"Juan ..." Astri merasa makin kuat detak jantungnya. Apakah Julian sedang mengungkapkan perasaannya? Ini bukan kali pertama Astri merasa, tetapi tentu saja Astri tidak mau salah sangka. "Well, can we get closer? As a friend? I mean even more than a close friend," kata Julian melanjutkan. "Yaa ... I, yeah, sure." Astri merasa wajahnya merona. Pasti sudah seperti tomat baru matang. "Thank you, Astri." Julian mengurai senyum. "Aku senang, sungguh aku senang." "Juan ..." Dada Astri bukan saja melaju kencang, tapi seperti diterjang badai. Akhirnya Julian minta Astri menjadi teman dekatnya. Bisakah Astri memperjelas maksud Julian kalau dia mau menjadikan Astri kekasihnya? "Jika aku mengatakan itu, artinya kita ... jadi teman paling dekat. Partner, lover. Do you know what I mean?" Julian masih mau membuat Astri paham yang dia maksudkan. "Sure. I understand. Kita menjadi pasangan kekasih," kata Astri. Makin membara saja panas di wajah Astri. Julian tersenyum. Tangannya terulur dan meme
Julian bangun dan pindah duduk di samping Astri. Tangan Julian meraih jemari wanita cantik yang gelisah itu. Kedua matanya menatap dalam pada manik bening milik Astri. Oh, Julian membuat Astri merasa tidak karuan. Apa yang Julian mau katakan? "I'll stay by you," ucap Julian. Lembut, tenang, dan menenangkan. Tangan Astri terasa dingin sekali. Dalam genggaman tangan Julian yang kuat tetap saja Astri nervous. Ini pengalaman pertama Astri punya kekasih. Jantungnya terus saja beradu. Rasa panas di wajah sampai ke perut juga membuat Astri makin merasa gugup. Tapi yang Julian katakan sangat melegakan hati Astri. Julian akan berada di samping Astri. Itu berarti dia tidak marah dengan apa yang dia dengar tentang kekasihnya. Dia mau mendukung Astri menghadapi papanya sendiri. "Juan ..." kata Astri lirih."Don't worry, okay?" Julian tersenyum."Haii! Maaf, aku ganggu keromantisan kalian. Cuma mau antar ini! Ah, sekalian kenalan, dong!" Damira muncul dengan nampan di tangan. Kue dan minuman d
Ada rasa bangga mengalir di dada Andika saat Julian mengucapkan semua itu. Astri berprestasi baik di tempat dia bekerja. Itulah kenapa pria bule ini bisa jatuh hati pada Astri.Satu lagi jawaban yang Andika tunggu dari Julian. Apakah dia serius ingin bersama Astri? Apakah jalinan asmara mereka yang baru itu akan dibawa pada bahtera rumah tangga?"Sekalipun belum lama mengenal Astri dan kami punya hubungan khusus, tentu aku serius dengan Astri. Usiaku dan Astri bukan lagi pada usia yang masih mencoba, tetapi sudah harus memikirkan sampai pada pernikahan." Julian masih dengan tenang mengucapkan itu semua."Apa yang membuat kamu yakin akan membuat putriku bahagia jika menikah dengan kamu?" Pertanyaan selanjutnya.Julian ingin menggerutu meskipun hanya di dalam hati. Begini amat meladeni calon mertua. Orang seperti apa yang pantas jadi menantu di mata Andika?"Aku mengagumi Astri. Dan dari sana lahir rasa sayang untuknya. Dengan itu, aku akan berusaha melakukan yang terbaik buat Astri." Ju
Pesan baru masuk dan langsung terbaca oleh Astri. Apa maksud Darma dengan kalimat itu? Belum selesai? Apa yang belum selesai?Astri tidak tau harus menjawab apa pada pesan yang Darma kirimkan. Sayangnya, semua pesan itu sudah Astri baca. Akan sangat tidak bagus kalau Astri tidak merespon. Astri berpikir apa yang akan dia tuliskan buat Darma. Jangan salah kalimat, sehingga justru memicu cerita panjang yang tidak perlu.- maafkan aku. seperti yang aku sempat sampaikan ke bapak, berat buat aku menerima rencana papaku. papa tidak tahu aku sudah punya kekasih. hatiku untuk orang lain, tidak mungkin kita bisa bersama.Ah, kirimkan saja. Harusnya pengacara itu paham. Harusnya dia cukup dewasa menerima semua. Toh, belum ada keputusan apapun dari orang tua. Mereka baru diperkenalkan satu sama lain.Astri menyimpan ponsel dalam tas. Lalu dia berpamitan pada orang tuanya, dia balik ke sekolah. Memang para murid masih libur tengah semester, tapi guru dan staf sekolah tidak.Kembali ke asrama ada
Darma memandang Astri dengan dingin dan senyum sinis. Astri sangat kesal. Dalam hati ingin sekali mengumpat."Papa kenapa sampai tertipu pengacara ini? Bungkusnya boleh keren dan menarik, tapi isinya busuk! Papa kalau tahu dia arogan, sombong, sok hebat, ihhh!" Astri berteiak keras di hatinya, merasa kesialan sampai bisa papanya berurusan dengan orang seperti Darma."Baiklah. Apa boleh buat? Aku hanya berharap pria itu, kekasihmu, adalah orang yang terbaik buat kamu." Aha! Manis dan indah juga akhirnya yang dikatakan pengacara itu.Astri tidak mau berkomentar. Melihat ekspresi wajah dan kalimat yang mengalir dari bibir Darma, kenapa menurut Astri tidak sinkron?"Aku tidak perlu memperpanjang urusan dengan kamu hari ini. Pekerjaan sudah menunggu sama seperti kamu." Darma berdiri. "Sampai jumpa lagi, Astrina."Astri tidak tahu mau bicara apa. Dia hanya memandangi pengacara itu melangkah keluar lobi. Astri tidak ada niatan untuk menengok padanya apalagi menghantar dia masuk mobil walau ha
"Maaf, aku jujur saja, tidak suka papa seperti itu. Dia ingin aku segera menikah. Jika mungkin di tahun ini ..." Astri menggantung kata-katanya. Tiba-tiba rasa tidak enak hati muncul di dadanya. Apa sudah tepat dia bicara seperti itu? Bahkan makanan yang mereka pesan belum juga datang. "Apa yang kamu takutkan? Bukankah kalau pria dan wanita dewasa menjalin hubungan khusus, seharusnya berlanjut ke pernikahan? Itu bukti mereka serius dan berkomitmen." Julian memandang Astri. Jadi, Julian pun berniat segera menikah? Ayo, katakanlah! Hati Astri meronta. "Aku sudah lebih tiga puluh tahun. Sebagian besar temanku sudah punya anak. Kurasa kamu juga begitu, bukan? Hanya saja, baru kali ini aku berani melangkah, setelah Wenny, aku tahu dia sudah bertumbuh lebih baik, dia tahu ke mana mengarahkan hidupnya. So ..." Nice, Julian memang ingin segera menikah. Tapi, bukan hanya ini yang Astri mau dengar! "Setelah mendengar keluarga kamu ingin kamu juga segera menikah, aku bersyukur. Tuhan membawa
Akhirnya, rumah Julian. Ada di dalam perumahan itu, di blok agak ke tengah. Rumahnya tidak terlalu besar, berlantai dua. Warna dindingnya putih dengan pagar bercat hitam. Taman kedil di halaman deoan terlihat manis dan tertata rapi. "Ibu!" Suara Wenny menyambut Astri begitu Astri turun dari mobil. Sepertinya gadis itu sudah tahu kalau Astri akan datang.Wenny seketika memeluk Astri erat begitu berhadapan dengannya. Dan seperti biasa mengalir seperti sungai yang deras, Wenny bercerita. Wenny menggandeng Astri dan mengajaknya masuk ke dalam rumah."Beneran Kak Juan bawa Ibu ke sini. Kirain dia mau ngerjain aku. Mana udah agak malam, kan?" Wenny membawa Astri ke ruang tengah. Di sana ada pantry untuk mereka bisa duduk dan minum atau makan makanan ringan. Menarik sekali. Rumah Julian yang tampak sederhana, tetapi unik. Astri merasa Julian memang berbeda.Wenny mengajak Astri berkeliling rumah itu dan menunjukkan semuanya. Dari lantai satu sampai ke atap yang terbuka dengan gazebo kecil d
Mata Astri berkelana memperhatikan setiap deret rak yang menampilkan bermacam model boneka. Boneka manusia, binatang, berbentuk buah, bunga, dan yang lainnya. Ada juga boneka super hero, dari Superman, Batman, Captain America, Hulk, semua ada."Masih belum ketemu? Mungkin boleh aku kasih saran," kata Julian yang terus di samping Astri."Oke, boleh," ujar Astri sambil menganggukkan kepala."Mungkin yang bisa mewakili malam ini. So, we won't forget tonight." Julian memandang Astri.Astri tersenyum lagi. Mulai muncul di benak Astri apa yang akan dia pilih. Astri berbalik melihat pada rak yang ada di belakangnya. Astri melangkah pasti ke bagian mana dia menuju.Astri memperhatikan bagian tengah dari deretan boneka di depannya. Ada boneka anak kecil dua berjajar, laki-laki dan perempuan. Tangan Astri terulur mengambil keduanya. Dia tunjukkan pada Julian."Wow, so cute." Mata Julian melebar."Kita pegang masing-masing. Kamu bawa boneka cewek, aku bawa boneka yang cowok." Astri memberi pesan.
"Hei! Jangan ganggu aku!!" Teriakan itu membuat Astri menoleh cepat dan setengah berlari ke ruang tengah. Matanya melotot lebar melihat apa yang terjadi di sana. Seorang anak laki-laki kira-kira tujuh tahun, berdiri sambil mengangkat tinggi sebuah boneka, sedangkan di bawahnya seorang anak perempuan kurang lebih berusia empat tahun, tengah menengadah dengan tangan terangkat dan kaki berjinjit berusaha mengambil boneka di tangan di anak laki-laki. "Ambil kalau bisa. Lompat, lompat aja!" Anak lelaki itu tertawa sambil makin tinggi mengangkat tangannya. "Mana! Aku mau main, balikin!" Anak perempuan itu mulai berteriak sampai hampir menangis. "Jovan! Apa yang kamu lakukan?" Astri melotot marah pada anak lelaki itu. "Ah, no! Just kidding!" Cepat-cepat anak laki-laki itu memberikan boneka pada anak perempuan di depannya. Begitu boneka princess itu kembali padanya, anak perempuan itu berlari memeluk pinggang Astri. "Kak Jovan nakal, Ma!" satanya manja sembari menengadah memandang Astri
Julian merasa debaran di dadanya berlipat kali. Pertanyaan yang Astri ucapkan, apa artinya? Dia suka seperti yang muncul dalam bayangan Julian atau sebaliknya? Tiba-tiba gambaran Astri galau dan sedih mengganti bayangan sebelumnya."Honey ..." Refleks bibirJulian berucap.Astri sangat terpana dan tak bisa berkata-kata dengan apa yang ada di depannya. Kamar hotel yang sudah indah dan mewah ditata ulang dengan tampilan yang sangat berbeda. Rasanya seperti menjadi kamar raja dan ratu dalam film dongeng yang pernah Astri lihat.Astri memutar badannya dan memandang Julian. "Ini ada apa?" Julian mencermati wajah Astri. Tatapan wanita cantik itu akan memberikan laporan apakah kejutan Julian berhasil atau tidak."You are my queen, so aku mau menjadikan kamu ratu yang sebenarnya. Biarpun cuma malam ini." Julian bicara sambil mengurai senyum. Dia mau Astri tahu dia hanya ingin membuat Astri bahagia lebih lagi. Momen-momen paling manis yang tidak akan terlupakan harus tercipta saat bulan madu me
Rasa tidak nyaman mendera. Julian menggantung kata-katanya. Apa yang akan dia sampaikan? Apapun itu, Astri harus siap. Di awal pernikahan mereka, Astri sudah mengecewakan Julian. Kalau Julian akan bersikap berbeda Astri harus siap menerimanya."But, I really wanna show you, I love you so much." Mata Julian lembut memandang Astri. Ada kasih begitu dalam yang Astri rasakan."I know." Astri mengangguk."Aku mengerti kamu melewati masa-masa sulit. Tidak ada yang tahu. Kamu sendirian. Pasti sangat berat buat kamu. Izinkan aku membalut luka kamu. Trust me," kata Julian dengan nada yang sama.Astri mengangguk. Air matanya kembali menitik. Betapa besar kasih Tuhan untuknya. Setelah semua kepedihan yang harus dia hadapi sendirian, Tuhan membawa Julian padanya. Astri akan terbuka, seluasnya dia rentangkan hati dan jiwa untuk Julian."Let me hold you," bisik Julian.Astri menelan ludahnya. Lalu dia mengangguk. Julian menggeser posisinya, pindah ke sisi Astri. Dia lebarkan tangan dan memeluk Astri
Astri masih berusaha menghentikan air matanya meskipun dia merasa sedikit lebih tenang. Dia lega karena semua pernyataan yang dia ucapkan, Nirma menerimanya dengan terbuka. Tidak ada penghakiman, tidak ada juga sikap iba yang berlebihan."Ingat, yang kamu alami itu bukan kesalahan kamu. Tentu sangat sulit untuk seorang anak tahu bagaimana membela dirinya. Tidak mungkin juga kamu akan lupa. Yang sudah terjadi memang berlalu, tapi tetap bisa muncul lagi dalam ingatan."Tapi, kamu sudah mendapatkan yang terbaik yang kamu butuhkan. Seorang pria yang sangat cinta padamu. Sebagai pasangan, tidak perlu ada yang ditutupi. Karena itu akan jadi ganjalan ketika terbongkar. Jujurlah, meskipun berat itu akan lebih baik."Dia harus bisa menerima apapun keadaan kamu. Kalian sudah terikat janji sehidup semati. Segala hal harusnya bukan penghalang hubungan kalian. Seburuk apapun mesti bisa menerima." Nirma mulai memberikan pandangannya."Bisakah Julian mengerti? Aku sangat takut," kata Astri. Dia memba
Julian berdiri tepat di depan Astri. Tidak ada senyum di sana. Tatapan penuh cinta menghujam Astri. Tatapan itu juga menyiratkan dia ingin segera memulai petualangan cinta yang lebih dengan wanita yang dia cintai. Astrina Talia Kamajaya yang telah resmi menjadi pendamping hidupnya. Tangan Julian bergerak, menarik Astri lebih dekat dalam dekapannya. Astri merasakan debaran luar biasa kuat mendera. Dia memberanikan diri membalas tatapan Julian. Dia tahu Julian cinta dan sayang padanya. Pria itu tidak akan menyakitinya. "Honey ..." Bisikan lembut itu masuk ke telinga Astri. Sentuhan manis terasa di keningnya. Bibir Julian mulai bekerja. Astri memejamkan matanya. Dia merasa ada gelinjang hangat menyusup. Rasa takut mulai menghampiri. Keringat dingin terasa di tangannya. Astri harus bertahan. Dia tidak akan memikirkan yang lain kecuali ... "Uffhhh ..." Astri melenguh saat bibir Julian menyatu di bibirnya. Refleks Astri mendorong Julian, lalu dia mundur, dan jatuh terduduk. Tubuhnya gem
Alarm dari ponsel Astri nyaring berbunyi. Astri terbangun. Dengan mata masih terpejam, Astri meraba-raba di sekitarnya. Biasanya ponsel akan ada tak jauh darinya di dekat bantal. Tapi ponselnya tidak ada di sana. Astri membuka mata. "Aku di mana?" Astri terkejut menyadari dia bukan di kamarnya. Segera Astri duduk dan ... "Ah, aku di hotel. Astaga ..."Astri memandang ke sekeliling. Ingatannya telah kembali. Dia telah menikah dan menjadi istri Julian. Tetapi Astri sengaja menghindar dari sang suami, takut jika dia harus melakukan hubungan dalam dengannya "Juan ..." Astri melihat Julian tidur meringkuk di sofa, bahkan tanpa selimut. "Kamu ga tidur di ranjang. Apa kamu marah? Atau kamu tahu aku menghindar jadi kamu memang menjauh?" Pikiran Astri bekerja. Pertanyaan demi pertanyaan muncul. Ada rasa bersalah yang mencuat di hati. Bukankah pengantin baru semestinya tidur berpelukan dengan mesra? Mereka bahkan tidak tidur di ranjang yang sama.Astri menoleh ke sisi kiri ranjang tempat dia
"Tunggu aku belum selesai!" Astri menyahut lagi."Oke, Honey," balas Julian.Julian kembali ke sofa dengan posisi yang sama. Dia harus menunggu Astri selesai mandi. Tapi rasanya lama sekali. Apa memang wanita selama itu jika mandi?Julian menoleh ke pintu kamar mandi. Tidak ada tanda-tanda Astri muncul di sana. Julian menegakkan badan. Apa sungguh tidak terjadi sesuatu? Bukankah Astri memang merasa kurang sehat?Segera Julian bangun dan mendekat ke pintu. Dia mau mengetuk tetapi dia urungkan. Julian maju selangkah lagi dan menempelkan telinga di pintu. Siapa tahu dia mendengar sesuatu. Bisa jadi Astri mengerang atau menangis disertai merintih menahan sakit.Tidak terdengar suara apapun. Berarti Astri baik-baik saja. Atau jangan-jangan .... Kalau ternyata dia ...Julian mendengar dering ponsel. Maka dia kembali ke arah meja dan sofa mengambil ponsel dan melihat siapa yang berani mengganggu waktu istimewanya dengan sang istri."Wenny?" Julian kesal. Wenny yang menghubungi? Julian enggan
"Selamat bersenang-senang, yaa!! Jangan lupa, dunia bukan milik kalian berdua aja. Masih ada aku dan yang lain di sini!" Wenny melambai dengan senyum lebar ke arah Julian dan Astri.Raja dan ratu sehari itu telah masuk ke mobil pengantin dengan Davin sebagai driver dan Damira yang tidak mau ketinggalan berada di sampingnya. Tampak juga Errin dan Alfonso ikut melambai mengantar Astri dan Julian meninggalkan gedung gereja. "Akhirnya, Kak!" Damira menoleh pada Astri. Mata gadis itu berbinar senang, kakaknya sukses menikah dengan Julian, kekasih pertamanya, tetapi bukan pria kaleng-kaleng.Astri ikut tersenyum. Tentu saja bahagia terpampang di wajahnya. Julian juga tak mau melepas tangan Astri, digenggamya erat. Julian ingin meluapkan kegembiraan telah resmi menjadi suami Astri "Kamu tahu, Kak, mama nangis terus. Dia happy banget beneran kamu nikah. Impiannya terkabul bisa melihat kamu di altar dan di pelaminan." Damira melanjutkan."Iya, Tuhan baik. Mama juga bisa ikut acara, ga sampai
Gedung gereja megah dan tinggi menjulang tampak kokoh di hadapan Astri. Pintu gereja terbuka lebar dengan dekorasi cantik seolah sebuah gerbang menyambutnya datang. Debaran di jantung Astri makin tak karuan. Hari itu dengan gaun pengantin yang elok, Astri benar-benar sampai dan siap melangkah menuju altar menemui pria terkasih."Ayo, Kak. Hampir telat." Damira yang ada di kursi depan, duduk bersebelahan dengan Davin menoleh dan bicara tidak sabar.Mobil pengantin sudah terparkir manis di depan pintu gereja. Astri seperti terpaku dan tidak juga beranjak."Ya, ok. Thank you," ucap Astri gugup.Perlahan Astri membuka pintu mobil dan turun. Galang menunggu di sana dengan senyum lebar. Kebahagiaan tampak dari wajah kakak terbaik Astri. "Akhirnya ..." kata pria itu masih dengan senyum lebarnya. "Ayah ada di pintu menanti. Ayo."Galang menggandeng Astri mengantar sang adik menemui ayah mereka. Pria itu dengan gagah berdiri di muka pintu. Dia terlihat cukup tegang meski senyum terurai manis d