Candra membuka kedua matanya dengan perlahan-lahan, ia menoleh ke arah samping, memperlihatkan Linda yang sedang tertidur dan tubuhnya tenggelam dalam selimut. Candra mencoba untuk duduk dan bersandar di kepala ranjang, semalam ia tidur sangat larut karena menunggu polisi yang sedang dalam perjalan ke apartemen Linda. Namun seutas ingatan mengenai Latifa dan Tiara tiba-tiba memenuhi pikiran Candra, yang membuat Candra kalang kabut. “Astaga! Apa yang aku lakukan? Bagimana dengan Latifa dan Tiara?!” ucap Candra seraya mencari ponsel miliknya. “Candra? Ada apa?” tanya Linda dengan suara serak khas bangun tidur. “Ah tidak apa-apa, aku hanya mencari ponselku saja” jawab Candra sembari terus mencari-cari ponselnya. “Kamu tidur saja yah, tadi malam kamu sangat terkejut bukan?” lanjut Candra seraya menaikan selimut yang Linda kenakan. Linda hanya tersenyum lalu menganggukan kepalanya pelan, lalu ia kembali memejamkan kedua matanya karena rasa kantuk masih menguasai kedua mata Linda.“T
“Siapa ini? Dan kenapa ponsel Istriku bisa ada di kamu!” bentak Candra mampu membuat Erlando menjauhkan ponselnya dari telinganya. “Siapapun aku, kau tidak perlu tau, yang penting, mulai saat ini, kau tidak berhak atas Latifa dan Tiara, Assalamualaikum!” ucap Erlando lalu segera menutup teleponnya karena ia tidak ingin mendengar hal-hal negatif dari mulut Candra yang saat ini sedang emosi. “Nih udah aku blokir, jangan di unblock yah” peringat Erlando sembari menyerahkan ponsel Latifa kepada Latifa. “Erlando, apa yang kamu lakukan?” tanya Latifa dengan raut wajah yang tercengang. “Kenapa apanya? Kamu masih mau berhubungan dengan Candra?” tanya Erlando membuat Latifa menggelengkan kepalanya dengan pelan. “Bagus, biarkan saja dia, kalau kecelakaan juga gak apa” ucap Erlando melantur. “Erlando!” tegur Latifa yang membuat Erlando meringis sembari mengacungkan dua jarinya. “Baiklah-baiklah, tapi aku benar-benar tidak akan membiarkan dia kembali mencampuri urusan mu dan Tiara, akan ak
Candra pulang-pulang membanting apapun yang ia temui di rumah, isi kepalanya rasanya semakin menumpuk dan bisa saja sebentar lagi pecah. “Argghhh! Sialan!” umpat Candra setelah puas membanting beberapa barang yang ada di ruang tamu. “Astagfirullah! Candra! Apa yang kau lakukan Nak?!” teriak Romlah ketika melihat kondisi Anaknya yang sudah tidak karuan. “Ini bukan urusan Ibu!” bentak Candra sembari terus meraung-raung tidak jelas. “Ada apa ini Nak? Dan di mana Latifa?” tanya Romlah dengan nada yang agak pelan agar emosi Candra tidak semakin meluap. “Aku tidak tau Ibu! Katanya dia kecelakaan bersama dengan Tiara, tapi aku tidak tau dia di rawat di rumah sakit mana, ada seseorang yang menelpon dan melarangku untuk datang menemui Istri dan Anakku sendiri!” jelas Candra. Romlah dengan spontan menutup mulutnya menggunakan tangan, ia tidak menyangka jika menantu dan cucunya mengalami kecelakaan. ‘Apa? Bagaimana bisa itu terjadi?’ Ucap Romlah dalam hati. “Lantas siapa yang melarangmu
“Aku tidak butuh apapun Latifa, aku hanya butuh kamu dan Tiara di sampingku” ucap Erlando saat baru saja memasuki kamar inap Latifa sembari membawa sebuket bunga di tangannya. “Erlando?” ucap Latifa sembari menatap Erlando dengan kebingungan. Latifa kemudian berusaha untuk bangkit dari ranjangnya, buru-buru Erlando mencegah Latifa agar tetap berbaring. “Udah-udah, kamu ini belum pulih, jangan main bangkit dari ranjang saja” tegur Erlando sembari mencegah Latifa bangkit. “Tidak sopan, kalau hanya aku saja yang tiduran Erlando” protes Latifa namun Erlando segera menggelengkan kepalanya dengan cepat. “Harus nurut dong Nyonya, masa kalah sama anak sendiri yang gampang aturannya” omel Erlando membuat Latifa menggerutu. “Kalau di omeli itu di dengerin, bukannya malah menggerutu” tegur Erlando membuat Latifa mengantupkan mulutnya. ‘Kenapa dia jadi banyak bicara begini sih? Aku kan hanya melakukan apa yang aku inginkan, bagaimana bisa dia yang semula cuek-cuek saja menjadi lebih peka s
“Mama!” sapa Tiara dengan riang ketika masih memunculkan setengah badannya di pintu. “Eh Tiara, kok kamu ke sini Nak?” tanya Latifa sembari memposisikan dirinya untuk duduk bersandar di kepala ranjang. “Soalnya Tiara sudah sembuh! Dan katanya suster tadi Tiara sudah bisa pulang!” girangnya sembari meloncat-loncat di samping ranjang Latifa. “Nona Tiara! Jangan loncat-loncat, gak baik loh, baru saja sembuh” tegur Bi Ina sembari mengangkat tubuh Tiara lalu mendudukkan Tiara di sofa yang di sediakan di kamar inap Latifa, karena bagaimanapun kamar Latifa merupakan kamar inap Vip. “Apasih Bi Ina! Kan aku sudah sembuh!” protes Tiara sembari mencebikan bibirnya, dan juga melipat kedua tangannya di dada. “Tiara! Gak boleh gitu sama Bi Ina, masa kamu kayak gitu sama yang lebih tua” tegur Latifa membuat Tiara meringis merasa bersalah lalu meminta maaf kepada Bi Ina. “Maaf ya Bi, Tiara gak bermaksud untuk membentak Bi Ina, Tiara cuma merasa gak suka kalau masih dianggap sakit” ucap Tiara de
“Astagfirullah!” ucap Latifa dan Bi Ina secara barengan karena terkejut, tiba-tiba pintu kamar inap Latifa terbuka dengan paksa. “Sepertinya ini!” seru seseorang tidak dikenal sembari menunjuk ke arah Latifa.“Nyonya” ucap Bi Ina sembari segera melindungi Latifa. “Iya sepertinya dia, kita harus laporan sama Tuan Candra!” ucap seseorang lainya lalu segera menelpon Candra. “Candra? Bi Ina, sepertinya mereka suruhan dari Candra Bi” ucap Latifa dengan panik. “Tenang Nyonya, semuanya akan baik-baik saja, saya akan segera telepon Tuan Erlando” ucap Bi Ina yang segera meraih teleponnya untuk menghubungi Erlando. “Berhenti!” cegah salah satu seorang lelaki yang kini dengan segera meraih ponsel yang Bi Ina bawa. “Jangan ada yang berani-berani mengangkat telepon di sini!” peringat seseorang tersebut membuat Bi Ina hanya bisa menganggukkan kepalanya. Sedangkan Tiara yang dari tadi sudah menekuk kakinya dan menyembunyikan wajah di sela kaki tersebut karena merasa takut. “Nyonya, kita haru
Tiara, Bi Ina serta Latifa yang di dorong kursi roda oleh Erlando dengan perlahan memasuki sebuah gedung mewah yang diyakini adalah rumah milik Erlando. Tepatnya sebuah mansion mewah yang Erlando bangun semasa ia masih merintis untuk menjadi seorang CEO tempo lalu. Tiara menatap kagum keseluruhan ruangan ketika ia sudah berada di dalam mansion tersebut. “Wah! Ini rumahnya Om Erlando yah?” ucap Tiara sembari mengeluarkan binaran cerah pada kedua bola mata kecil nya. “Menurutmu?” tanya balik Erlando seraya menaik turunkan kedua alisnya. “Bagus banget Om! Kalau begini, aku tidak akan mau pergi dari sini!” girang Tiara sembari meloncat-loncat. “Tiara! Gak boleh loncat-loncat begitu nak!” tegur Latifa membuat Tiara berhenti melakukan tindakan-tindakan kekanakannya. “Tidak apa-apa Latifa, namanya juga anak kecil, lagian ini kan mau jadi rumahnya juga” bela Erlando membuat Latifa mengernyitkan dahi. “Rumahnya? Kita kan cuma numpang kamu Erlando” bantah Latifa membuat Erlando terkekeh
Latifa memandangi kamarnya dengan seksama, ia terlihat tidak percaya dengan sekejap memiliki sebuah kamar indah dan mewah tersebut. Bahkan ini terlampau mewah baginya. “Sebenarnya apa yang dipikirkan oleh Erlando? Bagaimana bisa ia dengan cuma-cuma membiarkan aku dan anakku untuk tinggal di mansion sebagus ini? Apa dia memiliki maksud lain untuk itu?” gumam Latifa sembari memainkan jari jemarinya karena cemas. “Nyonya, anda itu baru saja pulih, jangan terlalu memikirkan sesuatu yang membuat Nyonya kembali drop” tegur Bi Ina yang tadinya sedang menepuk-nepuk pelan paha Tiara yang sedang tertidur. “Lagian Nyonya, saya mohon maaf karena terlalu ikut campur mengenai kehidupan Nyonya, tapi Nyonya, Tuan Erlando itu benar-benar sangat mencintai Nyonya dengan tulus tanpa mengharapkan sesuatu yang lainnya, Tuan Erlando memiliki cinta yang murni untuk Nyonya” lanjut Bi Ina menjelaskan terkait apa yang membuat Latifa kepikiran. “Tapi Bi Ina, di dunia ini kebanyakan orang tidak akan melakuka
Semua orang termasuk Latifa dan Erlando terkejut ketika mendengar pernyataan dari Tiara barusa. “Kenapa Tiara bisa berbicara seperti itu Nak?” tanya Latifa dengan lembut. “Kenapa lagi? Om Erlando banyak yang membantu kita Ibu, dibandingkan dengan Ayah, Om Erlando yang terbaik!” seru Tiara membuat Herman dan Haidah tersenyum. “Nak, asalkan kamu tau, Om Erlando sebenarnya adalah Ayah kandungmu” ucapan Latifa membuat Tiara maupun Herman terkejut. “Apa maksud Mama?” tanya Tiara dengan tatapan yang tidak mengerti. “Iya Latifa, apa maksudmu?” sahut Herman yang mau mendekati Latifa namun Haidah dengan segera menahannya. Latifa memejamkan kedua matanya lalu menghela nafasnya secara perlahan. “Jadi, sebenarnya Ayah biologis Tiara adalah Erlando bukan Candra, aku berusaha untuk menyembunyikan ini semua karena aku takut, bahkan Candra sendiri mengetahui semua itu, mangkanya dia berusaha mati-matian untuk mengabaikan ku dan Tiara karena pada dasarnya Tiara bukanlah Anaknya” ungkap Latifa m
Beberapa waktu berlalu, akhirnya Erlando kembali dengan lengan bekas infus. “Bagaimana Erlando? Apakah semuanya baik-baik saja?” tanya Latifa sembari berlari mendekati Erlando. Erlando hanya mengangguk sebagai jawabannya, namun sebetulnya ada banyak pertanyaan yang muncul di benak Erlando. Namun karena waktu belum tepat untuk ia tanyakan, akhirnya ia memilih untuk diam. “Sini Nak, sepertinya kau pusing karena donor darah itu” ucap Haidah sembari menuntun Erlando untuk duduk di kursi tunggu. “Maaf yah Nak, kamu jadi seperti ini karena harus mendonorkan darah cukup untuk Tiara” ucap Herman kepada Erlando. “Iya Om, saya pun merasa senang, bisa berguna untuk menolong putri kecil Tiaraku” ucap Erlando sembari menekan kata ‘Tiaraku’ dan juga ia memandang Latifa dengan tatapan tajam yang langsung membuat Latifa mengalihkan pandangannya ke arah lain. ‘Ya Allah, aku harus apa setelah ini’ ucap Latifa dalam hatinya. Dan Haidah yang peka akan kondisi Awkward tersebut membuat ia segera me
“Halo sayang, kamu apa kabar?” sapa Candra dari seberang sana.Latifa terkejut ketika mendengar suara Candra, kemudian ia menjauhkan ponselnya untuk melihat siapa yang tengah meneleponnya. Namun ternyata nomor tersebut tidak memiliki nama, alias nomor tidak dikenal. Latifa kembali menempelkan ponselnya tersebut kepada telinganya lagi. “Ada apa Candra?” tanya Latifa dengan nada yang kurang bersahabat. “Santai saja sayang, aku hanya ingin menanyai kabarmu saja kok” ucap Candra sembari mengerling nakal. Sementara Latifa bergidik ngeri mendengarnya. “Kalau tidak ada yang penting, sepertinya aku harus menutup telfon-”“Eh jangan Latifa! Sebenarnya ada hal yang ingin aku ungkapkan!” sela Candra dengan cepat yang membuat Latifa menghentikan tindakan untuk mematikan sambungan teleponnya tersebut. “Langsung katakan saja Mas” ucap Latifa to the point. “Apa kamu ingin cerai denganku Latifa?” pernyataan Candra membuat Latifa terdiam. Sebenarnya Latifa masih tidak ingin mendengar kata per
Latifa tercengang lalu mengalihkan pandangannya dari Erlando, ia cukup malu ketika Erlando dengan santai menyatakan perasaannya tersebut. “Oh iya Latifa, Kapan kamu siapa untuk… Menceraikan Candra?” tanya Erlando dengan hati-hati karena ia takut jika Latifa akan bersedih. Latifa kali ini terdiam dan berpikir, walau bagaimanapun hal ini terlalu cepat baginya untuk mengakhiri hubungan yang sudah ia jaga selama tujuh tahun. “Aku… Masih belum siap Erlando” jawab Latifa sembari menoleh ke arah Erlando. Erlando menganggukkan kepalanya. “Baiklah Latifa, aku memahami apa yang kamu rasakan, jika kamu sudah siap, jangan lupa untuk memberitahukan ku agar aku segera menguruskan semuanya” ucap Erlando. Latifa hanya menganggukkan kepalanya sebagai jawabannya. Sebelumnya Erlando memang sudah menguruskan surat cerai antara Latifa dan Erlando, namun Latifa mencegahnya di tengah jalan dengan beralasan belum siap. All hasil, segala yang sudah diurus, berhenti di tengah jalan, namun Erlando bisa
“Bagaimana jika anda menculik anaknya Latifa, agar Latifa bisa kau kendalikan Tuan Candra, dan akhirnya Erlando juga tidak mampu berbuat apapun, karena jika menurut yang saya lihat, Latifa ini tipe perempuan yang bertindak tanpa berfikir” saran Samuel kepada Candra. Candra mengelus dagunya sembari berpikir. “Anda benar juga Tuan Samuel, tapi bagaimana cara saya mencurinya jika setiap hari Erlando menjaga ketat Tiara” ucap Candra membuat Samuel berpikir. Namun tiba-tiba Anak buah Samuel mendekati Samuel lalu membisikkan sesuatu. “Tuan Candra, ternyata Erlando bodoh itu tidak menaruh penjagaan di sekolahnya Tiara saat dia sekolah, mungkin ini bisa kita jadikan peluang untuk menculik Tiara” ucap Samuel. “Baiklah, aku akan mencobanya nanti” ucap Candra kemudian. “Mari kita berjabat tangan untuk tanda partner bisnis” ucap Samuel sembari menyodorkan tangannya kepada Candra. Candra meraih tangan Samuel lalu keduanya berjabat tangan. ***Candra diam dan menunggu Tiara di balik pepohon
Latifa serta yang lainya langsung bergegas untuk melaporkan polisi, namun butuh waktu 24 jam baru Tiara bisa dinyatakan hilang dan masa pencarian baru bisa dilakukan. Pada akhirnya Erlando menyuruh beberapa anak buahnya yang handal untuk mencari keberadaan Tiara dan mencari bukti-bukti yang ada. Latifa sendiri tidak henti untuk menangis karena ia berasumsi jika semua ini adalah ulahnya yang teledor. Karena seharusnya ia memperhatikan Tiara hingga benar-benar masuk kedalam kelasnya dahulu baru di bisa pergi dari sana. “Ini salahku Bu, salahku, padahal sinyal seorang Ibu sudah memperingati aku, namun aku tidak terlalu peka akan hal itu, aku adalah Ibu yang ping buruk di dunia ini!” ucap Latifa disela tangisan pilunya yang kini berada di dekapan Haidah. “Istighfar Nak, dengan kamu yang seperti ini, Ibu takut jika kamu akan jatuh sakit, Ibu yakin, Tiara tidak akan kenapa-kenapa percayalah” tutur Haidah yang mencoba menenangkan Latifa. “Iya Nak, istighfar, yang perlu kita lakukan sek
“Bangun Tiara” ucap Latifa sembari menepuk-nepuk tubuh Tiara agar Tiara bangun karena harus bersekolah. Tiara menggeliat lalu mendudukkan dirinya dengan kedua mata yang masih tertutup. “Emangnya sekarang jam berapa Ma?” tanya Tiara seraya menguap. “Jam lima sayang, ayo cepet sholat habis itu mandi dan siap-siap, sekarang dah bisa mandi sendiri kan” ucap Latifa sembari mencari seragam sekolah Tiara dan menata bukunya lalu memasukkannya ke dalam tas sekolah. “Siapa Mama!” seru Tiara lalu segera turun dari ranjang untuk menunaikan ibadah sholat subuh. Sekitar satu jam berlalu, kini Tiara tengah ditata rambutnya oleh Latifa dengan Tiara yang asyik memakan sarapannya. Namun entah mengapa, Latifa merasakan firasat aneh, dan hal itu mengarah ke arah Tiara. ‘Ya Allah semoga tidak akan terjadi apa-apa, mengapa aku merasa tidak tenang seperti ini?’Ucap Latifa dalam hatinya. “Ma, kenapa berhenti menyisiri Tiara?” tegur Tiara membuat Latifa tersadar dari lamunannya. “Oh iya lupa, maaf y
Ini adalah hari di mana Erlando, Tiara dan Latifa serta lainnya pergi ke Mall untuk bermain di Time Zone. Mereka sangat antusias, terutama Tiara yang terlihat paling semangat mengajari Nenek dan kakeknya serta Bi Ina untu bermain. Sedangkan Latifa dan Erlando hanya berdiri dan melihat Tiara dan lainya dari jauh. “Kamu tidak ikut Latifa?” tanya Erlando dan kepada Latifa. Latifa hanya menggelengkan kepalanya tanpa mengeluarkan suara sedikitpun. ‘Adu! Kenapa aku harus berdiri berdampingan dengan Erlando sih?’Ucap Latifa dalam hati seraya diam-diam melirik Erlando yang terlihat fokus mengawasi Tiara. “Dengarkan aku Latifa, aku akan selalu menerimamu apa adanya apapun kondisimu sekarang ataupun masa lalu” ucap Erlando yang pandangannya masih mengarah ke Tiara. “Erlando, sebenarnya apa maksudmu? Dari kemarin kamu terus menerus berbicara sepatah kata saja, dan dari kata-katamu tadi tidak mendasar membuatku pusing” ungkap Latifa yang membuat Erlando menoleh ke arahnya. “Aku tau semua
“Tiara, apakah menurutmu, Ayahmu itu adalah benar-benar Ayahmu” tanya Erlando membuat Tiara kebingungan. Termasuk Latifa dan Haidah yang kini saling pandang lalu mengangkat kedua bahunya karena tidak mengerti maksud dari Erlando. “Maksudnya Om apa?” tanya Tiara dengan muka polosnya. “Kalau nyatanya Om adalah Ayah Tiara, apa yang Tiara lakukan?”“APA!” dengan spontan Latifa dan Haidah berteriak ketika mendengar pernyataan dari Erlando barusan. “Nenek! Mama! Kenapa kalian ada di semak-semak?” tanya Tiara dengan bingung, karena ia melihat Ibunya serta Neneknya yang berada di tempat yang tidak wajar. Latifa dan Haidah berdiri lalu membersihkan baju dan kerudung mereka dari dedaunan yang berjatuhan ke arahnya. Sedangkan Erlando sendiri salah tingkah karena ia malu, perkataan yang tadi ia katakan tidak seharusnya di dengar Latifa maupun Haidah. “Tadi Nenek sama Mamamu cuma cari-cari tanaman herbal, iya kan Latifa” jawab Haidah sembari menyenggol lengan Latifa. “Ada apa?” tanya Latif