Share

Emang Iya?

Penulis: Danea
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Green yang saat itu tengah dipenuhi amarah, kekesalan, dan merasa dirugikan mendatangi rumah Langit, ia sudah siap untuk mengomeli laki-laki tersebut. Menurutnya, apa yang terjadi hari ini sedikit banyak disebabkan oleh Langit yang tiba-tiba datang dan mengajaknya berbicara di luar malam itu.

"Eh Non Green, mau ketemu Non Cherry, ya?" tanya Ardi yang tengah berjaga di pos satpam, seperti biasa laki-laki botak itu tengah sibuk dengan ponselnya.

"Enggak Pak Ardi, saya mau ketemu kak Langit," jawab Green cemberut, amarah di wajah ayunya sudah tak bisa disembunyikan lagi. Ardi yang melihat itu segera membuka gerbang dan menyuruh Green masuk.

"Silakan masuk non." Green berjalan dengan langkah lebar, sesampainya di depan pintu ia segera menekan bel berkali-kali.

"Eh si cantik, bibi pikir debt colector tadi." Ruri terkekeh pelan, napasnya sedikit tersengal karena tergopoh-gopoh membuka pintu. Green menjawabnya dengan senyum tipis, asisten rumah tang

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Aster [Indonesia Ver.]   Peduli

    Fajar telah menyingsing menandakan malam telah berlalu, bulan telah kembali ke peradunya. Ada namun tak terlihat, begitulah kira-kira. Sang raja siang menyembunyikan dewi malam karena ingin sang dewi beristirahat sejenak usai menghibur lara yang dialami manusia saat malam tiba. Lara milik Green, salah satunya. Green baru bisa terlelap upukul 05.00 pagi, tidak ada yang menemaninya selain sang dewi. Kini, wanita itu masih bergulat dengan selimut merah muda yang membungkus tubuhnya dengan sempurna. ‘Kringgggggggg…,’ suara alarm yang memang di setting pada pukul 06.00 pagi itu adalah pengingat agar Green tak kesiangan, jika biasanya Green akan langsung bangun begitu mendengar suara tersebut, yang terjadi hari ini malah sebaliknya, Green mematikan alarm itu dan melanjutkan tidurnya. Tak ada tanda-tanda ia akan bangun, padahal waktu telah menunjukkan pukul 06.40, seharusnya Green sudah tiba di kampus mengingat kelas akan dimulai pukul 07.00. ‘Dr

  • Aster [Indonesia Ver.]   Kalau Kamu Mau

    Untuk kamu yang pernah terluka di masa lalu Siapa pun dan di mana pun kamu berada, jika saat membaca kata demi kata dalam buku ini sedang merasa tidak baik-baik saja, masih terluka karena sosok yang pernah hadir kemudian pergi tanpa sepatah atau dua patah kata, tidak apa-apa. Berikan jeda pada dirimu untuk kembali menata hati, tidak perlu terlihat seolah baik-baik saja. Nanti, akan ada waktu di mana kamu bisa memaknai segalanya, dan ketika waktu itu datang, kamu akan sadar bahwa bukan dunia yang tak ramah padamu, melainkan kamu yang terlalu terpaku pada setiap luka dan rasa sakit. Hingga kamu lupa betapa setiap luka dan rasa sakit akan mengantarkanmu pada kehidupan baru, kehidupan di mana kamu bisa lebih menyeleksi siapa yang boleh dan siapa yang tidak boleh masuk ke dalam ruang terpenting dalam hidupmu. Bukan menutup diri, hanya saja membatasi. Untuk apa? sekadar tidak memberi kesempatan bagi mereka yang datang dengan tujuan kurang, belum, bahkan tidak baik sama sekali. Entah sudah

  • Aster [Indonesia Ver.]   Mau

    “Kamu mau ke mana?” tanya Langit yang sengaja mengejar Cherry sampai parkiran saat melihat wanita itu berlari-lari di koridor kampus.“Ke rumah Green.” Cherry menjawab pertanyaan Langit sambil memakai helm.“Ngapain?”“Liat kondisinya, lah, apalagi? Green itu gak biasanya mangkir, jadi gue mau cek kondisinya. Gue takut dia kenapa-kenapa,” Cherry mengutarakan kekhawatirannya tentang kondisi Green pada Langit.“Kakak aja, kamu langsung pulang!” titah Langit tak ingin dibantah. Ia melakukan itu karena tak ingin Cherry keluyuran dan berkumpul dengan teman-teman tidak jelasnya. Langit tak mau kejadian Cherry pulang dalam keadaan mabuk terulang lagi.“Tapi Kak, gue juga mau tahu kondisi Green.”“Nanti kakak kasih tahu kamu, kamu gak perlu ke sana.”“Yaudah deh, gue langsung pulang. Salam buat Green,” jawab Cherry dengan berat hati, ia menga

  • Aster [Indonesia Ver.]   Pulang (1)

    Setelah menempuh perjalanan panjang, mereka tiba di tempat tujuan. Green yang sebelumnya sudah menghubungi Daren, tengah menunggu kedatangan laki-laki itu. Sementara Langit yang sedari tadi masih setia berada di kursi kemudi memilih memejamkan mata.“Nanti bangunin kalau temen kamu udah dateng!” ujar Langit yang belum sepenuhnya tertidur.“Kakak mau tidur?”“Iya, sebentar.”“Kalau Kakak gak keberatan, Kakak pindah ke belakang aja gimana? Nanti biar Daren yang nyetir, supaya tidurnya gak keganggu.”“Gak apa-apa, saya cuma perlu merem sebentar, kok.”“Oke kalau gitu.”Green tak lagi bersuara, ia duduk dengan tenang di samping Langit. Matanya menatap ke depan dengan intens, tangannya bolak-balik mengecek notifikasi, menunggu Daren menghubungi dirinya.Beberapa menit kemudian, ponsel Green berbunyi menampilkan nama Daren di layar. “Hallo Ren.”

  • Aster [Indonesia Ver.]   Pulang (2)

    Reina yang berniat menggeser posisi tak menduga jika hal tersebut kembali membangunkan Alta. Tindakannya memicu terjadinya ronde kedua dalam permainan ranjang mereka. Alta menahan tubuh Reina agar tetap berada dalam dekapannya. “Mau ke mana hmmm?” tanya Alta dengan suara serak dan mata setengah terpejam.“Pegel, Al,” jawab Reina seraya menggerakkan tubuhnya.“Habis ngapain emang hmmm?” Alta menaik-turunkan alisnya, menggoda Reina dengan gerakan itu.“Ngelayanin suami,” jawab Reina tanpa rasa malu.“Kita ulangi sekali lagi?”Belum sempat Reina menjawab, Alta kembali menindih tubuhnya, menyerangnya dengan ciuman menuntut. Lidah mereka saling bertemu, memelintir satu sama lain. Erangan dan desahan memenuhi ruangan yang berukuran tak terlalu besar. Leher Reina dipenuhi tanda kemerahan akibat ulah Alta, begitu pun sebaliknya. Tangan Alta terus menjelajahi tubuh Reina, mengusik sesuatu yang bera

  • Aster [Indonesia Ver.]   Setelah Perpisahan (1)

    Setelah kepergian Green dan Langit, Alta tak bisa berpikir apa-apa. Ia merasa seperti kehilangan sebagian dirinya. Harapannya untuk membangun keluarga impian bersama Green telah pupus, hancur tak tersisa. Tak ada lagi yang tertinggal selain kenangan dan penyesalan. Alta menyesal? Tentu saja, setelah Green bersikap tegas dan meninggalkannya, barulah ia sadar bahwa selama ini ia telah menyia-nyiakan wanita sebaik Green. Dari sekian banyak penyesalan yang menghampiri Alta, ada satu hal yang membuat dirinya menitikkan air mata, “Ibu, maaf Alta udah gagal jagain Green. Ser, maafin gue,” lirihnya sambil menekurkan kepala. Alta teringat janjinya pada almarhumah Melan dan Sera, baginya itu bukan hanya janji biasa, melainkan sebuah amanat yang harus dijalankan, dan Alta telah gagal menjaga dan menjalankan amanat itu.Sepintas Alta terbayang wajah dan senyum terakhir Melan saat menitipkan anak semata wayangnya, belum lagi Sera. Sahabat Green itu berharap dirinya bisa menema

  • Aster [Indonesia Ver.]   Balikan

    Regita masih berada di dalam kamar, fokusnya pun masih tertuju pada layar monitor dan novel di tangannya. Tadi, setelah mendapat pesan balasan dari Langit ia semakin bersemangat mengerjakan tugas dari dosen tampan itu. ia bertekad akan menyelesaikan tugas tersebut hari ini juga. Beruntungnya ia telah selesai membaca novel yang akan diresensi, sehingga tak membutuhkan waktu terlalu lama untuk menyelesaikan tugas itu.Regita memang tak begitu pandai dalam hal komunikasi, tapi kemampuannya dalam dunia literasi tak usah diragukan lagi. Selain menjadi mahasiswa, ia juga aktif mengikuti seminar tentang kepenulisan, beberapa karyanya telah terbit di berbagai platform online. Regita yang memang tak terlalu suka berinteraksi dengan lingkungan sekitar, memilih menuangkan gagasan, ekspresi dan perasaannya melalui tulisan. Tak banyak yang tahu akan hal itu mengingat ia pun tak punya banyak teman. Gadis berkacamata tebal itu dikenal sebagai kutu buku di kampusnya. Disaat sedikit sekali da

  • Aster [Indonesia Ver.]   Setelah Perpisahan (2)

    “Ayah, bunda tiba-tiba kepikiran Green. Bunda telepon Green dulu deh.” Kalila mengambil ponselnya hendak menelepon Green. “Bun, udah malem, besok pagi aja telepon Greennya.” Jerry melarang istrinya yang hendak menghubungi Green karena khawatir akan mengganggu wanita itu.“Yah.., gak bisa, perasaan bunda gak enak banget.” Kalila bersikeras untuk menelepon Green karena merasa ada sesuatu yang tengah terjadi pada calon menantunya.“Kalau bunda telepon sekarang yang ada malah ganggu Green, besok aja ya.” Jerry masih berusaha membujuk istrinya agar menghubungi Green esok hari saja. Kalila melihat jam di ponselnya, benar juga kata Jerry, waktu sudah menunjukkan pukul 22.00 wib, kemungkinan besar Green sudah lelap dalam tidurnya. Tapi, ia merasa sangat khawatir.“Yaudah deh, bunda telepon Langit aja.”Jerry menghela napas panjang, sifat keras kepala Kalila terkadang membuat wanita itu sulit diberi

Bab terbaru

  • Aster [Indonesia Ver.]   End

    Meskipun kemarin kedatangannya tak membuahkan hasil, Langit tak menyerah. Sore hari setelah pulang dari kampus, ia kembali mendatangi rumah Green. Namun, sudah satu jam menunggu Green tak kunjung datang. Langit mulai gelisah dan bertanya-tanya, apakah Green tak ada di sini? Lantas, kemana wanita itu pergi? Ponsel wanita tersebut tak bisa dihubungi, bahkan pesan yang ia kirimkan pun belum dibaca. Apa Green telah memblokir nomornya? Berbagai asumsi memenuhi kepala Langit. Rasa bersalah dan penyesalannya semakin besar, ia tak henti mengumpat pada diri sendiri, merutuki segala kebodohan yang berujung kepergian Green dari sisinya. Hari sudah mulai gelap, tak jua ada tanda-tanda kehadiran Green. Tiba-tiba, ponsel di saku celana Langit bergetar, menampilkan sebuah pengingat. Langit tersenyum, hari ini adalah hari ulang tahun pernikahan mereka yang ke lima, hampir saja Langit melupakan momen itu.&n

  • Aster [Indonesia Ver.]   Kehilangan (lagi)

    Pikiran Langit benar-benar kalut. Berhari-hari ia tak pulang dan selama itu pula tak berkomunikasi dengan Green. Langit benar-benar mengabaikan wanita yang dahulu mati-matian ia perjuangkan. Saat ini, tujuan Langit hanya satu, mencari dalang dibalik kematian Cherry. Ia tak lagi memikirkan tentang Green, bertanya soal kabar wanita itu saja tidak. Sebulan telah berlalu, Langit berhasil memecahkan teka-teki itu dengan bantuan beberapa teman yang memang ahli di bidangnya. Dugaan Langit benar, Cherry tidak bunuh diri, melainkan dibunuh. Semua data yang ditemukan polisi dan pihak rumah sakit adalah sesuatu yang sudah disusun dan direncanakan dengan matang. Hari ini, Langit datang ke kantor polisi untuk bertemu pelaku sebenarnya, Zein dan Violet. Mereka ditangkap atas tuduhan pembunuhan berencana. Langit puas saat

  • Aster [Indonesia Ver.]   Bertengkar

    “Green, tolong kamu jawab semua pertanyaan saya dengan jujur,” ujar Langit begitu mereka sampai di rumah. Disaksikan oleh Kalila dan Jerry, ia berniat menginterogasi Green. Kalau benar Green menjadi penyebab kematian Cherry, Langit tak akan segan menjebloskan wanita itu ke dalam penjara sekalipun mereka masih terikat hubungan pernikahan. Green merasa diperlakukan seperti penjahat oleh Langit. Ia duduk di depan Langit, di samping kanan dan kirinya ada Jerry dan Kalila yang juga tengah menatap intens ke arahnya.. “Sebenarnya ada apa, Lang?” tanya Kalila tak paham. Pasalnya, Langit terlihat begitu marah pada Green. “Kata Violet, Green ke kost Cherry di malam terakhir sebelum dia meninggal,” terang Langit. “Jangan bilang kamu mencurigai Green? Sudah lah Lang, polisi bahkan rumah sakit bilang Cherry meninggal karena bunuh diri, bukan dibunuh,” ujar Kalila yang perlahan mulai ikhals dan menerima kepergian Cherry. “Gak Bun, Langit masih belum percaya

  • Aster [Indonesia Ver.]   Duka

    Sepulang dari mengajar, Langit teringat pada Cherry. Sudah lama sekali ia tak bertemu adiknya. Karena hal itu, Langit memutar arah mobilnya menuju indekos sang adik, tiba-tiba ia sangat ingin bertemu untuk sekadar menyapa dan memasikan Cherry baik-baik saja. Jalanan yang padat membuat Langit membutuhkan waktu lebih lama untuk sampai di sana. Ia memutuskan memberi tahu Green akan pulang terlambat, sekaligus menghubungi Cherry perihal kedatangannya. Sampai beberapa kali panggilan, tak ada satu pun yang mendapat jawaban. Langit menerka-nerka, kemana adiknya hingga tak menjawab telepon? Apa mungkin masih bekerja? Sepertinya tidak, mengingat waktu sudah menunjukkan pukul 17.00 wib. Langit mengemudi secepat yang ia bisa. Perasaanya tidak enak entah karena alasan apa, yang jelas saat ini keinginannya untuk melihat wajah sang adik amat besar. “Semoga kamu baik-baik aja,” lirih Langit sembari terus mengemudi. Langit tiba di indekos Cherry saat matahari sudah r

  • Aster [Indonesia Ver.]   Obat Penggugur Kandungan

    Keesokan harinya, Green benar-benar tak keluar kamar. Tak menjawab telepon dan chat, tak juga menggubris saat Langit mengajaknya sarapan. Emosi Green masih belum reda, hatinya belum menerima saat tahu bahwa Langit menikahi dirinya hanya karena wajah dan sifat serta kebiasaannya mirip dengan Keira.Green masih berbaring dengan posisi terlentang, matanya menatap langit-langit. Raganya memang di kamar, namun pikirannya bercabang. Ia tak bisa berhenti memikirkan Cherry. Bagaimana kabarnya hari ini? Apakah wanita itu sudah menemukan solusi terbaik dari permasalahan yang menimpanya?“Cher, semoga lo baik-baik aja,” batinnya.Tak ada lagi suara ketukan pintu dan Langit yang memanggilnya. Tampaknya, lelaki itu sudah berangkat ke kampus. Green memanfaatkan situasi itu untuk mengisi perut dan kerongkongannya yang terasa kering. Hari ini, ia sengaja meminta izin tidak mengajar dengan alasan sakit.Green berjalan dengan langkah pelan. Wajah dan m

  • Aster [Indonesia Ver.]   Kenyataan

    “Darimana kamu? Kenapa telepon dan chat saya gak ada yang dijawab?” cecar Langit saat Green menginjakkan kaki di rumah mereka. Green melanjutkan langkahnya tanpa menjawab pertanyaan tersebut. “Green, saya ini suami kamu. Gak seharusnya kamu bersikap begini. Pergi gak ngasih kabar, pulang malem basah-basahan, kamu pikir saya gak khawatir?!” tanya Langit seraya mencekal pergelangan tangan Green agar wanita itu mau menatapnya. Green tak menggubris. Ia berusaha melepaskan tangan Langit. “Lepas!” titahnya dengan suara dingin. “Kamu kenapa? Tolong kasih tahu, salah saya dimana? Kalau kamu begini saya bingung. Dari tadi saya teleponin berkali-kali gak ada satupun yang diangkat. Marah?”&n

  • Aster [Indonesia Ver.]   Rapuh

    Green menunggu kedatangan Cherry dengan sabar. Sudah sejak tiga puluh menit yang lalu ia berada di depan indekos seraya mencoba menghubungi ponsel wanita tersebut, namun tak mendapat jawaban. Tak lama berselang, ponsel Green berdering. Nama Langit tertera di layar, cukup lama ia membiarkan dering itu hingga mati dengan sendirinya. Hari ini, Green sudah putuskan untuk menginap. Ia perlu waktu untuk berpikir jernih lebih dulu. Karena jika langsung bertemu Langit, dirinya akan emosi dan perang dingin di antara mereka semakin menjadi. Hujan di luar sana masih belum reda. Green menatap rintik air yang kian deras membasahi bumi, sembari membiarkan pikirannya melanglangbuana. Benda pipih di tangannya kembali berdering, membuyarkan lamunan Green sore menjelang malam itu. Hatinya tak bergairah untuk menjawab panggilan tersebut. 

  • Aster [Indonesia Ver.]   Runtuh

    Tanda dua garis biru menjadi penyebab Cherry menangis tersedu-sedu. Ia mengamati benda di tangannya sekali lagi, menolak percaya bahwa apa yang dilihatnya benar sebuah tanda yang menyatakan dirinya positif hamil. “Gak, ini pasti gak bener.” Cherry mengambil taxpack terakhir kemudian menggunakan benda itu. Selang beberapa menit, hasilnya keluar. Cherry berharap dapat melihat garis satu di sana. Namun nihil, tandanya tetap sama. Tangisnya pecah begitu saja. Secepat kilat, Cherry menyambar ponselnya dan menghubungi orang yang paling bertanggungjawab atas semua hal yang terjadi hari ini. “Zein.., angkat dong,” gumam Cherry seraya menggigit bibir bawahnya. “K

  • Aster [Indonesia Ver.]   Terungkap (2)

    “Hai, sori telat. Udah lama?” Green duduk di hadapann Regita dengan napas terengah.Regita tak langsung menjawab, ia menyodorkan jus jeruk miliknya kepada Green yang langsung diminum oleh wanita itu. Green masih mengenakan baju guru, keringat di keningnya tercetak jelas.“Gak apa-apa. Lo dari sekolah langsung ke sini?” tanya Regita basa-basi.Green mengangguk. “Jus lo?” Gelas berisi jus itu hanya tersisa setengah, ia menatap Regita tidak enak.“Santai, bisa pesen lagi.” Regita tersenyum, ia memanggil pelayan kafe yang kebetulan lewat. Keduanya memesan dua minuman dan makanan ringan yang berbeda.“Thanks udah mau dateng,” ucap Green saat pelayan kafe tersebut sudah pergi.“Sama-sama. Jadi, lo mau tanya apa?” tanya Regita.Green menghela napas berat. Ia bingung harus memulai darimana. Ada banyak sekali pertanyaan yang berkecamuk di kepalanya saat ini.

DMCA.com Protection Status