megah, menarik banyak pengunjung dari berbagai kalangan, terutama para bos besar yang gemar berjudi. Lampu-lampu kristal menggantung megah di langit-langit, menerangi meja-meja permainan yang sibuk dengan hiruk pikuk taruhan. Aroma parfum mahal bercampur asap cerutu memenuhi udara, menciptakan suasana mewah yang menguarkan kekuasaan dan prestise.Di lantai dua, Ethan berdiri di depan jendela besar yang menghadap ke seluruh ruangan. Dengan tatapan tajam, ia mengamati setiap gerak-gerik para tamu, memastikan segalanya berjalan sesuai aturan yang ia tetapkan.Ekin, tangan kanan Ethan, berjalan mendekat dan berhenti beberapa langkah di belakangnya. “Bos, Jamez...pria yang duduk bersama wanita berdress merah di meja roulette itu...adalah seorang pembuat masalah. Beberapa hari terakhir dia sering datang ke sini untuk berjudi. Tapi setiap kali kalah, dia selalu mencari masalah dengan croupier,” lapo
Ekin memandangi senyum tipis yang muncul di wajah Ethan. Tidak bisa menahan rasa penasarannya, ia bergumam pelan, “Kenapa bos malah tersenyum? Apa bos tertarik pada wanita itu?”Mata Ethan tetap tertuju pada Grace yang dengan percaya diri memimpin penangkapan Jamez. Dengan nada datar, ia akhirnya berkata, “Sepertinya akan terjadi sesuatu yang menarik.”Di lantai bawah, Grace dan timnya sudah membawa Jamez yang diborgol, melangkah menuju pintu utama. Namun, langkah mereka dihentikan oleh sekelompok pria berbadan besar,pengawal Jamez yang langsung membentuk barisan menghadang mereka.“Lepaskan tuan muda kami!” perintah salah satu pengawal dengan nada keras, sorot matanya penuh ancaman.Grace berhenti di tempat, menatap mereka dengan dingin. Tidak ada sedikit pun rasa takut di wajahnya. “Kalian mencoba menghalangi penegak hukum? Itu adalah kesalahan besar. Mengganggu jaksa yang sedang bertugas hanya akan
Langit mendung menyelimuti kantor kejaksaan, seolah menggambarkan suasana hati pria paruh baya yang memasuki ruangan dengan langkah berat namun penuh emosi. Di sampingnya, seorang wanita berpenampilan anggun namun dengan tatapan penuh amarah berdiri tegak, seakan siap menghadapi siapapun yang menghalangi jalan mereka. Mereka adalah Dom Hart dan Sammy. yang datang untuk mencari putra mereka, Jamez.“Di mana putraku?” suara Dom menggema, keras dan menusuk, memaksa setiap kepala dalam ruangan itu menoleh ke arahnya.Billy, salah satu jaksa muda di tempat itu, mendongak dari berkas-berkas yang sedang diteliti. Dia berdiri dengan sikap profesional, meskipun ketegangan mulai terasa. “Tuan, Anda siapa?” tanyanya dengan sopan namun tegas.Dom melangkah maju, setiap langkahnya seolah menghentak lantai. “Kalian sangat keterlaluan! Berani sekali menyentuh anakku! Bebaskan dia sekarang juga!” katanya dengan nada penuh kemarahan yang membuat ruangan itu terasa sesak.Billy tetap menjaga ketenangan
"Jaksa Shin," Sammy membaca kartu nama yang tergantung di leher Grace dengan suara bergetar, penuh emosi. "Kalau menurutmu ada bukti yang menunjukkan kesalahan anakku, keluarkan sekarang juga! Jangan sembarangan menuduh tanpa dasar!"Grace menatap Sammy dengan tenang, membiarkan wanita itu meluapkan emosinya. Dia tahu, sikap tenang adalah senjatanya. "Nyonya Hart," ucap Grace akhirnya, suaranya tegas namun tetap sopan. "Kami tidak bekerja tanpa bukti. Setiap langkah kami berdasarkan fakta yang ada."Sammy melipat tangan di dada, matanya tak lepas dari wajah Grace. "Bukti? Mana buktinya? Aku ingin melihat sendiri. Anakku tidak bersalah. Dia bukan tipe orang yang akan melakukan hal seperti itu."Grace mengangguk, tetap menjaga profesionalismenya. "Saya memahami perasaan Anda, sebagai seorang ibu. Namun, saat ini kami membutuhkan kerja sama Anda berdua. Silakan Anda berdua ikut ke ruang interogasi. Ada beberapa hal yang perlu kami klarifikasi."Setelah inter
Malam itu terasa semakin dingin seiring angin yang berhembus kencang, menggoyangkan dedaunan dan menciptakan suara gemerisik yang tak putus-putus. Langit kelam tanpa bintang, seolah turut menyembunyikan segala jawaban atas kekalutan hati. Grace duduk di bangku kayu bersama Wang, gurunya yang setia mendengarkan kegelisahannya. Dalam temaram cahaya bulan, wajah Grace terlihat suram, matanya menerawang jauh ke depan tanpa fokus.Wang memecah keheningan. "Kenapa diam saja sejak tadi? Apa yang mengganggu pikiranmu, Grace?" Suaranya tenang, penuh perhatian, seperti biasa.Grace menarik napas dalam-dalam, menahan getaran emosinya. "Guru... apa yang harus aku lakukan kalau suatu saat... mamaku kembali, tapi dia malah menjadi ibu tiri dari targetku?" ucapnya dengan suara lirih, nyaris tenggelam dalam gemuruh angin malam.Wang mengernyitkan dahi. "Maksudmu... ibumu sudah kembali?" tanyanya, menatap Grace dengan penuh tanya.Grace mengangguk pelan, namun raut wajahn
Ekin dan Emil berjalan tergesa-gesa ke arah Ethan. Tangan mereka masing-masing menggenggam senjata tajam, sisa pertarungan sebelumnya masih melekat pada tubuh mereka—darah dan luka kecil di beberapa bagian. Mereka terlihat panik, tapi tetap menjaga sikap hormat di hadapan bos mereka yang baru saja berhasil mengalahkan musuh dengan tangan kosong."Bos! Bos!" seru mereka serentak, suara mereka menggema di lorong gelap tempat mereka berdiri.Ethan, yang sedang membetulkan kerah jaketnya yang berlumur darah, mengangkat kepalanya. Tatapannya tajam seperti elang yang mengamati mangsanya."Bagaimana situasi di sana? Apakah sudah aman?" tanyanya dengan nada tegas, suaranya memerintah tanpa sedikit pun nada ragu.Emil, yang terlihat paling gelisah, segera menjawab. "Bos, mereka yang masih hidup berhasil lolos. Sepertinya mereka adalah utusan dari geng besar. Tapi mereka lebih memilih mati daripada membocorkan siapa yang ada di belakang mereka."
Tubuh Grace terhuyung saat pria itu menariknya keluar dari mobil. Meski pandangannya mulai kabur dan rasa sakit berdenyut di kepalanya, insting bertahan hidupnya mengambil alih. Dengan cepat, ia meraih tongkat yang ada di mobilnya dan, tanpa ragu, menghantam kepala pria itu sekuat tenaga."Aaahhh!" Jeritan pria itu menggema di jalan yang sepi, darah segar langsung mengucur dari lukanya. Namun, Grace tidak luput dari penderitaan. Darah dari luka di kepalanya terus mengalir, beberapa menetes ke wajahnya, membuatnya semakin sulit untuk fokus. Pandangannya semakin buram, tapi ia tetap berusaha berdiri, melawan kelemahannya.Pria kedua melangkah maju, kemarahan terpancar jelas di matanya. "Beraninya kau, perempuan!" teriaknya sambil mengangkat tangan, siap menyerang Grace yang terlihat hampir tak berdaya.Namun, sebelum pria itu sempat bertindak, sebuah tangan besar menahan pergelangan tangannya dengan kekuatan luar biasa. Pria itu terkejut, memutar kepalanya untuk m
"Setiap bertemu dengannya, pasti tidak ada hal yang baik," gumam Ethan lirih.---Di sisi lain, suasana di kediaman keluarga Hart jauh lebih tegang. Jamez baru saja melangkahkan kakinya melewati pintu rumah ketika suara ayahnya, Dom Hart, menggelegar di ruangan."Kenapa pihak kejaksaan bisa ikut campur? Kalau bukan karena mereka mendapatkan bukti kesalahanmu, mereka tidak akan bertindak kali ini!" bentak Dom dengan wajah merah padam, menatap putranya dengan sorot tajam yang penuh kekecewaan.Jamez, dengan santainya, melepas jaketnya dan melemparkannya ke sofa. "Pa, tidak usah cemaskan hal ini. Bukankah aku sudah bebas?" jawabnya, nadanya datar, seolah-olah masalah yang baru saja dihadapinya tak lebih dari sebuah gangguan kecil.Dom memukul meja di depannya, membuat Sammy yang berdiri di samping tampak semakin cemas. "Hanya sementara! Kau masih saja begitu santai dan seolah tidak melakukan kesalahan. Aku harus keluar masuk kantor jaksa, sangat
"Wilson, ikut Mama pulang. Karena ada yang harus Mama selesaikan!" kata Grace dengan nada tegas, meskipun hatinya terasa berat. Wilson, yang biasanya ceria, hanya menatap ibunya dengan bingung. Ia menangkap sesuatu yang berbeda di wajah Grace. Mata Grace berkaca-kaca, seolah menahan sesuatu yang hampir meledak, namun Wilson memilih diam.Beberapa saat kemudianEthan tiba di rumah dengan wajah penuh kegelisahan. Langkahnya cepat, tapi hatinya terasa berat. Begitu masuk ke kamar, ia melihat laporan DNA yang tergeletak di atas meja. Amplop itu kini tampak seperti bukti nyata yang tak bisa ia abaikan. Ethan menghela napas panjang, lalu mengambil laporan itu dengan tangan yang bergetar."Grace, sudah melihatnya," gumam Ethan, usai membaca laporan itu untuk yang kesekian kalinya. Ia mengusap wajah dengan frustrasi, mencoba mengurai kekacauan dalam pikirannya. Tatapannya beralih ke arah kasur, yang hanya terlihat mainan Wilson.Apartemen GraceGrace duduk
Ethan yang terdiam seketika seolah sedang teringat sesuatu, mendadak merasa panik. "Gawat! Laporan DNA ada di rumahku. Aku menyimpannya di kamar, dan aku juga tidak mengunci pintunya. Karena Wilson suka tidur di kamarku," batin Ethan, yang langsung berlari mengejar Grace."Grace Anderson, tunggu aku!" teriak Ethan sambil keluar dari markas dengan wajah penuh kecemasan."Bos, Jaksa itu sudah pergi," ujar salah satu anak buahnya, memberikan informasi dengan raut khawatir melihat reaksi bosnya.Tanpa menjawab, Ethan langsung masuk ke dalam mobilnya. Ia menyalakan mesin dan melajukan kendaraan dengan kecepatan tinggi, tak peduli pandangan heran dari anak buahnya."Kenapa aku begitu lalai? Seharusnya aku kunci laci mejaku," gumam Ethan, sambil menggenggam erat setir. Matanya fokus ke jalanan di depannya, berusaha melewati kendaraan yang menghalangi. Mobil Grace sudah jauh di depan, dan Ethan harus mengejarnya sebelum sesuatu yang tidak diinginkan terjadi
Grace mengemudikan mobilnya dengan perasaan lega. Ia baru saja menyelesaikan misi penting, menahan Dom Hart dan putranya, James, dua sosok yang selama ini selalu lolos dari kesalahan."Sammy, mungkin lebih baik kita tidak bertemu lagi. Anggap saja kita tidak pernah saling kenal. Aku sudah memiliki hidupku sendiri, dan kamu pilih jalanmu sendiri," gumamnya dengan suara penuh tekad, mencoba menghapus bayangan masa lalu yang mungkin akan mengganggu jalannya ke depan.Beberapa saat kemudian, Grace menghentikan mobilnya di depan sebuah gedung besar dengan penjagaan ketat—markas Ethan Christoper. Ia menghela napas panjang sebelum keluar dari mobilnya. Dengan langkah mantap, ia berjalan menuju pintu utama yang dijaga beberapa anak buah Ethan."Jaksa Shin? Kenapa Anda bisa ada di sini?" tanya Emil, dengan nada terkejut.Grace menatapnya tajam. "Aku ingin bertemu dengan Ethan. Apakah dia ada di sini?""Ada, dia sedang di kantornya. Silakan saja," jawa
Grace dan timnya melangkah masuk ke dalam ruangan, suasana menjadi tegang seketika. Matanya langsung tertuju pada Dom dan Jamez yang tergeletak di lantai, darah mengalir deras dari betis mereka, dengan senjata tajam yang menancap dalam. Pemandangan itu membuat Grace terdiam sejenak, namun ia segera menguasai diri."Bawa mereka pergi!" perintah Grace dengan suara tegas, matanya tetap tajam.Grace kemudian memandang keluar, perasaannya tiba-tiba menjadi kaku. Ia melihat sosok seorang pria yang tak asing baginya. Tubuhnya mendadak tegang."Kenapa dia bisa ada di sini?" batin Grace, matanya menyipit, mencari tahu apakah ia salah lihat atau tidak.Teriakan Sammy keras memecah ketegangan. "Lepaskan suami dan anakku! Jangan sentuh mereka!" Sammy berlari ke depan, berusaha menghalangi para jaksa yang hendak memborgol Dom dan Jamez. Suaranya penuh emosi, penuh kekhawatiran.Sammy yang kesal menoleh ke arah Grace, matanya berkilat tajam dengan kemarahan yang
Berita gempar di siang itu mengguncang masyarakat. Namun, bukan bencana alam yang menjadi perhatian, melainkan pengungkapan kasus besar yang melibatkan pejabat-pejabat korup. Nama-nama besar seperti Dom Hart dan James Hart tercantum dalam daftar penangkapan, membuat kegemparan meluas di seluruh kota.Kemarahan masyarakat memuncak. Mereka mencemooh para pejabat yang telah mengkhianati kepercayaan rakyat. Negara yang seharusnya makmur dan adil, kembali tercoreng oleh skandal korupsi. Gelombang protes mulai terlihat, baik di jalanan maupun di media sosial, menuntut keadilan ditegakkan tanpa pandang bulu.Di tengah kekacauan tersebut, Grace dan timnya tidak tinggal diam. Dengan langkah tegas, mereka mendatangi gedung kementerian, membawa surat perintah penangkapan. Setiap langkah mereka mencerminkan determinasi dan keberanian.Setibanya di gedung para menteri, Grace mengetuk pintu utama dengan tangan yang mantap. "Kami dari tim penegakan hukum. Ini surat perintah pe
"Kau tidak percaya dengan kataku?" tanya dengan nada serius. Ia melipat kedua tangannya di dada, menatap Grace dengan tajam.Grace menghela napas panjang sebelum menjawab, berusaha menenangkan pikirannya. "Wilson tidak ada hubungan darah denganmu. Tidak ada alasan kau menjadikannya sebagai penerusmu," jawabnya tegas, mencoba menyampaikan logika di balik pemikirannya.Ethan mengangkat alis, senyumnya samar tapi penuh arti. "Aku dan Wilson sangat cocok. Dia juga menyukaiku!" katanya dengan percaya diri, seolah hal itu cukup untuk membenarkan tindakannya.Grace memutar bola matanya, merasa sulit untuk menerima alasan Ethan. "Aku akan segera menjemputnya," ujarnya dengan suara dingin. "Tidak baik tinggal di rumahmu begitu lama. Anak ini akan terbiasa jika dibiarkan seperti ini."Ethan mendengus kecil, tampak tidak setuju. "Jangan terlalu keras," ucapnya pelan namun tegas, nada suaranya sedikit melembut. "Lagi pula, kau sibuk seharian. Kalau dia bersamaku, dia aman. Ada anggotaku yang men
Sementara itu, di halaman belakang markas, Ethan berdiri sambil memandang pemandangan yang jarang ia nikmati—putranya, Wilson, tengah bermain dengan beberapa anggota gengnya. Suara tawa Wilson bergema di udara, membawa kehangatan yang hampir membuat Ethan lupa akan masalah-masalah berat yang menantinya. Wilson tampak begitu gembira, berlari mengejar salah satu anggota yang pura-pura menyerah. Untuk sesaat, dunia Ethan terasa lebih ringan.Namun, keheningan Ethan terusik ketika Emil mulai membuka topik pembicaraan, "Bos, hasil tes DNA sudah keluar. Bagaimana Bos akan menjelaskan ini kepada Jaksa Shin?" tanya Emil dengan nada penuh kehati-hatian.Ethan mengambil amplop itu tanpa berkata-kata, menatapnya sejenak sebelum membuka hasil yang sudah ia duga. "Dia pasti akan menyerang Bos setelah mengetahui kenyataannya," timpal Ekin, yang berdiri di samping Emil, memperhatikan ekspresi bos mereka dengan cermat.Ethan menarik napas panjang, lalu menatap mereka deng
Wilson memperhatikan keanehan pada Ethan. Pria yang biasanya terlihat tenang dan tak tersentuh itu tampak berbeda hari ini. Matanya terlihat merah, seolah sedang menahan sesuatu yang ingin tumpah.“Apakah Paman sedang menangis?” tanya Wilson dengan nada polos namun penuh rasa ingin tahu. Anak kecil itu menatap Ethan dengan pandangan tajam, seolah berusaha membaca apa yang tersembunyi di balik wajah sang pria dewasa.Ethan terdiam sejenak, menarik napas panjang sebelum menjawab. “Tidak,” katanya sambil mengusap kepala Wilson dengan lembut, mencoba menghilangkan kecemasan di wajah bocah itu.“Lalu, kenapa mata Paman merah? Apakah terjadi sesuatu?” tanya Wilson lagi. Kali ini nadanya lebih serius, seperti seseorang yang tak mudah dibohongi.Ethan tersenyum tipis, berusaha menyembunyikan emosinya. “Paman hanya bangga padamu, Wilson. Di usiamu yang masih kecil, kamu sudah bisa mandiri dan bersikap dewasa,” jawabn
"Kenapa kau harus bersikap egois? Hidupku sudah hancur karena ayahmu. Dan kenapa sekarang kau tidak melepaskan aku? Cecillia, kau bisa pura-pura tidak tahu. Lupakan saja kami. Masih banyak penjahat yang harus kau tahan. Kenapa hanya kami yang menjadi sasaranmu," ujar Sammy dengan suara bergetar. Tangannya mengepal di sisi tubuhnya, matanya memancarkan rasa frustasi yang mendalam.Grace menatap wanita di depannya dengan tajam, napasnya memburu, tetapi ia berusaha tetap tenang. "Hancur hidupmu? Sehancur apa? Setelah pergi dari rumah, kamu bertemu dengan orang kaya dan menikah dengannya. Apakah ini masih dianggap hancur?" Ia tertawa sinis, namun suaranya penuh luka yang tertahan. "Lalu, bagaimana denganku? Apakah aku tidak hancur? Ketakutan, kedinginan, bahkan bermimpi buruk selama dua belas tahun! Kau menikmati hidup mewah selama ini. Sedangkan aku menghadapi semua masalah dengan cara sendiri. Kau tidak pernah ada untukku. Kau tidak layak menyalahkan aku!"Sammy terdiam