Alis Layla menukik tajam melihat siapa orang yang ada di dalam mobil itu, terlebih pria itu menggunakan kalimat perintah.‘Kenapa pria ini kembali lagi?!’ pekik Layla dalam hati.“Kamu ngapain ke sini lagi?!” tanya Layla ketus, matanya menatap tajam ke arah Aldimas yang masih anteng duduk di dalam mobil.Aldimas tampak meliriknya, lalu beberapa detik kemudian, sopirnya sudah berdiri di depan Layla dan membukakan pintu mobil itu. Sopir itu jauh lebih sopan daripada majikannya, membuat Layla tidak tega sendiri kalau bersikap sinis kepadanya juga.“Masuklah,” ulang Aldimas lagi.Sopir itu masih setia tersenyum ramah dan memegangi pintu mobil. Dia menjadi titik kelemahan Layla kali ini. Akhirnya, wanita itu menghela napas panjang, dan masuk ke mobil.“Sudah saya bilang, saya sama sekali tidak tertarik dengan tawaran Anda!” Layla langsung menyerocos begitu duduk manis di sebelah Aldimas.Bukannya menanggapi, Aldimas malah memberikan map lagi kepada Layla. Kali ini berwarna biru. “Saya bisa
Mana yang lebih mengejutkan? Mendapat lamaran pernikahan tiba-tiba atau kedatangan orang tua yang paling kamu hindari?Layla tidak bisa memilih, karena keduanya sama-sama membuat kepalanya pening sekarang.Ia belum selesai berurusan dengan urusan Aldimas tadi, tapi sudah dibuat pusing dengan kehadiran nenek dan mamanya. Layla sudah bisa menduga, kalau ini bukan hanya sekadar kunjungan biasa.“Kamu ini ditelepon berkali-kali kenapa tidak diangkat?” Neneknya langsung menodongnya dengan pertanyaan.Layla ingat kalau ia memasang ponselnya dalam mode hening gara-gara gosip tadi pagi. Ia juga tidak memeriksanya sedari tadi karena sibuk bertengkar dengan Aldimas.Karena tidak mau memberi alasan, Layla malah langsung mengalihkan topik. “Nenek dan Mama mau apa ke sini?”“Kamu masih tanya untuk apa?” neneknya menjawab dengan nada terdengar marah.Layla menelan air liurnya.“Kamu pikir, Nenek gak dengar gosip kamu di sekolah—““Oh, hahaha, ya ampun... apa Nenek lelah? Bagaimana kalau kita masuk
Layla merasakan alarm tanda bahaya segera muncul di atas kepalanya. Ia sudah tahu arti senyuman neneknya itu, yang sama artinya dengan melihat sebuah kesempatan. Makanya, sebelum itu semakin gawat, Layla buru-buru mendorong Aldimas.“Nenek, sepertinya Aldimas sangat sibuk. Iya, kan?” Layla menggerakkan bola matanya, memberi isyarat agar Aldimas segera pergi.“Pulanglah! Tidak perlu berkenalan lebih jauh,” mulutnya pun bergerak mengucapkan kata itu tanpa suara.Perlu usaha hebat untuk bisa mengusir Aldimas dari sana. Neneknya masih ingin mengobrol, dan Layla tahu kalau Aldimas punya maksud tersembunyi. Namun pada akhirnya, pria itu bisa juga angkat kaki dari kosannya itu.‘Oke, sekarang tinggal hadapi Nenek dan Mama.’ Layla menarik napas panjang, sebelum berbalik menghadap wajah neneknya yang sudah kembali suram.“Kita bicara di kamar aja, gimana?”***Layla tahu, semua tidak akan berjalan dengan baik jika itu berurusan dengan Nenek. Semuanya berbuntut panjang. Dimulai dari putusnya La
Layla tertawa canggung. “Ha-ha-ha, tapi aku sangat sibuk, maaf sekali. Aku harus menyiapkan materi mengajar untuk hari Senin.”Di balik tawanya itu, Layla ingin sekali menendang kepala Ryan. Atau minimal, melempar piring kotor itu ke wajahnya.Namun bukannya mengerti, Ryan malah tertawa keras. “Oh, ayolah... kenapa kamu jual mahal sekali.”Tangan Layla terkepal mendengar jawaban itu.“Bukankah ini akan lebih mudah? Keluarga kita sudah sepakat menjodohkan kita, apa salahnya jika bersenang-senang duluan? Toh, kita akan menikah pada akhirnya,” lanjut Ryan.‘Siapa yang ingin menikah denganmu?! Lebih baik aku dikutuk menjadi ikan pari daripada menikahimu!’ Layla bereriak dalam hati. Sepertinya ia harus mulai merekam ucapan Ryan untuk bukti kepada neneknya.Pria yang kurang ajar! Tidak menghormati wanita!Layla menarik napas cukup panjang. “Kurasa, nenekku belum mengatakan apa pun soal pernikahan,” jawab Layla sambil menahan emosi. “Beliau hanya menyuruhku datang dan makan siang denganmu.”
“Empat kali.”“Dua kali.”“Di bar, di sekolah, soal nenekmu, dan pria tadi.”Layla menghela napas. “Yang Nenek tidak dihitung. Jadi, tiga kali.”“Baiklah, tiga kali,” ucap Aldimas, terdengar mengalah.Setelah kejadian di restoran itu, Aldimas menawarkan Layla untuk mengantarkannya pulang. Tentunya bukan karena khawatir, tapi justru ingin membahas hal yang belum selesai kemarin. Dimulai dari perdebatan tentang berapa banyak pria itu sudah menolong Layla. Wanita itu kagum sendiri dengan kemampuan mengingat Aldimas.Aldimas begitu perhitungan. Layla bahkan sempat curiga kalau Aldimas ternyata mengikutinya ke restoran tersebut. Sayangnya, pria itu menjelaskan dengan logis kenapa dia ada di sana—yaitu makan siang bersama klien.“Dan bayaranmu?” tanya Aldimas kemudian, seperti dugaan Layla—pria yang perhitungan.“Perhitungan sekali,” komentar Layla.“Saya ini bussines man.”Layla berdecak. Daripada bussines man, Aldimas mungkin lebih pas disebut sebagai debt-collector. Padahal pada pertemua
Pada saat itulah Layla sadar. Ia langsung berdiri lagi dan mengulurkan tangannya kepada wanita itu sambil sedikit membungkuk. “O-oh. Halo, Nyonya. Nama saya Layla.”Farah, ibu tiri Aldimas, hanya menatap tangan Layla sekilas, sebelum mengalihkan tatapannya ke Aldimas lagi. “Awalnya aku khawatir ketika tahu Ayah sudah menjodohkanmu, tapi....” barulah ia menatap Layla. “Sepertinya itu tidak perlu.”Layla mengerjap, tidak terlalu paham maksud wanita itu.“Kamu hanya bekerja sebagai guru TK, kan?” tanya Farah kemudian.Layla kembali duduk setelah Aldimas menarik pelan tangannya. Ia pun menjawab, “Ya.”“Apa pekerjaan orang tuamu?”“Mereka... berdagang.”Ada keraguan sedikit saat Layla menjawab itu. ‘Tapi, ya... secara teknis mereka emang berdagang, sih...’“Oh, lucu sekali!” Tiba-tiba saja Farah tertawa hambar. “Opamu benar-benar tahu caranya menghibur orang.”Farah memang bersikap elegan, tapi entah kenapa Layla merasa terhina dengan tawanya itu. Wajahnya memanas, entah karena marah atau
Kata orang, menikah bukanlah hal yang mudah, tapi entah kenapa tidak dengan Layla. Hanya dalam sekejap mata, ia sudah menjadi istri orang. Pernikahan Layla terjadi dalam sekejap mata.Sepertinya baru kemarin mereka melakukan pertemuan keluarga, tahu-tahu sekarang ia sudah berdiri di aula resepsi pernikahan. Tidak banyak undangan yang hadir, kebanyakan adalah anggota direksi MD Group yang akan terlibat langsung suksesi Aldimas. Dari pihak Layla juga sengaja tidak mengundang banyak, hanya keluarga terdekat dan Poppy—teman Layla.Layla tidak akan kaget kalau setelah ini ada gosip dirinya hamil duluan.Bukan kemauannya juga menikah secepat kilat begini. Aldimas yang memburunya terus, bahkan sampai menghasut Nenek dan Mama. Omongan Nenek adalah mutlak, apa yang bisa Layla katakan kalau wanita itu saja sudah klop dengan Aldimas.Jadi, satu-satunya cara untuk Layla melindungi diri adalah dengan...“Surat perjanjian!”Aldimas, yang duduk di sofa seberang Layla pun mengangkat sebelah alisnya.
Hari kelima sebagai istri Aldimas Mandrawoto, tapi Layla sudah ingin mati kebosanan.Harusnya, ia tidak menyetujui neneknya untuk mengambil cuti di sekolah. Mereka memang pergi berbulan madu di hari kedua, tapi itu tidak lebih dari sekadar menumpang tidur di hotel. Aldimas malah sibuk bekerja dari hotel, sementara Layla memanfaatkannya untuk tidur seharian.Baru kemarin mereka kembali ke rumah, dan Aldimas sudah kembali bekerja ke kantor. Layla yang masih memiliki sisa dua hari lagi, sudah mati kutu di rumah ini.Rekan-rekan gurunya sudah bertanya segala macam. Bagi orang yang jarang mengambil cuti, Danilla terus dihujani pertanyaan untuk apa mengambil cuti seminggu penuh. Tentunya selain Poppy, tidak ada yang tahu ia sudah menikah dengan Aldimas.Layla bangkit dari posisinya di sofa dan berputar-putar sejenak. Mau ngapain, ya? Apa aku pergi jalan-jalan aja keluar?Pada saat itulah matanya mengarah pada ruangan khusus milik Aldimas. Pria itu bilang, ruangan itu adalah tempatnya bekerj
Kaki Aldimas terus bergerak gelisah, sementara tangannya saling bertaut. Rumah keluarga Darmawan yang memang berada di luar kota, terasa lebih sejuk daripada rumah Aldimas. Namun tetap saja, itu tidak bisa menghentikan laju keringat dingin yang mulai membasahi punggungnya.Aldimas tidak tahu apa yang ia rasakan sekarang. Ia gugup, tapi juga kesal. Bukan karena apa-apa, tapi karena pria yang duduk menyilangkan kaki di depannya, dan memandangnya dengan senyum menyebalkan.“Sayang,” Aldimas berbisik kepada Layla yang baru kembali setelah memanggil Nenek dari kamar. “Kok, Mike bisa ada di sini.”Layla meringis dengan wajah bersalah. “Mama yang nyuruh, kebetulan juga dia lagi balik ke Indo.”Aldimas pun hanya menghela napas. Awalnya, ia kira akan jauh lebih sulit menakhlukan sang nenek dibanding mamanya Layla. Namun, yang terjadi malah kebalikannya. Mama Layla jauh lebih protektif dan seolah tidak ingin Layla k
Layla awalnya cukup terkejut sampai tidak bisa berbuat apa pun ketika Aldimas mendorongnya masuk. Namun, bibir Aldimas terasa begitu nyata di atas bibirnya. Layla terbuai dan mulai memejamkan mata, beriringan dengan air mata yang meleleh di pipinya.Rindu yang mereka tahan berbulan-bulan akhirnya meluap tak terbendung. Mereka hanya takut saling dibenci, takut saling menyakiti, hingga saling menahan diri. Ketika salah satunya berani mendobrak, maka tidak ada lagi yang bisa melarang mereka.Aldimas melepaskan ciumannya, lalu menyatukan dahi mereka. Napas keduanya memburu, tapi dada mereka terasa penuh. Ibu jari Aldimas mengusap pipi Layla yang basah. Melihat bibir wanita itu bergetar, Aldimas merasa kembali sesak.“Maaf...,” bisik Aldimas.Layla menggeleng. Lalu, tanpa diduga Aldimas, wanita itu langsung memeluknya. Ia melingkarkan kedua lengannya di leher Aldimas, dan menenggelamkan isak tangisnya di dada
“Kamu bisa lepas sepatunya sekarang, udah gak ada orang.”Wanita itu menoleh setelah Aldimas mengucapkan itu, membuat dia buru-buru mengalihkan pandangannya ke arah lain. Namun sayangnya, lift hotel ini semua berupa kaca, membuat Aldimas tetap bisa melihat sosok itu walaupun sudah mengalihkan pandangan.Aldimas memang bukan pria yang baik. Ketika Layla meminta untuk diberikan waktu, ia tidak sesabar itu. Aldimas diam-diam selalu mengawasi wanitanya, menyewa beberapa orang, bahkan sampai membayar mahal Mike hanya untuk sebuah foto. Namun, Aldimas tetap tidak ingin mendekat sebelum Layla yang memutuskan. Ia hanya menunggu dengan cara pengecut seperti itu.Jadi, bukanlah kebetulan sepenuhnya. Aldimas sudah tahu kalau Layla akan kembali ke ibu kota untuk menghadiri pernikahan temannya. Aldimas sendiri juga tamu undangan dari pihak pria. Hanya saja, ucapan Layla tadi benar-benar di luar kendalinya.Anehnya lagi, Layla menjadi sangat penurut sekarang. Padahal Aldimas sudah membayangkan geru
Resepsi pernikahan Poppy diadakan di sebuah ballroom utama hotel mewah. Layla tidak sempat mengikuti upacara pemberkatannya, jadi sebisa mungkin menghadiri resepsi dari awal. Poppy tampak cantik dengan wedding dress berwarna biru langit, dengan efek bunga sakura tiga dimensi.Wanita itu melambai kepada Layla ketika melewati karpet merah yang disediakan. Ia tampak terharu karena Layla bisa datang ke acara pernikahannya. Jujur saja, sampai kemarin pun Layla masih ragu haruskah ia kembali ke kota ini atau tidak. Poppy pun sempat mewanti-wantinya, dan tidak memaksa jika Layla memang tidak bisa. Namun pada akhirnya, Layla bisa memantapkan hati.Ia tidak menyesal datang ke sini. Melihat Poppy tersenyum bahagia, dan digandeng oleh seorang pria gagah terasa sangat mengharukan. Layla memang pernah menikah, tapi pasti rasanya berbeda dengan Poppy. Saat itu, acara pernikahan mereka hanya sebatas formalitas, dan senyum yang Layla tunjukkan hanyalah topeng.Setelah menyapa Poppy, Layla bergabung d
Tujuh bulan kemudian.Breaking news! Farah Yulia ditetapkan sebagai tersangka!...setelah dua kali persidangan, Farah Yulia ditetapkan sebagai salah satu tersangka penggelapan dana MD Group dan penculikan cucu menantu Almarhum Hardian Mandrawoto. Dia ditetapkan bersama sekreatris Hardian Mandrawoto, Norman Gumelar....Layla menghela napas panjang begitu membaca sederet kalimat pada berita itu. Ia tidak menyangka kalau waktunya cukup singkat untuk bisa membongkar semuanya. Bagaimanapun, Layla tahu kalau Farah bukan orang sembarangan. Ia pasti akan melakukan apa saja agar lolos dari tuduhan itu.Namun ternyata, Aldimas sangat bekerja keras sampai bisa menyelesaikan semuanya kurang dari setahun. Kasus penggelapan dana di MD Group yang menjadi ‘kanker’ di perusahaan itu pun terselesaikan dengan baik. Baik
Pesan Layla tidak Aldimas balas sampai pagi hari, tapi pria itu tetap datang ke rumah sakit sambil membawa barang-barang Layla. Aldimas sadar, ia tidak bisa terus menghindari Layla. Terakhir kali ia terus menghindar, semua berakhir buruk. Makanya, Aldimas tidak mau mengulangnya.Satu tangan Aldimas membawa tas besar berisi baju dan beberapa hal yang mungkin dibutuhkan Layla, sedangkan satunya lagi membawa kantung berisi bubur ayam depan kompleks. Setidaknya ia ingin menunjukkan sedikit perhatiannya kepada Layla dan mertuanya.Dari luar kamar ini, terdengar suara orang mengobrol di dalam kamar Layla. Aldimas juga samar-samar mendengar suara pria—mungkin Mike. Ia pun menarik napas panjang sebelum mengetuk pintu ruang rawat itu.“Masuk,” suara mama Layla terdengar dari dalam.Mereka sama-sama menoleh ke arah Aldimas yang baru masuk. Seperti dugaannya, ada Mike juga di sana. Hanya pria
Tidak!Bukan seperti itu!Aldimas sudah siap dengan segala makian, tapi tidak siap dengan kalimat dingin yang menyebut nama Layla seperti itu.Tidak ada yang boleh membawa Layla peri darinya.“Tapi, Nek—““Saya kecewa sama kamu, Aldimas,” potong nenek Layla sebelum Aldimas membuat pembelaan. “Saya percayakan cucu kesayangan saya sama kamu, tapi... kamu malah membuat dia dalam bahaya. Kurang ajar!”Aldimas terdiam. Neneknya benar, Aldimas yang menghancurkan Layla. Aldimas yang membawa Layla dalam kekacauan ini.“Mike, cepat bawa kami masuk.” Seolah tidak mau berbicara lebih panjang dengan Aldimas, nenek Layla segera menyuruh Mike mendorong kursi rodanya kembali.“Aldimas.”Kepala Aldimas pun beralih kepada mamanya Layla yang memanggil. Namun, begitu bersitatap dengan pandangannya y
Aldimas mencoba untuk tersenyum, tapi air matanya tidak bisa berbohong. Sentuhan Layla membuatnya semakin merasa bersalah. Ia tidak bisa memaafkan dirinya sendiri karena melukai wanita selembut ini.Tangan Aldimas menggenggam tangan Layla yang masih berada di pipinya. Kepalanya kembali tertunduk, tak berani menatap wanita itu. “Maaf... Maafkan Mas, Layla....”“Sst.. gak apa-apa, Mas. Aku udah gak apa-apa kok.” Ibu jari Layla mengusap pipi Aldimas dengan lembut.“Maaf Mas gak bisa jagain kalian....”“Mas.”“Maaf, gara-gara Mas, kita harus kehilangan dia.”Untuk kali ini, ucapan Aldimas berhasil membuat Layla terdiam. Alis wanita itu berkerut. Apa ada yang mati gara-gara penyelamatan itu? Apa yang Aldimas maksud adalah Norman? Namun... kenapa pria itu terlihat sangat terpuruk, bila yang mati benar musuhnya?“Dia?” Layla tidak tahan untuk bertanya.
Roda brankar rumah sakit yang berderak di lantai seperti mars kematian untuk Aldimas. Setelah melihat Layla ambruk tadi, ia buru-buru menghampirinya. Ia sudah tidak peduli apa yang terjadi dengan Norman di sana—mau dia mati, berguling di lantai, atau ditembak memababi buta sekalipun. Prioritasnya hanya Layla.Wanita itu terlihat sangat kepayahan. Seluruh tubuhnya gemetaran dan matanya terpejam. Sesaat, Aldimas menduga kalau dirinya terlambat. Sampai akhirnya Layla membuka mata dan menangis ke arahnya.Aldimas pun segera memeluk tubuh mungil wanita itu, menggumamkan beribu maaf kepadanya. Napas Layla yang lemah terdengar mulai tenang. Ya, Aldimas kira dirinya dan Layla akan segera pulang dengan selamat ke rumah dan berpelukan sampai esok hari di kasur yang empuk. Namun, rintihan Layla menghentikannya.“Sakit....”Pada saat itulah Aldimas menyadari ada yang salah. Bukan di k