Home / All / Asmara untuk Abinawa / Satu Langkah Lebih Dekat

Share

Satu Langkah Lebih Dekat

Author: candraksara
last update Last Updated: 2021-06-01 02:08:14

Bosan....

Hanya ada satu kata itu di dalam otak kecilku. Sudah berulang kali aku memperbaiki posisi dudukku dan berselancar ria di dunia online yang penuh kebohongan ini tapi nyatanya aku masih tetap bosan. Tadi setelah pulang berkeliling mall bersama Ayah aku langsung menuju kamar dan mulai melakukan ritual rahasiaku. Yup benar, apalagi kalau bukan tidur.

Heiii, jangan hanya karena aku pecinta tidur kalian berfikir aku itu pemalas ya. Ya meskipun diriku memang tak serajin itu tapi Ibu selalu bilang kalau aku itu cerdas. Kalau kalian tidak percaya, aku akan menceritakan tentang kecerdasanku  sekaligus keberanianku semasa kecil.

Alkisah, di suatu hari yang begitu suram tepatnya di depan warung kelontong di dekat lapangan desa terdengar suara percakapan antara ibu-ibu dengan seorang remaja yang akan lulus SMA. Mereka sedang meributkan tentang hal yang cukup sensitif yaitu “kapan nikah”, dimana ketiga ibu-ibu ini memberikan wejangan kepada remaja peremuan yang kebetulan bernama Sri agar cepat menikah dan tidak menjadi beban bagi kedua orang tuanya lagi. Sri terlihat mendebat wejangan yang cenderung seperti perintah dari para ibu ini karena pada dasarnya ia ingin menempuh pendidikan yang lebih tinggi lagi. Ia ingin menjadi seorang sarjana meskipun dirinya hanyalah gadis yang berasal dari desa di kaki gunung dan orangtuanya bahkan tak lulus SD, namun seperti biasa mereka yang lebih tua dan merasa memiliki lebih banyak pengalaman mengoloknya karena idealismenya yang terlalu tinggi. Mereka mengatakan bahwa perempuan itu tidak perlu sekolah tinggi-tinggi karna ujung-ujungnya hanya akan menjadi ibu rumah tangga, jadi daripada menghabiskan banyak uang hanya untuk kuliah lebih baik uangnya digunakan untuk biaya resepsi pernikahan saja agar kedepannya tidak membebani kedua orangtua karena semua kebutuhan telah dipenuhi oleh suami. Hingga datanglah seorang gadis kecil bersama ibunya. Dengan wajah yang menggemaskan disertai lubang di kedua pipinya gadis kecil ini mengatakan satu pertanyaan yang terdengar polos namun sedikit tidak sopan bagi orang-orang tertentu.

“Mba Srii, yen wong wedhok kudu cepet-cepet nikah supoyo ora dadi beban bapak ibu berarti ibu-ibu iki kudune wis mati yo ben ora dadi beban anak putune?” yang artinya kurang lebih begini.

“mba Sri, kalau seorang perempuan harus cepat menikah hanya agar tidak menjadi beban untuk kedua orang tuanya berarti ibu-ibu ini harusnya sudah meninggal agar tidak menjadi beban untuk anak dan cucunya?”, tanya si gadis kecil yang berakhir dengan seruan makian dari ketiga ibu-ibu tadi.

Jadi, bagaimana menurut kalian, gadis kecil itu cukup cerdas atau malah durhaka?

....

Bicara tentang pendidikan, ada satu jenis pendidikan yang sepertinya sangat jarang di sosialisasikan di negara kita ini yaitu pendidikan mengenai etika dalam bermedia sosial. Kemarin aku sempat membaca novel milik Syahid Muhammad yang berjudul egosentris. Setelah membaca buku ini aku semakin berpikir bahwa seharusnya negara ini memiliki pendidikan etika dalam bermedia sosial. Kemajuan teknologi yang tidak diimbangi dengan etika yang cukup membuat negara ini bahkan di cap sebagai negara dengan netizen di internet paling buruk oleh Microsoft. Memalukan bukan ketika negara yang dielu-elukan sebagai salah satu negara paling ramah di dunia berubah menjadi negara dengan netizen terburuk. Tapi sudahlah, memikirkan hal yang cukup berat seperti ini membuatku menjadi mengantuk. Sepertinya aku butuh tidur lagi.

19:00

toktok...

toktok...

“Ta?”, ucap suara yang sudah familiar di telingaku akhir-akhir ini.

“Ya, kenapa Yah?”

“Ayo makan”

“Iya, nanti aku keluar”

“Sekarang”

“Iya Yah”, gerutuku agak kesal.

Kulangkahkan kaki kecilku menuju ruang makan dan berakhir duduk di depan seorang lelaki tua. Sebenarnya aku begitu bersemangat untuk menyantap makan malam kali ini karena keberadaan nasi goreng kesukaanku, namun karena aku sedang malas berjumpa dengan lelaki tua ini entah kenapa moodku jadi memburuk dan nasi goreng kesukaanku menjadi tidak begitu menarik lagi. Heii, jangan salahkan aku yang memiliki mood swing terlalu ekstrim, salahkan lelaki tua ini yang selama beberapa hari meninggalkanku sendirian di rumah yang masih asing dengan lingkungan yang tak kukenali sama sekali selama 4 hari 3 malam dengan hanya meninggalkan catatan kecil di kulkas. Ia baru pulang tadi pagi dan langsung pergi lagi entah kemana dan tiba-tiba datang mengetok pintu kamarku dan mengajak makan malam. Wajar bukan jika aku kesal, siapa pula manusia di dunia ini yang tak kesal kalau ditinggal berhari-hari sendirian tanpa pemberitahuan dan jangan lupakan perihal ia yang tak memberiku uang jajan, ya meskipun di dapur ada bahan makanan, tapi aku kan tidak jago memasak, dulu Ibu selalu memarahiku kalau aku mau memasak di dapur karena katanya aku hanya akan mengacau dan aku cukup sakit hati dengan itu meskipun kenyataannya sangat benar.

“Kenapa ga masak?”

“Hah?”, bingungku.

“Kemaren Ayah lupa ngasi kamu uang jajan, terus makanan di dapur juga masih lengkap, kamu ga masak?” tanyanya sambil menyuap sesendok penuh nasi.

“Ouh Ayah lupa, kamu kan ga bisa masak”, ejeknya dengan suara yang benar-benar menjengkelkan.

Aku memicingkan mata seolah-olah menentang perkataannya meskipun yang ia ucapkan 100% adalah kebenaran tapi aku tetap tidak terima. Apa-apaan dia, mentang-mentang ia bisa memasak lantas ia bisa mengejekku seenaknya begitu?

“Aku bisa masak”, jawabku dengan suara yang menantang.

Ayah memandangku dengan tatapan meremehkan dan itu melukai harga diriku. Aku tidak terima diperlakukan seperti ini!

“Aku beneran bisa masak”, lantangku lagi.

Ia tak menanggapiku dan malah berdiri meninggalkanku bersama amarahku dengan santainya.

“Dasar lelaki tua menyebalkan”, hardikku pelan sambil memakan nasi gorengku dengan jengkel.

“Eh, tapi tunggu darimana ia tahu kalau aku tidak bisa memasak, bukankah aku tak pernah bercerita padanya, lalu dia tahu dari siapa?”, tanyaku dalam hati sambil melihat punggungnya yang berlalu menuju kamarnya.

“Ada sesuatu yang tak ku ketahui disini”, lirihku.

22.00

Malam ini aku sudah bersiap tidur dengan alunan musik the caretaker yang berjudul everywhere at the end of time yang menceritakan tentang fase-fase demensia. Meskipun menceritakan tentang fase menyedihkan bagi mereka pengidap demensia namun alunan musik ini selalu berhasil membuatku merasa tenang dan berakhir dengan tertidur pulas sampai pagi.

Jeduar…

Aku terkaget dengan suara ledakan yang begitu nyaring, lampu tidurku pun mati yang menandakan ada masalah dengan listrik disini. Aku keluar kamar dan memastikan apakah hanya lampu kamarku saja yang mati tapi ternyata hampir seluruh ruangan di rumah ini lampunya mati, hanya ruang tamu saja yang masih terang karena memakai lampu emergency.

Jeduar…

Aku terkaget lagi ketika terdengar bunyi seperti ledakan yang begitu keras yang sepertinya bukan berasal dari PLN, dan benar saja tak lama setelahnya hujan deras mulai mengguyur daerah ini disertai petir yang siap menyambar apapun. Aku memandangi hujan dari jendela ruang tamu yang gordennya kusibakkan. Melihat hujan deras ini aku jadi teringat tentang Ibu. Dulu ketika listrik padam karena hujan badai maka Ibu akan datang ke kamarku bersama lilin kecilnya dan menemaniku tidur sampai pagi, tapi sekarang keadaanya sudah berbeda, tidak akan ada lagi orang yang menerangiku di kala gelap dan menemaniku agar aku tetap nyaman dan merasa aman.

Aku menghembuskan napas dan menyingkirkan pikiran mengenai Ibu, aku harus ikhlas.

“Aaaaaaa”, jeritku tatkala berbalik badan dan menjumpai seseorang berbadan besar dengan muka seram membawa lilin sedang menatapku.

“Ngapain?”

“Cepet tidur sana”, ucapnya dan aku yang masih agak kaget dan sedikit melotot hanya mengangguk sebagai balasan. Aku berjalan melewatinya dan menuju kamarku. Ketika hendak membuka knop pintu badanku tiba-tiba saja berbalik arah dan menatapnya.

“Ayah bisa temenin tala?”, ucapku spontan tanpa kusadari dan naasnya tak direspon olehnya.

Dia hanya menatapku datar dan aku merutuki diriku yang dengan bodohnya mengatakan hal seperti itu. Dia pasti berpikir kalau aku seperti anak kecil yang ketakutan hanya karena suara gemuruh badai dan petir dan akan menolakku dengan suara datarnya itu, tapi dugaanku salah karena nyatanya ia malah berjalan kearahku bersama dengan lilinnya.

Kami tidur sekamar malam ini dengan aku yang tertidur pulas di pelukannya.

Related chapters

  • Asmara untuk Abinawa   Keluarga

    Aku masih memukuli kepalaku karena malu sendiri dengan pertanyaan dan sikapku semalam. “Aaaaa, mau di taruh dimana mukamu ini Talaaa!”, hardikku pada diriku sendiri. Flashback “Ayah bisa temenin Tala?”, ucapku spontan tanpa kusadari dan tak direspon juga olehnya. Dia hanya menatapku datar dan aku merutuki diriku yang dengan bodohnya mengatakan hal seperti itu. Dia pasti berpikir kalau aku seperti anak kecil yang ketakutan hanya karena suara gemuruh badai dan petir dan akan menolakku dengan suara datarnya itu, tapi dugaanku salah karena nyatanya ia malah berjalan kearahku dengan lilinnya. Ia meletakkan lilin itu di atas meja kecil yang ada di samping ranjangku. Karena suasananya sangat canggung akhirnya aku memilih naik ke ranjang terlebih dahulu untuk tidur lebih awal dengan posisi menghadap tembok dan membelakanginya. Aku sudah cukup malu karena memintanya menemaniku, bahkan jika lampu kamarku hidup pasti mukaku yang sekarang ini sud

    Last Updated : 2021-06-01
  • Asmara untuk Abinawa   Tangis

    Mobil Ayah memasuki sebuah kompleks perumahan yang terlihat sangat elit dimata gadis kampung sepertiku. Kami berhenti di depan rumah yang berukuran besar dengan halaman yang luas dan dipenuhi dengan banyak tanaman, bahkan ada seorang satpam yang membukakan gerbang agar mobil Ayah bisa masuk.“Kayaknya orang yang namanya Eyang itu kaya banget deh”, pikirku polos.Aku keluar dan berjalan di samping Ayah untuk masuk ke dalam rumah orang yang bernama Eyang ini, di dalamnya terlihat ada banyak orang dengan penampilan mengesankan dimana hampir semua laki-laki memakai kemeja rapi dan jas serta rata-rata seperti sosialita yang dari ujung kepala memakai barang-barang branded. Aku masih terus memandangi semua orang di dalam rumah ini sampai akhirnya mataku tak sengaja bertatapan dengan seorang perempuan renta yang terduduk di atas kursi roda, perempuan tua itu memakai baju yang menurutku harganya pasti mahal, badannya terlihat kurus namun wajahnya masih terl

    Last Updated : 2021-06-02
  • Asmara untuk Abinawa   Ambigu

    06:30“Ta, cepetan atau kamu telat ke sekolah!”, tegur Ayah kepadaku yang terlalu lama bersiap diri. Oiya, hari ini adalah hari ke sebulan aku pindah ke sekolah baruku ini, tapi meskipun begitu aku belum menemukan teman yang benar-benar cocok dengan diriku. Aku berasal dari kampung sedangkan mereka berasal dari kota jadi mudah ditebak bukan kalau dari segi pergaulan saja kami sudah sangat berbeda, maka dari itu aku kesulitan menemukan teman yang bisa kujadikan sahabat, lagipula mencari teman itu kan memang harus selektif agar tidak membuat kita terbawa arus negatif bukan.“Kamu mau Ayah tinggal Ta?”, ketus Ayah yang sepertinya sudah gemas dengan tingkahku ini. Ya mau bagaimana lagi, semalam aku terlalu seru membaca novel sampai-sampai tak ingat waktu dan aku baru sadar saat jam sudah menunjukkan pukul 1 pagi, alhasil pagi ini akupun bangun kesiangan dan menjadi sasaran omelan Ayah lagi.Aku berlari menuju garasi dan segera masuk ke

    Last Updated : 2021-06-03
  • Asmara untuk Abinawa   Dita Cantik Nan Baik

    Bohong Nyatanya sampai siang hari ini pun aku masih memikirkan perkataan Ayah semalam. "Kira-kira apa maksudnya ya? Ga mungkin Ayah ngomong seserius itu kalo ga ada niat apapun", pikirku. Plakkk.... Aku mendelik menatap Dita yang dengan seenaknya memukul kepalaku, ditambah ekspresi tanpa merasa bersalahnya membuatku makin naik darah saja. "Hehe, sorry lagian lu sih daritadi gua panggil-panggil kagak nyaut, kan gua gedeg jadinya", eluhnya padaku. Aku tak menjawab keluhan Dita tadi karena otakku masih memikirkan perkataan Ayah semalam. Plakkk.... Aku menengok ke arah Dita sambil tersenyum garang. "Lu tuh aneh tau Ta, udah sering ngalamun sendiri pas pelajaran, sukanya nongki di perpus sampe ketiduran, seragam kegedean dan ga modis sama-sekali, kagak make make up, ngomong sama orang lain pake aku kamu lagi, duhh kek orang pacaran. Tapi anehnya lagi kok gua mau-mau aja gitu ya jadi t

    Last Updated : 2021-06-15
  • Asmara untuk Abinawa   Siapa Dia?

    “Ayahhh”, teriakku cukup kencang tapi tak ada tanda-tanda Ayah akan keluar dari kamarnya. “Ayah ayoo ihh, ini udah jam berapa. Nanti kalo kesiangan panas”, teriakku lagi, kali ini dengan mengetuk pintu kamarnya cukup kencang, namun tak ada balasan sama sekali. Aku sudah sebal dan langsung membuka kenop pintu kamar Ayah dan pemandangan pertamaku membuat aku terkejut. “Ayahhhh!” “Ayah kok masih tidur sihh, katanya kemarin mau jogging bareng pagi ini, gimana sih?”, omelku sebal karena Ayah masih tidur dan hanya menggeliat seperti cacing yang belum makan saat kutegur. Benar-benar menyebalkan. Ini masih pagi tapi Ayah berhasil membuat moodku menjadi jelek sekarang. “Bangun! Ayo bangun Yahhh”, aku berteriak tepat di telinga Ayah sambil menarik-narik selimut yang sekarang sudah ku lempar ke lantai. Aku memukul-mukul pipi Ayah sambil terus menyuruhnya untuk bangun dan cukup membuahkan hasil karena sekarang setidaknya Ayah sudah membuka matanya. “Ayo b

    Last Updated : 2021-06-15
  • Asmara untuk Abinawa   Maaf?

    Flasback...Aku masih menangis karena membaca pesan yang ditulis lelaki tua itu di notes yang ia tempel di kulkas. Hatiku yang lembut ini terharu dengan pengakuan maaf darinya. Aku baru sadar bahwa Ayah bukanlah sosok laki-laki yang mudah menyampaikan apa yang ia rasa. Ia tak mengatakan sayang bukan semata-mata karena ia memang tak sayang, namun ia hanya bingung bagaimana cara menyampaikannya, ia terlalu kaku dan lagi-lagi aku baru menyadarinya. Sejak awal pertemuan kami Ayah memang tak pernah mengucapkan kata maaf ataupun mengatakan bahwa ia menyayangiku, namun selama iggal bersamanya ia selalu memperhatikan akau, menjagaku, dan selalu berusaha membuat putri kecilnya ini tetap merasa nyaman dan tak teringat terus akan kematian sang Ibu. Aku akui aku terlalu naif dan kekanakkan, tadi pagi aku tak memberikan Ayah kesempatan untuk bicara. Aku hanya menyimpulkan sendiri apa yang aku liat dan menjadikan itu landasan bahwa Ayah tak menyayangiku.“Malem ini ak

    Last Updated : 2021-06-15
  • Asmara untuk Abinawa   Misi Sherlock Holmes

    Aku sudah berniat akan menyelidiki tentang hal yang Ayah sembunyikan. Meskipun begitu, aku tetap bersikap biasa saja di depan Ayah. Aku masih tetap akan menjadi Tala yang agak manja, sedikit cengeng, dan apa adanya di depan Ayah. “Ayah, nanti jangan lupa jemput Tala jam 4 ya, awas aja kalo sampe lupa lagi”, ingatku padanya sambil mengambil tangan kanannya untuk kucium. Setelah aku mengucapkan salam aku keluar dari mobil dan segera melangkah masuk ke dalam sekolah. Hari ini cuacanya sedikit mendung, mungkin nanti siang akan turun hujan. Aku mulai berjalan menuju perpustakaan terlebih dahulu untuk mengembalikan novel yang kupinjam minggu lalu dan meminjam novel lain. Aku sengaja tak masuk ke dalam kelas terlebih dahulu karena posisi perpustakaan ada di lantai bawah sedangkan kelasku ada di lantai 2. Aku tak melakukan hunting novel lagi pagi ini karena diriku sedang tidak mood untuk membaca sesuatu. Aku mulai melangkahkan kakiku masuk ke dalam perpustakaan yan

    Last Updated : 2021-06-17
  • Asmara untuk Abinawa   Makin Dekat

    Ada banyak hal di dunia ini yang tak bisa dimengerti oleh anak seusiaku, salah satunya tentang kehidupan berkeluarga yang begitu rumit dan kompleks. Jika mereka terlihat mampu mengatasinya dan mengerti, yakinlah hati kecilnya tetap hancur. Disinilah aku sekarang, di kamar yang cukup luas dengan perabotan yang lebih elegan daripada yang ada di kamarku sebelumnya. Kata Ayah karena aku sudah setuju dengan pernikahannya makai malam ini mereka akan mulai merencanakan acara lamaran sehingga aku disuruh menginap disini. Di dalam kamar ini sudah disediakan baju-baju untukku bahkan pakaian dalam juga meskipun tak banyak. Aku terduduk di sudut kamar sendirian sambil tersenyum. Aku ikut berunding mengenai acara lamaran yang akan dilakukan, meskipun disana aku lebih banyak diam dan memperhatikan sambil sesekali mengangguk setuju. Rencananya lamaran kali ini akan dilakukan secara simpel mengingat ini adalah pernikahan kedua dari Ayah dan Tante Dewi. Ngomong-ngomong tenta

    Last Updated : 2021-06-17

Latest chapter

  • Asmara untuk Abinawa   Tertarik?

    Malam ini aku kembali tak bisa tidur, seperti biasanya aku sering memikirkan hal-hal tak penting sebelum tidur yang malah membuatku menjadi lebih sering begadang. Malam ini hujan turun lagi dan entah kenapa melihat hujan membuatku kembali teringat dengan Ibuku yang telah tiada. Aku duduk di atas ranjang dengan menekuk lututku dan menatap ke arah jendela yang sedang menampilkan rintikan hujan yang cukup deras. Sudah hampir 2 bulan aku tinggal di rumah Ayah dan sepertinya sekarang aku mulai merindukan Ibu lagi. Sebenarnya ada beberapa hal yang aku sembunyikan dari Ayah, akhir-akhir ini aku sering memimpikan Ibu, lebih tepatnya sejak pernyataan Ayah yang hendak menikah lagi. Kalau boleh jujur aku sebenarnya belum yakin dengan keputusanku untuk memperbolehkan Ayah menikah lagi, kemarin aku mengatakan setuju hanya semata-mata untuk membuat Ayah bahagia, tapi entah kenapa semakin hari aku malah semakin tak tenang. Ada ketakutan tersendiri dalam diriku, namun aku tak tahu bagaimana cara me

  • Asmara untuk Abinawa   Makin Dekat

    Ada banyak hal di dunia ini yang tak bisa dimengerti oleh anak seusiaku, salah satunya tentang kehidupan berkeluarga yang begitu rumit dan kompleks. Jika mereka terlihat mampu mengatasinya dan mengerti, yakinlah hati kecilnya tetap hancur. Disinilah aku sekarang, di kamar yang cukup luas dengan perabotan yang lebih elegan daripada yang ada di kamarku sebelumnya. Kata Ayah karena aku sudah setuju dengan pernikahannya makai malam ini mereka akan mulai merencanakan acara lamaran sehingga aku disuruh menginap disini. Di dalam kamar ini sudah disediakan baju-baju untukku bahkan pakaian dalam juga meskipun tak banyak. Aku terduduk di sudut kamar sendirian sambil tersenyum. Aku ikut berunding mengenai acara lamaran yang akan dilakukan, meskipun disana aku lebih banyak diam dan memperhatikan sambil sesekali mengangguk setuju. Rencananya lamaran kali ini akan dilakukan secara simpel mengingat ini adalah pernikahan kedua dari Ayah dan Tante Dewi. Ngomong-ngomong tenta

  • Asmara untuk Abinawa   Misi Sherlock Holmes

    Aku sudah berniat akan menyelidiki tentang hal yang Ayah sembunyikan. Meskipun begitu, aku tetap bersikap biasa saja di depan Ayah. Aku masih tetap akan menjadi Tala yang agak manja, sedikit cengeng, dan apa adanya di depan Ayah. “Ayah, nanti jangan lupa jemput Tala jam 4 ya, awas aja kalo sampe lupa lagi”, ingatku padanya sambil mengambil tangan kanannya untuk kucium. Setelah aku mengucapkan salam aku keluar dari mobil dan segera melangkah masuk ke dalam sekolah. Hari ini cuacanya sedikit mendung, mungkin nanti siang akan turun hujan. Aku mulai berjalan menuju perpustakaan terlebih dahulu untuk mengembalikan novel yang kupinjam minggu lalu dan meminjam novel lain. Aku sengaja tak masuk ke dalam kelas terlebih dahulu karena posisi perpustakaan ada di lantai bawah sedangkan kelasku ada di lantai 2. Aku tak melakukan hunting novel lagi pagi ini karena diriku sedang tidak mood untuk membaca sesuatu. Aku mulai melangkahkan kakiku masuk ke dalam perpustakaan yan

  • Asmara untuk Abinawa   Maaf?

    Flasback...Aku masih menangis karena membaca pesan yang ditulis lelaki tua itu di notes yang ia tempel di kulkas. Hatiku yang lembut ini terharu dengan pengakuan maaf darinya. Aku baru sadar bahwa Ayah bukanlah sosok laki-laki yang mudah menyampaikan apa yang ia rasa. Ia tak mengatakan sayang bukan semata-mata karena ia memang tak sayang, namun ia hanya bingung bagaimana cara menyampaikannya, ia terlalu kaku dan lagi-lagi aku baru menyadarinya. Sejak awal pertemuan kami Ayah memang tak pernah mengucapkan kata maaf ataupun mengatakan bahwa ia menyayangiku, namun selama iggal bersamanya ia selalu memperhatikan akau, menjagaku, dan selalu berusaha membuat putri kecilnya ini tetap merasa nyaman dan tak teringat terus akan kematian sang Ibu. Aku akui aku terlalu naif dan kekanakkan, tadi pagi aku tak memberikan Ayah kesempatan untuk bicara. Aku hanya menyimpulkan sendiri apa yang aku liat dan menjadikan itu landasan bahwa Ayah tak menyayangiku.“Malem ini ak

  • Asmara untuk Abinawa   Siapa Dia?

    “Ayahhh”, teriakku cukup kencang tapi tak ada tanda-tanda Ayah akan keluar dari kamarnya. “Ayah ayoo ihh, ini udah jam berapa. Nanti kalo kesiangan panas”, teriakku lagi, kali ini dengan mengetuk pintu kamarnya cukup kencang, namun tak ada balasan sama sekali. Aku sudah sebal dan langsung membuka kenop pintu kamar Ayah dan pemandangan pertamaku membuat aku terkejut. “Ayahhhh!” “Ayah kok masih tidur sihh, katanya kemarin mau jogging bareng pagi ini, gimana sih?”, omelku sebal karena Ayah masih tidur dan hanya menggeliat seperti cacing yang belum makan saat kutegur. Benar-benar menyebalkan. Ini masih pagi tapi Ayah berhasil membuat moodku menjadi jelek sekarang. “Bangun! Ayo bangun Yahhh”, aku berteriak tepat di telinga Ayah sambil menarik-narik selimut yang sekarang sudah ku lempar ke lantai. Aku memukul-mukul pipi Ayah sambil terus menyuruhnya untuk bangun dan cukup membuahkan hasil karena sekarang setidaknya Ayah sudah membuka matanya. “Ayo b

  • Asmara untuk Abinawa   Dita Cantik Nan Baik

    Bohong Nyatanya sampai siang hari ini pun aku masih memikirkan perkataan Ayah semalam. "Kira-kira apa maksudnya ya? Ga mungkin Ayah ngomong seserius itu kalo ga ada niat apapun", pikirku. Plakkk.... Aku mendelik menatap Dita yang dengan seenaknya memukul kepalaku, ditambah ekspresi tanpa merasa bersalahnya membuatku makin naik darah saja. "Hehe, sorry lagian lu sih daritadi gua panggil-panggil kagak nyaut, kan gua gedeg jadinya", eluhnya padaku. Aku tak menjawab keluhan Dita tadi karena otakku masih memikirkan perkataan Ayah semalam. Plakkk.... Aku menengok ke arah Dita sambil tersenyum garang. "Lu tuh aneh tau Ta, udah sering ngalamun sendiri pas pelajaran, sukanya nongki di perpus sampe ketiduran, seragam kegedean dan ga modis sama-sekali, kagak make make up, ngomong sama orang lain pake aku kamu lagi, duhh kek orang pacaran. Tapi anehnya lagi kok gua mau-mau aja gitu ya jadi t

  • Asmara untuk Abinawa   Ambigu

    06:30“Ta, cepetan atau kamu telat ke sekolah!”, tegur Ayah kepadaku yang terlalu lama bersiap diri. Oiya, hari ini adalah hari ke sebulan aku pindah ke sekolah baruku ini, tapi meskipun begitu aku belum menemukan teman yang benar-benar cocok dengan diriku. Aku berasal dari kampung sedangkan mereka berasal dari kota jadi mudah ditebak bukan kalau dari segi pergaulan saja kami sudah sangat berbeda, maka dari itu aku kesulitan menemukan teman yang bisa kujadikan sahabat, lagipula mencari teman itu kan memang harus selektif agar tidak membuat kita terbawa arus negatif bukan.“Kamu mau Ayah tinggal Ta?”, ketus Ayah yang sepertinya sudah gemas dengan tingkahku ini. Ya mau bagaimana lagi, semalam aku terlalu seru membaca novel sampai-sampai tak ingat waktu dan aku baru sadar saat jam sudah menunjukkan pukul 1 pagi, alhasil pagi ini akupun bangun kesiangan dan menjadi sasaran omelan Ayah lagi.Aku berlari menuju garasi dan segera masuk ke

  • Asmara untuk Abinawa   Tangis

    Mobil Ayah memasuki sebuah kompleks perumahan yang terlihat sangat elit dimata gadis kampung sepertiku. Kami berhenti di depan rumah yang berukuran besar dengan halaman yang luas dan dipenuhi dengan banyak tanaman, bahkan ada seorang satpam yang membukakan gerbang agar mobil Ayah bisa masuk.“Kayaknya orang yang namanya Eyang itu kaya banget deh”, pikirku polos.Aku keluar dan berjalan di samping Ayah untuk masuk ke dalam rumah orang yang bernama Eyang ini, di dalamnya terlihat ada banyak orang dengan penampilan mengesankan dimana hampir semua laki-laki memakai kemeja rapi dan jas serta rata-rata seperti sosialita yang dari ujung kepala memakai barang-barang branded. Aku masih terus memandangi semua orang di dalam rumah ini sampai akhirnya mataku tak sengaja bertatapan dengan seorang perempuan renta yang terduduk di atas kursi roda, perempuan tua itu memakai baju yang menurutku harganya pasti mahal, badannya terlihat kurus namun wajahnya masih terl

  • Asmara untuk Abinawa   Keluarga

    Aku masih memukuli kepalaku karena malu sendiri dengan pertanyaan dan sikapku semalam. “Aaaaa, mau di taruh dimana mukamu ini Talaaa!”, hardikku pada diriku sendiri. Flashback “Ayah bisa temenin Tala?”, ucapku spontan tanpa kusadari dan tak direspon juga olehnya. Dia hanya menatapku datar dan aku merutuki diriku yang dengan bodohnya mengatakan hal seperti itu. Dia pasti berpikir kalau aku seperti anak kecil yang ketakutan hanya karena suara gemuruh badai dan petir dan akan menolakku dengan suara datarnya itu, tapi dugaanku salah karena nyatanya ia malah berjalan kearahku dengan lilinnya. Ia meletakkan lilin itu di atas meja kecil yang ada di samping ranjangku. Karena suasananya sangat canggung akhirnya aku memilih naik ke ranjang terlebih dahulu untuk tidur lebih awal dengan posisi menghadap tembok dan membelakanginya. Aku sudah cukup malu karena memintanya menemaniku, bahkan jika lampu kamarku hidup pasti mukaku yang sekarang ini sud

DMCA.com Protection Status