"Apakah aku sedang bermimpi? Atau barusan gadis itu memang benar-benar memutuskan panggilan." gumam Nathan nyaris tak percaya menatap layar yang tidak lagi menampilkan sosok gadis tadi.
"Hhh," menghela nafas berat dengan rasa kesal memenuhi benak, dengan cepat mendepak benda tipis itu ke sembarang arah.
"Eurhg!" menjambak sekilas ujung kepala yang terasa berdenyut,
"Aku sangat kesal. Pertama kalinya ada seseorang yang berani mengabaikanku dan--orang itu, bawahanku sendiri."
"Sial! Berangkat bersama dengan teman? Mari kita lihat, teman mana yang dia maksud." bergegas berbalik seraya mencari ponsel yang sempat diabaikan, begitu lihai mengotak atik layar demi mencari salah satu kontak.
"Tunggu!"
"Apa yang sedang ku lakukan?" sontaknya seketika diam tak berkutik, kembali berpikir tentang sikap aneh yang sedang terjadi.
"Kenapa aku harus repot mencari tau. Biarkan saja dia berangkat dengan siapapun, asalkan itu tak menimbulkan masalah bagi
"Selamat pagi. Nona---" "Amanda. Panggil saja Manda," timpalnya berhasil terbebas dari lamunan. Muncul rasa gugup yang jarang terjadi bahkan membuat gadis itu tak berani bertatap mata langsung. Sorot mata menatap acak benda yang ada di sekitar, "Baiklah, Nona Manda. Silahkan duduk," pinta Ale tersenyum ramah. Beranjak melangkah ke depan sofa seraya melepas kancing pengait jas birunya. Menempelkan bokong bersamaan dengan langkah kaki kecil yang gadis itu ambil, "Kayaknya, dia ga inget sama aku." benak Manda menghela nafas lega, "Kalo tahu dia yang jadi ketua departemen, pasti udah dari dulu aku bekerja untuk perusahaan ini." Siapa sangka dia bertemu dengan sosok di masa lalu yang pernah membuat hati seorang gadis kecil bergetar berkat paras serta keramahan, setidaknya Manda bersyukur telah tersesat di malam itu. Jika tidak? Maka dia tidak akan pernah merasakan sensasi aneh yang tengah menggelitik perutnya. Cahaya serta s
Ruang luas berisi puluhan meja yang dibiarkan tersaji dengan beberapa kursi mengelilingi, lalu lalang pengunjung menciptakan hentak kaki serta kebisingan di ujung pintu.Salah satu meja terletak paling sudut menjadi tempat dimana dua gadis bersetelan formal sedang duduk berhadapan. Kedua manik hitam tak henti menyorot sosok yang masih sibuk menghilangkan cegukan, tubuh Thea berulang kali menciptakan suara aneh karena terlalu lama menangis."Berhenti menatapku," tegasnya merasa risih."Aku ini sedang menunggu, kapan kau mulai bercerita?""Ya---mau bagaimana lagi. Setiap mau ngomong--selalu terpotong," sanggah Thea menekuk bibir, mendapat helaan nafas dari temannya."Kau mencintai paman?" celetuk Manda membuat gadis tadi terkejut dengan kedua mata nyaris terbelalak,Bagaimana bisa sebuah pertanyaan itu muncul bahkan sebelum mendengar kisah yang terjadi. Keduanya terdiam untuk mengetahui kebenaran yang masih
"Oh ya, aku mau tanya---kenapa nenek bisa ada di rumahmu?" celetuk Manda sekilas melirik gadis yang tengah mengisi kursi mobil disampingnya, Setelah selesai mengembalikan suasana mereka berdua baru menyadari berjam jam waktu yang telah dihabiskan hingga sore hari. Kendaraan roda empat itu melaju normal, menepis hembusan angin serta debu dalam rantai jalan. "Ga tau, tiba-tiba nginep. Kayaknya sih mau mastiin hubungan aku sama Pak Nathan," dusta Thea berusaha menutupi kebenaran, Setelah berpikir juga membulatkan tekad meski harus menanggung rasa bersalah karena telah berbohong, keinginan Thea tak tergoyah untuk tetap menyembunyikan semua hal sebelum dalang dari masalah itu terungkap. "Ya mungkin, nenek u
"Tuan sedang ada di ruang kerjanya, silahkan masuk. Akan saya antar," ujar seorang pelayan wanita paruh baya di depan pembatas yang telah terbuka.Kaki renta Zen dengan sigap melangkah masuk ke dalam rumah mewah yang belum pernah dilewati. Meski baru pertama kali berkunjung, pria itu tak ragu menoleh ke sekeliling sekilas melihat kondisi gedung bertingkat yang terasa sunyi.Menyusuri beberapa ruang hingga menaiki tangga demi menemui sosok penting, "Dimana semua orang?""Tuan Muda dan Nona sedang menghadiri pesta yang diadakan rekan bisnis, sedangkan Nyonya----pasti sekarang, beliau ada di kamarnya." merendahkan suara sedikit menoleh dengan kepala tertunduk sebagai tanda hormat,Langkah mereka melambat setelah mendap
Ceklek, Suara pembatas terbuka membuat sedikit kebisingan di tengah ruang luas bertabur warna putih, tercium aroma obat menyebar ke segala sisi. Namun tak mengusik seorang gadis yang terlihat masih tegar menduduki sofa empuk sambil menghadap ranjang besar di depannya, Meski mendengar hentak kaki, kedua manik hitam itu lebih memilih tak acuh guna menatap lekat sosok yang masih memejamkan mata meski dalam waktu lama. "Saya membawakan beberapa makanan," celetuk Romi tak segan menyajikan satu persatu bungkus ke atas meja. Sebagai seorang bawahan yang patuh terhadap perintah, pria itu juga tak pernah beranjak jauh demi memastikan kondisi cucu majikannya. Dalam waktu sekejap seluruh meja terpenuhi dengan berbagai macam hidangan, Semua itu berhasil mengundang sorot mata Manda. "Nafsu makanku tidak sebanyak ini," "Ha---ng, maaf. Saya tidak pandai memilih makanan, jadi saya memesan semua menu yang terjual." sahut Romi me
BAB 109Sebuah kendaraan roda empat baru saja melewati gerbang berukuran besar, menapak jalan demi berhenti pada area halaman sebuah gedung mewah. Manik hitam Manda sekilas menatap tempat yang pagi tadi ia kunjungi, siapa sangka kaki itu harus kembali melangkah ke dalam tempat yang mengingatkan duka. Helaan nafas muncul tepat sebelum telapak tangannya meraih knop pintu lalu berjalan keluar. Ditemani sosok pria, mereka berdua bergegas maju hingga melewati pembatas yang sengaja dibiarkan terbuka,"Nona Manda," panggil suara wanita yang tengah berdiri sambil menyiapkan meja makan.Sekilas kedua alisnya terangkat mendapati kehadiran pengawal, "Romi, juga datang---Nona Thea masih diluar? Oh ya, Nyonya besar tidak ada dirumah! dia--""Pergi ke rumah kakek," timpal Manda, perlahan menoleh menatap lekat wanita tadi sambil mempertahankan raut datarnya."Aku tahu karena sempat bertemu di perjalanan," lugasnya
"Dimana Thea sekarang?"Bukan kalimat angkuh atau pembelaaan diri, melainkan sebuah pertanyaan yang terlontar dari mulut pria itu. Terlihat begitu serius seakan benar benar ingin tahu keberadaan seseorang,"......." Namun tidak semudah perkiraan, gadis di depannya lebih memilih diam dengan bibir mengatup rapat, begitu enggan menanggapi bahkan merasa senang melihat raut kebingungan yang terlukis di wajah Nathan.Sekilas mereka berdua terkesan dengan sikap tak terduga yang belum pernah pria itu lakukan. Mungkinkah hasil dari perkataan Manda? Atau memang perasaan tulus yang selama ini dipendam?Walau belum mendapat kepastian, tanpa berputus asa kedua manik hitam Nathan beralih menatap sosok pengawal yang selalu tunduk dengan perintahnya."Romi, katakan---dimana Thea sekarang? Apa di rumahku?" merendahkan suara,Nyaris saja muncul sahutan, namun dengan sigap Manda mencengkram erat telapak kekar disamping
Padahal selama perjalanan dia telah mendapat banyak siraman pelajaran untuk mencoba sopan juga berlembut kata demi menjalankan aksinya. Namun siapa sangka seluruh informasi tadi lupa pria itu gunakan saat kesan pertama,"Maksud saya, biarkan saya menjemput Thea." ujar Nathan masih berusaha merubah raut datar yang terpasang di wajah."Tidak, Thea tidak memerlukan kunjungan anda. Jadi silahkan kembali," menolak dengan pasti, merasa enggan menerima kehadiran pria yang sangat dibenci karena sifat juga rumor tentangnya."Paman, setidaknya biarkan om saya menemui Thea---sebentar saja.." sanggah Manda memelas,"Manda, aku tidak keberatan denganmu karena kamu teman Thea. Tapi jika pria ini---maaf! Aku tidak menerima kunjungan orang asing,""Paman, jangan lupa kalau saya adalah suami Thea." tegas Nathan memasang raut dingin yang berhasil membuat orang di sekitar tertekan.
"Srup---ah!" celetuk suara puas dari bibir ranum yang baru saja menikmati beberapa teguk minuman.Cap..Cap..Cap..Berulang kali mengecap demi mengingat rasa manis yang tersisa di langit-langit mulut, lengkung sempurna perlahan muncul saat melihat sosok dengan setelan hitam putih tengah berjalan menghampiri.Sepoi angin siap menerpa rambut legam terkuncir tinggi bak ekor kuda, terasa begitu sejuk saat kutikula tubuh serta leher jenjangnya tertiup udara."Kenapa kau berikan padaku?" ucap Thea menegur wanita yang sedang berdiri sambil menyodorkan sebuah kelapa. Begitu bingung padahal dirinya sendiri juga telah memangku s
Mendengar logat halus yang begitu menyejukkan telinga juga sentuhan intim yang terasa nyata, padahal kedua hal itu adalah impian yang tak mungkin didapat.Tapi siapa sangka setelah menjadi kenyataan semua ini justru menyakitkan hati Thea, kata bak pinangan tadi berubah setajam pedang yang menoreh luka.Sakit yang menggores batin mengundang linang air di pelupuk mata, "Apa, Bapak bilang--layani?""Iya, tapi kenapa kau menangis? Ini bukan waktunya bersedih," tanya Nathan penuh kelembutan, sedikit merasa cemas melihat satu bulir bening menetes menyusuri pelipis."Apa Bapak pikir saya hanyalah wanita penghibur! Apa Bapak tidak tahu kalau perintah itu hanya pantas diajukan pada seorang pelacur,""Apa maksudmu? Aku tidak bermaksud menyamakanmu dengan seorang pelacur," sanggah Nathan panik, sigap mengusap air mata yang mulai bercucuran.Segera Thea menepis tangan yang menurutnya hanya berbuat demi seuntai n
WARNING 21+ ________________________________ HARAP BIJAK DALAM MEMBACA ________________________________ Blush.. Begitu jelas terukir rona merah di kedua pipi Thea, wajah putihnya berubah bak kepiting rebus berkat perkataan penuh makna. "A-apa maksudnya, kenapa dia mengatakan hal itu? D-dan kenapa aku memikirkan hal kotor!" gumam Thea dalam hati menangkup kedua tangan ke dalam dada hingga memastikan seperti apa kondisi organ dibalik kerangka tubuhnya. Perlahan memberanikan diri melirik sosok yang terus berjalan dengan langkah normal, raut datar itu tetap terpasang hingga menaruh tanda tanya di benak Thea. Bibir yang hendak bergumam guna menanyakan maksud tak lagi melanjutkan niat setelah menyadari suara debaran yang berasal dari dada bidang yang kini tengah mendekapnya. Dengan keberanian yang tak seberapa telapak gadis itu terulur untuk menyentuh ambang kutikula Nathan,
Sigap gadis itu berdiri memandang Nathan yang siap menarik kaos hitam hingga memperlihatkan tubuh bagian atas. Mulai dari lekuk otot perut hingga kedua titik pada dada bidang, entah kenapa Thea belum menyadari jika kedua maniknya perlahan tersihir karena pemandangan tersebut. Bahu lebar itu terlihat begitu luas dari jarak dekat, kali ini Thea lebih lekat menatap setiap inci tubuh atletis seorang pria. "Itu ada 8," gumamnya tanpa sadar menganga tak mampu mengontrol ekspresi, Seketika berhasil mengundang tawa singkat di wajah Nathan, merasa senang melihat tingkah gadis yang terkesan menggemaskan. Perlahan menoleh demi melempar kaos ke sisi lain, "Apa kau menghitungnya?" sontak Nathan merendahkan suara sambil menerbitkan senyum licik, "Aa-tidak!" geleng Thea, baru menyadari apa yang telah dilakukan. Pasti wajahnya terlihat seperti orang bodoh saat tertegun hanya karena hal sepele, reflek Thea mengalihkan pandanga
"Huh! Apa dia bilang? Perutku penuh dengan lemak! Memangnya dia pernah melihat perutku--seenaknya saja menghina tanpa bukti." gerutu Thea mendengus kesal,Dengan hati yang terbakar amarah dia berdiri di depan cermin besar, meletakkan tumpukan kain ke atas penyangga kaca. Masih sigap memasang wajah muram karena terus teringat ucapan pria tadi,Sigap dilepasnya dress formal yang melekat demi segera mengenakan salah satu setelan lain. Entah kenapa sekilas muncul senyum cerah di wajah Thea,Tercipta satu tujuan jika dia harus bisa mematahkan hinaan tadi demi menjaga harga diri. Bahkan Thea mulai membayangkan ketika wajah angkuh itu terpesona dengan tubuh indahnya,Doeng!
Meski merasa terpaksa, gadis itu tetap melangkah maju hingga mendapati beberapa pelayan datang dengan meja dorong berisi berbagai macam hidangan.Seketika rasa kesal dalam hati Thea terganti dengan rasa lapar yang mengguncang penduduk di dalam perut. Lengkung bibir itu terukir sempurna seraya membuka jalan bagi pelayan untuk menyelesaikan tugasnya,"Taruh saja disitu. Aku akan menatanya sendiri," celetuk Thea begitu tak sabar mencicipi salah satu makanan yang sangat menggoda hingga membuatnya berulang kali menelan saliva.Beruntung dia masih bisa mempertahankan raut datar demi menjaga citra di hadapan mereka. Perlahan setiap pelayan berbaris dengan kepala tertunduk,"Karena malam masih panjang, apa setelah ini---Nyo
Aroma bunga lily yang masih melekat pada urai legam pria itu mampu membuat Thea mengernyit, sedikit bingung bagaimana bisa hidungnya dengan jelas menghirup wangi tersebut.Entah kenapa tanpa sadar dia terlelap sebelum menghabiskan setengah perjalanan, mungkin saja energi dalam tubuh Thea telah terisi penuh hingga menambah kepekaannya terhadap bau."Ng.." perlahan membuka mata, menemukan diri tengah bersandar pada jendela berukuran sedang.Seketika dia tersentak kaget karena menatap pemandangan awan yang begitu berbeda, sigap menoleh hingga menemukan sosok tinggi sedang duduk tepat di sampingnya. "Bapak! Kita ada dimana?""Pesawat," sahut Nathan datar tanpa menoleh,Mendengar kalimat tadi, tanpa ragu Thea menatap sekeliling yang hanya dipenuhi kursi kosong layar televisi juga perabotan modern yang tak mungkin ditemukan di dalam mobil."Perasaan aku tadi ada di dalam mobil.." gumam Thea mengerutkan alis, ber
"Hah?! K-kenapa!"Tentu saja gadis itu terkejut tak mampu berkutik mendengar saran aneh dari mulut Zen. Bukannya mendukung dan membiarkan Thea membantu karena pasti mengerti tentang emosi yang dirasakan, dia justru menggunakan ide aneh Nathan untuk mengusir mereka."Tu--" nyaris saja sebuah panggilan hormat muncul berkat batin yang terlalu antusias, beruntung dia sadar pada waktu yang tepat."Aku mohon, izinkan aku membantu..""Bukankah tadi sudah kujelaskan, bahwa kaulah target mereka. Liburan adalah cara yang tepat untuk kau bersembunyi,""Kau harus menghilang selama beberapa hari untuk mengecoh mereka. Dan Nathan akan menemanimu," beralih menatap sosok lain."Kau tidak boleh pergi kemanapun dan pastikan Thea selalu berada di sampingmu sampai keadaan aman----biarkan aku menjalankan rencana yang telah kami setujui," lugas Zen berhasil membujuk,Meski tidak tahu apapun tentang rencana yang dim
Karena gadis yang masih bersikeras mengajak Nathan ke suatu tempat, mau tidak mau setelah berganti pakaian mereka berdua pergi menaiki mobil yang dibawa oleh Romi.Kedatangan pria itu juga menyelesaikan kesalahpahaman yang beberapa saat lalu terjadi. "Thea, kenapa kau memintaku membawa baju? Padahal tadi, Pak Nathan sudah memakai baju baru."Seperti biasa dia menempati kursi depan agar tak mengganggu kenyamanan tuan muda. "Itu tadi, baju milik sepupuku..""Apa?!" sontak Romi terkejut mendengar kebenaran yang belum pernah terjadi,"Sudahlah lupakan saja. Itu telah berlalu! Jangan sampai ada yang kesal karena kita membicarakan hal tadi," bisik Thea berhasil menghentikan perbincangan,Menit berlalu kendaraan beroda empat itu telah melewati gerbang besar yang menuntun ke depan gedung megah familiar milik keluarga Adelard.Muncul helaan nafas panjang, dari seorang pria berjas coklat yang tengah melirik sekilas