Keira yang sejak pagi sudah di cecar berbagai media untuk dimintai keterangan tampak kelelahan. Ia menandaskan botol air mineral yang diberikan sang manajer. “Thanks,” ujarnya setelah menghabiskan hampir separuh.
“Lo lain kali hati-hati, Kei, karir lo bisa hancur gara-gara ini, sekarang aja udah hampir semua brand ngecancel lo, mereka gak mau pake model yang terlibat skandal!” Bukannya menenangkan, lelak itu malah ikut-ikutan mencecar Keira. Keira memijit pangkal hidungnya perlahan, ia tak habis pikir mengapa foto lama itu bisa muncul ke permukaan.
“Ini pasti ada yang mau ngancurin karir gue!” tekan Keira.
“Iya, lo bego habisnya, main lo kurang cantik. Sekarang lo tinggal berdoa aja, semoga tunangan lo itu gak ikutan ngecancel lo!”
Keira melotot ke arah sang manajer. Ia hendak berdiri namun tangannya ditahan. “Lo mau ke mana? Di luar itu orang lagi pada nungguin
Hari ini adalah hari pertama Green menyandang status sebagai asisten pribadi Langit, mulai hari ini hingga enam bulan ke depan ia harus bisa mengontrol emosinya terhadap Langit, sebab saat ini laki-laki itu merupakan bosnya.Pagi-pagi sekali Green sudah bersiap, sebelum berangkat kuliah ia harus mengirim pesan terlebih dahulu pada Langit untuk membeitahukan agenda laki-laki itu. Dengan lincah, Green mengetikkan sesuatu di ponselnya kemudian menyimpan ponsel itu ke dalam tas. Green melihat pantulan dirinya di depan cermin, pagi ini ia bertekad untuk menjadi Green dengan semangat baru, meyimpan segala duka dan lara pada bagian terkecil dalam hatinya, untuk kemudian dijadikan pengalaman dan pembelajaran hidup ke depan. Senyum lebarnya membuktikan bahwa ia telah siap memulai hari, Green mengenakan sepatu kets berwarna putih dan celana jeans hitam serta kemeja biru langit . Rambut panjangnya diikat asal namun tetap rapi, sebelum berangkat Green mengecek penampilannya.&ldqu
“Gue anter pulang ya,” ajak Daren saat Reina sudah terlihat lebih tenang.Reina menatap Daren lekat, dalam hati ia bertanya-tanya. Untuk apa Daren bersikap baik padanya? Muncul pikiran negatif bahwa saat ini Daren hanya sedang memanfaatkan dirinya untuk sebuah tujuan tersembunyi atau bahkan sebenarnya laki-laki itu tengah menertawakannya?“Lo gak usah mikir macem-macem, gue cuma kasihan aja sama lo. Udah jadi istri, masih aja dicampakin,” ujar Daren terus terang. Tidak ada yang salah dengan ucapan Daren, karena faktanya memang begitu. Reina lah yang selama ini terlalu naif, tak melihat semuanya dengan mata terbuka.“Ya maaf kalau selama ini kata-kata gue selalu nyakitin. Gue cuma mau lo sadar dan buka mata lo lebar-lebar, Alta itu gak beneran sayang sama lo, Rei.” Reina bukan tak tahu, ia sangat tahu. Namun ia sudah terlanjur masuk dalam perangkap Alta, tak bisa lagi mundur atau pun putar balik.“Thanks,
Regita sangat bersemangat sore ini, sudah lebih dari tiga kali ia melihat pantulan dirinya di cermin. Regita ingin memastikan bahwa penampilannya sudah rapi, sore ini ia akan bertemu Langit, dosen sekaligus penulis favoritnya. Regita tak mau melewatkan kesempatan itu, ia ingin belajar banyak dari Langit. Saat hendak keluar kamar, Aira tiba-tiba datang dan menggodanya. “Duhhhh cantik banget, mau ke mana, sih?” tanya Aira sambil tersenyum menggoda.“Mau ketemu dosen, Kak.”“Sore-sore gini?” tatapan Aira penuh selidik, tak lama kemudian ia tersenyum lebar. “Ketemu dosen atau…”“Ketemu dosen Kak, mau diskusi soal judul skripsi,” bohong Regita.Tentu saja Regita harus berbohong, karena jika ia berkata jujur bisa-bisa Aira tak mengizinkannya pergi.“Okei, Kakak izinin.”“Makasih Kak, yaudah aku pergi ya,” pamit Regita saat melihat jam sudah menunjukkan pukul
Violet menatap kepergian Cherry dan Zein penuh arti, setelah persahabatannya dengan Cherry rusak, ia tak pernah lagi berkomunikasi dengan wanita itu. Padahal dulu, mereka selalu pergi bertiga karena Cherry selalu memintanya untuk ikut ke mana pun ia dan Zein pergi. Tapi hari ini, mereka hanya berdua. Cherry dan Zein melewatinya begitu saja, bahkan menatap ke arahnya saja tidak.“Cher.., tunggu!” Violet mengejar Cherry yang tadi melewatinya.Cherry memutar bola matanya malas, ia sudah tak mau berurusan lagi dengan Violet, melihatnya saja ia tak sudi. “Apalagi?” tanya Cherry tak ingin basa-basi.“Gue perlu bicara, berdua sama lo,” ujar Violet sambil menatap ke arah Zein.Zein yang paham arti tatapan itu melepas tangan Cherry yang sedari tadi bergelayut manja di lengannya. “Kamu ngobrol dulu gih sama dia.”“Males sayang, gak penting,” tolak Cherry.Hati Violet mencelos mendengar jawaba
Suara dentuman musik terdengar memekakan telinga, namun tak ada satu pun yang terganggu. Orang-orang di ruangan itu justru terlihat sangat menikmati. Seorang wanita melenggak-lenggokan tubuhnya, di belakang wanita itu ada tangan pria yang tengah memeluk pinggang dan menciumi lehernya dengan leluasa.Temaram lampu disko dan suara musik berdentum serta botol-botol minuman yang sudah kosong menemani malam Cherry. Kembali bersama Zein sama dengan kembali pada dunia malam, cinta membuatnya lupa segalanya. Sejak tadi ponsel di tasnya bergetar, ada lebih dari sepuluh panggilan tak terjawab yang semuanya dari Langit. Cherry mengabaikan kekhawatiran sang kakak. Ia memilih terus saja berlenggak-lenggok, kesadarannya sudah hampir hilang. Cherry mabuk berat, dan Zein lah penyebabnya.Satu jam sebelum ke klub malam“Seneng gak nonton sama aku?” tanya Zein sambil memeluk pinggang Cherry mesra.“Seneng bangettt, udah lama banget kita g
“Al.., mau sampai kamu begini? Kita ini apa, sih, sebenarnya?” Reina sudah tak sanggup lagi menahan diri. Ia sudah lelah, semakin hari Alta semakin sulit diajak bicara, sangat jelas bahwa Alta tengah berusaha untuk selalu menghindarinya. Alta berjalan cepat menuju motornya, mengabaikan Reina yang datang dengan tujuan menginap.“Al, tunggu!” pekik Reina sembari menarik lengan Alta.Mata mereka bertemu, sorot kecewa tampak jelas terlihat di mata Reina. Sementara Alta? Matanya kosong, tak lagi ada kehidupan di sana.“Kamu mau ke mana? Aku ikut ya,” pinta Reina dengan nada memohon.“Gak,” jawab Alta dingin.“Al, udah dong jangan begini terus.” Reina melembut, ia tak mau kehilangan Alta. Digenggamnya jemari Alta, berharap Alta paham dan sadar bahwa cintanya tak akan pudar apalagi hilang. “Aku rindu kamu,” lanjut Reina entah sudah keberapa kalinya.Alta masih diam, ia seperti
Keesokan harinya, pagi-pagi sekali Cherry sudah tiba di rumah dalam kondisi lebih baik dan segar. Ada Violet yang menemaninya, untuk membantu barangkali tak semua pertanyaan Langit bisa ia jawab.“Selamat pagi Kak Langit,” sapa Cherry saat melihat Langit baru saja selesai mandi dengan senyum mengembang.“Sama siapa?” tanya Langit mengabaikan sapaan selamat pagi dari adiknya.“Violet.”“Hai Kak.” Violet masuk dengan langkah sungkan dan senyum canggung, pasalnya terakhir kali ia datang hubungannya dengan Cherry sedang kurang baik.Langit menatap Violet sebentar kemudian mengangguk dan tersenyum tipis. “Kalian darimana semalam?”Violet dan Cherry melempar pandangan, tak lama kemudian Cherry menjawab pertanyaan Langit. “Habis cari-cari data buat tugas akhir, Kak.”“Kata Green kamu nonton sama si Zein itu?” Langit memandang curiga ke arah Cherry, seolah ten
Selepas mengajar, Langit segera menuju rumah Green. Tadi wanita itu menghubunginya, mengatakan bahwa ada pekerjaan yang harus dibicarakan. Langit mengendarai mobil dengan kecepatan sedang, menikmati udara sore yang sejuk. Berbagai pikiran berkecamuk di kepala Langit, sudah hampir satu bulan Green bekerja dengannya, itu artinya ia hanya punya waktu kurang lebih lima bulan untuk membuat Green jatuh cinta. Langit yakin pasti bisa, tapi masalahnya sekarang ia yang kurang yakin dengan perasaannya.“Kei, andai dulu aku percaya sama kamu, pasti sekarang kita udah hidup bahagia,” batin Langit penuh penyesalan.Beberapa menit kemudian, mobil yang dikendarai Langit tiba di gang sempit rumah Green bertepatan dengan rintik air yang jatuh dari langit. Langit berlari-lari kecil dan menggunakan tangan untuk melindungi kepala. Tepat saat Langit sampai, hujan deras mengguyur bumi.Langit segera mengetuk pintu sembari memanggil-manggil nama Green. “Green.., buka