Share

Pulang (1)

Penulis: Danea
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Setelah menempuh perjalanan panjang, mereka tiba di tempat tujuan. Green yang sebelumnya sudah menghubungi Daren, tengah menunggu kedatangan laki-laki itu.  Sementara Langit yang sedari tadi masih setia berada di kursi kemudi memilih memejamkan mata.

“Nanti bangunin kalau temen kamu udah dateng!” ujar Langit yang belum sepenuhnya tertidur.

“Kakak mau tidur?”

“Iya, sebentar.”

“Kalau Kakak gak keberatan, Kakak pindah ke belakang aja gimana? Nanti biar Daren yang nyetir, supaya tidurnya gak keganggu.”

“Gak apa-apa, saya cuma perlu merem sebentar, kok.”

“Oke kalau gitu.”

Green tak lagi bersuara, ia duduk dengan tenang di samping Langit. Matanya menatap ke depan dengan intens, tangannya bolak-balik mengecek notifikasi, menunggu Daren menghubungi dirinya.

Beberapa menit kemudian, ponsel Green berbunyi menampilkan nama Daren di layar. “Hallo Ren.”

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Aster [Indonesia Ver.]   Pulang (2)

    Reina yang berniat menggeser posisi tak menduga jika hal tersebut kembali membangunkan Alta. Tindakannya memicu terjadinya ronde kedua dalam permainan ranjang mereka. Alta menahan tubuh Reina agar tetap berada dalam dekapannya. “Mau ke mana hmmm?” tanya Alta dengan suara serak dan mata setengah terpejam.“Pegel, Al,” jawab Reina seraya menggerakkan tubuhnya.“Habis ngapain emang hmmm?” Alta menaik-turunkan alisnya, menggoda Reina dengan gerakan itu.“Ngelayanin suami,” jawab Reina tanpa rasa malu.“Kita ulangi sekali lagi?”Belum sempat Reina menjawab, Alta kembali menindih tubuhnya, menyerangnya dengan ciuman menuntut. Lidah mereka saling bertemu, memelintir satu sama lain. Erangan dan desahan memenuhi ruangan yang berukuran tak terlalu besar. Leher Reina dipenuhi tanda kemerahan akibat ulah Alta, begitu pun sebaliknya. Tangan Alta terus menjelajahi tubuh Reina, mengusik sesuatu yang bera

  • Aster [Indonesia Ver.]   Setelah Perpisahan (1)

    Setelah kepergian Green dan Langit, Alta tak bisa berpikir apa-apa. Ia merasa seperti kehilangan sebagian dirinya. Harapannya untuk membangun keluarga impian bersama Green telah pupus, hancur tak tersisa. Tak ada lagi yang tertinggal selain kenangan dan penyesalan. Alta menyesal? Tentu saja, setelah Green bersikap tegas dan meninggalkannya, barulah ia sadar bahwa selama ini ia telah menyia-nyiakan wanita sebaik Green. Dari sekian banyak penyesalan yang menghampiri Alta, ada satu hal yang membuat dirinya menitikkan air mata, “Ibu, maaf Alta udah gagal jagain Green. Ser, maafin gue,” lirihnya sambil menekurkan kepala. Alta teringat janjinya pada almarhumah Melan dan Sera, baginya itu bukan hanya janji biasa, melainkan sebuah amanat yang harus dijalankan, dan Alta telah gagal menjaga dan menjalankan amanat itu.Sepintas Alta terbayang wajah dan senyum terakhir Melan saat menitipkan anak semata wayangnya, belum lagi Sera. Sahabat Green itu berharap dirinya bisa menema

  • Aster [Indonesia Ver.]   Balikan

    Regita masih berada di dalam kamar, fokusnya pun masih tertuju pada layar monitor dan novel di tangannya. Tadi, setelah mendapat pesan balasan dari Langit ia semakin bersemangat mengerjakan tugas dari dosen tampan itu. ia bertekad akan menyelesaikan tugas tersebut hari ini juga. Beruntungnya ia telah selesai membaca novel yang akan diresensi, sehingga tak membutuhkan waktu terlalu lama untuk menyelesaikan tugas itu.Regita memang tak begitu pandai dalam hal komunikasi, tapi kemampuannya dalam dunia literasi tak usah diragukan lagi. Selain menjadi mahasiswa, ia juga aktif mengikuti seminar tentang kepenulisan, beberapa karyanya telah terbit di berbagai platform online. Regita yang memang tak terlalu suka berinteraksi dengan lingkungan sekitar, memilih menuangkan gagasan, ekspresi dan perasaannya melalui tulisan. Tak banyak yang tahu akan hal itu mengingat ia pun tak punya banyak teman. Gadis berkacamata tebal itu dikenal sebagai kutu buku di kampusnya. Disaat sedikit sekali da

  • Aster [Indonesia Ver.]   Setelah Perpisahan (2)

    “Ayah, bunda tiba-tiba kepikiran Green. Bunda telepon Green dulu deh.” Kalila mengambil ponselnya hendak menelepon Green. “Bun, udah malem, besok pagi aja telepon Greennya.” Jerry melarang istrinya yang hendak menghubungi Green karena khawatir akan mengganggu wanita itu.“Yah.., gak bisa, perasaan bunda gak enak banget.” Kalila bersikeras untuk menelepon Green karena merasa ada sesuatu yang tengah terjadi pada calon menantunya.“Kalau bunda telepon sekarang yang ada malah ganggu Green, besok aja ya.” Jerry masih berusaha membujuk istrinya agar menghubungi Green esok hari saja. Kalila melihat jam di ponselnya, benar juga kata Jerry, waktu sudah menunjukkan pukul 22.00 wib, kemungkinan besar Green sudah lelap dalam tidurnya. Tapi, ia merasa sangat khawatir.“Yaudah deh, bunda telepon Langit aja.”Jerry menghela napas panjang, sifat keras kepala Kalila terkadang membuat wanita itu sulit diberi

  • Aster [Indonesia Ver.]   Pertunangan

    Alta masih berkutat dengan pikirannya tentang Green, sejak Green memutuskan untuk berpisah, Alta merasa tak bisa memikirkan hal lain. Kepala dan hatinya hanya tertuju pada Green, pada janjinya terhadap Melan dan Sera, dan pada penyeselan yang tak berkesudahan. Mau bagaimana lagi, semua sudah terjadi. Pada akhirnya, sepintar apa pun menyimpan kebohongan akan ketahuan juga. Itulah yang terjadi saat ini, Alta tak diberi waktu untuk mempersiapkan semuanya. Bagi Alta, semua yang terjadi terlalu tiba-tiba, Alta belum siap kehilangan Green, dan tidak akan pernah siap meskipun ada Reina di sisinya.Sambil memandang laut dan deburan ombak, Alta menekuk lututnya, pandangannya lurus ke depan. Saat tengah berkutat dengan pikirannya, tiba-tiba seorang wanita duduk di samping Alta. “Lo Alta, kan?” tanya Sindi yang melihat Alta tengah duduk sendiri sambil menatap laut.Sindi yang sedang berjalan-jalan bersama adiknya melihat Alta, ia memutuskan untuk menghampiri Alta yang

  • Aster [Indonesia Ver.]   Maksud Lo?

    Green sudah kembali berada di kamarnya, kepala Green berdenyut, bukan karena migrain atau sakit lainnya, melainkan masalah hidup yang seolah terus bermunculan yang membuat kepalanya serasa mau pecah. Kondisi hatinya saja belum pulih, lukanya saja belum kering, kini masalah baru kembali muncul. Ucapan Kalila yang memintanya bertunangan dengan Langit terngiang-ngiang di kepala.“Mau ya sayang tunangan sama Langit?”Pertanyaan itu terus berputar di kepala Green. Ingin sekali Green menjawab kalau dia tak mau, dia juga tidak mencintai Langit, tapi lagi-lagi sorot memohon yang terpancar dari mata Kalila membuat Green tak tega mengecewakan ibu dari seorang laki-laki yang sama sekali tak dicintainya. Alhasil, Green hanya menjawab kalau dia butuh waktu untuk memikirkannya terlebih dahulu, Kalila setuju dan mau menunggu. Lalu bagaimana dengan Langit? Langit tak jadi mengatakan yang sebenarnya, sandiwara mereka sudah terlalu dalam masuk dalam hati Kalila. Buk

  • Aster [Indonesia Ver.]   Posesif

    Daren yang hendak pulang selepas meminjam buku di perpustakaan kampus mendapati Reina tengah duduk sendirian di taman. Mulanya Daren tak peduli, ia terus melenggang menuju motornya. Tapi matanya tak bisa diajak berkompromi, tanpa sengaja Daren mengamati Reina, wajah wanita itu sembab seperti habis menangis. Daren menghampiri Reina, niatnya untuk meledek wanita selingkuhan sahabatnya itu. “Ngapa lo duduk di sini sendiran?” tanya Daren dengan nada songong. “Bukan urusan lo!” bentak Reina galak. Daren tergelak, kemudian duduk di samping Reina tanpa meminta persetujuan wanita itu lebih dulu. “Dicampakkin, kan, lo sama Alta? Bego sih, mau aja jadi selingkuhan!” Tangan Reina terkepal, rasanya ingin sekali ia menonjok dan menyumpal mulut Daren agar tak banyak bicara, kepalanya sudah cukup berdenyut karena kelakuan Alta, sekarang ditambah lagi ucapan Daren yang sangat kurang ajar menurutnya. Melihat Reina mengepalkan tangannya, Daren membuka suara lag

  • Aster [Indonesia Ver.]   Setuju

    “Bi Ruri.., Pak Ardi, Mang Ujang..,” teriak Cherry memanggil seluruh pekerja di rumah Langit.“Ya, Non,” jawab Bi Ruri lebih dulu. Mang Ujang dan Pak Ardi menyusul di belakangnya, mereka berjalan dengan langkah tergopoh-gopoh. “Ada apa, Non? Ada tikus, kah? Ada kecoa, kah?” Pak Ardi heboh sendiri, sementara Mang Ujang menatap Cherry dengan tatapan meminta penjelasan.“Kalian semua, tolong denger ini baik-baik.” Cherry memberikan instruksi pada seluruh manusia yang berada di hadapannya. “Saya mau keluar. Kalau Kak Langit nanya, bilang aja saya lagi kerja kelompok, mungkin pulangnya agak maleman.”Pak Ardi dan Bi Ruri mengangguk-anggukan kepala, tanda bahwa mereka paham. Sementara Mang Ujang masih diam, ia melihat penampilan Cherry yang sedikit terbuka dan terbilang seksi itu dengan tatapan penuh curiga. “Non, maaf kalau Mang Ujang lancang, emang sebenernya Non Che

Bab terbaru

  • Aster [Indonesia Ver.]   End

    Meskipun kemarin kedatangannya tak membuahkan hasil, Langit tak menyerah. Sore hari setelah pulang dari kampus, ia kembali mendatangi rumah Green. Namun, sudah satu jam menunggu Green tak kunjung datang. Langit mulai gelisah dan bertanya-tanya, apakah Green tak ada di sini? Lantas, kemana wanita itu pergi? Ponsel wanita tersebut tak bisa dihubungi, bahkan pesan yang ia kirimkan pun belum dibaca. Apa Green telah memblokir nomornya? Berbagai asumsi memenuhi kepala Langit. Rasa bersalah dan penyesalannya semakin besar, ia tak henti mengumpat pada diri sendiri, merutuki segala kebodohan yang berujung kepergian Green dari sisinya. Hari sudah mulai gelap, tak jua ada tanda-tanda kehadiran Green. Tiba-tiba, ponsel di saku celana Langit bergetar, menampilkan sebuah pengingat. Langit tersenyum, hari ini adalah hari ulang tahun pernikahan mereka yang ke lima, hampir saja Langit melupakan momen itu.&n

  • Aster [Indonesia Ver.]   Kehilangan (lagi)

    Pikiran Langit benar-benar kalut. Berhari-hari ia tak pulang dan selama itu pula tak berkomunikasi dengan Green. Langit benar-benar mengabaikan wanita yang dahulu mati-matian ia perjuangkan. Saat ini, tujuan Langit hanya satu, mencari dalang dibalik kematian Cherry. Ia tak lagi memikirkan tentang Green, bertanya soal kabar wanita itu saja tidak. Sebulan telah berlalu, Langit berhasil memecahkan teka-teki itu dengan bantuan beberapa teman yang memang ahli di bidangnya. Dugaan Langit benar, Cherry tidak bunuh diri, melainkan dibunuh. Semua data yang ditemukan polisi dan pihak rumah sakit adalah sesuatu yang sudah disusun dan direncanakan dengan matang. Hari ini, Langit datang ke kantor polisi untuk bertemu pelaku sebenarnya, Zein dan Violet. Mereka ditangkap atas tuduhan pembunuhan berencana. Langit puas saat

  • Aster [Indonesia Ver.]   Bertengkar

    “Green, tolong kamu jawab semua pertanyaan saya dengan jujur,” ujar Langit begitu mereka sampai di rumah. Disaksikan oleh Kalila dan Jerry, ia berniat menginterogasi Green. Kalau benar Green menjadi penyebab kematian Cherry, Langit tak akan segan menjebloskan wanita itu ke dalam penjara sekalipun mereka masih terikat hubungan pernikahan. Green merasa diperlakukan seperti penjahat oleh Langit. Ia duduk di depan Langit, di samping kanan dan kirinya ada Jerry dan Kalila yang juga tengah menatap intens ke arahnya.. “Sebenarnya ada apa, Lang?” tanya Kalila tak paham. Pasalnya, Langit terlihat begitu marah pada Green. “Kata Violet, Green ke kost Cherry di malam terakhir sebelum dia meninggal,” terang Langit. “Jangan bilang kamu mencurigai Green? Sudah lah Lang, polisi bahkan rumah sakit bilang Cherry meninggal karena bunuh diri, bukan dibunuh,” ujar Kalila yang perlahan mulai ikhals dan menerima kepergian Cherry. “Gak Bun, Langit masih belum percaya

  • Aster [Indonesia Ver.]   Duka

    Sepulang dari mengajar, Langit teringat pada Cherry. Sudah lama sekali ia tak bertemu adiknya. Karena hal itu, Langit memutar arah mobilnya menuju indekos sang adik, tiba-tiba ia sangat ingin bertemu untuk sekadar menyapa dan memasikan Cherry baik-baik saja. Jalanan yang padat membuat Langit membutuhkan waktu lebih lama untuk sampai di sana. Ia memutuskan memberi tahu Green akan pulang terlambat, sekaligus menghubungi Cherry perihal kedatangannya. Sampai beberapa kali panggilan, tak ada satu pun yang mendapat jawaban. Langit menerka-nerka, kemana adiknya hingga tak menjawab telepon? Apa mungkin masih bekerja? Sepertinya tidak, mengingat waktu sudah menunjukkan pukul 17.00 wib. Langit mengemudi secepat yang ia bisa. Perasaanya tidak enak entah karena alasan apa, yang jelas saat ini keinginannya untuk melihat wajah sang adik amat besar. “Semoga kamu baik-baik aja,” lirih Langit sembari terus mengemudi. Langit tiba di indekos Cherry saat matahari sudah r

  • Aster [Indonesia Ver.]   Obat Penggugur Kandungan

    Keesokan harinya, Green benar-benar tak keluar kamar. Tak menjawab telepon dan chat, tak juga menggubris saat Langit mengajaknya sarapan. Emosi Green masih belum reda, hatinya belum menerima saat tahu bahwa Langit menikahi dirinya hanya karena wajah dan sifat serta kebiasaannya mirip dengan Keira.Green masih berbaring dengan posisi terlentang, matanya menatap langit-langit. Raganya memang di kamar, namun pikirannya bercabang. Ia tak bisa berhenti memikirkan Cherry. Bagaimana kabarnya hari ini? Apakah wanita itu sudah menemukan solusi terbaik dari permasalahan yang menimpanya?“Cher, semoga lo baik-baik aja,” batinnya.Tak ada lagi suara ketukan pintu dan Langit yang memanggilnya. Tampaknya, lelaki itu sudah berangkat ke kampus. Green memanfaatkan situasi itu untuk mengisi perut dan kerongkongannya yang terasa kering. Hari ini, ia sengaja meminta izin tidak mengajar dengan alasan sakit.Green berjalan dengan langkah pelan. Wajah dan m

  • Aster [Indonesia Ver.]   Kenyataan

    “Darimana kamu? Kenapa telepon dan chat saya gak ada yang dijawab?” cecar Langit saat Green menginjakkan kaki di rumah mereka. Green melanjutkan langkahnya tanpa menjawab pertanyaan tersebut. “Green, saya ini suami kamu. Gak seharusnya kamu bersikap begini. Pergi gak ngasih kabar, pulang malem basah-basahan, kamu pikir saya gak khawatir?!” tanya Langit seraya mencekal pergelangan tangan Green agar wanita itu mau menatapnya. Green tak menggubris. Ia berusaha melepaskan tangan Langit. “Lepas!” titahnya dengan suara dingin. “Kamu kenapa? Tolong kasih tahu, salah saya dimana? Kalau kamu begini saya bingung. Dari tadi saya teleponin berkali-kali gak ada satupun yang diangkat. Marah?”&n

  • Aster [Indonesia Ver.]   Rapuh

    Green menunggu kedatangan Cherry dengan sabar. Sudah sejak tiga puluh menit yang lalu ia berada di depan indekos seraya mencoba menghubungi ponsel wanita tersebut, namun tak mendapat jawaban. Tak lama berselang, ponsel Green berdering. Nama Langit tertera di layar, cukup lama ia membiarkan dering itu hingga mati dengan sendirinya. Hari ini, Green sudah putuskan untuk menginap. Ia perlu waktu untuk berpikir jernih lebih dulu. Karena jika langsung bertemu Langit, dirinya akan emosi dan perang dingin di antara mereka semakin menjadi. Hujan di luar sana masih belum reda. Green menatap rintik air yang kian deras membasahi bumi, sembari membiarkan pikirannya melanglangbuana. Benda pipih di tangannya kembali berdering, membuyarkan lamunan Green sore menjelang malam itu. Hatinya tak bergairah untuk menjawab panggilan tersebut. 

  • Aster [Indonesia Ver.]   Runtuh

    Tanda dua garis biru menjadi penyebab Cherry menangis tersedu-sedu. Ia mengamati benda di tangannya sekali lagi, menolak percaya bahwa apa yang dilihatnya benar sebuah tanda yang menyatakan dirinya positif hamil. “Gak, ini pasti gak bener.” Cherry mengambil taxpack terakhir kemudian menggunakan benda itu. Selang beberapa menit, hasilnya keluar. Cherry berharap dapat melihat garis satu di sana. Namun nihil, tandanya tetap sama. Tangisnya pecah begitu saja. Secepat kilat, Cherry menyambar ponselnya dan menghubungi orang yang paling bertanggungjawab atas semua hal yang terjadi hari ini. “Zein.., angkat dong,” gumam Cherry seraya menggigit bibir bawahnya. “K

  • Aster [Indonesia Ver.]   Terungkap (2)

    “Hai, sori telat. Udah lama?” Green duduk di hadapann Regita dengan napas terengah.Regita tak langsung menjawab, ia menyodorkan jus jeruk miliknya kepada Green yang langsung diminum oleh wanita itu. Green masih mengenakan baju guru, keringat di keningnya tercetak jelas.“Gak apa-apa. Lo dari sekolah langsung ke sini?” tanya Regita basa-basi.Green mengangguk. “Jus lo?” Gelas berisi jus itu hanya tersisa setengah, ia menatap Regita tidak enak.“Santai, bisa pesen lagi.” Regita tersenyum, ia memanggil pelayan kafe yang kebetulan lewat. Keduanya memesan dua minuman dan makanan ringan yang berbeda.“Thanks udah mau dateng,” ucap Green saat pelayan kafe tersebut sudah pergi.“Sama-sama. Jadi, lo mau tanya apa?” tanya Regita.Green menghela napas berat. Ia bingung harus memulai darimana. Ada banyak sekali pertanyaan yang berkecamuk di kepalanya saat ini.

DMCA.com Protection Status