“Kenapa tidak bisa?” tanya Latifa dengan heran, karena melihat Erlando yang terlihat ragu untuk memasuki Masjid. “Aku… Sudah lama tidak menunaikan ibadah, aku terlampau fokus ke dunia, hingga tidak mampu mengingat kewajiban ku dalam agama, maka dari itu, aku merasa tidak pantas jika harus memasuki tempat suci ini” jelas Erlando yang membuat Latifa terdiam. “Tapi… Kamu masih mengakui jika Tuhanmu adalah Allah kan?” tanya Latifa. “Tentu saja masih Latifa, hanya saja aku tidak ada rasa percaya diri saja untuk memasuki rumah suci-Nya” ucap Erlando dengan raut wajah yang murung. “Masuklah, Allah tidak akan melaknat orang yang berniat untuk memperbaiki diri, justru Allah akan senang karena hambanya masih mampu mengingat diriNya, itu tandanya waktunya kamu untuk bertobat, Erlando” jelas Latifa membuat Erlando berpikir. “Apa tandanya aku masih diterima untuk memasuki Masjid?” tanya Erlando untuk memastikan. “Tentu saja Erlando! Sekarang pergilah” pintah Latifa namun masih membuat Erlan
Latifa melihat kearah seseorang yang tengah mencegahnya saat ini. Seseorang tersebut adalah Romlah, Ibu mertua Latifa sendiri yang kini sedang berkacak pinggang, seraya menatap Latifa dengan tajam. “Maaf Bu, maksudnya gimana yah?” tanya Latifa karena Rumlah tiba-tiba menegur Latifa seenaknya. “Jangan pura-pura bodoh yah Latifa! Kamu gak lihat apa? Suamimu mati-matian cari uang demi Anakmu sama kamu sendiri, kamu malah seenaknya pergi jalan-jalan ke korea, apa kamu tidak sadar diri?” ucap Romlah. ‘Apa Mas Candra tidak memberitahukan yang sebenarnya kepada Bu Romlah? Kenapa tiba-tiba dia menegurku seenaknya seperti itu’Ucap Latifa dalam hati. “Apa Ibu tidak mendengarkan cerita yang sebenarnya dari Mas Candra?” tanya Latifa kepada Romlah. “Yang sebenarnya apa lagi? Kamu memaksa Anakku untuk tidak ikut liburannya kan? Sebaliknya kau sendiri yang ingin pergi bersama Anakmu itu, sungguh menggelikan!” tuding Romlah membuat Latifa menghela nafasnya. “Kemarin, Candra menyuruhku untuk m
“Mama, kenapa Nenek menginap di sini sih? Kan gak seru, pasti Mama kena omel terus, begitu juga Tiara” celetuk Tiara ketika berada di dalam kamar. “Hush! Gak boleh gitu Tiara, meskipun begitu, tetap saja itu Nenek Tiara, Tiara harus menghormatinya yah” tutur Latifa kepada Tiara. “Tapi kalau yang lebih Tua gak bisa berperan menjadi yang lebih tua, tetap saja, tidak pantas buat di hormati Ma” “Kata siapa Tiara?” tanya Latifa karena penasaran dari mana Tiara menemukan pengetahuan tersebut. “Dari Bu Guru, kalau yang tua tidak menghormati kita, kita tidak perlu untuk menghormati dia, kan segala sesuatu pasti ada timbal baliknya” jelas Tiara. “Bukan begitu Tiara” ucap Latifa sembari duduk di samping Tiara. “Maksud dari Bu Guru itu, yang lebih tua, tapi kasar sama Tiara, kasar dalam artian suka memaki Tiara tanpa sebab atau suka memukuli Tiara tanpa sebab, begitu” jelas Latifa. “Tapi yang aku lihat, Nenek sering memaki Mama tanpa sebab kok, bahkan ketika Mama sudah selesai melakukan t
Aku melihat betapa cantik wajah calon Istriku pada saat pertama kali bertemu.Ia terlihat kebingungan saat masuk ke dalam rumah dan menemukan aku dan kedua orang tuaku yang berniat untuk melamarnya. Obrolan kita juga berlangsung dengan lancar ketika kedua orang tuaku dan orang tuanya menyuruh kita berdua untuk pergi berdua dan saling berbincang-bincang.Awalnya semua berjalan dengan lancar, namun ketika pernikahan telah selesai dan posisiku sedang mabuk berat. Aku dengan bengis memaksa Latifa untuk melayaniku, wajar saja dia menolaknya, namun karena aku tidak sabaran karena pengaruh obat, akhirnya aku menyelakainya dengan membenturkan kepala Latifa ke sudut ranjang. Membuat kepala Latifa berdarah dan kehilangan kesadarannya. “La-latifa? Apa kamu baik-baik saja?” tanyaku dengan gemetar serta khawatir karena disitu juga kesabaranku mulai kembali. Akupun segera membawanya ke rumah sakit bersama dengan supir pribadiku. Namun hal yang mengejutkan adalah, aku mengetahui sebuah kenyat
Latifa mengerjapkan kedua matanya, ia menoleh ke arah samping namun tidak menemukan siapapun. “Loh? Dimana Tiara sama Mas Candra?” gumam Latifa lalu mendudukkan dirinya dan bersandar di kepala ranjang. Latifa berusaha untuk mengumpulkan kesadarannya sembari mengusap wajahnya dengan lembut. Namun tiba-tiba ia tersadar jika mata hari sudah terik dan menyinarinya melewati kaca jendela. “Astagfirullah! Jam berapa ini?” seru Latifa ketika sudah sepenuhnya sadar. Ia buru-buru bangkit dari ranjang lalu mencari keberadaan Tiara. “Eh Bi Ina, apa Bi Ina tau, dimana Tiara?” tanya Latifa kebetulan Bi Ina melewati kamar Candra ketika Latifa keluar dari kamar tersebut. “Sudah ke sekolah Nyonya, tadi… Diantar sama Tuan Candra” ucap Bi Ina membuat Latifa terkejut. “Di antar Candra?” tanya Latifa untuk memastikan. “Iya Nyonya, tadi Tuan menyuruh saya agar memandikan Nona Tiara, karena kata Tuan, Nyonya lagi kelelahan” jelas Bi Ina kepada Latifa. “Begitu yah, baiklah Bi, makasih yah” ucap Lat
“Nah sekarang sudah selesai” ucap Latifa setelah membenarkan kuncir rambut Tiara. Tiara tiba-tiba berbalik lalu memeluk pinggang Latifa dengan erat. “Mama tau gak? Tiara bahagia banget! Akhirnya Ayah mau meluangkan waktu untuk kita, Tiara pikir, selamanya Ayah gak mau dekat dengan kita, ternyata Tiara salah!” ungkap Tiara dengan senyuman yang terukir sempurna di bibirnya. Latifa hanya tersenyum sembari mengelu kepala Tiara. ‘Alhamdulillah ya Allah, engkau sudah bukakan hati Suamiku yang semula tidak ingin melihat Tiara, sekarang ia mau meluangkan waktu untuk Tiara’ Ucap Latifa dalam hati seraya meneteskan sedikit air matanya. “Mama nangis?” tanya Tiara seraya melepaskan pelukannya. Latifa menggelengkan kepalanya lalu kembali memeluk Tiara dengan erat. “Ayo, kenapa kok jadi peluk-peluk kan begini” tegur halus Candra yang mampu membuat Latifa melepaskan pelukan dari Tiara lalu segera mengusap air mata yang mengalir ke pipinya. “Ayah! Nanti kita kemana?” tanya Tiara dengan antus
Candra membuka kedua matanya dengan perlahan-lahan, ia menoleh ke arah samping, memperlihatkan Linda yang sedang tertidur dan tubuhnya tenggelam dalam selimut. Candra mencoba untuk duduk dan bersandar di kepala ranjang, semalam ia tidur sangat larut karena menunggu polisi yang sedang dalam perjalan ke apartemen Linda. Namun seutas ingatan mengenai Latifa dan Tiara tiba-tiba memenuhi pikiran Candra, yang membuat Candra kalang kabut. “Astaga! Apa yang aku lakukan? Bagimana dengan Latifa dan Tiara?!” ucap Candra seraya mencari ponsel miliknya. “Candra? Ada apa?” tanya Linda dengan suara serak khas bangun tidur. “Ah tidak apa-apa, aku hanya mencari ponselku saja” jawab Candra sembari terus mencari-cari ponselnya. “Kamu tidur saja yah, tadi malam kamu sangat terkejut bukan?” lanjut Candra seraya menaikan selimut yang Linda kenakan. Linda hanya tersenyum lalu menganggukan kepalanya pelan, lalu ia kembali memejamkan kedua matanya karena rasa kantuk masih menguasai kedua mata Linda.“T
“Siapa ini? Dan kenapa ponsel Istriku bisa ada di kamu!” bentak Candra mampu membuat Erlando menjauhkan ponselnya dari telinganya. “Siapapun aku, kau tidak perlu tau, yang penting, mulai saat ini, kau tidak berhak atas Latifa dan Tiara, Assalamualaikum!” ucap Erlando lalu segera menutup teleponnya karena ia tidak ingin mendengar hal-hal negatif dari mulut Candra yang saat ini sedang emosi. “Nih udah aku blokir, jangan di unblock yah” peringat Erlando sembari menyerahkan ponsel Latifa kepada Latifa. “Erlando, apa yang kamu lakukan?” tanya Latifa dengan raut wajah yang tercengang. “Kenapa apanya? Kamu masih mau berhubungan dengan Candra?” tanya Erlando membuat Latifa menggelengkan kepalanya dengan pelan. “Bagus, biarkan saja dia, kalau kecelakaan juga gak apa” ucap Erlando melantur. “Erlando!” tegur Latifa yang membuat Erlando meringis sembari mengacungkan dua jarinya. “Baiklah-baiklah, tapi aku benar-benar tidak akan membiarkan dia kembali mencampuri urusan mu dan Tiara, akan ak
Semua orang termasuk Latifa dan Erlando terkejut ketika mendengar pernyataan dari Tiara barusa. “Kenapa Tiara bisa berbicara seperti itu Nak?” tanya Latifa dengan lembut. “Kenapa lagi? Om Erlando banyak yang membantu kita Ibu, dibandingkan dengan Ayah, Om Erlando yang terbaik!” seru Tiara membuat Herman dan Haidah tersenyum. “Nak, asalkan kamu tau, Om Erlando sebenarnya adalah Ayah kandungmu” ucapan Latifa membuat Tiara maupun Herman terkejut. “Apa maksud Mama?” tanya Tiara dengan tatapan yang tidak mengerti. “Iya Latifa, apa maksudmu?” sahut Herman yang mau mendekati Latifa namun Haidah dengan segera menahannya. Latifa memejamkan kedua matanya lalu menghela nafasnya secara perlahan. “Jadi, sebenarnya Ayah biologis Tiara adalah Erlando bukan Candra, aku berusaha untuk menyembunyikan ini semua karena aku takut, bahkan Candra sendiri mengetahui semua itu, mangkanya dia berusaha mati-matian untuk mengabaikan ku dan Tiara karena pada dasarnya Tiara bukanlah Anaknya” ungkap Latifa m
Beberapa waktu berlalu, akhirnya Erlando kembali dengan lengan bekas infus. “Bagaimana Erlando? Apakah semuanya baik-baik saja?” tanya Latifa sembari berlari mendekati Erlando. Erlando hanya mengangguk sebagai jawabannya, namun sebetulnya ada banyak pertanyaan yang muncul di benak Erlando. Namun karena waktu belum tepat untuk ia tanyakan, akhirnya ia memilih untuk diam. “Sini Nak, sepertinya kau pusing karena donor darah itu” ucap Haidah sembari menuntun Erlando untuk duduk di kursi tunggu. “Maaf yah Nak, kamu jadi seperti ini karena harus mendonorkan darah cukup untuk Tiara” ucap Herman kepada Erlando. “Iya Om, saya pun merasa senang, bisa berguna untuk menolong putri kecil Tiaraku” ucap Erlando sembari menekan kata ‘Tiaraku’ dan juga ia memandang Latifa dengan tatapan tajam yang langsung membuat Latifa mengalihkan pandangannya ke arah lain. ‘Ya Allah, aku harus apa setelah ini’ ucap Latifa dalam hatinya. Dan Haidah yang peka akan kondisi Awkward tersebut membuat ia segera me
“Halo sayang, kamu apa kabar?” sapa Candra dari seberang sana.Latifa terkejut ketika mendengar suara Candra, kemudian ia menjauhkan ponselnya untuk melihat siapa yang tengah meneleponnya. Namun ternyata nomor tersebut tidak memiliki nama, alias nomor tidak dikenal. Latifa kembali menempelkan ponselnya tersebut kepada telinganya lagi. “Ada apa Candra?” tanya Latifa dengan nada yang kurang bersahabat. “Santai saja sayang, aku hanya ingin menanyai kabarmu saja kok” ucap Candra sembari mengerling nakal. Sementara Latifa bergidik ngeri mendengarnya. “Kalau tidak ada yang penting, sepertinya aku harus menutup telfon-”“Eh jangan Latifa! Sebenarnya ada hal yang ingin aku ungkapkan!” sela Candra dengan cepat yang membuat Latifa menghentikan tindakan untuk mematikan sambungan teleponnya tersebut. “Langsung katakan saja Mas” ucap Latifa to the point. “Apa kamu ingin cerai denganku Latifa?” pernyataan Candra membuat Latifa terdiam. Sebenarnya Latifa masih tidak ingin mendengar kata per
Latifa tercengang lalu mengalihkan pandangannya dari Erlando, ia cukup malu ketika Erlando dengan santai menyatakan perasaannya tersebut. “Oh iya Latifa, Kapan kamu siapa untuk… Menceraikan Candra?” tanya Erlando dengan hati-hati karena ia takut jika Latifa akan bersedih. Latifa kali ini terdiam dan berpikir, walau bagaimanapun hal ini terlalu cepat baginya untuk mengakhiri hubungan yang sudah ia jaga selama tujuh tahun. “Aku… Masih belum siap Erlando” jawab Latifa sembari menoleh ke arah Erlando. Erlando menganggukkan kepalanya. “Baiklah Latifa, aku memahami apa yang kamu rasakan, jika kamu sudah siap, jangan lupa untuk memberitahukan ku agar aku segera menguruskan semuanya” ucap Erlando. Latifa hanya menganggukkan kepalanya sebagai jawabannya. Sebelumnya Erlando memang sudah menguruskan surat cerai antara Latifa dan Erlando, namun Latifa mencegahnya di tengah jalan dengan beralasan belum siap. All hasil, segala yang sudah diurus, berhenti di tengah jalan, namun Erlando bisa
“Bagaimana jika anda menculik anaknya Latifa, agar Latifa bisa kau kendalikan Tuan Candra, dan akhirnya Erlando juga tidak mampu berbuat apapun, karena jika menurut yang saya lihat, Latifa ini tipe perempuan yang bertindak tanpa berfikir” saran Samuel kepada Candra. Candra mengelus dagunya sembari berpikir. “Anda benar juga Tuan Samuel, tapi bagaimana cara saya mencurinya jika setiap hari Erlando menjaga ketat Tiara” ucap Candra membuat Samuel berpikir. Namun tiba-tiba Anak buah Samuel mendekati Samuel lalu membisikkan sesuatu. “Tuan Candra, ternyata Erlando bodoh itu tidak menaruh penjagaan di sekolahnya Tiara saat dia sekolah, mungkin ini bisa kita jadikan peluang untuk menculik Tiara” ucap Samuel. “Baiklah, aku akan mencobanya nanti” ucap Candra kemudian. “Mari kita berjabat tangan untuk tanda partner bisnis” ucap Samuel sembari menyodorkan tangannya kepada Candra. Candra meraih tangan Samuel lalu keduanya berjabat tangan. ***Candra diam dan menunggu Tiara di balik pepohon
Latifa serta yang lainya langsung bergegas untuk melaporkan polisi, namun butuh waktu 24 jam baru Tiara bisa dinyatakan hilang dan masa pencarian baru bisa dilakukan. Pada akhirnya Erlando menyuruh beberapa anak buahnya yang handal untuk mencari keberadaan Tiara dan mencari bukti-bukti yang ada. Latifa sendiri tidak henti untuk menangis karena ia berasumsi jika semua ini adalah ulahnya yang teledor. Karena seharusnya ia memperhatikan Tiara hingga benar-benar masuk kedalam kelasnya dahulu baru di bisa pergi dari sana. “Ini salahku Bu, salahku, padahal sinyal seorang Ibu sudah memperingati aku, namun aku tidak terlalu peka akan hal itu, aku adalah Ibu yang ping buruk di dunia ini!” ucap Latifa disela tangisan pilunya yang kini berada di dekapan Haidah. “Istighfar Nak, dengan kamu yang seperti ini, Ibu takut jika kamu akan jatuh sakit, Ibu yakin, Tiara tidak akan kenapa-kenapa percayalah” tutur Haidah yang mencoba menenangkan Latifa. “Iya Nak, istighfar, yang perlu kita lakukan sek
“Bangun Tiara” ucap Latifa sembari menepuk-nepuk tubuh Tiara agar Tiara bangun karena harus bersekolah. Tiara menggeliat lalu mendudukkan dirinya dengan kedua mata yang masih tertutup. “Emangnya sekarang jam berapa Ma?” tanya Tiara seraya menguap. “Jam lima sayang, ayo cepet sholat habis itu mandi dan siap-siap, sekarang dah bisa mandi sendiri kan” ucap Latifa sembari mencari seragam sekolah Tiara dan menata bukunya lalu memasukkannya ke dalam tas sekolah. “Siapa Mama!” seru Tiara lalu segera turun dari ranjang untuk menunaikan ibadah sholat subuh. Sekitar satu jam berlalu, kini Tiara tengah ditata rambutnya oleh Latifa dengan Tiara yang asyik memakan sarapannya. Namun entah mengapa, Latifa merasakan firasat aneh, dan hal itu mengarah ke arah Tiara. ‘Ya Allah semoga tidak akan terjadi apa-apa, mengapa aku merasa tidak tenang seperti ini?’Ucap Latifa dalam hatinya. “Ma, kenapa berhenti menyisiri Tiara?” tegur Tiara membuat Latifa tersadar dari lamunannya. “Oh iya lupa, maaf y
Ini adalah hari di mana Erlando, Tiara dan Latifa serta lainnya pergi ke Mall untuk bermain di Time Zone. Mereka sangat antusias, terutama Tiara yang terlihat paling semangat mengajari Nenek dan kakeknya serta Bi Ina untu bermain. Sedangkan Latifa dan Erlando hanya berdiri dan melihat Tiara dan lainya dari jauh. “Kamu tidak ikut Latifa?” tanya Erlando dan kepada Latifa. Latifa hanya menggelengkan kepalanya tanpa mengeluarkan suara sedikitpun. ‘Adu! Kenapa aku harus berdiri berdampingan dengan Erlando sih?’Ucap Latifa dalam hati seraya diam-diam melirik Erlando yang terlihat fokus mengawasi Tiara. “Dengarkan aku Latifa, aku akan selalu menerimamu apa adanya apapun kondisimu sekarang ataupun masa lalu” ucap Erlando yang pandangannya masih mengarah ke Tiara. “Erlando, sebenarnya apa maksudmu? Dari kemarin kamu terus menerus berbicara sepatah kata saja, dan dari kata-katamu tadi tidak mendasar membuatku pusing” ungkap Latifa yang membuat Erlando menoleh ke arahnya. “Aku tau semua
“Tiara, apakah menurutmu, Ayahmu itu adalah benar-benar Ayahmu” tanya Erlando membuat Tiara kebingungan. Termasuk Latifa dan Haidah yang kini saling pandang lalu mengangkat kedua bahunya karena tidak mengerti maksud dari Erlando. “Maksudnya Om apa?” tanya Tiara dengan muka polosnya. “Kalau nyatanya Om adalah Ayah Tiara, apa yang Tiara lakukan?”“APA!” dengan spontan Latifa dan Haidah berteriak ketika mendengar pernyataan dari Erlando barusan. “Nenek! Mama! Kenapa kalian ada di semak-semak?” tanya Tiara dengan bingung, karena ia melihat Ibunya serta Neneknya yang berada di tempat yang tidak wajar. Latifa dan Haidah berdiri lalu membersihkan baju dan kerudung mereka dari dedaunan yang berjatuhan ke arahnya. Sedangkan Erlando sendiri salah tingkah karena ia malu, perkataan yang tadi ia katakan tidak seharusnya di dengar Latifa maupun Haidah. “Tadi Nenek sama Mamamu cuma cari-cari tanaman herbal, iya kan Latifa” jawab Haidah sembari menyenggol lengan Latifa. “Ada apa?” tanya Latif