Share

Jurus Sabar

Penulis: LinDaVin
last update Terakhir Diperbarui: 2023-10-06 09:25:59

Jawaban yang sama aku peroleh dari Bu Fitri dan Pak Agus, keduanya sudah menyetujui rotasiku ke divisi marketing. Meski kesal, tapi, aku bisa apa selain menerima. Orang aku juga hanya staf biasa tanpa power apapun. Seperti yang Tika duga, karena aku dari divisi marketing sebelum di pindah ke finance.

Sebenarnya aku tidak mempermasalahkan di mana saja aku ditempatkan. Hanya semua terkesan mendadak, sama sekali tidak ada pemberitahuan. Dan lagi kenapa harus duda menyebalkan itu yang menyuruhku.

"Kalau boleh digantikan aku mau loh," ucap Wina disela makan dan istirahat siang kami. Tika sepertinya sudah bercerita lebih dulu sebelum aku menceritakan pada Wina.

"Kamu mah modus," celetuk Tika, yang disambut Tawa oleh Wina.

"Kan lumayan sering ketemu sama si Bapak ganteng." Wina menambahkan, kedua sahabatku itu kembali tertawa. Aku hanya nyengir malas melihat keduanya.

Andai saja mereka tau apa yang terjadi sebenarnya antara aku dan sesebapak yang mereka bicarakan itu. Tapi, aku malas bercerita tentang masalah yang terlalu pribadi pada orang lain. Bukan tidak percaya hanya kurang nyaman saja.

Sepanjang istirahat siang pembicaraan tidak jauh dari seputar Mas Satria. Yah … pria itu memang terlihat mencolok dibanding karyawan lainnya. Kalau boleh jujur dia terlihat semakin tampan dan stylish. Tapi, tidak dengan kelakuannya yang sudah seperti pemilik perusahaan saja.

"Kamu dibayar buat kerja bukan melamun." Aku langsung mendongak ke arah suara pria yang baru saja menegurku. Aku tidak sedang melamun hanya sedang memikirkan sebuah format di lembar kerja excel di komputer.

"Aku email tadi, kamu buka. Aku mau laporannya segera kamu buat dan kirim ke aku." Tanpa menjawab aku langsung membuka box email di layar monitor.

"Sistem sedang down, Pak. Jadi saya belum bisa menarik data. Info dari IT setelah jam dua, baru sistem normal." Aku berusaha menjawab dengan tenang dan selembut mungkin.

"Aku butuh cepat," tegas Mas Satria lagi.

"Iya, saya akan kerjakan setelah bisa menarik data," jawabku lagi dan berusaha tersenyum.

Selepas salat tadi siang aku mulai berpikir. Kalau aku menghadapi dengan keras juga, itu akan membuatku merasa semakin kesal. Aku belum menikah, jelas aku tidak mau kena stroke di usia muda karena stress memikirkan ulahnya. Aku hanya sedang  berusaha karena limit sabarku juga terbatas.

"Aku butuh sekarang." Suara Mas Satria meninggi.

"Baik." Aku menjawab singkat.

"Bisa?" tanyanya terlihat tidak yakin dengan jawabanku.

"Bisa." Aku menjawab cepat dengan memaksakan senyumku ke arahnya. Pria itu terlihat mengernyitkan dahinya.

"Kan sistem down, gimana kamu bisa ngerjain. Awas kamu ngarang, kasih data yang salah." 

"Ya … Bapak lucu, sudah tau sistem down maksa." Kali ini aku menahan tawaku, dia masuk dalam jebakanku.

"Kamu, ya." Pria itu terlihat kesal.

"Ya udah, saya mau kerja lagi. Nanti saya email kalau sudah selesai laporannya," ucapku sambil menegakkan badan melihat ke arah pria itu berdiri.

"Kok kamu yang ngatur aku?" bentaknya kemudian, hanya saja aku sudah mulai terbiasa. Dan lagi, ruangan sedang kosong karena para penghuninya sedang di lapangan. Jadi tidak ada yang mendengar selain aku.

"Kan saya dibayar buat kerja, bukan buat ngobrol sama Bapak," balasku kemudian. Hmm dua kosong, senang sekali aku bisa membalikkan kata-katanya.

"Kamu, ya." Mas Satria terlihat sangat kesal. Dia langsung beranjak tanpa kata-kata lagi. Mataku mengikuti gerak tubuh pemilik badan tegap itu sampai hilang di balik pintu.

Aku baru saja akan mengalihkan pandangan saat dari arah pintu Roni muncul. Dagunya terangkat saat pandangan mata kami bertemu. Sepertinya dia menanyakan tentang Mas Satria yang baru saja keluar.

"Seneng banget kayaknya, senyum-senyum gitu." Roni menarik kursi dan duduk di depan mejaku.

"Nggak," jawabku sambil mengalihkan fokusku kembali ke layar monitor.

"Eh, tapi, aku seneng loh kamu balik ke sini lagi. Tambah semangat kerja jadinya." Roni mengangkat alisnya berulang saat aku melirik ke arahnya.

"Gombalin aja terus," celetukku kemudian, sudah sangat hafal sekali dengan kelakuan pria berkulit putih yang duduk di depanku ini.

Bukannya tidak peka akan perhatian lebih dari Roni. Hanya saja aku memang tidak memiliki perasaan lebih. Hanya dekat sebagai teman, tidak ada perasaan lain lagi. 

"Haduh … Mbak Ran jangan percaya apapun, modus tok anak itu." Pak Khambali yang baru akan masuk berhenti di depan pintu sambil menggelengkan kepala.

Aku hanya tertawa menanggapi keduanya. Di divisi marketing aku bertanggung jawab kepada beberapa orang. Ada empat orang atasanku langsung, selain aku ke kepala cabang dan wakilnya.

Berbeda dengan divisi finance yang satu ruangan berisi perempuan semua. Dan di finance aku hanya bertanggung jawab kepada finance head dan juga kepala cabang.

Jam digital di layar monitor menunjukkan pukul sembilan belas, atau jam tujuh malam. Aku masih berkutat dengan pekerjaan yang seharusnya selesai dari tadi.  Setelah sistem down tadi siang, ada beberapa data yang sulit untuk ditarik. Memerlukan waktu yang lebih lama dari biasanya.

"Iya, Mbak Yanti. Bentar lagi saya email ke area ya," jawabku pada admin area yang berkali-kali menghubungiku.

Aku memijat kening sambil melihat ke arah angka-angka di layar monitor. Laporan harian memang sering menahanku berlama-lama saat sistem sedang tidak lancar seperti hari ini. Belum lagi omelan admin area yang selalu minta cepat.

"Report daily belum aku terima." Aku mendongak ke arah suara, Mas Satria berdiri di ambang pintu.

"Sebentar lagi selesai," jawabku kembali fokus pada layar monitor di depanku.

"Kenapa jawabannya selalu sebentar lagi, sebentar lagi." Mas Satria berjalan ke arahku, nada suaranya terdengar tidak nyaman di hatiku. Di hati bukan di telinga.

Aku mengabaikan pria itu dan kembali fokus pada pekerjaan yang sudah hampir selesai. 

"Kamu nggak denger aku ngomong." Pria itu sudah berada di depan mejaku. Sesaat aku memejamkan mata, mengumpulkan sisa-sisa sabar yang masih tersisa.

"Iya, Pak." Aku hanya mengiyakan tanpa melihat ke arah Mas Satria.

"Iya … iya, iya apa?" tanyanya lagi terdengar ketus.

"Done." Akhirnya selesai, aku bergumam sendiri setelah semua laporan selesai aku kirim melalui email.

"Iya apa?" tanyanya lagi dengan suara meninggi. Sepertinya dia kesal aku tidak memperhatikannya dari tadi.

"Iya sudah ...ahh mati lampu." 

Suaraku yang semula pelan langsung berubah jadi pekikkan saat tiba-tiba ruangan menjadi gelap. Aku tidak suka gelap, aku takut gelap.

"Kamu nggak apa-apa?" tanya Mas Satria kemudian. "Tenang … tenang."

Aku tak bisa melihat apapun dan aku hanya terdiam dengan tubuh seperti kaku. Entahlah, dari kecil aku takut gelap, tidak suka dengan gelap dan dadaku akan menjadi sesak.

"Tenang … tenang, jangan takut. Nyalakan ponselmu, dimana hp-mu?" Dadaku sesak dan aku tidak bisa menjawab. Meski aku ingin bicara tapi, entah kenapa tidak bisa.

Aku merasakan Mas Satria bergerak dan merasakan dia semakin dekat. 

"Jangan takut." 

Aku merasakan sentuhan di punggungku, dan sepertinya Mas Satria sedang mencari ponselku. 

"Ini." Kembali aku mendengar suaranya bersamaan dengan cahaya yang berasal dari ponselku.

"Kamu masih takut gelap?" tanyanya kemudian, aku masih terdiam belum bisa menjawab. 

"Dasar penakut," ucapnya lagi, aku merasakan kepalaku ditarik ke arah belakang dan bersandar di perutnya.

Perasaan apa ini? Perasaan yang lama tidak pernah aku rasakan dan kenapa aku seperti merasakannya

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Rose Magdalena Kasambow
bagus ceritanya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Atasan Duda Itu Mantan Pacarku   Masih Cinta

    Aku memejamkan mata menikmati sensasi rasa yang tercipta. Aku tidak tau apa ini namanya, dan seperti apa aku menguraikannya. Rasa yang pernah ada dalam dada, dulu. Apakah memang sebenarnya rasa itu tidak pernah pergi."Kamu sudah baikan?" tanyanya kemudian. Aku masih belum bisa bicara hanya mengangguk pelan. Tapi, aku yakin dia bisa mengartikannya."Mbak Rania …."Dari luar ruangan aku mendengar ada seseorang yang memanggil namaku. Itu suara Ahmad security yang berjaga malam ini. Pijar cahaya juga nampak dari arah pintu, bergerak mendekat. Bersamaan dengan itu aku merasakan tubuh Mas Satria yang menjauh."Mbak … oh, Pak." Ahmad terlihat berhenti di dekat pintu saat melihat Mas Satria bersamaku."Kenapa gensetnya tidak dinyalakan?" tanya Mas Satria sambil berjalan ke arah depan mejaku."Iya, Pak Satria. Rudi sedang menyalakannya, mesinnya agak ngadat lama tidak digunakan," jelas Ahmad kemudian."Tapi, bisa kan?" tanya Mas Satria lagi."Biasanya bisa, Pak. Saya permisi tadi saya kepiki

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-23
  • Atasan Duda Itu Mantan Pacarku   Fakta yang Terkuak

    "Eh … nyangkut, dasar motor nakal, nggak ada akhlak," celetukku sambil meringis dan memukul pelan ke badan motor. Wajahku terasa panas karena malu. Dasar motor tidak ada akhlak, bisa-bisanya ngerjain dan membuat aku malu seperti ini. Terlihat Mas Satria hanya menghela napas dan bergeleng samar. Buru-buru aku kembali berbalik dan kemudian berjalan cepat ke arah motorku. Daripada semakin panjang urusannya nanti.Baru saja aku naik ke atas motor, saat terasa ponselku bergetar. Terdengar suara panggilan ponsel dari dalam tas selempang yang aku kenakan. Paling mama yang menelepon, menanyakan keberadaanku.Ternyata dugaanku salah, Kak Regina yang menelepon. "Assalamualaikum," salamku setelah menggeser ke atas tombol hijau di layar."Waalaikumsalam, kamu dimana?" tanya kak Regina di ujung telepon."Masih di parkiran kantor, ini dah mau pulang. Titip apa?" tanyaku tanpa basa-basi karena sudah tau kebiasaan kakak perempuanku itu. Mendengarku Kak Regina langsung tertawa."Rey mau terang bulan

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-23
  • Atasan Duda Itu Mantan Pacarku   Kacau

    "Itu yang ingin aku jelaskan," ucapku kemudian. Akan lebih baik bila semua aku jelaskan secepatnya. Untuk apa, yang jelas untuk ketenangan hatiku. Rasa bersalah masih mendekapku, lebih-lebih saat kami kembali dipertemukan. "Kak …." Pembicaraan terhenti saat Arya datang. Adik laki-lakiku itu datang bersama dengan temannya. Terlihat sebuah botol berisi bensin berada di tangannya."Malam," sapa Arya kepada Mas Satria yang dibalas dengan anggukan.Arya membuka jok motorku dan menuangkan bensin ke dalam tangki. Mas Satria masih berdiri dan hanya melihat ke arah Arya. Aku masih bingung harus mulai cerita dari mana. Dan tidak mungkin kami mengobrol disini."Besok saja dilanjutkan. Sekarang sudah malam," ucapku lirih pada Mas Satria. "Terima kasih bantuannya.""Terima kasih," ucap Arya menimpali. Kembali Mas Satria hanya mengangguk samar. Pria itu kemudian beranjak dan kembali ke mobilnya. Tidak berapa lama mobil itu menyala dan bergerak menjauh.•Dari ponsel Arya aku mendapatkan nomor te

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-23
  • Atasan Duda Itu Mantan Pacarku   Salah Paham

    "Pak Satrianya dimana?" tanyaku kemudian. Pak Agus mengangkat alisnya saat mendengar pertanyaanku. "Pak Satria ijin tidak ke kantor, ibunya yang baru datang dari Bengkulu tiba-tiba pingsan tadi pagi. Sepertinya ini di rumah sakit, belum kasih kabar lagi soalnya," cerita Pak Agus."Oh." Aku hanya mengangguk pelan."Ada apa memangnya? Kamu naksir juga," goda Pak Agus. Sebagai kepala cabang Pak Agus memang cukup dekat dengan semua karyawan. "Nggak, Pak. Permisi …." Aku menggeleng kemudian beranjak keluar dari ruangan kepala cabang.Setelah tau keberadaan Mas Satria, pikiranku bukannya semakin tenang, tapi, sebaliknya. Pikiranku malah semakin kacau. Ada denganku sebenarnya, tapi, aku merasa ada hal yang belum selesai antara aku dan Mas Satria.•Jam tujuh malam aku masih duduk di depan komputer. Bukan karena laporanku belum selesai. Hari ini sistem berjalan cukup bersahabat. Semua laporan sudah aku emailkan sedari tadi. Tidak seperti yang lain, yang di tunggu oleh anak atau suaminya di

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-23
  • Atasan Duda Itu Mantan Pacarku   Harus Bicara

    "Kok pacar?" tanyaku bingung."Kan kamu sendiri yang bilang," jawab Mas Satria. Aku masih melihatnya dengan tatapan bingung."Kapan?" tanyaku sambil mencoba mengingat, apa aku ada salah bicara. Aku rasa tidak ada."Barusan," jawab Mas Satria yang membuatku semakin bingung."Mana ada," bantahku kemudian."Ada." Pria itu bersikeras."Terserah Mas, sajalah." "Kok jadi aku," ketusnya kemudian. Aku terdiam tidak menimpali apapun lagi."Mas nggak capek apa, marah-marah terus?" tanyaku kemudian. "Apa pedulimu?" Mas Satria balik bertanya padaku."Ya iyalah, marahnya ke aku doang." Akhirnya aku mempunyai kesempatan untuk bicara. "Kamu pantas dimarahi," balas Mas Satria lagi."Aku minta maaf," ucapku kemudian. Rasanya seperti anak kecil kalau dimarahi seperti ini, seperti bocah yang baru saja memecahkan gelas atau apalah."Kamu berhutang banyak penjelasan padaku." Suara Mas Satria terdengar kesal."Aku antar kamu pulang," lanjut Mas Satria kemudian."Ta-tapi aku dijemput Arya," jawabku.Mas

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-25
  • Atasan Duda Itu Mantan Pacarku   Pengakuan

    Pertanyaan macam apa itu, apa yang terjadi dengan otakku. Seharusnya tidak aku tanyakan pertanyaan yang konyol, benar-benar konyol. Aku tak berani melihat ke arah Mas Satria dan menjatuhkan pandanganku di atas meja."Maaf, tak perlu dijawab," imbuhku kemudian.Sejenak aku terdiam dan kembali mengatur perasaanku. Menarik napas dalam dan mengembuskan perlahan. Memberi jalan oksigen ke dalam otak agar tidak tercetus pertanyaan konyol seperti tadi."Semua sudah disiapkan oleh seluruh keluarga. Pernikahan itu hanya menunggu hitungan hari saja. Bahkan undangan pernikahan sudah disebar." Aku tersenyum miris. Menatap kosong ke arah gelas di depanku."Rupanya dia seorang pejuang cinta, demi menolak pernikahan dia menghamili pacarnya." Aku tertawa hambar, "Seperti karma, yang dengan cepat aku dapatkan. Semua berbalik padaku. Di sisi lain aku senang, tapi, di sisi lainnya aku hancur."Rasa malu yang ditanggung oleh keluarga besar dan aku sendiri masih bisa aku rasakan. Dua rasa yang bertentangan

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-25
  • Atasan Duda Itu Mantan Pacarku   Masa Lalu

    "Aku di blok H," lanjut Mas Satria kemudian."Lah , deket dong, aku blok C," balasku pada Mas Satria.Untuk ke blok H maupun C semua melewati blok A yang terletak di urutan paling depan. Kalau ke tempatku belok kanan di simpang pertama. Sedangkan kalau blok H dari blok A lurus, kemudian masuk melalui blok E terlebih dahulu. Ada jalan pintas dari blom C ke H, tapi, hanya untuk pejalan kaki dan roda dua."Berarti tetanggaan," gumamku kemudian. "Mas turunin aku di depan situ aja, biar aku jalan kaki. Kan rumahku paling ujung, depanku jalan buntu harus mundur nanti Mas malah repot." Sebenarnya aku beralasan saja, memang benar buntu tapi, untuk berputar mobil masih bisa."Lagian Mas kan juga buru-buru, Ibu kan sakit." Kembali aku menambahkan. "Terserah aku," jawab Mas Satria. Tanpa mengindahkan permintaanku.Benar saja pria itu membelokkan mobilnya dan tidak menurunkan aku sesuai permintaanku. Dadaku sudah berdebar, bagaimana aku memberi penjelasan pada Ibu atau kakak-kakakku. "Rumahmu y

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-25
  • Atasan Duda Itu Mantan Pacarku   Cerita Terpendam

    "Done," gumamku setelah semua laporan terkirim. Hari Sabtu hanya setengah hari kerja, secara jam kantor karyawan pulang jam dua belas siang. Setengah satu aku sudah menyelesaikan semua laporan dan sudah mengirimkannya melalui email.Tidak terlalu banyak interaksiku hari ini dengan Mas Satria. Hanya tadi pagi saat dia meminta beberapa berkas itu pun saat dia di ruangan Pak Agus. Selebihnya aku tidak melihatnya, sepertinya ada pekerjaan di luar kantor. Pak Agus juga tidak terlihat setelah tadi pagi."Langsung pulang?" tanya Tika saat kami keluar dari ruang absen. Tidak seperti hari-hari biasanya, hari ini kami bisa pulang bersamaan. "Huum, mama minta dianterin belanja," jawabku sambil mengenakan jaket yang sedari tadi aku pegang."Ya udah hati-hati, salam buat mama. Aku duluan … tuh dah dijemput." Tika menepuk lenganku pelan sebelum beranjak. Sahabatku itu kembali melambaikan tangannya ketika akan memasuki mobil.Aku beranjak dengan langkah pelan menuju tempat parkir. Kenapa merasa a

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-26

Bab terbaru

  • Atasan Duda Itu Mantan Pacarku   Xtra 15

    “Mama? kalau mama nyerahin sepenuhnya sama aku. Intinya yang penting aku bisa bahagia dan yang aku pilih juga harus pria baik-baik. Mama tidak netapin kriteria tertentu yang harus gimana-gimana gitu,” jelas AlethaSebuah kabar baik tentunya buat aku saat tidak ada kendalq baik di keluargaku maupun keluarga Aletha. Besar harapan niat baik ini akan berjalam sesuai dengan harapan.“ Mmm ... Apa siang nanti bisa keluar,? aku jemput. Setidaknya kita butuh bicara lagi untuk membahas lebih banyak hal tentang hal ini.”Ini sebuah hal yang perlu pembahasan lebih dalam karena kami akan melangkah ke jenjang yang serius. Akan banyak orang pula yang dilibatkan nantinya teritama keluarga. Perlu juga membangun komitmen lebih jauh antara aku dan Aletha.“Bisa, nggak usah dijemput, sekalian nanti aku ada keperluan keluar jadi Om mau ketemuan dimana?” tanya Aletha.“Di mana?” tanyaku membalikkan pertanyaan karena aku tidak terlalu tahu kafe-kafe

  • Atasan Duda Itu Mantan Pacarku   Xtra 14

    "Menikah?” tanya ibu kemudian.“Iya,” jawabku sambil mengangguk.“Rania?” tanya Ibu ragu.“Bukan, Dia sudah bahagia dengan kehidupannya. Mungkin sekarang waktunya aku untuk bisa menata kembali kehidupanku. Ibu pernah meminta aku untuk kembali mendapatkan hati Rania karena dia tidak tahu kalau Rania sudah menikah. Aku mengatakan pada Ibu kalau Rania sudah menikah dengan pria lain dan hal itu membuat Ibu merasa semakin bersalah padaku dan juga Rania.“Kamu yakin bisa mencintai perempuan lain?” tanya Ibu kemudian. Sebuah pertanyaan yang wajar karena Ibu tahu aku sangat mencintai Rania dan betapa terpuruknya aku karena patah hati.“Aku harus bisa meski semua membutuhkan waktu. Rania … sampai saat ini aku masih mencintainya, tetapi, aku juga harus melanjutkan kehidupanku. Dia juga sudah bahagia dengan kehidupannya dan tidak seharusnya aku masih berharap untuk dapat bersamanya.”Aku lega melihat Rania bahagia dengan

  • Atasan Duda Itu Mantan Pacarku   Xtra 13

    “Kamu serius?” tanyaku yang sedikit merasa kaget dengan pertanyaan Aletha. “Nggak,” jawab gadis itu enteng. “Ya seriuslah, Om.”“Beneran?” tanyaku lagi, padahal aku yang membuat pembicaraan ini dan aku sendiri pula yang masih merasa belum percaya.“Iya, ada beberapa point yang aku sepakat dengan pemikiran, Om. Karena dunia akan tetap berjalan bagaimanapun keadaan kita. Tidak akan ada yang peduli pada diri kita selain diri kita sendiri dan hidup juga sebuah pilihan bukan? apakah kita akan tetap berdiam membenamkan diri dalam kesakitan atau kita mulai berusaha membebaskan diri dari sebuah belenggu luka.” Aletha terlihat serius dengan bicaranya.“Sebuah hal baik katanya harus disegerakan, setidaknya untuk menghindari fitnah dan membuang waktu hanya untuk sekedar pengenalan. Setidaknya kita memiliki niat yang sama, sama-sama ingin lepas dari masa lalu dan melangkah ke depan untuk kehidupan baru. Aku berharap ini sebuah keputusan yang tepat dan aku ha

  • Atasan Duda Itu Mantan Pacarku   Xtra 12

    “Nggak suka becandanya, bisa bahas hal lainnya.” Raut wajah Aletha berubah.Wajar saja dia berpikir demikian sedangkan kami memang belum lama saling mengenal, apalagi aku selalu bersikap ketus padanya selama ini. Aku juga belum yakin denga napa yang aku katakana, tetapi, ada sebuah dorongan yang tidak aku mengerti untuk aku mengatakan hal ini padanya. Aku merasa tidak ada yang buruk dengan pemikiran dari Pak Agus meski aku tidak tahu dia sedang serius atau hanya mencandaiku.Kami sama-sama terluka oleh masa lalu dan kami butuh seseorang untuk saling menguatkan. Tetapi, aku tidak yakin juga apa dia bisa menerimaku. Tetapi, akan lebih baik aku ungkapkan apa yang menjadi keinginanku masalah diterima atau ditolak itu urusan nanti. Setidaknya aku sudah berusaha keluar dari kubangan nestapa masa lalu yang selalu membayangi perjalanan hidupku. “Aku serius,” jawabku kemudian.“Tapi kenapa?” tanya Aletha, kedua tangannya mengenggam gelas minumnya dengan p

  • Atasan Duda Itu Mantan Pacarku   xtra 11

    Aku belum menjawab pertanyaan Aletha saat terdengar suara panggilan di ponselnya.“Assalamualaikum, Ma.” Terdengar gadis itu mengucapkan salam kepada penelepon yang dipanggilnya dengan sebutan Ma. Mungkin itu telepon dari mamanya.“Iya ditutup nggak bisa lewat, ini aku sama teman pulangnya.” Aku memelankan laju mobilku mengikuti pergerakan kendaraan lainnya yang juga merayap dan mengambil ke arah lurus kanan.“Belakang di tutup juga? Berarti semua di tutup kalau begitu. Ya sudah deh mah, aku nunggu sampai kelar. Paling jam sebelasan ya? Ya sudah nanti aku kabari lagi. Assalamualaikum.” Aletha mengakhiri panggilan dan kembali memasukkan ponselnya ke dalam tas.“Kadang jalur belakang yang lewat kampung bisa, tapi, kata mama ditutup juga.” Aletha menoleh ke arahku.Rumah kami memang beda kompleks, tapi, arah kami sama saja. Aku juga tidak bisa pulang kalau jalan itu ditutup karena itu akses jalan utama untuk aku sampai di

  • Atasan Duda Itu Mantan Pacarku   Xtra 10

    pov SatriaDari sebelum berangkat tadi sebenarnya aku sudah mempersiapkan diri, bagaimanapun kemungkinan bertemu dengan Rania pasti lebih besar mengingat dia bekerja di sini. Akan tetapi, tetap saja ada rasa perih yang menyeruak dalam hatiku. Entah mengapa sulit sekali untuk menghempas rasa yang sudah tidak ada artinya ini. Rania terlihat bahagia dengan kehidupannya yang sekarang, harusnya aku ikut bahagia melihatnya. Hanya saja itu tidak semudah seperti harapanku, aku terluka dengan rasaku sendiri.Waktu terasa panjang malam ini dan aku hanya banyak berdiam sambil menunggu acara makan malam selesai. Sesekali tersenyum atau menimpali satu dua patah kata saja atas obrolan yang terjadi selama acara mala mini. Aku sama sekali tidak bisa menikmati baik makanan maupun suasana di tengah atmosfer yang membuat hatiku kacau. “Om sakit?” tanya Aletha yang berada di dekatku.“Kenapa?” tanyaku kemudian sambil menoleh ke arah gadis itu.“Enggak, kok diam saja dari tadi. Ya, biasanya sih memang di

  • Atasan Duda Itu Mantan Pacarku   xtra 9

    Rania POV•••“Rania.”Suara panggilan membuatku menoleh mencari sumber suara, senyumku langsung terkembang saat melihat sosok yang cukup aku kenal. Namanya Titan, dia teman sewaktu aku bekerja di kantor dulu. Hanya saja sewaktu aku keluar dia sedang ditempatkan di RO Batu seingetku. Aku langsung melangkah mendekati Titan yang terlihat datang bersama tetan-temannya itu.“Hai, apa kabar?” sapaku kemudian dengan mengulurkan tangan untuk bersalaman.“Baik, kamu kerja disini?” tanya pria dengan kulit sawo matang itu.“Huum aku kerja di sini,” jawabku sembari mengangguk dan tersenyum. Tangan kananku berganti menyalami semua teman Titan yang berdiri di sampingnya.“Padahal aku sering kesini, kok nggak pernah ketemu ya?” “Oh, yah. Padahal aku biasa juga keluar-keluar ruangan buat cek,” balasku kemudian. “Oh yah … silahkan, mau di sini atau mau di rooftop?” “Nggak kuat angin di sana saja.” Titan menunjuk sudut rua

  • Atasan Duda Itu Mantan Pacarku   Xtra 8

    ** Aletha tidak segera menimpali ucapanku sehingga aku menekan tangannya yang tengah aku pegang. Terlihat ketiga orang di depanku itu masih melihat ke arahku dengan tatapan tidak percaya atau curiga entah. Yang jelas bukan tatapan dan ekspresi yang enak untuk dilihat. “I-Iya, tapi, untuk apa ini tidak ada hubungannya dengan mereka, bukan? Tapi, ya sudah berhubung bertemu di sini sekalian saja ini Mas Satria calon suamiku.” Aletha melihatku dengan senyum sedikit canggung. “Bulan depan kami akan menikah,” imbuh Aletha yang membuat aku sedikit kaget juga, mendengar kata pernikahan entah kenapa rasanya tidak enak. “Iya kan, Sayang?!” Aletha sedikit memiringkan kepala melihat ke arahku masih dengan senyum yang sekarang lebih natural. “Apa kita perlu mengundang mereka?” tanya Aletha lagi dan dia sudah mulai masuk dalam perannya dengan cukup baik. Ini hanya sandiwara dan aku yang memulai,

  • Atasan Duda Itu Mantan Pacarku   Xtra 7

    xtra 7“Ya sudah, ngapain masih disini. Jalan ke atas,” ucapku lagi saat mendapati gadis itu belum beranjak.“Itu punya saya kan?” Aletha menunjuk Name Tag yang tadi aku keluarkan dari saku kemeja.“Iya,” jawabku sambil mengulurkan name tag yang aku bawa dan langsung diraih oleh Aletha. “Lain kali jangan sembarangan taruh, masih muda sudah pikun.”“Iya,” jawab Aletha kemudian memutar sedikit tubuhnya akan beranjak. “Terima kasih,” ucapnya lagi kemudian berjalan cepat meninggalkan aku yang masih berdiri di tempat yang sama.Aku bergegas mengayun langkah mengikuti Aletha yang sudah berjalan terlebih dahulu. Satu jam lagi acara akan dimulai aku harus memastikan semua sudah dipersiapkan dengan baik. Setelah menaiki tangga eskalator aku tiba di tempat acara. Kursi dengan cover kuning dan putih terlihat berjajar rapi, sebuah panggung berukuran sedang juga sudah di dekorasi dengan beberapa ornamen hiasan. Banner yang didominasi warna kuning menj

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status