Tap..
Tap..Tap..Langkah kaki yang bisa terdengar oleh dirinya sendiri,wanita tua itu berjalan dengan raut sedikit cemas. Menyusuri lorong rumah sakit dan menuju ke salah satu kamar pasien,
Berpapasan dengan beberapa orang dan juga perawat,sorot matanya beralih mengarah ke seorang gadis yang baru saja keluar dari salah satu ruangan.
Mata mereka saling bertemu,gadis tadi berjalan mendekat.
"Nenek. Kok dateng sendiri, Thea nya mana?" ucap Sera beralih menatap ke arah lain,mencari seseorang.
Dia adalah putri bungsu Yoshep Briella,sekaligus sepupu Thea. Yoshep Briella adalah anak kedua yang menjadi penerus perusahaan keluarga,
"Thea ada di rumah,"
"Loh. Berarti Nenek sendirian?" sontak Sera mengangkat alis.
"Enggak kok. Ada supir di luar,"
"Thea maksa ikut, tapi ga nenek bolehin."
"Ayahmu ada di dalam?"
"Hm. Nenek masuk aja, di dalam ada mama." sahut Sera mengangguk.
"Terus kamu
"Apa kata nenek?" tanya Thea,yang masih berdiri menunggu laki laki tadi menyelesaikan perbincangannya melalui telepon. "Dia tanya kapan kita menikah," sahut Nathan,menyodorkan ponsel ke arah gadis itu. "Lalu? Bapak jawab apa." "Aku bilang, kita akan menikah besok." "Besok?" sontak Thea mengangkat alis. "Hm.." "Cepat selesaikan itu semua. Dan ikuti perkataanku, bawa baju secukupnya saja!" tegas Nathan,beranjak dari tempat duduk. Gadis itu menoleh,sorot matanya menatap punggung lebar yang melangkah menjauh. "Saya bisa sendiri!" celetuk Thea mengeraskan suara,berjalan maju. Ucapannya membuat laki laki tadi berhenti,dan menoleh sambil mengangkat alis. "Aku ingin meminjam kamar mandimu," sanggah Nathan,membuat gadis itu terbelalak karena telah salah paham.
Suasana yang sama serta pemandangan yang tidak asing lagi bagi gadis itu. Di depan rumah mereka sudah disambut oleh pria tua sekaligus kepala pelayan di kediaman ini. Mereka berdua melangkah bersama,namun kali ini Thea berhasil membuat pria itu terkejut. Tentu saja karena wajah yang ada di hadapannya terlihat sangat berbeda dari pertemuan pertama. "Bawa barang barang itu ke dalam, dan tata semuanya di kamar." sontak Nathan,tanpa menoleh. "Baik Tuan.." sahut Alpha segera tersadar dari lamunan,perlahan melirik kedua punggung yang berjalan menjauh. Segera pria tua itu,mendongak dan menatap bagasi mobil yang sudah terbuka. Meraih koper yang ada disana, "Sepertinya kamu membuat dia kebingungan," gumam Nathan, "Eh? Ng, saya tidak bermaksud seperti itu." ujar Thea,merendahkan suara. "Peny!" panggil Nathan,menghentikan langkah
"Bulan madu!" pekik Thea dalam hati,tertegun dengan ucapan yang baru saja Barsha katakan. Seketika seluruh organ tubuhnya terhenti mendengar kalimat itu,perlahan sorot mata melirik ke arah laki laki yang ada di hadapannya. "Kami sudah memikirkan tentang ini." lugas Nathan,kembali membuat gadis itu terkejut. "Apa apaan? plis deh. Aku ga mau!" benak Thea,mempertahankan raut datarnya. "Wah. Benarkah? itu bagus!" seru Barsha tersenyum lebar. "Dimana kalian akan berbulan madu?" tanya Zen mengangkat alis. "Kami belum menentukan tempatnya," "Yah, kok belum! Rencananya kalian berangkat kapan? besok atau lusa." tambah Barsha,penasaran. "Bulan depan." tegas Nathan, "Bulan depan? lama sekali," oceh Zen. "Ayah tau kalo aku pemilik perusahaan besar, banyak lap
Hari hari Thea dihiasi dengan berbagai rasa bosan,meski tinggal dan makan bersama setiap hari. Tidak banyak hal yang bisa mereka bincangkan,namun untung saja gadis itu dapat melampiaskan rasa bosannya dan pergi bersama Manda. 1 bulan kemudian. "Kenapa sih, harus berangkat malem?" gerutu Thea,sedang berdiri di depan cermin sambil melenggak lenggok. Gadis itu baru saja selesai berganti pakaian,lalu bergegas turun ke lantai bawah. Berjalan menuju meja makan,melihat laki laki yang sudah duduk mendahuluinya. "Pak! kita yakin mau berangkat habis makan malam?" sontak Thea,mengerutkan alis. "Hm.." dehem Nathan,masih melanjutkan kesibukannya. Menikmati hidangan makan malam, "Ck, ga ada gunanya kompromi sama 'ni cowok!" benak Thea,berdecak kesal. Gadis itu masih terdiam memutar jari telunjuk ke atas piring,mengundang sorot mata Nathan
"Bapak! ini kapan sampenya sih?" "Perasaan udah lama, tapi ga nyampe nyampe ke daratan." rengek Thea,masih mendekap erat dan menempel ke punggung laki laki tadi. Sesuai dengan permintaan, Thea berpindah posisi dan duduk di belakang. Kaki mereka yang saling bersentuhan,serta kedua tangan kurus yang melilit pinggang Nathan. "Sial! gadis ini menekan sesuatu ke punggungku," umpat Nathan dalam hati,berusaha mendayung dengan lebih cepat. "Sadarlah Nathan. Atau dia akan merasa detak jantungmu yang begitu cepat," benaknya,berusaha menahan diri. "Bapak!" pekik Thea merasa kesal karena diacuhkan. "Sabar. Mankanya kalo mau cepet, kamu ikut dayung juga!" sontak Nathan,tanpa menoleh. "Ih, ga mau!" "Lagian masa gini aja ga bisa? Kan Bapak cowok." "Ayo Bapak! Saya udah ga tahan. Nanti kalo ada
"Oke. Sudah siap! sekarang alasnya tidak akan basah kalo tiba tiba hujan, dan akan terasa empuk." gumam Nathan, tersenyum puas dengan hasil kerjanya. "Thea!" panggil Nathan,menoleh. "Iya bentar!" sahut Thea,segera beranjak dan melangkah cepat ke arah laki laki itu. "Apa?" tambah Thea,mengangkat alis. "Kamu udah cek barang apa aja yang ada di dalam tas?" "Belum.." geleng Thea. "Baru aja selesai ngangkat semua tas. Belum sempet ngebuka," "Ya udah bagus. Di buka kalo tendanya udah jadi aja," seru Nathan, "Oh oke. Terus, kapan jadinya?" "Bentar dong. Kamu ga sabaran banget," "Untung saya mau buatin tenda! Kalo ga? Bingung kan kamu, mau tidur dimana." omel Nathan, "Ya kan, saya cuma mau tanya doang…" "Gimana kalo say
Malam hari. Sebuah layar tipis menjadi tontonan serta semangkuk kudapan ringan. Kedua wanita tua itu,tengah duduk bersandingan. Terlihat mereka begitu khidmat menghayati jalan cerita. Sekelebat bayangan muncul dalam benak Barsha,perlahan dia melirik ke arah lain. "Kamu ga lupa bawain mereka selimut kan?" tanya Barsha,menoleh sambil mengangkat alis. "Ya enggak lah! Masa barang terpenting aku lupain." "Ya udah. Bagus deh, soalnya Thea agak lemah sama udara dingin! Walau udah kebiasaan pake AC, dia gampang sakit kalo kena angin alami." gumam Barsha kembali membenarkan posisi. "Oh gitu. Semoga saja mereka berdua bisa make selimutnya dengan nyaman," sahut Peny sekilas tersenyum. "Hacim.." "Aduh dingin! Nenek kebangetan, cdah baju cuma dibawain 3." "Mana baju pendek semua! ಠ益ಠ" &
"Di luar kan hujan! gimana mau masak? Emang gapapa, masak di dalam tenda?" gumam Thea merendahkan suara. "Gapapa." sontak Nathan,singkat. Gadis itu mengangguk sekilas,segera melangkah ke sudut ruangan. Meraih sebuah termos, "Eh, tunggu dulu! Kamu bisa masak kan?" ujar Nathan mengangkat alis,berusaha memastikan. "Ng, b-bisa." "Tadi siang, sama sore kamu masak apa?" tambahnya,sedikit ragu dengan ucapan gadis itu. "Mm, masak mie instan." sahut Thea lirih,lalu menggigit bibir bawah. "Ha?dan sekarang kamu mau masak mie lagi?" Gadis itu mengangguk pasti,sambil tersenyum kikuk. "Mie instan kaya natrium dan juga MSG, rendah nutrisi. Aku ga mau makanan seperti itu!" tolak Nathan,menjelaskan. "Y-yaudah. Saya coba masak yang lain," "
"Srup---ah!" celetuk suara puas dari bibir ranum yang baru saja menikmati beberapa teguk minuman.Cap..Cap..Cap..Berulang kali mengecap demi mengingat rasa manis yang tersisa di langit-langit mulut, lengkung sempurna perlahan muncul saat melihat sosok dengan setelan hitam putih tengah berjalan menghampiri.Sepoi angin siap menerpa rambut legam terkuncir tinggi bak ekor kuda, terasa begitu sejuk saat kutikula tubuh serta leher jenjangnya tertiup udara."Kenapa kau berikan padaku?" ucap Thea menegur wanita yang sedang berdiri sambil menyodorkan sebuah kelapa. Begitu bingung padahal dirinya sendiri juga telah memangku s
Mendengar logat halus yang begitu menyejukkan telinga juga sentuhan intim yang terasa nyata, padahal kedua hal itu adalah impian yang tak mungkin didapat.Tapi siapa sangka setelah menjadi kenyataan semua ini justru menyakitkan hati Thea, kata bak pinangan tadi berubah setajam pedang yang menoreh luka.Sakit yang menggores batin mengundang linang air di pelupuk mata, "Apa, Bapak bilang--layani?""Iya, tapi kenapa kau menangis? Ini bukan waktunya bersedih," tanya Nathan penuh kelembutan, sedikit merasa cemas melihat satu bulir bening menetes menyusuri pelipis."Apa Bapak pikir saya hanyalah wanita penghibur! Apa Bapak tidak tahu kalau perintah itu hanya pantas diajukan pada seorang pelacur,""Apa maksudmu? Aku tidak bermaksud menyamakanmu dengan seorang pelacur," sanggah Nathan panik, sigap mengusap air mata yang mulai bercucuran.Segera Thea menepis tangan yang menurutnya hanya berbuat demi seuntai n
WARNING 21+ ________________________________ HARAP BIJAK DALAM MEMBACA ________________________________ Blush.. Begitu jelas terukir rona merah di kedua pipi Thea, wajah putihnya berubah bak kepiting rebus berkat perkataan penuh makna. "A-apa maksudnya, kenapa dia mengatakan hal itu? D-dan kenapa aku memikirkan hal kotor!" gumam Thea dalam hati menangkup kedua tangan ke dalam dada hingga memastikan seperti apa kondisi organ dibalik kerangka tubuhnya. Perlahan memberanikan diri melirik sosok yang terus berjalan dengan langkah normal, raut datar itu tetap terpasang hingga menaruh tanda tanya di benak Thea. Bibir yang hendak bergumam guna menanyakan maksud tak lagi melanjutkan niat setelah menyadari suara debaran yang berasal dari dada bidang yang kini tengah mendekapnya. Dengan keberanian yang tak seberapa telapak gadis itu terulur untuk menyentuh ambang kutikula Nathan,
Sigap gadis itu berdiri memandang Nathan yang siap menarik kaos hitam hingga memperlihatkan tubuh bagian atas. Mulai dari lekuk otot perut hingga kedua titik pada dada bidang, entah kenapa Thea belum menyadari jika kedua maniknya perlahan tersihir karena pemandangan tersebut. Bahu lebar itu terlihat begitu luas dari jarak dekat, kali ini Thea lebih lekat menatap setiap inci tubuh atletis seorang pria. "Itu ada 8," gumamnya tanpa sadar menganga tak mampu mengontrol ekspresi, Seketika berhasil mengundang tawa singkat di wajah Nathan, merasa senang melihat tingkah gadis yang terkesan menggemaskan. Perlahan menoleh demi melempar kaos ke sisi lain, "Apa kau menghitungnya?" sontak Nathan merendahkan suara sambil menerbitkan senyum licik, "Aa-tidak!" geleng Thea, baru menyadari apa yang telah dilakukan. Pasti wajahnya terlihat seperti orang bodoh saat tertegun hanya karena hal sepele, reflek Thea mengalihkan pandanga
"Huh! Apa dia bilang? Perutku penuh dengan lemak! Memangnya dia pernah melihat perutku--seenaknya saja menghina tanpa bukti." gerutu Thea mendengus kesal,Dengan hati yang terbakar amarah dia berdiri di depan cermin besar, meletakkan tumpukan kain ke atas penyangga kaca. Masih sigap memasang wajah muram karena terus teringat ucapan pria tadi,Sigap dilepasnya dress formal yang melekat demi segera mengenakan salah satu setelan lain. Entah kenapa sekilas muncul senyum cerah di wajah Thea,Tercipta satu tujuan jika dia harus bisa mematahkan hinaan tadi demi menjaga harga diri. Bahkan Thea mulai membayangkan ketika wajah angkuh itu terpesona dengan tubuh indahnya,Doeng!
Meski merasa terpaksa, gadis itu tetap melangkah maju hingga mendapati beberapa pelayan datang dengan meja dorong berisi berbagai macam hidangan.Seketika rasa kesal dalam hati Thea terganti dengan rasa lapar yang mengguncang penduduk di dalam perut. Lengkung bibir itu terukir sempurna seraya membuka jalan bagi pelayan untuk menyelesaikan tugasnya,"Taruh saja disitu. Aku akan menatanya sendiri," celetuk Thea begitu tak sabar mencicipi salah satu makanan yang sangat menggoda hingga membuatnya berulang kali menelan saliva.Beruntung dia masih bisa mempertahankan raut datar demi menjaga citra di hadapan mereka. Perlahan setiap pelayan berbaris dengan kepala tertunduk,"Karena malam masih panjang, apa setelah ini---Nyo
Aroma bunga lily yang masih melekat pada urai legam pria itu mampu membuat Thea mengernyit, sedikit bingung bagaimana bisa hidungnya dengan jelas menghirup wangi tersebut.Entah kenapa tanpa sadar dia terlelap sebelum menghabiskan setengah perjalanan, mungkin saja energi dalam tubuh Thea telah terisi penuh hingga menambah kepekaannya terhadap bau."Ng.." perlahan membuka mata, menemukan diri tengah bersandar pada jendela berukuran sedang.Seketika dia tersentak kaget karena menatap pemandangan awan yang begitu berbeda, sigap menoleh hingga menemukan sosok tinggi sedang duduk tepat di sampingnya. "Bapak! Kita ada dimana?""Pesawat," sahut Nathan datar tanpa menoleh,Mendengar kalimat tadi, tanpa ragu Thea menatap sekeliling yang hanya dipenuhi kursi kosong layar televisi juga perabotan modern yang tak mungkin ditemukan di dalam mobil."Perasaan aku tadi ada di dalam mobil.." gumam Thea mengerutkan alis, ber
"Hah?! K-kenapa!"Tentu saja gadis itu terkejut tak mampu berkutik mendengar saran aneh dari mulut Zen. Bukannya mendukung dan membiarkan Thea membantu karena pasti mengerti tentang emosi yang dirasakan, dia justru menggunakan ide aneh Nathan untuk mengusir mereka."Tu--" nyaris saja sebuah panggilan hormat muncul berkat batin yang terlalu antusias, beruntung dia sadar pada waktu yang tepat."Aku mohon, izinkan aku membantu..""Bukankah tadi sudah kujelaskan, bahwa kaulah target mereka. Liburan adalah cara yang tepat untuk kau bersembunyi,""Kau harus menghilang selama beberapa hari untuk mengecoh mereka. Dan Nathan akan menemanimu," beralih menatap sosok lain."Kau tidak boleh pergi kemanapun dan pastikan Thea selalu berada di sampingmu sampai keadaan aman----biarkan aku menjalankan rencana yang telah kami setujui," lugas Zen berhasil membujuk,Meski tidak tahu apapun tentang rencana yang dim
Karena gadis yang masih bersikeras mengajak Nathan ke suatu tempat, mau tidak mau setelah berganti pakaian mereka berdua pergi menaiki mobil yang dibawa oleh Romi.Kedatangan pria itu juga menyelesaikan kesalahpahaman yang beberapa saat lalu terjadi. "Thea, kenapa kau memintaku membawa baju? Padahal tadi, Pak Nathan sudah memakai baju baru."Seperti biasa dia menempati kursi depan agar tak mengganggu kenyamanan tuan muda. "Itu tadi, baju milik sepupuku..""Apa?!" sontak Romi terkejut mendengar kebenaran yang belum pernah terjadi,"Sudahlah lupakan saja. Itu telah berlalu! Jangan sampai ada yang kesal karena kita membicarakan hal tadi," bisik Thea berhasil menghentikan perbincangan,Menit berlalu kendaraan beroda empat itu telah melewati gerbang besar yang menuntun ke depan gedung megah familiar milik keluarga Adelard.Muncul helaan nafas panjang, dari seorang pria berjas coklat yang tengah melirik sekilas