Share

Teka-teki

Author: candraksara
last update Last Updated: 2021-05-31 23:43:13

Ayah bilang kita akan berangkat jam 9 pagi tapi sampai jam setengah 10 aku masih asik berkutat di dalam kamar. Sebenarnya aku sudah selesai sejak tadi bahkan sekarang aku hanya bermalas-malasan di ranjang, tapi apa salahnya membuat ia kesal bukan karena menungguku. Astaga aku bingung darimana asalnya pemikiran jahil ini, aku takut jika nanti Ayah akan marah karena jujur saja ketika ia bicara biasa saja wajahnya sudah menyeramkan dengan ekspresi datar andalannya lalu bagaimana kalau ia benar-benar marah. Aku tahu konsekuensinya dan jujur saja aku juga takut tapi hasrat untuk melakukan kejahilan masih bertahta di otakku, sulit rasanya untuk bersikap sebagai gadis manis yang tunduk kepada Ayahnya. Lima belas menit kemudian aku memutuskan untuk keluar kamar, kulihat Ayah tengah duduk bersandar di teras sambil meminum kopi hitam yang sepertinya buatannya sendiri. 

Ayah hanya melirikku ketika aku mencapai pintu depan, dia memang tidak terlihat marah karena putrinya ini menghabiskan waktu lebih dari satu setengah jam hanya untuk bersiap keluar tapi sungguh lirikan matanya benar-benar tajam, aku sampai harus menelan ludah beberapa kali untuk menormalkan degup jantungku yang agak ketakutan sambil merapalkan kata jangan takut terus menerus di dalam hati. Kulihat dia mulai menghabiskan kopinya dan beranjak menuju mobil yang baru kusadari tengah dipanasi di halaman dan aku mengikutinya dari belakang seperti biasanya. Suasana di dalam mobil pun tak berbeda jauh, masih mencekam seperti saat di teras tadi bahkan mungkin lebih mencekam. Aku mencenkeram tali tas yang kugunakan guna menyalurkan rasa takutku.

"Aku kan hanya berniat menjahilinya sedikit, tapi kenapa Ayah keliatan menyeramkan", pikirku.

"Ga ada yang mau kamu omongin ta?", tanyanya dengan suara dan ekspresi yang teramat datar yang mampu membuat bulu kudukku merinding seketika.

"Ma maaf yah, tadi tala hmm tala kelamaan di kamar mandinya dan malah bikin Ayah jadi nunggu lama", sesalku dengan suara yang agak mengenaskan untuk didengar, ahh mungkin suaraku sudah bisa dikategorikan seperti cicitan tikus yang tertangkap kucing dan siap menemui ajalnya. 

Setelah itu tak ada lagi obrolan di mobil ini. Kulirik Ayah yang tengah menyetir dengan raut datarnya yang terlampau sulit aku tebak, seketika aku benar-benar merasa bersalah. Kalau tahu akhirnya jadi begini mungkin aku tak akan pernah menuruti keinginan konyolku. 

Sekitar 15 menit kemudian kita telah sampai di depan sebuah gedung putih 3 lantai. Aku melongok menatap gedung di depanku dengan perasaan kagum. Terserah kalian mau menghinaku kampungan atau apalah tapi jujur saja aku benar-benar terpesona dengan arsitektur gedung ini, terlihat minimalis namun tetap terkesan mewah dan aku belum pernah melihat hal seperti ini di kampungku. 

Ayah berjalan terlebih dahulu ke dalam gedung putih ini dan lagi-lagi aku hanya bisa mengikutinya dari belakang sambil melihat-lihat detail bangunan yang ternyata di bagian dalamnya malah terlihat seperti kantor dengan lobi di bagian depan. Ayah mengajakku naik ke lantai kedua dan sepanjang perjalanan banyak orang yang menyapa Ayahku namun hanya dibalas dengan anggukan. Kukira dia dingin hanya denganku saja tapi ternyata ke orang lain pun begitu. Di lantai 2 ini aku sempat melihat ada banyak foto-foto pernikahan dengan berbagai konsep tergantung di tembok, namun karena langkah Ayah cenderung cepat jadi aku tidak bisa memperhatikan lebih detail lagi.

Kami sampai di sebuah ruangan yang tak terlalu besar yang kuyakini merupakan ruangan milik direktur utamanya karena terdapat petunjuk ruangannya tadi dibagian atas pintu. Aku melihat sekeliling ruangan ini dan menaruh seluruh perhatianku tepat pada tembok belakang meja dimana disana tertulis 'PRABA wedding organizer'. Aku berpikir untuk apa ayah membawaku ke kantor WO, Apakah dia akan menikah lagi makanya aku diajak kesini bahkan tinggal di rumahnya? kalau dugaanku benar lalu dimana calon Ayah, mengapa aku tak pernah melihatnya atau jangan-jangan...

Ahhh, kuhempaskan semua pemikiran-pemikiranku. Kenapa pula aku harus memikirkan lelaki tua itu, dia bahkan meninggalkanku ketika aku masih kecil dan sampai sekarang aku tak pernah mendengar kata maaf keluar dari mulutnya itu. 

"ta"

"ta!"

Aku tersentak ketika mendengar suara Ayah yang memanggil namaku, terlalu banyak berpikir membuatku jadi kurang fokus. 

"Eh iya yah, kenapa?", tanyaku agak keras karena kaget.

"Cepet duduk disitu", suruhnya lagi-lagi dengan ekspresi datar.

Aku menuruti perintahnya dan duduk di salah satu kursi di hadapanku, hingga aku melihat hal yang janggal.

"Loh, Ayah kok duduk disitu, itu kan kursi direktur yah", ucapku agak sewot karena kupikir Ayah sangat tidak sopan duduk-duduk dengan santai di kursi pemilik ruangan yang baru kusadari tak kulihat batang hidungnya sejak pertama kali aku menginjakkan kaki di ruangan ini.  Hei aku benar kan, Ayah memang sudah tua tapi bukan berarti dia bisa bersikap seenaknya seperti sekarang ini.

"Ini kursi Ayah", jawabnya singkat.

"Hah"

"Ini kursi Ayah"

"Hah"

"Kamu itu kenapa si hah heh hah heh aja dari tadi", hardiknya dengan wajah yang sudah terlihat agak kesal oke ralat benar-benar kesal. Muka Ayah yang tadinya hanya datar-datar saja sekarang sudah agak sedikit memerah dibagian dekat kuping, terlihat lucu dan menyeramkan dalam waktu yang bersamaan.

Aku masih melongo di tempat. Dua pertiga otakku sadar bahwa arti dari ucapannya adalah Ayah pemilik ruangan ini yang secara eksplisit berarti pula bahwa Ayah adalah direktur utama disini, namun sepertiga otakku lagi menolaknya. Aku terlalu sangsi untuk mengatakan kalau Ayah memang cocok menjadi direktur, sangat berwibawa tapi juga menyeramkan, mungkin kalau aku jadi karyawannya aku akan memilih untuk tidak bersinggungan dengannya, tatapannya terlalu tajam seperti berkata siapa saja yang menggangguku aku akan memakanmu atau kata lainnya senggol bacok.

"Kalo Ayah nanya itu dijawab ta", sengaknya lagi.

"Eh iya iya yah", jawabku cepat.

"Iya apanya", tanyanya geram.

"hmm ya iya tadi yang Ayah bilang", jawabku agak tergagap.

Ayah mendengus keras dan sepertinya ini bukan pertanda baik apalagi tadi sebelum berangkat aku sudah membuatnya kesal. Tuhan, tolong selamatkan aku. Aku belum ingin mati, dosaku masih banyak. Okey aku tahu aku terlalu berlebihan, tapi kalau Ayah terus memandangku bagai menatap tersangka pembunuhan berencana yang siap dihukum mati lama-lama aku bisa mati karena terkena serangan jantung.

"Ayah ngajak kamu kesini karena mau ngenalin kamu sama usahanya Ayah sekalian nanti kita keliling ke toko-toko peralatan sekolah buat beli perlengkapan yang kamu butuhin", ucapnya dengan nada datar tapi terdengar agak sewot. Karena Ayah terlihat sedang menahan amarah akhirnya aku memilih mengiyakan ucapannya saja meskipun seingatku hampir semua peralatan sekolahku masih bagus dan belum ada yang perlu diganti, tapi demi menjaga ketentraman jiwaku dari amukan lelaki tua ini aku memilih menjadi gadis manis nan penurut dihadapannya.

"Ayah ada rapat jam 11, harusnya tadi rapatnya sekitar jam 9nan tapi karna ada yang membuat Ayah telat makanya rapatnya Ayah undur, nanti kamu nunggu di ruangan ini aja sampai Ayah selesai rapat, nanti pas jam makan siang baru kita keluar buat nyari kebutuhan kamu", ujarnya yang berhasil membuatku sedikit merasa bersalah atas kelakuanku yang kekanak-kanakkan tadi.

"Iya yah", jawabku agak lemah.

Ayah mengambil handphonenya dan menghubungi seseorang yang sepertinya bawahannya untuk datang ke ruangan ini. Tak selang lama ada seorang laki-laki berkacamata yang datang kemari dan memberikan Ayah beberapa map. Laki-laki itu mengatakan bahwa semua berkas yang menjadi bahan rapat kali ini sudah lengkap dan Ayah mengangguk-angguk sambil membaca isi dari map-map tersebut.

Ayah beranjak dari duduknya dan melenggang keluar tanpa kata dengan diikuti laki-laki tadi. Aku menghembuskan napas lega, setidaknya untuk satu jam kedepan aku hanya akan sendirian disini tanpa ada Ayah. Baru beberapa jam bertatapan dengan Ayah saja aku sudah ketar-ketir apalagi kalau aku harus seharian bersamanya, ahhhh aku tak bisa membayangkan, bisa-bisa aku jadi gila atau mati muda karna harus berinteraksi dan hidup seatap dengan dia. Sepertinya aku harus menemunkan amunisi khusus yang mampu membuatku bertahan hidup di tengah kekejaman lelaki tua itu. hmm tapi kira-kira apa yaa...

Related chapters

  • Asmara untuk Abinawa   Satu Langkah Lebih Dekat

    Bosan....Hanya ada satu kata itu di dalam otak kecilku. Sudah berulang kali aku memperbaiki posisi dudukku dan berselancar ria di dunia online yang penuh kebohongan ini tapi nyatanya aku masih tetap bosan. Tadi setelah pulang berkeliling mall bersama Ayah aku langsung menuju kamar dan mulai melakukan ritual rahasiaku. Yup benar, apalagi kalau bukan tidur.Heiii, jangan hanya karena aku pecinta tidur kalian berfikir aku itu pemalas ya. Ya meskipun diriku memang tak serajin itu tapi Ibu selalu bilang kalau aku itu cerdas. Kalau kalian tidak percaya, aku akan menceritakan tentang kecerdasanku sekaligus keberanianku semasa kecil.Alkisah, di suatu hari yang begitu suram tepatnya di depan warung kelontong di dekat lapangan desa terdengar suara percakapan antara ibu-ibu dengan seorang remaja yang akan lulus SMA. Mereka sedang meributkan tentang hal yang cukup sensitif yaitu “kapan nikah”, dimana ketiga ibu-ibu ini memberikan wejangan kepada

    Last Updated : 2021-06-01
  • Asmara untuk Abinawa   Keluarga

    Aku masih memukuli kepalaku karena malu sendiri dengan pertanyaan dan sikapku semalam. “Aaaaa, mau di taruh dimana mukamu ini Talaaa!”, hardikku pada diriku sendiri. Flashback “Ayah bisa temenin Tala?”, ucapku spontan tanpa kusadari dan tak direspon juga olehnya. Dia hanya menatapku datar dan aku merutuki diriku yang dengan bodohnya mengatakan hal seperti itu. Dia pasti berpikir kalau aku seperti anak kecil yang ketakutan hanya karena suara gemuruh badai dan petir dan akan menolakku dengan suara datarnya itu, tapi dugaanku salah karena nyatanya ia malah berjalan kearahku dengan lilinnya. Ia meletakkan lilin itu di atas meja kecil yang ada di samping ranjangku. Karena suasananya sangat canggung akhirnya aku memilih naik ke ranjang terlebih dahulu untuk tidur lebih awal dengan posisi menghadap tembok dan membelakanginya. Aku sudah cukup malu karena memintanya menemaniku, bahkan jika lampu kamarku hidup pasti mukaku yang sekarang ini sud

    Last Updated : 2021-06-01
  • Asmara untuk Abinawa   Tangis

    Mobil Ayah memasuki sebuah kompleks perumahan yang terlihat sangat elit dimata gadis kampung sepertiku. Kami berhenti di depan rumah yang berukuran besar dengan halaman yang luas dan dipenuhi dengan banyak tanaman, bahkan ada seorang satpam yang membukakan gerbang agar mobil Ayah bisa masuk.“Kayaknya orang yang namanya Eyang itu kaya banget deh”, pikirku polos.Aku keluar dan berjalan di samping Ayah untuk masuk ke dalam rumah orang yang bernama Eyang ini, di dalamnya terlihat ada banyak orang dengan penampilan mengesankan dimana hampir semua laki-laki memakai kemeja rapi dan jas serta rata-rata seperti sosialita yang dari ujung kepala memakai barang-barang branded. Aku masih terus memandangi semua orang di dalam rumah ini sampai akhirnya mataku tak sengaja bertatapan dengan seorang perempuan renta yang terduduk di atas kursi roda, perempuan tua itu memakai baju yang menurutku harganya pasti mahal, badannya terlihat kurus namun wajahnya masih terl

    Last Updated : 2021-06-02
  • Asmara untuk Abinawa   Ambigu

    06:30“Ta, cepetan atau kamu telat ke sekolah!”, tegur Ayah kepadaku yang terlalu lama bersiap diri. Oiya, hari ini adalah hari ke sebulan aku pindah ke sekolah baruku ini, tapi meskipun begitu aku belum menemukan teman yang benar-benar cocok dengan diriku. Aku berasal dari kampung sedangkan mereka berasal dari kota jadi mudah ditebak bukan kalau dari segi pergaulan saja kami sudah sangat berbeda, maka dari itu aku kesulitan menemukan teman yang bisa kujadikan sahabat, lagipula mencari teman itu kan memang harus selektif agar tidak membuat kita terbawa arus negatif bukan.“Kamu mau Ayah tinggal Ta?”, ketus Ayah yang sepertinya sudah gemas dengan tingkahku ini. Ya mau bagaimana lagi, semalam aku terlalu seru membaca novel sampai-sampai tak ingat waktu dan aku baru sadar saat jam sudah menunjukkan pukul 1 pagi, alhasil pagi ini akupun bangun kesiangan dan menjadi sasaran omelan Ayah lagi.Aku berlari menuju garasi dan segera masuk ke

    Last Updated : 2021-06-03
  • Asmara untuk Abinawa   Dita Cantik Nan Baik

    Bohong Nyatanya sampai siang hari ini pun aku masih memikirkan perkataan Ayah semalam. "Kira-kira apa maksudnya ya? Ga mungkin Ayah ngomong seserius itu kalo ga ada niat apapun", pikirku. Plakkk.... Aku mendelik menatap Dita yang dengan seenaknya memukul kepalaku, ditambah ekspresi tanpa merasa bersalahnya membuatku makin naik darah saja. "Hehe, sorry lagian lu sih daritadi gua panggil-panggil kagak nyaut, kan gua gedeg jadinya", eluhnya padaku. Aku tak menjawab keluhan Dita tadi karena otakku masih memikirkan perkataan Ayah semalam. Plakkk.... Aku menengok ke arah Dita sambil tersenyum garang. "Lu tuh aneh tau Ta, udah sering ngalamun sendiri pas pelajaran, sukanya nongki di perpus sampe ketiduran, seragam kegedean dan ga modis sama-sekali, kagak make make up, ngomong sama orang lain pake aku kamu lagi, duhh kek orang pacaran. Tapi anehnya lagi kok gua mau-mau aja gitu ya jadi t

    Last Updated : 2021-06-15
  • Asmara untuk Abinawa   Siapa Dia?

    “Ayahhh”, teriakku cukup kencang tapi tak ada tanda-tanda Ayah akan keluar dari kamarnya. “Ayah ayoo ihh, ini udah jam berapa. Nanti kalo kesiangan panas”, teriakku lagi, kali ini dengan mengetuk pintu kamarnya cukup kencang, namun tak ada balasan sama sekali. Aku sudah sebal dan langsung membuka kenop pintu kamar Ayah dan pemandangan pertamaku membuat aku terkejut. “Ayahhhh!” “Ayah kok masih tidur sihh, katanya kemarin mau jogging bareng pagi ini, gimana sih?”, omelku sebal karena Ayah masih tidur dan hanya menggeliat seperti cacing yang belum makan saat kutegur. Benar-benar menyebalkan. Ini masih pagi tapi Ayah berhasil membuat moodku menjadi jelek sekarang. “Bangun! Ayo bangun Yahhh”, aku berteriak tepat di telinga Ayah sambil menarik-narik selimut yang sekarang sudah ku lempar ke lantai. Aku memukul-mukul pipi Ayah sambil terus menyuruhnya untuk bangun dan cukup membuahkan hasil karena sekarang setidaknya Ayah sudah membuka matanya. “Ayo b

    Last Updated : 2021-06-15
  • Asmara untuk Abinawa   Maaf?

    Flasback...Aku masih menangis karena membaca pesan yang ditulis lelaki tua itu di notes yang ia tempel di kulkas. Hatiku yang lembut ini terharu dengan pengakuan maaf darinya. Aku baru sadar bahwa Ayah bukanlah sosok laki-laki yang mudah menyampaikan apa yang ia rasa. Ia tak mengatakan sayang bukan semata-mata karena ia memang tak sayang, namun ia hanya bingung bagaimana cara menyampaikannya, ia terlalu kaku dan lagi-lagi aku baru menyadarinya. Sejak awal pertemuan kami Ayah memang tak pernah mengucapkan kata maaf ataupun mengatakan bahwa ia menyayangiku, namun selama iggal bersamanya ia selalu memperhatikan akau, menjagaku, dan selalu berusaha membuat putri kecilnya ini tetap merasa nyaman dan tak teringat terus akan kematian sang Ibu. Aku akui aku terlalu naif dan kekanakkan, tadi pagi aku tak memberikan Ayah kesempatan untuk bicara. Aku hanya menyimpulkan sendiri apa yang aku liat dan menjadikan itu landasan bahwa Ayah tak menyayangiku.“Malem ini ak

    Last Updated : 2021-06-15
  • Asmara untuk Abinawa   Misi Sherlock Holmes

    Aku sudah berniat akan menyelidiki tentang hal yang Ayah sembunyikan. Meskipun begitu, aku tetap bersikap biasa saja di depan Ayah. Aku masih tetap akan menjadi Tala yang agak manja, sedikit cengeng, dan apa adanya di depan Ayah. “Ayah, nanti jangan lupa jemput Tala jam 4 ya, awas aja kalo sampe lupa lagi”, ingatku padanya sambil mengambil tangan kanannya untuk kucium. Setelah aku mengucapkan salam aku keluar dari mobil dan segera melangkah masuk ke dalam sekolah. Hari ini cuacanya sedikit mendung, mungkin nanti siang akan turun hujan. Aku mulai berjalan menuju perpustakaan terlebih dahulu untuk mengembalikan novel yang kupinjam minggu lalu dan meminjam novel lain. Aku sengaja tak masuk ke dalam kelas terlebih dahulu karena posisi perpustakaan ada di lantai bawah sedangkan kelasku ada di lantai 2. Aku tak melakukan hunting novel lagi pagi ini karena diriku sedang tidak mood untuk membaca sesuatu. Aku mulai melangkahkan kakiku masuk ke dalam perpustakaan yan

    Last Updated : 2021-06-17

Latest chapter

  • Asmara untuk Abinawa   Tertarik?

    Malam ini aku kembali tak bisa tidur, seperti biasanya aku sering memikirkan hal-hal tak penting sebelum tidur yang malah membuatku menjadi lebih sering begadang. Malam ini hujan turun lagi dan entah kenapa melihat hujan membuatku kembali teringat dengan Ibuku yang telah tiada. Aku duduk di atas ranjang dengan menekuk lututku dan menatap ke arah jendela yang sedang menampilkan rintikan hujan yang cukup deras. Sudah hampir 2 bulan aku tinggal di rumah Ayah dan sepertinya sekarang aku mulai merindukan Ibu lagi. Sebenarnya ada beberapa hal yang aku sembunyikan dari Ayah, akhir-akhir ini aku sering memimpikan Ibu, lebih tepatnya sejak pernyataan Ayah yang hendak menikah lagi. Kalau boleh jujur aku sebenarnya belum yakin dengan keputusanku untuk memperbolehkan Ayah menikah lagi, kemarin aku mengatakan setuju hanya semata-mata untuk membuat Ayah bahagia, tapi entah kenapa semakin hari aku malah semakin tak tenang. Ada ketakutan tersendiri dalam diriku, namun aku tak tahu bagaimana cara me

  • Asmara untuk Abinawa   Makin Dekat

    Ada banyak hal di dunia ini yang tak bisa dimengerti oleh anak seusiaku, salah satunya tentang kehidupan berkeluarga yang begitu rumit dan kompleks. Jika mereka terlihat mampu mengatasinya dan mengerti, yakinlah hati kecilnya tetap hancur. Disinilah aku sekarang, di kamar yang cukup luas dengan perabotan yang lebih elegan daripada yang ada di kamarku sebelumnya. Kata Ayah karena aku sudah setuju dengan pernikahannya makai malam ini mereka akan mulai merencanakan acara lamaran sehingga aku disuruh menginap disini. Di dalam kamar ini sudah disediakan baju-baju untukku bahkan pakaian dalam juga meskipun tak banyak. Aku terduduk di sudut kamar sendirian sambil tersenyum. Aku ikut berunding mengenai acara lamaran yang akan dilakukan, meskipun disana aku lebih banyak diam dan memperhatikan sambil sesekali mengangguk setuju. Rencananya lamaran kali ini akan dilakukan secara simpel mengingat ini adalah pernikahan kedua dari Ayah dan Tante Dewi. Ngomong-ngomong tenta

  • Asmara untuk Abinawa   Misi Sherlock Holmes

    Aku sudah berniat akan menyelidiki tentang hal yang Ayah sembunyikan. Meskipun begitu, aku tetap bersikap biasa saja di depan Ayah. Aku masih tetap akan menjadi Tala yang agak manja, sedikit cengeng, dan apa adanya di depan Ayah. “Ayah, nanti jangan lupa jemput Tala jam 4 ya, awas aja kalo sampe lupa lagi”, ingatku padanya sambil mengambil tangan kanannya untuk kucium. Setelah aku mengucapkan salam aku keluar dari mobil dan segera melangkah masuk ke dalam sekolah. Hari ini cuacanya sedikit mendung, mungkin nanti siang akan turun hujan. Aku mulai berjalan menuju perpustakaan terlebih dahulu untuk mengembalikan novel yang kupinjam minggu lalu dan meminjam novel lain. Aku sengaja tak masuk ke dalam kelas terlebih dahulu karena posisi perpustakaan ada di lantai bawah sedangkan kelasku ada di lantai 2. Aku tak melakukan hunting novel lagi pagi ini karena diriku sedang tidak mood untuk membaca sesuatu. Aku mulai melangkahkan kakiku masuk ke dalam perpustakaan yan

  • Asmara untuk Abinawa   Maaf?

    Flasback...Aku masih menangis karena membaca pesan yang ditulis lelaki tua itu di notes yang ia tempel di kulkas. Hatiku yang lembut ini terharu dengan pengakuan maaf darinya. Aku baru sadar bahwa Ayah bukanlah sosok laki-laki yang mudah menyampaikan apa yang ia rasa. Ia tak mengatakan sayang bukan semata-mata karena ia memang tak sayang, namun ia hanya bingung bagaimana cara menyampaikannya, ia terlalu kaku dan lagi-lagi aku baru menyadarinya. Sejak awal pertemuan kami Ayah memang tak pernah mengucapkan kata maaf ataupun mengatakan bahwa ia menyayangiku, namun selama iggal bersamanya ia selalu memperhatikan akau, menjagaku, dan selalu berusaha membuat putri kecilnya ini tetap merasa nyaman dan tak teringat terus akan kematian sang Ibu. Aku akui aku terlalu naif dan kekanakkan, tadi pagi aku tak memberikan Ayah kesempatan untuk bicara. Aku hanya menyimpulkan sendiri apa yang aku liat dan menjadikan itu landasan bahwa Ayah tak menyayangiku.“Malem ini ak

  • Asmara untuk Abinawa   Siapa Dia?

    “Ayahhh”, teriakku cukup kencang tapi tak ada tanda-tanda Ayah akan keluar dari kamarnya. “Ayah ayoo ihh, ini udah jam berapa. Nanti kalo kesiangan panas”, teriakku lagi, kali ini dengan mengetuk pintu kamarnya cukup kencang, namun tak ada balasan sama sekali. Aku sudah sebal dan langsung membuka kenop pintu kamar Ayah dan pemandangan pertamaku membuat aku terkejut. “Ayahhhh!” “Ayah kok masih tidur sihh, katanya kemarin mau jogging bareng pagi ini, gimana sih?”, omelku sebal karena Ayah masih tidur dan hanya menggeliat seperti cacing yang belum makan saat kutegur. Benar-benar menyebalkan. Ini masih pagi tapi Ayah berhasil membuat moodku menjadi jelek sekarang. “Bangun! Ayo bangun Yahhh”, aku berteriak tepat di telinga Ayah sambil menarik-narik selimut yang sekarang sudah ku lempar ke lantai. Aku memukul-mukul pipi Ayah sambil terus menyuruhnya untuk bangun dan cukup membuahkan hasil karena sekarang setidaknya Ayah sudah membuka matanya. “Ayo b

  • Asmara untuk Abinawa   Dita Cantik Nan Baik

    Bohong Nyatanya sampai siang hari ini pun aku masih memikirkan perkataan Ayah semalam. "Kira-kira apa maksudnya ya? Ga mungkin Ayah ngomong seserius itu kalo ga ada niat apapun", pikirku. Plakkk.... Aku mendelik menatap Dita yang dengan seenaknya memukul kepalaku, ditambah ekspresi tanpa merasa bersalahnya membuatku makin naik darah saja. "Hehe, sorry lagian lu sih daritadi gua panggil-panggil kagak nyaut, kan gua gedeg jadinya", eluhnya padaku. Aku tak menjawab keluhan Dita tadi karena otakku masih memikirkan perkataan Ayah semalam. Plakkk.... Aku menengok ke arah Dita sambil tersenyum garang. "Lu tuh aneh tau Ta, udah sering ngalamun sendiri pas pelajaran, sukanya nongki di perpus sampe ketiduran, seragam kegedean dan ga modis sama-sekali, kagak make make up, ngomong sama orang lain pake aku kamu lagi, duhh kek orang pacaran. Tapi anehnya lagi kok gua mau-mau aja gitu ya jadi t

  • Asmara untuk Abinawa   Ambigu

    06:30“Ta, cepetan atau kamu telat ke sekolah!”, tegur Ayah kepadaku yang terlalu lama bersiap diri. Oiya, hari ini adalah hari ke sebulan aku pindah ke sekolah baruku ini, tapi meskipun begitu aku belum menemukan teman yang benar-benar cocok dengan diriku. Aku berasal dari kampung sedangkan mereka berasal dari kota jadi mudah ditebak bukan kalau dari segi pergaulan saja kami sudah sangat berbeda, maka dari itu aku kesulitan menemukan teman yang bisa kujadikan sahabat, lagipula mencari teman itu kan memang harus selektif agar tidak membuat kita terbawa arus negatif bukan.“Kamu mau Ayah tinggal Ta?”, ketus Ayah yang sepertinya sudah gemas dengan tingkahku ini. Ya mau bagaimana lagi, semalam aku terlalu seru membaca novel sampai-sampai tak ingat waktu dan aku baru sadar saat jam sudah menunjukkan pukul 1 pagi, alhasil pagi ini akupun bangun kesiangan dan menjadi sasaran omelan Ayah lagi.Aku berlari menuju garasi dan segera masuk ke

  • Asmara untuk Abinawa   Tangis

    Mobil Ayah memasuki sebuah kompleks perumahan yang terlihat sangat elit dimata gadis kampung sepertiku. Kami berhenti di depan rumah yang berukuran besar dengan halaman yang luas dan dipenuhi dengan banyak tanaman, bahkan ada seorang satpam yang membukakan gerbang agar mobil Ayah bisa masuk.“Kayaknya orang yang namanya Eyang itu kaya banget deh”, pikirku polos.Aku keluar dan berjalan di samping Ayah untuk masuk ke dalam rumah orang yang bernama Eyang ini, di dalamnya terlihat ada banyak orang dengan penampilan mengesankan dimana hampir semua laki-laki memakai kemeja rapi dan jas serta rata-rata seperti sosialita yang dari ujung kepala memakai barang-barang branded. Aku masih terus memandangi semua orang di dalam rumah ini sampai akhirnya mataku tak sengaja bertatapan dengan seorang perempuan renta yang terduduk di atas kursi roda, perempuan tua itu memakai baju yang menurutku harganya pasti mahal, badannya terlihat kurus namun wajahnya masih terl

  • Asmara untuk Abinawa   Keluarga

    Aku masih memukuli kepalaku karena malu sendiri dengan pertanyaan dan sikapku semalam. “Aaaaa, mau di taruh dimana mukamu ini Talaaa!”, hardikku pada diriku sendiri. Flashback “Ayah bisa temenin Tala?”, ucapku spontan tanpa kusadari dan tak direspon juga olehnya. Dia hanya menatapku datar dan aku merutuki diriku yang dengan bodohnya mengatakan hal seperti itu. Dia pasti berpikir kalau aku seperti anak kecil yang ketakutan hanya karena suara gemuruh badai dan petir dan akan menolakku dengan suara datarnya itu, tapi dugaanku salah karena nyatanya ia malah berjalan kearahku dengan lilinnya. Ia meletakkan lilin itu di atas meja kecil yang ada di samping ranjangku. Karena suasananya sangat canggung akhirnya aku memilih naik ke ranjang terlebih dahulu untuk tidur lebih awal dengan posisi menghadap tembok dan membelakanginya. Aku sudah cukup malu karena memintanya menemaniku, bahkan jika lampu kamarku hidup pasti mukaku yang sekarang ini sud

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status