Karalyn diam, dia tidak berani melawan Ashraf. Juga dengan para tamu yang lain, tidak ada satupun dari mereka yang berani menentang atau mempertanyakan keputusan Ashraf malam itu. "Aku ingatkan pada kalian semua, jangan berbuat keributan di dalam aliansi ini apapun bentuknya. Karena siapapun yang merugikan pihak lain, tidak akan pernah selamat dari ku!" Tegas Ashraf kemudian turun dari tempatnya berdiri. Ashraf meninggalkan Karalyn yang masih berdiri di tempatnya sembari mengatupkan bibirnya rapat-rapat. Dia merasa terhina atas sikap Ashraf yang sama sekali tidak memihak dirinya. Lebih-lebih lagi perkataan Ashraf terdengar seperti sebuah peringatan baginya. Akan tetapi Ashraf tidak peduli, dia malah menarik tangan Yoriko agar pergi dari mansion tersebut. "Ayo pergi Yoriko," ajak Ashraf sembari menarik tangan Yoriko pelan. Perempuan itu tidak sempat berbicara apa-apa, dia hanya bisa mengekor di belakang tubuh Ashraf. Keduanya berjalan meninggalkan mansion beserta acara malam itu t
Ashraf dan Yoriko memutuskan untuk menginap satu malam di Bulacan. Baru besok pagi-pagi mereka akan kembali ke Gangnam. "Kepalaku rasanya ingin pecah," lirih Ashraf sembari memijit pelipisnya perlahan. Keduanya memang ada di satu kamar yang sama. Meskipun berbeda tempat tidur, lagi pula Ashraf sengaja memesan satu kamar karena tahu ada banyak bahaya yang mungkin terjadi ketika mereka tertidur. Lebih-lebih lagi, mereka hanya pergi berdua ke Bulacan tanpa ada pengawalan dari anggota El Abro. Yoriko yang baru saja keluar pun segera mendekati Ashraf yang duduk di dekat pintu mengarah ke balkon. "Kau kenapa Ashraf?" Tanya Yoriko sembari memperhatikan pria itu. Ashraf mendongakkan kepalanya, dia menatap wajah Yoriko satu. "Kepalaku sangat sakit Yoriko, seperti hendak pecah saja."Mendengar jawaban itu, Yoriko tidak menjawab apa-apa. Dia malah berjalan ke arah tas miliknya dan mengambil obat pribadinya serta segelas air putih. "Ini, minumlah!" Perintah Yoriko sembari menyodorkan obat d
Setelah penyerangan itu suasana hotel sempat gaduh, para pengunjung hotel juga berhamburan keluar dari kamar masing-masing. Untungnya tidak ada korban jiwa akibat penyerangan malam itu. Kamar Ashraf dan Yoriko yang paling banyak mengalami kerusakan pun dibatasi garis polisi setempat. Ashraf dan Yoriko juga dimintai keterangan atas kejadian tidak mengenakkan tersebut. "Baik Tuan dan Nyonya, kalian boleh pergi." Ucap salah satu anggota polisi yang sudah selesai menginterogasi keduanya. Ashraf dan Yoriko mengangguk kompak. "Boleh ku minta perkembangan hasil penyelidikan kalian nanti?" Tanya Ashraf dengan nada yang dingin. Polisi itu mengangguk, "Tentu saja. Karena kalian adalah korban utama dalam penyerangan malam ini. Sudah pasti kami akan mengirimkan hasil penyelidikannya.""Terimakasih banyak," balas Ashraf dengan sopan. "Sama-sama Tuan Ashraf, dan ya selama anda berdua ada di sini. Untuk berjaga-jaga adanya serangan ulang, kami akan kirimkan beberapa anggota untuk menjaga tempa
Karalyn yang mendapatkan penolakan secara terang-terangan dari Ashraf melampiaskan kemarahannya pada minuman keras. Perempuan itu sudah banyak minum sejak tiga jam terkahir, salah satu anak buahnya tampak khawatir melihat kondisi perempuan itu. "Nona cukup! ini sudah botol ke-empat yang kau minum, ku mohon berhenti." Karalyn malah menepis tangan anak buahnya itu dengan kasar, dia sudah setengah mabuk. Meskipun tubuhnya memiliki toleransi yang kuat terhadap alkohol. Tetap saja tubuhnya memiliki batas, dan saat ini dia sudah mulai dikuasai oleh minuman haram tersebut. "Diam kau! aku tidak butuh nasihat mu," ketus Karalyn dengan mata yang sayu dan mulai memerah. Anak buahnya lekas terdiam tanpa sepatah katapun. Dia khawatir tapi tetap tidak bisa berbuat banyak selain menemani pemimpin keluarga Henderson yang baru itu. "Daripada kau mengoceh tentang kebaikan ku, lebih baik kau katakan bagaimana penyerangan di hotel tempat Ashraf menginap?" tanya Karalyn setelah meneguk habis alkohol
Ashraf mengerutkan keningnya dalam, sedikit mengerti memang dengan apa yang dikatakan Yoriko. Akan tetapi dia perlu mendengarkan sendiri apa yang dikatakan perempuan itu padanya. "Kau menghinaku?" Tanya Ashraf terang-terangan mengutarakan kecurigaannya. Yoriko tersenyum kecil, "Maaf jika kau justru tersinggung. Aku hanya mengatakan apa adanya." Ashraf mendengus, dia lalu bangkit dari duduknya dan mendekati Yoriko yang masih duduk. Pria itu mencondongkan tubuhnya dan mengungkung Yoriko. "Bisa kau jelaskan lagi apa yang sudah kau katakan tadi?" Ashraf berkata dingin. Akan tetapi Yoriko tidak merasa gentar, dia hanya menatap wajah Ashraf datar. "Dalam dunia hitam, apapun harus dilakukan demi keberhasilan misi. Hal itu juga termasuk dengan menyingkirkan semua perasaan, karena selama perasaan masih tertanam kita tidak akan pernah bisa apa-apa."Mendengar jawaban dari Yoriko, Ashraf terdiam. Merada tertohok atas jawaban yang dia terima. Pria itu lalu menarik diri, menjauh dari Yoriko d
Polisi itu menggeram marah, dia mengeraskan rahangnya begitu mendengar jawaban dari si terduga pelaku. Tangannya juga mengepal kuat-kuat sembari menatap lurus ke arah pria tersebut. "Hei jangan menguji kesabaran ku, temui mereka karena kau bukan siapa-siapa di tempat ini!" Tegas si polisi lalu berbalik badan pada Ashraf dan Yoriko yang berdiri dibelakangnya. "Tuan dan Nyonya bisa menemuinya, aku akan menunggu di sebelah sana." Polisi itu mempersilahkan Ashraf dan Yoriko. Keduanya mengangguk paham,"Baik Terimakasih."Setelah itu si polisi menyingkir, dia duduk di salah satu kursi yang cukup jauh dari sel tempat pelaku penyerangan berada. Sementara itu Ashraf maju mendekati sel, dia memperhatikan dengan seksama siapa pria itu sebenarnya. Lalu Yoriko masih berdiri ditempatnya semula, tanpa beranjak kemana-mana. "Kau yang sudah menyerang kamar hotel ku kemarin malam?" Tanya Ashraf dengan nada dingin. Tatapannya tertuju lurus pada pria yang tengah duduk di lantai tahanan sembari memun
Setelah menemui pelaku penyerangan, Ashraf meminta Yoriko untuk kembali ke hotel sendirian. Sementara dirinya pergi ke mansion milik Karalyn. Di sana dia langsung masuk tanpa mengindahkan para anak buah Karalyn yang berjaga di sepanjang pintu masuk. "Maaf tuan, kau tidak bisa masuk tanpa menunjukkan identitas." Salah satu anak buah Karalyn mencegah langkah Ashraf. "Kalau begitu seret Nona kalian untuk menemuiku sekarang!" Tegas Ashraf tanpa rasa takut sama sekali. "Siapa anda ini sebenarnya, kami perlu tahu identitas anda--"Sebelum mendengarkan penjelasan lebih lanjut dari anak buah Karalyn. Ashraf justru pergi meninggalkan mereka semua dan masuk ke dalam mansion untuk mencari keberadaan Karalyn. Meskipun ada banyak anak buah yang menghalangi jalan Ashraf, pria itu tidak peduli. Dia semakin masuk ke dalam mansion tanpa menghiraukan mereka semua. Kemudian tiba di ruang tengah yang ada di mansion tersebut Ashraf berhenti karena tepat didepannya ada Karalyn yang duduk di atas sofa
Setelah menembak Karalyn, Ashraf pergi dari mansion tersebut tanpa rasa takut sedikitpun. Dia tidak merasa gentar dengan para anak buah Karalyn yang menghadang dirinya. Setiap kali di hentikan, Ashraf langsung membalas anak buah Karalyn. Setiap satu kali hantaman di balas dua kali hantaman yang lebih keras oleh Ashraf. Pria itu melumpuhkan hampir semua anak buah Karalyn yang berhadapan dengannya. Hingga akhirnya Ashraf bisa lepas dari para anak buah Karalyn dan keluar dari mansion dengan selamat. "Tikus-tikus itu memang tidak bisa melihat keburukan Nona nya," batin Ashraf ketika memasuki mobilnya dan menghadap ke arah pintu utama mansion. Setelahnya Ashraf menyalakan mesin mobilnya dan melaju kencang meninggalkan mansion. Ashraf berkendara dengan kecepatan tinggi menuju hotel tempat dia menginap. Di lobi, rupanya Yoriko sudah menunggu Ashraf beserta koper mereka. Kening Ashraf berkerut dalam karena tidak tahu apa-apa. "Kau mau ke mana Yoriko?" Tanya Ashraf begitu dia berada di ha
Ashraf panik, dia berlari menuju tubuh Yoriko yang langsung tidak sadarkan diri. Perempuan itu berkorban demi dirinya, Yoriko sangat takut mati. Tapi dia bersedia tertembak demi orang yang dia cintai, yaitu Ashraf. Ashraf memeluk tubuh Yoriko yang mulai lemas. Di rengkuhnya tubuh perempuan berdarah Jepang-Korea Selatan itu. "Yoriko bangun!" Ucapnya berusaha membuat perempuan itu tersadar. Namun tidak ada respon yang diterima dari rekan sekaligus teman baiknya itu. Ashraf menundukkan kepalanya dalam-dalam, dia menyesal. "Sudah aku katakan sebelumnya Yoriko, jangan pernah pertaruhkan nyawa demi cinta. Tapi kau selalu keras kepala."Marco yang juga melihat itu merasa geram, kini hanya ada lima anggota Blair Fulton yang menjaga di sekitar Jeep tempat Tuan Lan dan Xiao juang bersembunyi."Keluar kalian dasar pengecut!" Teriak Marco tidak terima. Dia mengambil alih senapan yang masih dipegang oleh jasad beberapa anggota Blair Fulton yang telah tewas. Marco mulai menembaki para anggota
Tuan Lan dan Xiao Jiang segera bertolak menuju Gangnam begitu proses pemakaman Chen Goufeng dan keluarganya selesai. Kini status Xiao Jiang sendiri cukup terkenal sebagai tunangan mendiang putra perdana menteri. Oleh karena itu Xiao Jiang perlu berhati-hati dalam bertindak di negara asalnya. Akan tetapi tidak ketika dia dan sang ayah berada di Gangnam. Mereka langsung mengepung markas besar El Abro begitu mendapatkan kabar bahwa orang kepercayaan Blair Fulton, Kwon Yuri tewas ditangan Ashraf. Dor!Dor!Dor!Tembakan-tembakan dilepaskan secara tepat sasaran ke arah orang-orang Blair Fulton yang bersembunyi di pepohonan. Setidaknya, Tuan Lan membawa seratus orang anggota Blair Fulton mengepung markas besar El Abro. Hanya lima belas orang saja yang dapat dilihat oleh pihak lawan. Sedangkan sisanya bersembunyi dengan baik, berkamuflase dengan lingkungan tempat sekitar markas besar El Abro. Letak markas yang dikelilingi oleh lahan berisi pepohonan sebagai kamuflase pun memberi jalan ke
Yoriko ditangani dengan baik dan sadar setelah tidak sadarkan diri kurang lebih tiga jam lamanya. Perempuan itu di bius oleh Kwon Yuri begitu dia kalah di dalam penyerangan di hotel milik Senor Hugo. Sebenarnya jika bukan karena jumlah lawan yang tidak sepadan, dan pihaknya tidak dicurigai. Pasti Yoriko tidak akan mudah dibawa oleh orang-orang suruhan Kwon Yuri itu. "Bagaimana keadaan mu Yoriko, apa ada yang masih sakit?" Tanya Ashraf begitu perempuan itu membuka mata. Yoriko tidak segera menjawab, dia malah mengernyitkan dahinya. Merasa heran kenapa Ashraf ada saat dia membuka mata, padahal di ingatan terakhirnya tidak ada pria itu di hotel Senor Hugo. "Ashraf, kau ada di sini?" Tanyanya heran. "Iya aku di sini kenapa? Apa ada yang salah?" Ashraf malah balik bertanya. Sementara di belakangnya ada Ashley dan juga Marco yang tersenyum lebar melihat rekan mereka sadar. "Tidak, maksud ku. Bagaimana kau bisa datang, padahal kau tidak ada di hotel Senor Hugo saat aku di bawa oleh ora
Di tengah-tengah serangan, Ashraf bisa melihat dari kejauhan kalau dia tidak lagi sendirian. Selain Ashley yang memang membantu dirinya, dia bisa melihat ada beberapa anggota yang lain datang membantu. Ashraf tersenyum kecil, dia merasa Tuhan benar-benar ada dengan memberikannya bantuan di tengah keputusasaan dirinya. "Hah! Setidaknya Tuhan mendengar keluhan ku kali ini," gumam Ashraf sembari menatap para musuhnya satu persatu. Kini dia semakin semangat mengalahkan mereka, dia memukul dengan sangat brutal. "Ashraf, biar aku yang mengurus semuanya!" Ashley berkata tegas dari kejauhan. Di tengah kerusuhan dan juga serangan-serangan itu, Ashraf mengangguk paham. Di dekatnya, sudah ada Marco yang merangsek di tengah kerumunan dan juga anak buah Kwon Yuri yang membabi buta. "Mari selamatkan Yoriko Tuan Muda," ajak Marco ketika keadaan didekat mereka mulai terkendali. Ashraf mengangguk, "Ayo!"Keduanya kemudian menarik tali tambang yang mengikat Yoriko. Keduanya menarik tubuh Yoriko
Jiang malah tersenyum lebar ketika melihat tubuh Xiaojun yang ambruk tidak sadarkan diri didepannya. Sedetik kemudian ekspresi wajahnya berubah, dia mendadak berpura-pura panik. "Tolong, siapapun tolong ada yang pingsan di sini!" Teriak Jiang sembari berjongkok di dekat tubuh Xiaojun yang terkapar di lantai rumah sakit. Kondisi koridor rumah saki yang sepi membuat perempuan itu harus berteriak agar mendapatkan bantuan. Tidak lama ada beberapa perawat yang datang dengan tergopoh-gopoh untuk membantu mengangkat tubuh Xiaojun. "Nona keluarga pria ini?" Tanya salah satu perawat begitu tubuh Xiaojun berhasil di pindahkan ke brangkar dan mulai di dorong menuju ruang ICU untuk mendapatkan pertolongan. Jiang mengangguk, "Benar. Aku tunangannya." Perawat itu mengangguk lalu beralih pada Xiaojun yang harus segera mendapatkan pertolongan. Begitu masuk ke ruang ICU, Jiang di hentikan oleh perawat. "Nona silahkan tunggu di luar." Jiang berpura-pura bersedih, dia hanya menatap kosong ke ruan
Ashraf hanya menatap datar dokumen yang ada di depannya. Kemudian dia mengalihkan pandangannya pada Kwon Yuri yang masih menodongkan pistol ke kepala Ashraf. "Tunggu apa lagi Ashraf? Cepat tanda tangani berkas ini!" Kwon Yuri memberikan penekanan pada setiap kalimatnya. Ashraf kemudian melangkah, dia tidak mengalihkan pandangannya ke mana pun. Pria itu masih setia menatap lurus ke arah lawannya. "Apa ucapan mu bisa di pegang Kwon Yuri?" Tanya Ashraf masih tetap dengan nada yang tenang. "Hah! Tentu saja, asalkan kau tanda tangan di berkas itu." Kwon Yuri semakin menekankan nada bicaranya. Ashraf kemudian memperhatikan sekeliling, dia berusaha mencari celah di antara banyaknya anak buah Kwon Yuri yang mengepung dirinya. Ashraf memutar otak, mencari cara terbaik agar bisa lepas dari tekanan Kwon Yuri. Dia bisa saja melakukan perlawanan dengan mudah, akan tetapi Ashraf tidak bisa memastikan keselamatan Yoriko karena tindakannya itu. Akan tetapi Ashraf malah memajukan tubuhnya pada
Ye Siwu tersenyum ramah dan membiarkan seorang pelayan pria yang memang telah dia ajak bekerjasama memberikan botol wine pada keluarga perdana menteri Chen Goufeng. "Permisi Perdana Menteri, aku ingin memberikan wine ini untuk anda." Pelayan itu berkata dengan sopan. Chen Goufeng yang tengah menunggu jawaban dari Xiao Jiang mendecik sebal atas kedatangan pelayan tersebut. Akan tetapi begitu melihat botol yang dibawa, amarah yang semula hendak keluar mendadak reda. "Xiaojun, ini wine yang kau maksud tadi?" Tanya Chen Goufeng pada sang putra. Karena memang sebelum ini, Xiaojun ingin memberikan wine pada sang ayah untuk merayakan pertunangan. Xiaojun yang melihat botol wine serta pelayan yang membawanya mengangguk mengiyakan. "Benar, itu yang aku ingin berikan pada ayah. Lagi pula aku menitipkan ini pada pelayan tadi," jawabnya. Ye Siwu sendiri menahan tawa, menertawakan kebodohan Xiaojun. Karena sebelum memerintah si pelayan, perempuan itu telah memilih siapa orang yang dipercaya
Ashraf hanya menggigit bibir bawahnya menahan emosi yang memuncak. Saat ini dia harus bisa menemukan kembali Yoriko. Akan tetapi dia juga tidak yakin kalau telepon yang dia terima ini akan membawanya pada perempuan itu.Di tengah kebimbangannya, Master Wang yang memang bisa berjalan meski tertatih-tatih itu mendekati Ashraf. "Siapa?" Tanyanya dengan lirih. Ashraf menggedikan bahunya, jawaban kalau dia tidak tahu siapa yang sedang menghubungi dirinya. Master Wang pun paham dengan jawaban yang diberikan. Pria itu berdiri di samping Ashraf, menunggunya menyelesaikan panggilan. ["Ku tanya sekali lagi Ashraf, apa kau mau tahu di mana keberadaan Yoriko?"] Tanya seseorang di seberang sana lagi, mengulangi pertanyaan sebelumnya. Ashraf memejamkan matanya, berpikir keras. Kemudian dia menjawab tenang. "Tentu, jadi katakan di mana perempuan itu?" Tanyanya. ["Kalau kau mau menemuinya, datang lah sendiri ke tempat yang aku katakan. Bagaimana?"]"Ya aku akan ke sana sendirian, jadi cepat ka
Pertunangan Xiao Jiang dan Xiaojun terlaksana dengan baik, keduanya saling bertukar cincin di ikuti oleh sorak sorai para tamu yang ada. Tepukan gemuruh menggema di seluruh gedung tempat acara tersebut digelar. Xiaojun tampak tersenyum lebar, merasa menang atas Xiao Jiang. Dia melirik ke arah sang ayah yang tampak jauh lebih gembira dibanding dirinya. Sementara Xiao Jiang hanya memasang wajah datar. Dia tidak menampilkan ekspresi apa-apa, meskipun para tamu tampak memuji dirinya yang jauh lebih cantik di banding hari-hari biasanya. "Selamat atas pertunangan anda Nona Jiang dan Tuan Muda Cheng!"Para tamu kompak memberikan selamat pada keduanya. Setelah itu acara dilanjutkan dengan pesta. Akan tetapi Xiao Jiang tidak berniat bergabung dalam kerumunan. Perempuan itu malah duduk di kursi yang ada di sudut ruangan. Memperhatikan sekeliling ruangan beserta para tamu yang tampak menikmati acara tersebut. "Semua orang tampak bersenang-senang, tapi kenapa anda malah ada di sini Nona Jian