Share

Halaman Baru

Penulis: candraksara
last update Terakhir Diperbarui: 2021-05-31 23:34:38

Beberapa hari berada di rumah Ayah tak lantas membuatku menjadi betah dan nyaman berada disini kecuali untuk ranjangnya, ranjang kamar yang berukuran sedang namun mampu membuat tubuhku lunglai dalam dekapannya. Sekitar beberapa hari lagi aku akan mulai memasuki semester baru di kelas XI di sekolah yang baru pula. Aku tak perlu memikirkan berkas-berkas pindahan karena Ayah telah mengurusnya untukku, yang kutahu hanyalah aku akan masuk ke salah satu sekolah negeri di sini yang memiliki reputasi tidak bagus juga tidak buruk dengan jurusan IPA seperti jurusanku dulu. 

Sorot matahari yang berhasil menembus gorden kamarku membuat mataku yang mulanya terpejam menjadi terbuka. Aku terusik, sangat terusik. Padahal sejak semalam aku sudah berniat untuk bangun lebih siang, karena sebentar lagi aku tak mungkin bisa merasakan nikmatnya tidur siang karena harus menjadi budak belajar.

Aku mulai bangkit dari ranjang kesayanganku, menarik kursi kayu bercat putih dan mulai memandang wajahku di pantulan cermin. Masih seperti yang kemarin-kemarin, aku melihat sebuah wajah yang tak bisa dibilang cantik namun cukup manis dengan lesung pipi dan kulit kuning langsat yang membuatku terlihat begitu mirip dengan si lelaki tua itu. Kalian pasti paham bukan siapa yang kumaksud. 

Tak ada yang bisa kubanggakan dari fisikku, tubuhku mungil dengan tinggi hanya 148 cm diumurku yang sudah menginjak hampir 17 tahun.  Tapi setidaknya aku bersyukur karena secara keseluruhan aku adalah manusia sempurna, tanpa cacat sedikitpun. Selain itu, aku juga bersyukur karena tidak terlahir dengan paras yang cantik. Dulu saat aku berumur 6 tahun dan masih duduk di bangku TK, di daerahku sedang gempar-gemparnya kasus penculikan anak. Sebagai anak kecil yang masih polos aku tak terlalu percaya dan peduli dengan kejadian itu karena kupikir itu hanyalah trik yang dilakukan para orang dewasa untuk menakuti anak kecil sepertiku sama seperti kisah hantu yang sengaja mereka ceritakan agar anak kecil sepertiku ketakutan dan menuruti kemauan mereka, sampai akhirnya kasus itu terjadi di kampungku. Salah satu tetanggaku sekaligus teman bermainku yang umurnya terpaut 2 tahun lebih tua dariku menghilang. Zaman dulu boro-boro ada CCTV, handphone saja sudah termasuk barang yang mewah dan mahal saat itu, hanya segelintir orang yang mampu membelinya, apalagi kami tinggal di daerah kaki gunung yang notabennya pasti sering susah sinyal. Karena tak kunjung ditemukan, orang tua dari anak tersebut melaporkan kejadian ini ke kapolsek terdekat. 

Seminggu lebih pencarian dilakukan tapi tak membuahkan hasil, hingga beberapa hari kemudian muncul berita penemuan mayat di daerah hutan Merapi yang setelah diidentifikasi ternyata merupakan jasad anak perempuan yang hilang dari kampungku. Ia ditemukan dalam kondisi tanpa busana dengan memar di sekujur tubuhnya dan kondisi kemaluan dan anus yang mengeluarkan darah. Temanku itu memang tergolong cantik, dia terlihat sangat berbeda dengan anak-anak seusianya karna hampir semua anak dikampungku memiliki kulit yang cenderung coklat kumal, tidak seperti dirinya yang memiliki kulit putih nan mulus meskipun sering bermain layangan di sawah. Setelah tahu berita ini, aku kecil jadi merasa sangat bersyukur karena terlahir dengan fisik yang biasa-biasa saja dan tergolong tidak cantik, ya meskipun setelah semakin besar aku semakin paham bahwa kejahatan seperti pemerkosaan dan penculikan dapat terjadi karena banyak alasan dan tak melulu karena faktor fisik semata. 

Setelah puas memandangi wajahku yang tak seberapa cantik ini, aku langsung menuju ke kamar mandi untuk sekedar cuci muka dan gosok gigi. Aku bukanlah seorang yang sangat pembersih jadi maklum saja bila aku hanya akan mandi sekali sehari, toh aku juga tak kemana-mana dan hanya mendekam di dalam kamar. 

Setelah aku merasa cukup bersih, aku keluar dari kamar dan menuju meja makan yang terletak tak jauh dari kamarku, mungkin hanya butuh kurang dari 10 langkah untuk mencapainya. Meja makan di rumah ini tak terlalu besar dengan cat yang lagi-lagi berwarna putih. Selama beberapa hari disini aku sudah mulai terbiasa makan sendirian, mungkin dapat dikatakan kalau aku sengaja keluar kamar tak terlalu pagi agar tak perlu sarapan bersama dengan Ayah. 

ceklek...

Aku menoleh ke arah suara dan agak terkejut ketika mendapati Ayah berdiri disana sambil menutup pintu kamarnya. "Kukira ia sudah berangkat ke tokonya", gerutuku dalam hati. Ia melangkah dengan pasti ke arah meja makan dan mulai menyendokkan nasi goreng dalam porsi yang bagiku terlalu banyak dan mengambil 2 telur mata sapi sekaligus. Jika kalian berpikir akan ada percakapan ala ayah dan anak maka kalian salah besar. Mungkin ini terkesan aneh, tapi jujur saja aku sangat enggan berada di tempat yang sama dengan Ayahku, ditambah suasana yang sangat awkard membuatku semakin tak nyaman dan tanpa kusadari aku semakin mempercepat makanku. 

uhuk uhukk... 

Aku tersedak telur yang sedang kumakan, ah lebih tepatnya telur yang kutelan tanpa kukunyah sama sekali, benar-benar bodoh. Jangan berpikir Ayah akan menanyakan bagaimana keadaanku, bahkan hanya menoleh untuk sekedar melirikku saja ia terkesan enggan. Huft... Ayah macam apa dia. Aku berpikir keras apa spesialnya laki-laki tua ini hingga Ibu dulu bisa jatuh cinta dengan makhluk dingin nan datar seperti dia, ya meskipun aku akui laki-laki tua ini memiliki wajah yang karismatik dan jangan lupakan bolongan di pipinya ketika ia tersenyum, tapi heii itu bukan poin pentingnya bukan. 

Aku telah selesai dengan ritual makanku dan beranjak ke arah dapur untuk mencuci piring yang kugunakan.

"Cuci ini sekalian ta", ucapnya yang membuatku heran sejak kapan ia selesai makan, bukankah tadi makanan yang dia ambil terlampau banyak, bagaimana bisa ia menghabiskan makanan dalam porsi besar dalam waktu yang singkat. Aku tidak mau jadi anak durhaka tapi sepertinya perutnya memang terbuat dari karet. 

"Hari ini kamu ikut Ayah keluar, sekalian beli keperluanmu", Aku hanya berdehem menanggapi ucapannya. Sialnya aku lupa jika itu tandanya aku akan menghabiskan waktu sepanjang hari  dengan laki-laki tua ini. 

Komen (1)
goodnovel comment avatar
alanasyifa11
kayaknya bakal menarik nih,btw author bakal update tiap berapa hari yah..? author ada sosmed engga?
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Asmara untuk Abinawa   Teka-teki

    Ayah bilang kita akan berangkat jam 9 pagi tapi sampai jam setengah 10 aku masih asik berkutat di dalam kamar. Sebenarnya aku sudah selesai sejak tadi bahkan sekarang aku hanya bermalas-malasan di ranjang, tapi apa salahnya membuat ia kesal bukan karena menungguku. Astaga aku bingung darimana asalnya pemikiran jahil ini, aku takut jika nanti Ayah akan marah karena jujur saja ketika ia bicara biasa saja wajahnya sudah menyeramkan dengan ekspresi datar andalannya lalu bagaimana kalau ia benar-benar marah. Aku tahu konsekuensinya dan jujur saja aku juga takut tapi hasrat untuk melakukan kejahilan masih bertahta di otakku, sulit rasanya untuk bersikap sebagai gadis manis yang tunduk kepada Ayahnya. Lima belas menit kemudian aku memutuskan untuk keluar kamar, kulihat Ayah tengah duduk bersandar di teras sambil meminum kopi hitam yang sepertinya buatannya sendiri.Ayah hanya melirikku ket

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-31
  • Asmara untuk Abinawa   Satu Langkah Lebih Dekat

    Bosan....Hanya ada satu kata itu di dalam otak kecilku. Sudah berulang kali aku memperbaiki posisi dudukku dan berselancar ria di dunia online yang penuh kebohongan ini tapi nyatanya aku masih tetap bosan. Tadi setelah pulang berkeliling mall bersama Ayah aku langsung menuju kamar dan mulai melakukan ritual rahasiaku. Yup benar, apalagi kalau bukan tidur.Heiii, jangan hanya karena aku pecinta tidur kalian berfikir aku itu pemalas ya. Ya meskipun diriku memang tak serajin itu tapi Ibu selalu bilang kalau aku itu cerdas. Kalau kalian tidak percaya, aku akan menceritakan tentang kecerdasanku sekaligus keberanianku semasa kecil.Alkisah, di suatu hari yang begitu suram tepatnya di depan warung kelontong di dekat lapangan desa terdengar suara percakapan antara ibu-ibu dengan seorang remaja yang akan lulus SMA. Mereka sedang meributkan tentang hal yang cukup sensitif yaitu “kapan nikah”, dimana ketiga ibu-ibu ini memberikan wejangan kepada

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-01
  • Asmara untuk Abinawa   Keluarga

    Aku masih memukuli kepalaku karena malu sendiri dengan pertanyaan dan sikapku semalam. “Aaaaa, mau di taruh dimana mukamu ini Talaaa!”, hardikku pada diriku sendiri. Flashback “Ayah bisa temenin Tala?”, ucapku spontan tanpa kusadari dan tak direspon juga olehnya. Dia hanya menatapku datar dan aku merutuki diriku yang dengan bodohnya mengatakan hal seperti itu. Dia pasti berpikir kalau aku seperti anak kecil yang ketakutan hanya karena suara gemuruh badai dan petir dan akan menolakku dengan suara datarnya itu, tapi dugaanku salah karena nyatanya ia malah berjalan kearahku dengan lilinnya. Ia meletakkan lilin itu di atas meja kecil yang ada di samping ranjangku. Karena suasananya sangat canggung akhirnya aku memilih naik ke ranjang terlebih dahulu untuk tidur lebih awal dengan posisi menghadap tembok dan membelakanginya. Aku sudah cukup malu karena memintanya menemaniku, bahkan jika lampu kamarku hidup pasti mukaku yang sekarang ini sud

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-01
  • Asmara untuk Abinawa   Tangis

    Mobil Ayah memasuki sebuah kompleks perumahan yang terlihat sangat elit dimata gadis kampung sepertiku. Kami berhenti di depan rumah yang berukuran besar dengan halaman yang luas dan dipenuhi dengan banyak tanaman, bahkan ada seorang satpam yang membukakan gerbang agar mobil Ayah bisa masuk.“Kayaknya orang yang namanya Eyang itu kaya banget deh”, pikirku polos.Aku keluar dan berjalan di samping Ayah untuk masuk ke dalam rumah orang yang bernama Eyang ini, di dalamnya terlihat ada banyak orang dengan penampilan mengesankan dimana hampir semua laki-laki memakai kemeja rapi dan jas serta rata-rata seperti sosialita yang dari ujung kepala memakai barang-barang branded. Aku masih terus memandangi semua orang di dalam rumah ini sampai akhirnya mataku tak sengaja bertatapan dengan seorang perempuan renta yang terduduk di atas kursi roda, perempuan tua itu memakai baju yang menurutku harganya pasti mahal, badannya terlihat kurus namun wajahnya masih terl

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-02
  • Asmara untuk Abinawa   Ambigu

    06:30“Ta, cepetan atau kamu telat ke sekolah!”, tegur Ayah kepadaku yang terlalu lama bersiap diri. Oiya, hari ini adalah hari ke sebulan aku pindah ke sekolah baruku ini, tapi meskipun begitu aku belum menemukan teman yang benar-benar cocok dengan diriku. Aku berasal dari kampung sedangkan mereka berasal dari kota jadi mudah ditebak bukan kalau dari segi pergaulan saja kami sudah sangat berbeda, maka dari itu aku kesulitan menemukan teman yang bisa kujadikan sahabat, lagipula mencari teman itu kan memang harus selektif agar tidak membuat kita terbawa arus negatif bukan.“Kamu mau Ayah tinggal Ta?”, ketus Ayah yang sepertinya sudah gemas dengan tingkahku ini. Ya mau bagaimana lagi, semalam aku terlalu seru membaca novel sampai-sampai tak ingat waktu dan aku baru sadar saat jam sudah menunjukkan pukul 1 pagi, alhasil pagi ini akupun bangun kesiangan dan menjadi sasaran omelan Ayah lagi.Aku berlari menuju garasi dan segera masuk ke

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-03
  • Asmara untuk Abinawa   Dita Cantik Nan Baik

    Bohong Nyatanya sampai siang hari ini pun aku masih memikirkan perkataan Ayah semalam. "Kira-kira apa maksudnya ya? Ga mungkin Ayah ngomong seserius itu kalo ga ada niat apapun", pikirku. Plakkk.... Aku mendelik menatap Dita yang dengan seenaknya memukul kepalaku, ditambah ekspresi tanpa merasa bersalahnya membuatku makin naik darah saja. "Hehe, sorry lagian lu sih daritadi gua panggil-panggil kagak nyaut, kan gua gedeg jadinya", eluhnya padaku. Aku tak menjawab keluhan Dita tadi karena otakku masih memikirkan perkataan Ayah semalam. Plakkk.... Aku menengok ke arah Dita sambil tersenyum garang. "Lu tuh aneh tau Ta, udah sering ngalamun sendiri pas pelajaran, sukanya nongki di perpus sampe ketiduran, seragam kegedean dan ga modis sama-sekali, kagak make make up, ngomong sama orang lain pake aku kamu lagi, duhh kek orang pacaran. Tapi anehnya lagi kok gua mau-mau aja gitu ya jadi t

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-15
  • Asmara untuk Abinawa   Siapa Dia?

    “Ayahhh”, teriakku cukup kencang tapi tak ada tanda-tanda Ayah akan keluar dari kamarnya. “Ayah ayoo ihh, ini udah jam berapa. Nanti kalo kesiangan panas”, teriakku lagi, kali ini dengan mengetuk pintu kamarnya cukup kencang, namun tak ada balasan sama sekali. Aku sudah sebal dan langsung membuka kenop pintu kamar Ayah dan pemandangan pertamaku membuat aku terkejut. “Ayahhhh!” “Ayah kok masih tidur sihh, katanya kemarin mau jogging bareng pagi ini, gimana sih?”, omelku sebal karena Ayah masih tidur dan hanya menggeliat seperti cacing yang belum makan saat kutegur. Benar-benar menyebalkan. Ini masih pagi tapi Ayah berhasil membuat moodku menjadi jelek sekarang. “Bangun! Ayo bangun Yahhh”, aku berteriak tepat di telinga Ayah sambil menarik-narik selimut yang sekarang sudah ku lempar ke lantai. Aku memukul-mukul pipi Ayah sambil terus menyuruhnya untuk bangun dan cukup membuahkan hasil karena sekarang setidaknya Ayah sudah membuka matanya. “Ayo b

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-15
  • Asmara untuk Abinawa   Maaf?

    Flasback...Aku masih menangis karena membaca pesan yang ditulis lelaki tua itu di notes yang ia tempel di kulkas. Hatiku yang lembut ini terharu dengan pengakuan maaf darinya. Aku baru sadar bahwa Ayah bukanlah sosok laki-laki yang mudah menyampaikan apa yang ia rasa. Ia tak mengatakan sayang bukan semata-mata karena ia memang tak sayang, namun ia hanya bingung bagaimana cara menyampaikannya, ia terlalu kaku dan lagi-lagi aku baru menyadarinya. Sejak awal pertemuan kami Ayah memang tak pernah mengucapkan kata maaf ataupun mengatakan bahwa ia menyayangiku, namun selama iggal bersamanya ia selalu memperhatikan akau, menjagaku, dan selalu berusaha membuat putri kecilnya ini tetap merasa nyaman dan tak teringat terus akan kematian sang Ibu. Aku akui aku terlalu naif dan kekanakkan, tadi pagi aku tak memberikan Ayah kesempatan untuk bicara. Aku hanya menyimpulkan sendiri apa yang aku liat dan menjadikan itu landasan bahwa Ayah tak menyayangiku.“Malem ini ak

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-15

Bab terbaru

  • Asmara untuk Abinawa   Tertarik?

    Malam ini aku kembali tak bisa tidur, seperti biasanya aku sering memikirkan hal-hal tak penting sebelum tidur yang malah membuatku menjadi lebih sering begadang. Malam ini hujan turun lagi dan entah kenapa melihat hujan membuatku kembali teringat dengan Ibuku yang telah tiada. Aku duduk di atas ranjang dengan menekuk lututku dan menatap ke arah jendela yang sedang menampilkan rintikan hujan yang cukup deras. Sudah hampir 2 bulan aku tinggal di rumah Ayah dan sepertinya sekarang aku mulai merindukan Ibu lagi. Sebenarnya ada beberapa hal yang aku sembunyikan dari Ayah, akhir-akhir ini aku sering memimpikan Ibu, lebih tepatnya sejak pernyataan Ayah yang hendak menikah lagi. Kalau boleh jujur aku sebenarnya belum yakin dengan keputusanku untuk memperbolehkan Ayah menikah lagi, kemarin aku mengatakan setuju hanya semata-mata untuk membuat Ayah bahagia, tapi entah kenapa semakin hari aku malah semakin tak tenang. Ada ketakutan tersendiri dalam diriku, namun aku tak tahu bagaimana cara me

  • Asmara untuk Abinawa   Makin Dekat

    Ada banyak hal di dunia ini yang tak bisa dimengerti oleh anak seusiaku, salah satunya tentang kehidupan berkeluarga yang begitu rumit dan kompleks. Jika mereka terlihat mampu mengatasinya dan mengerti, yakinlah hati kecilnya tetap hancur. Disinilah aku sekarang, di kamar yang cukup luas dengan perabotan yang lebih elegan daripada yang ada di kamarku sebelumnya. Kata Ayah karena aku sudah setuju dengan pernikahannya makai malam ini mereka akan mulai merencanakan acara lamaran sehingga aku disuruh menginap disini. Di dalam kamar ini sudah disediakan baju-baju untukku bahkan pakaian dalam juga meskipun tak banyak. Aku terduduk di sudut kamar sendirian sambil tersenyum. Aku ikut berunding mengenai acara lamaran yang akan dilakukan, meskipun disana aku lebih banyak diam dan memperhatikan sambil sesekali mengangguk setuju. Rencananya lamaran kali ini akan dilakukan secara simpel mengingat ini adalah pernikahan kedua dari Ayah dan Tante Dewi. Ngomong-ngomong tenta

  • Asmara untuk Abinawa   Misi Sherlock Holmes

    Aku sudah berniat akan menyelidiki tentang hal yang Ayah sembunyikan. Meskipun begitu, aku tetap bersikap biasa saja di depan Ayah. Aku masih tetap akan menjadi Tala yang agak manja, sedikit cengeng, dan apa adanya di depan Ayah. “Ayah, nanti jangan lupa jemput Tala jam 4 ya, awas aja kalo sampe lupa lagi”, ingatku padanya sambil mengambil tangan kanannya untuk kucium. Setelah aku mengucapkan salam aku keluar dari mobil dan segera melangkah masuk ke dalam sekolah. Hari ini cuacanya sedikit mendung, mungkin nanti siang akan turun hujan. Aku mulai berjalan menuju perpustakaan terlebih dahulu untuk mengembalikan novel yang kupinjam minggu lalu dan meminjam novel lain. Aku sengaja tak masuk ke dalam kelas terlebih dahulu karena posisi perpustakaan ada di lantai bawah sedangkan kelasku ada di lantai 2. Aku tak melakukan hunting novel lagi pagi ini karena diriku sedang tidak mood untuk membaca sesuatu. Aku mulai melangkahkan kakiku masuk ke dalam perpustakaan yan

  • Asmara untuk Abinawa   Maaf?

    Flasback...Aku masih menangis karena membaca pesan yang ditulis lelaki tua itu di notes yang ia tempel di kulkas. Hatiku yang lembut ini terharu dengan pengakuan maaf darinya. Aku baru sadar bahwa Ayah bukanlah sosok laki-laki yang mudah menyampaikan apa yang ia rasa. Ia tak mengatakan sayang bukan semata-mata karena ia memang tak sayang, namun ia hanya bingung bagaimana cara menyampaikannya, ia terlalu kaku dan lagi-lagi aku baru menyadarinya. Sejak awal pertemuan kami Ayah memang tak pernah mengucapkan kata maaf ataupun mengatakan bahwa ia menyayangiku, namun selama iggal bersamanya ia selalu memperhatikan akau, menjagaku, dan selalu berusaha membuat putri kecilnya ini tetap merasa nyaman dan tak teringat terus akan kematian sang Ibu. Aku akui aku terlalu naif dan kekanakkan, tadi pagi aku tak memberikan Ayah kesempatan untuk bicara. Aku hanya menyimpulkan sendiri apa yang aku liat dan menjadikan itu landasan bahwa Ayah tak menyayangiku.“Malem ini ak

  • Asmara untuk Abinawa   Siapa Dia?

    “Ayahhh”, teriakku cukup kencang tapi tak ada tanda-tanda Ayah akan keluar dari kamarnya. “Ayah ayoo ihh, ini udah jam berapa. Nanti kalo kesiangan panas”, teriakku lagi, kali ini dengan mengetuk pintu kamarnya cukup kencang, namun tak ada balasan sama sekali. Aku sudah sebal dan langsung membuka kenop pintu kamar Ayah dan pemandangan pertamaku membuat aku terkejut. “Ayahhhh!” “Ayah kok masih tidur sihh, katanya kemarin mau jogging bareng pagi ini, gimana sih?”, omelku sebal karena Ayah masih tidur dan hanya menggeliat seperti cacing yang belum makan saat kutegur. Benar-benar menyebalkan. Ini masih pagi tapi Ayah berhasil membuat moodku menjadi jelek sekarang. “Bangun! Ayo bangun Yahhh”, aku berteriak tepat di telinga Ayah sambil menarik-narik selimut yang sekarang sudah ku lempar ke lantai. Aku memukul-mukul pipi Ayah sambil terus menyuruhnya untuk bangun dan cukup membuahkan hasil karena sekarang setidaknya Ayah sudah membuka matanya. “Ayo b

  • Asmara untuk Abinawa   Dita Cantik Nan Baik

    Bohong Nyatanya sampai siang hari ini pun aku masih memikirkan perkataan Ayah semalam. "Kira-kira apa maksudnya ya? Ga mungkin Ayah ngomong seserius itu kalo ga ada niat apapun", pikirku. Plakkk.... Aku mendelik menatap Dita yang dengan seenaknya memukul kepalaku, ditambah ekspresi tanpa merasa bersalahnya membuatku makin naik darah saja. "Hehe, sorry lagian lu sih daritadi gua panggil-panggil kagak nyaut, kan gua gedeg jadinya", eluhnya padaku. Aku tak menjawab keluhan Dita tadi karena otakku masih memikirkan perkataan Ayah semalam. Plakkk.... Aku menengok ke arah Dita sambil tersenyum garang. "Lu tuh aneh tau Ta, udah sering ngalamun sendiri pas pelajaran, sukanya nongki di perpus sampe ketiduran, seragam kegedean dan ga modis sama-sekali, kagak make make up, ngomong sama orang lain pake aku kamu lagi, duhh kek orang pacaran. Tapi anehnya lagi kok gua mau-mau aja gitu ya jadi t

  • Asmara untuk Abinawa   Ambigu

    06:30“Ta, cepetan atau kamu telat ke sekolah!”, tegur Ayah kepadaku yang terlalu lama bersiap diri. Oiya, hari ini adalah hari ke sebulan aku pindah ke sekolah baruku ini, tapi meskipun begitu aku belum menemukan teman yang benar-benar cocok dengan diriku. Aku berasal dari kampung sedangkan mereka berasal dari kota jadi mudah ditebak bukan kalau dari segi pergaulan saja kami sudah sangat berbeda, maka dari itu aku kesulitan menemukan teman yang bisa kujadikan sahabat, lagipula mencari teman itu kan memang harus selektif agar tidak membuat kita terbawa arus negatif bukan.“Kamu mau Ayah tinggal Ta?”, ketus Ayah yang sepertinya sudah gemas dengan tingkahku ini. Ya mau bagaimana lagi, semalam aku terlalu seru membaca novel sampai-sampai tak ingat waktu dan aku baru sadar saat jam sudah menunjukkan pukul 1 pagi, alhasil pagi ini akupun bangun kesiangan dan menjadi sasaran omelan Ayah lagi.Aku berlari menuju garasi dan segera masuk ke

  • Asmara untuk Abinawa   Tangis

    Mobil Ayah memasuki sebuah kompleks perumahan yang terlihat sangat elit dimata gadis kampung sepertiku. Kami berhenti di depan rumah yang berukuran besar dengan halaman yang luas dan dipenuhi dengan banyak tanaman, bahkan ada seorang satpam yang membukakan gerbang agar mobil Ayah bisa masuk.“Kayaknya orang yang namanya Eyang itu kaya banget deh”, pikirku polos.Aku keluar dan berjalan di samping Ayah untuk masuk ke dalam rumah orang yang bernama Eyang ini, di dalamnya terlihat ada banyak orang dengan penampilan mengesankan dimana hampir semua laki-laki memakai kemeja rapi dan jas serta rata-rata seperti sosialita yang dari ujung kepala memakai barang-barang branded. Aku masih terus memandangi semua orang di dalam rumah ini sampai akhirnya mataku tak sengaja bertatapan dengan seorang perempuan renta yang terduduk di atas kursi roda, perempuan tua itu memakai baju yang menurutku harganya pasti mahal, badannya terlihat kurus namun wajahnya masih terl

  • Asmara untuk Abinawa   Keluarga

    Aku masih memukuli kepalaku karena malu sendiri dengan pertanyaan dan sikapku semalam. “Aaaaa, mau di taruh dimana mukamu ini Talaaa!”, hardikku pada diriku sendiri. Flashback “Ayah bisa temenin Tala?”, ucapku spontan tanpa kusadari dan tak direspon juga olehnya. Dia hanya menatapku datar dan aku merutuki diriku yang dengan bodohnya mengatakan hal seperti itu. Dia pasti berpikir kalau aku seperti anak kecil yang ketakutan hanya karena suara gemuruh badai dan petir dan akan menolakku dengan suara datarnya itu, tapi dugaanku salah karena nyatanya ia malah berjalan kearahku dengan lilinnya. Ia meletakkan lilin itu di atas meja kecil yang ada di samping ranjangku. Karena suasananya sangat canggung akhirnya aku memilih naik ke ranjang terlebih dahulu untuk tidur lebih awal dengan posisi menghadap tembok dan membelakanginya. Aku sudah cukup malu karena memintanya menemaniku, bahkan jika lampu kamarku hidup pasti mukaku yang sekarang ini sud

DMCA.com Protection Status