Share

Ethan Mengincar Grace

Dua jam kemudian.

Persidangan dilanjutkan dengan suasana yang tegang, saat sang hakim bersiap untuk membaca keputusan terhadap tersangka pembunuhan, Ethan Christopher. Di dalam ruang sidang yang penuh sesak, napas tertahan dan mata tertuju pada hakim yang memegang nasib di tangannya.

"Ethan Christopher," ucap hakim dengan suara lantang, "akan dijatuhkan hukuman penjara seumur hidup atas kesalahan melakukan pelecehan seksual dan pembunuhan korban. Selain itu, klub malam yang menjadi lokasi kejahatan akan ditutup dan disita oleh negara." Kata-kata itu menggema di seluruh ruangan, menebarkan keheningan yang berat.

Ethan berdiri dengan gerakan cepat, wajahnya merah padam, "Aku tidak bisa terima keputusanmu!" Teriaknya dengan penuh emosi, matanya menatap tajam ke arah hakim.

Namun, hakim tidak tergoyahkan. "Bukti dan saksi sudah lengkap," balasnya dengan ketegasan yang tidak bisa dibantah. "Terima atau tidak, Anda tidak memiliki hak untuk membantah putusan ini!"

Meskipun berhasil menuntut dan menjatuhkan hukuman kepada tersangka, Jaksa Shin tetap merasa ada sesuatu yang kurang. Ia menatap Ethan yang penuh dengan amarah dan kemudian mengalihkan pandangannya kepada Raymond Scott, yang hanya tersenyum sinis di sudut ruangan.

"Kerja yang bagus, Jaksa Shin," gumam Raymond dengan suara rendah namun penuh makna sebelum beranjak keluar dari ruang sidang, meninggalkan rasa tidak nyaman yang merayapi tubuh Grace.

Di antara para hadirin, dua pria berkacamata hitam duduk dengan wajah tegang. Mata mereka tersembunyi di balik lensa gelap, namun jelas dari raut wajah mereka bahwa keputusan hakim yang baru saja diumumkan tidak sesuai dengan harapan. 

Kekecewaan merayapi wajah salah satu pria tersebut, terlihat dari rahangnya yang mengeras dan kepalan tangan yang mulai bergetar. Dengan cepat, tangannya meraih sesuatu di dalam jaketnya, tetapi gerakannya terhenti oleh sentuhan lembut namun tegas dari temannya di sebelah.

"Jangan gegabah! Kalau kamu melukai seseorang, hanya akan menimbulkan masalah pada bos kita," bisik temannya dengan nada mendesak, matanya waspada mengawasi sekitar, memastikan tidak ada yang memperhatikan mereka.

"Tapi, Bos tidak melakukan kesalahan. Aku ingin membunuh pelakunya," jawab pria itu dengan suara serak yang dipenuhi kemarahan. Matanya kini terpaku pada sosok Raymond yang duduk di depan.

Ethan yang sedang dibawa pergi oleh petugas keamanan, tidak bisa menahan kemarahannya. "Grace Anderson Shin, kau tidak layak menjadi penegak hukum!" bentaknya dengan kebencian yang memuncak. Matanya seakan membakar, menatap Grace dengan intensitas yang mengerikan.

Grace menelan ludah, hatinya bergetar. Di balik keyakinan yang ia tunjukkan di depan umum, ada sebuah rasa bersalah yang menghantui. Dalam batinnya, ia berbisik, "Maafkan aku, Aku akan membebaskanmu!" Tekad itu semakin kuat dalam dirinya, meskipun tahu bahwa tindakannya bisa membawa konsekuensi besar. Tidak tahu apa sebabnya dia merasa bersalah terhadap keputusan hakim!

***

Grace Anderson Shin, 27 tahun, memiliki darah campuran—ibunya keturunan Tiongkok dan ayahnya berdarah Prancis. Setelah melewati persidangan yang berat, Grace melangkah kembali ke ruang kantornya. Begitu pintu terbuka, dia disambut oleh rekan-rekannya yang sudah menunggu dengan senyum puas terlukis di wajah mereka. Ruangan itu dipenuhi suasana kemenangan, namun di dalam hati Grace, perasaannya jauh berbeda.

Billy, salah satu rekannya yang paling vokal, langsung menghampirinya. "Grace, selamat untukmu, karena telah berhasil mengalahkan bos gangster itu," ucapnya penuh antusias.

Frank, yang biasanya lebih tenang, ikut menimpali. "Grace, bos gangster yang paling ditakuti dan terkenal dengan kekejamannya, akhirnya harus tunduk pada hukum. Ini kemenangan besar!"

 Grace tidak merespons dengan senyuman seperti yang diharapkan mereka. Wajahnya tampak lesu, mata coklatnya berkilat dengan sesuatu yang tak bisa dijelaskan dengan mudah. "Ethan Christoper dikalahkan oleh hukum yang tidak adil," ucapnya pelan, namun cukup jelas untuk didengar oleh semua yang ada di ruangan.

Billy dan Frank saling pandang, bingung dengan pernyataan itu. "Grace, apa maksudmu?" tanya Billy, memecah keheningan yang tiba-tiba menyelimuti ruangan.

Grace menarik napas panjang sebelum menjawab, seolah mencari kekuatan untuk mengucapkan kata-kata yang berat itu. "Raymond Scott pelaku utamanya, dan aku yang merekayasa bukti palsu untuk menjebak Ethan Christoper," jawabnya akhirnya, dengan suara yang dipenuhi rasa penyesalan dan kesedihan.

***

Emil, salah satu anggota kepercayaan Ethan, menjumpai Ethan.

Ia duduk dengan gelisah di depan bosnya, Ethan Christoper, di ruang gelap yang hanya diterangi oleh cahaya lampu meja. Di luar, suara hujan deras terdengar samar, menciptakan suasana yang semakin mencekam.

"Bos, hukum sungguh tidak adil dari sejak dulu," ujar Emil, suaranya sedikit bergetar namun penuh dengan tekad. "Kami tidak akan tinggal diam. Setelah membunuh Raymond Scott, kami akan menyelamatkanmu dari penjara."

Ethan tidak segera merespon. Dia hanya memandang ke arah Emil dengan mata tajam yang mengintimidasi, membuat pria itu semakin cemas."Emil, Yang aku inginkan adalah keadilan. Membunuh dia sangat mudah.Tapi kebenaran tidak akan terungkap selamanya jika kita hanya mengambil jalan pintas itu."

 "Satu hal yang harus kalian lakukan adalah culik jaksa itu. Aku ingin tahu pejabat busuk itu membayarnya berapa untuk menjebakku. Aku yakin semua bukti itu tidak nyata."

 "Apakah kami harus membunuhnya?" tanyanya, suaranya sedikit lebih rendah.

Ethan tersenyum tipis, sebuah senyuman yang sama sekali tidak menenangkan. "Tidak! Cukup menyiksanya saja. Karena aku ingin dia membersihkan nama baikku. Kalau dia berani melawan, jangan ragu bertindak lebih kejam."

***

Grace baru saja tiba di apartemennya, tubuhnya terasa lelah setelah seharian bekerja. Ia membuka pintu dan melangkah masuk ke dalam ruangan yang gelap gulita. Jari-jarinya dengan cepat meraih saklar lampu, namun saat ia menekannya, tidak ada cahaya yang muncul. 

Ruangan tetap dalam kegelapan yang menekan."Lampunya masih baru, kenapa tidak bisa hidup?" gumam Grace, alisnya berkerut penuh kecurigaan. Ia berhenti melangkah, merasakan ada yang tidak beres. Kegelapan di sekitarnya terasa lebih pekat daripada biasanya, seolah-olah menyembunyikan sesuatu yang berbahaya. 

Nalurinya sebagai jaksa yang sering berurusan dengan para penjahat segera bangkit, membuatnya lebih waspada. Dengan cepat, ia mengeluarkan tongkat kayu yang selalu ia bawa untuk perlindungan diri.

Langkah Grace menjadi lebih perlahan, namun mantap, saat ia menyusuri ruang tamunya yang sunyi. "Kalau sudah datang, kenapa masih bersembunyi?" suaranya tegas, meski tetap berhati-hati. 

Tidak lama kemudian, seolah menjawab tantangannya, sosok-sosok mulai muncul dari bayangan. Mereka bergerak dengan tenang, tapi tak terbantahkan, mengepung Grace. Cahaya dari luar yang samar-samar menyorot, menyingkap jumlah mereka. Ada sekitar dua belas orang, dan mereka tidak terlihat main-main.

"Jaksa Shin," ucap salah satu dari mereka, pria yang memimpin kelompok itu dengan sikap dingin. Ia adalah Emil, tangan kanan Ethan, berdiri di samping rekannya, Ekin.

"Ikut kami pergi atau kami akan membawamu dengan paksa."

Grace menatap tajam pria-pria yang mengelilinginya. Meski tahu dirinya kalah jumlah, tak ada sedikit pun rasa takut yang terlihat di matanya. "Ethan Christoper mengutus kalian untuk membunuhku," katanya, nadanya penuh dengan ketegasan. "Kalian terlalu meremehkanku!"

Di malam yang gelap, Grace harus berhadapan dengan 12 anggota tangguh dari kelompok gangster yang menakutkan. Masing-masing dari mereka memiliki senjata tajam. Bagaimana nasib gadis itu, apakah ia mampu mengalahkan mereka?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status