Simon menatapnya dengan tatapan berat. Bahkan putra mereka tidak bisa menerima hal seperti itu. Bagaimana Sharon bisa…Sharon mengepalkan tangannya di bawah meja. Setelah beberapa saat, ia berkata, “Kenapa dia nggak diizinkan lakuin itu? Aku nggak bisa lahirin anak untuknya. Kenapa aku harus hentiin dia punya anak dengan orang lain?” Hatinya sakit ketika ia berbicara ... "Apa itu yang benar-benar kamu pikirin?" Simon menatapnya.Tidak heran ia sama sekali tidak keberatan dengan Diana dan anak itu!“Kamu mungkin izinin dia lakuin itu, tapi aku nggak akan lakuin itu! Aku lebih suka nggak punya saudara perempuan sama sekali!” Sebastian berpikir ini tidak adil bagi ibunya. Ia tidak ingin saudara dengan ibu yang berbeda!“Ayah, kalau kamu benar-benar mencintai ibu aku, minta wanita ini untuk segera pergi sama anaknya!” Sebastian langsung mengungkapkan keengganannya terhadap mereka!"Sebastian, berhenti buat keributan." Sharon tidak menyangka putranya akan bereaksi begitu keras terhad
“Kamu… Apa yang kamu bilang? Kamu bersedia biarin pergi?” Sharon mengira ia salah dengar.Simon mengarahkan pandangan gelap padanya. Ia tampak lebih serius dari sebelumnya. “Kamu nggak salah denger. Aku bisa biarin kamu pergi, tapi ada batasnya. Aku akan kasih kamu satu bulan. Kamu bisa pergi kemanapun kamu mau, tapi kamu harus kembali setelah sebulan. Kalau nggak, aku akan bawa kamu kembali sendiri.”Ia bisa mengerti betapa pahitnya perasaannya saat ini. Mungkin akan baik baginya untuk bersantai di lingkungan yang berbedaSharon menatapnya. Ia tidak tahu harus berkata apa. Ia tidak hanya berniat meninggalkan tempat ini, tetapi ia juga berpikir untuk meninggalkannya... Ia tidak lagi percaya diri pada dirinya sendiri. Ia takut emosinya akan terus memburuk... Sepertinya ia bisa membaca pikirannya. Ia memegang tangannya dan memperingatkannya dengan suara rendah, “Aku akan memberi kamu kebebasan, tapi jangan mikir untuk ninggalin aku. Jangan lupa apa yang udah kamu janjiin ke aku. K
Sharon melepaskan diri dari ciuman berapi-api Simon dengan susah payah. Bibirnya sudah bengkak karena semua ciuman itu.“Ok… aku masih harus buru-buru ke bandara,” katanya lembut.Simon mengarahkan pandangannya yang gelap ke wajahnya yang memerah. Suaranya sedikit serak ketika ia bertanya, “Apa kamu benar-benar akan pergi? Apa bisa kamu tega ninggalin aku?”Ia adalah orang yang menyarankan agar ia pergi keluar dan bersantai. Ia mengizinkannya pergi juga. Saat ini, ia juga orang yang tidak tahan melihatnya pergi.Sharon bertekad untuk pergi. Ia mengangguk dan berkata, "Iya, tunggu aku pulang."Ia kemudian mencium dahinya....Pesawat lepas landas. Itu akan membawanya ke suatu tempat yang jauh darinya.Sharon tiba di akademi tempat ia belajar bagaimana memformulasi wewangian di masa lalu. Ia ke sini untuk mencari gurunya, Ceylon Frank. Mereka sudah lama tidak bertemu. “Kamu di sini pada waktu yang tepat. Aku mimpin tim untuk kembangin wewangian yang bisa bantu redain kecemasan.
“Ibu, bagaimana perasaan ibu sekarang?” Ceylon menggenggam tangan ibunya dengan erat. Ada kecemasan yang tidak bisa disembunyikan di wajahnya.Sulit bagi wanita tua itu untuk bernafas. Ia terengah-engah dan berbicara dengan susah payah, “Aku pikir Tuhan bakal panggil aku. Jangan sedih. Ini pasti akan terjadi cepat atau lambat. Bagi aku, itu malah mengakhiri penderitaan aku.”“Ibu…” Ceylon menggenggam tangannya erat-erat. Ia sangat hancur sehingga ia tidak tahu harus berkata apa.Wanita tua itu mencoba yang terbaik untuk tersenyum padanya. "Satu-satunya penyesalanku adalah aku nggak bisa lihat kamu nikah." Tatapannya mendarat pada Sharon, yang berdiri di belakangnya."Apa dia pacar kamu?" Mata wanita tua itu bersinar.Sharon ingin memberitahunya ia bukan pacarnya. Ia hanya murid dan temannya. Namun, Ceylon tiba-tiba menariknya dan mengakuinya di depan ibunya. “Iya, dia pacar aku. Seharusnya aku bawa dia untuk temuin ibu sejak lama.”Wanita tua itu senang mendengar ini. “Nggak apa-
“Akhirnya, wanita tua itu dimakamkan di kuburan di mana ia berbaring untuk beristirahat selamanya.Semua orang pergi. Hanya Sharon dan Ceylon yang tersisa. Mereka berdiri di depan batu nisan.Ceylon menatap batu nisan ibunya. Ia tidak rela pergi. Ada ekspresi putus asa di wajahnya.Sharon tidak tahu bagaimana menghiburnya. Ia hanya menemaninya diam-diam.“Aku nggak pernah kasih tau kamu ibu aku seorang ibu tunggal. Dia besarin aku sendirian." Ceylon tiba-tiba memberitahunya tentang dirinya sendiri.Sharon tidak mengatakan apa-apa dan hanya diam mendengarkannya.“Waktu aku tambah tua, aku nggak kecewain dia. Aku punya karier yang bagus, tapi aku semakin jarang habisin waktu sama dia. Dia nggak bilang apa-apa tentang itu, tapi aku tau dia mau aku habisin lebih banyak waktu di rumah. Aku terlalu sibuk sama pekerjaan, jadi aku abaikan dia.” “Aku baru sadar aku habisin terlalu sedikit waktu sama dia waktu dia sakit."Ia menyalahkan dirinya sendiri ketika ia berbicara tentang hal it
Ketika Simon tiba di rumah sakit, Diana dan Nyonya York sudah ada di sana bersama Bonnie.Mata Diana bersinar ketika ia melihat pria jangkung dan tampan di depannya. Ia menyapanya dengan lembut, "Presiden Zachary ..." Ia merasa sedikit malu. Simon tidak memperhatikan raut wajahnya. Ia hanya memikirkan anak itu. "Gimana kabar anak itu?" Ia bertanya. "Masih diperiksa dokter." Diana merasakan udara dingin yang ia keluarkan dan secara naluriah mundur selangkah. Ia masih tampak tinggi dan perkasa seperti biasanya.Simon langsung berjalan di depan dokter. Wajah Bonnie memerah karena demam. Ia kasihan padanya.“Anak itu demam tinggi dan pilek. Dia pasti sakit karena perubahan musim. Kamu belum rawat dia dengan baik. Cuaca semakin dingin saat ini, tapi kamu kasih dia baju yang tipis,” kata dokter sambil memeriksa anak itu.Ekspresi serius muncul di wajahnya saat ia mengerutkan kening pada Diana dan Nyonya York. Ia menanyai mereka dengan tegas, "Gimana kalian berdua rawat anak itu?" Apa
Ia duduk di samping dan menunggu untuk melihat apa ada perbaikan pada kondisi Bonnie.Bonnie menangis lagi. Mungkin ia belum mau tidur, atau mungkin ia merasa tidak nyaman karena ia sakit.Ia tidak akan berhenti menangis tidak peduli berapa banyak Diana dan Nyonya York membujuknya. Simon mengerutkan kening dan bangkit. “Apa dia merasa nggak nyaman? Apa harus kita panggil dokter?”Nyonya York menatapnya. Ia juga tidak tahu harus berbuat apa. “Kurasa kita harus panggil dokter untuk periksa dia. Aku akan pergi panggil dia." katanya. Setelah jeda singkat, ia berkata, “Presiden Zachary, kamu ayahnya. Kamu harus gendong dia. Mungkin dia akan berhenti nangis.” Ia meletakkan anak itu di pelukannya.Sejak Diana muncul bersama anak itu, ia tidak pernah menggendongnya.Meskipun ia tidak pernah memiliki niat untuk memiliki anak dengannya, Bonnie tidak bersalah. Selanjutnya, mereka berdua berbagi darah yang sama. Karena hal ini, ia mengulurkan tangan untuk menggendong bayi perempuan itu.Ia m
Maybach hitam melaju di sepanjang jalan menuju rumah keluarga Zachary dengan langit semakin gelap.Simon yang berada di dalam mobil sempat memejamkan mata untuk beristirahat. Bayi perempuan kecil yang digendongnya akhirnya tertidur.Tidak ada yang berbicara sepatah kata pun di dalam mobil dan itu sangat sunyi sehingga agak menakutkan.Tiba-tiba, ada mobil yang melaju dari arah berlawanan yang persis seperti macan tutul yang lincah, lampu depannya bersinar langsung ke mobil mereka. Itu membuat Simon tiba-tiba membuka mata elangnya.'Perasaan yang berbahaya...'Hampir seolah-olah mobil itu tiba-tiba jatuh dari langit dan seperti setan ketika berusaha menabrak mobil mereka dengan kecepatan tinggi.Pengemudi tidak melihat mobil datang, maka ia tidak bisa bereaksi tepat waktu. Secara naluriah, ia dengan cepat memutar setir dan mencoba yang terbaik untuk menghindari mobil yang melaju."Hati-hati!" Simon segera memikirkan anaknya dan meminta Diana melindungi putrinya.Diana melihat mo