Share

Chapter 49

Penulis: Suzy Wiryanty
last update Terakhir Diperbarui: 2021-12-15 22:20:36

Empat bulan kemudian.

Jihan merasakan laju mobil yang ia tumpangi semakin memelan dan akhirnya berhenti. Saat ini ia berada di dalam mobil bersama dengan Azzam dan kedua buah hatinya. Azzam ingin memberinya dan anak-anak kejutan. Untuk itulah Azzam menutup matanya dengan sehelai kain. Niko yang duduk di baby care seat belakang bersama dengan Niki tertawa geli. Ia lucu melihat mata bunda ditutup katanya.

"Kita ada di mana ini, Mas?" tanya Jihan penasaran. Sedari matanya ditutup oleh Azzam pikirannya telah mengembara ke mana-mana. Memikirkan kejutan apa yang akan suaminya berikan padanya. Ya, Suaminya. Ia telah menikah dengan Azzam dua bulan yang lalu. 

Dan selama dua bulan ini ia dan kedua buah hatinya tinggal bersama dengan keluarga besar Azzam. Bu Sahila, ibu mertuanya memang memintanya sementara tinggal di sana. Bu Sahila kesepian katanya. Selain itu Bu Sahila sangat menyukai Niki yang kini sudah semakin besar. Ni

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Cilon Kecil
pak anwar meskipun arogan tapi langsug bisa menerima Jihan dan Azzam.. Ayahnya Jihan malah lebih mentingin gengsindulu meskipun sudah begitubrindu sampai frustasi
goodnovel comment avatar
Ayu Cla
part terakhir bikin haru....
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Asa diujung Sajadah#book2   Chapter 50

    Dan di sinilah dirinya berada. Di meja makan besar keluarga, di mana ia menghabiskan masa kecil, remaja hingga dewasa mudanya. Di meja besar ini ada dua belas kursi. Tujuh di antara kursi ini kosong. Hanya lima yang terisi. Dan kelima orang yang menduduki kursi-kursi itu adalah dirinya, Azzam, Niko, ayah dan juga ibunya. Sementara Niki tengah bermain di taman belakang yang luas bersama Bu Marni. Anak yang sedang belajar berjalan seperti Niki memang tidak bisa duduk diam dalam waktu lama. Setiap ada kesempatan, Niki akan merengek ingin berjalan.Suasana di meja makan sangat hening. Masing-masing orang yang duduk mengelilingi meja, menyantap makanan dalam diam. Benak mereka sibuk dengan pikiran masing-masing. Sedari tadi hanya denting peralatan makan yang terdengar. Walaupun Jihan tahu, masing-masing penghuni meja sesungguhnya juga tidak menikmati cita rasa makanan, kecuali Niko. Begitulah anak kecil dengan kepolosannya.Jihan mena

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-16
  • Asa diujung Sajadah#book2   Chapter 51

    Suasana di tempat pemakaman telah sepi. Para kerabat, handai tolan, maupun relasi-relasi yang ikut mengantarkan ayahnya ke peristirahatan terakhir, telah kembali ke kediaman mereka masing-masing. Yang tersisa hanya dirinya, Azzam, ibu, kakaknya Nihan, dan suaminya, Bram. Kedua anak Nihan, tidak ikut pulang ke tanah air. Mereka tengah mengikuti ujian nasional.Sementara ketiga istri siri ayahnya, berikut Johan sudah pulang lebih dulu. Ibunya benar. Ia melihat perubahan sikap Johan begitu signifikan. Biasanya Johan sangat betah mencari muka. Bersikap seolah-olah ia adalah orang yang paling penting dalam kehidupan ayahnya, karena berjenis kelamin laki-laki. Begitu juga dengan Rania, istrinya. Namun kali ini mereka hanya datang sebentar saja. Setelah ayahnya dimakamkan, mereka berdua langsung menghilang. Masih mendingan sikap ibunya, Tante Rahmah. Ia sempat meraung-raung pilu terlebih dahulu sebelum berlalu. Ada apa ini sebenarnya? Namun Jihan tidak sempat ber

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-17
  • Asa diujung Sajadah#book2   Chapter 52 (end)

    "Tidak disangka ya, Han. Ternyata ayah meninggalkan seluruh warisannya hanya pada kita berdua. Lebih tidak disangka lagi, ternyata Johan bukan saudara kita."Nihan baru bersuara setelah Pak Bahtiar dan rekan-rekannya kembali ke kantor. Ibunya sudah lebih dulu permisi kembali ke kamar untuk beristirahat. Nihan tahu sebenarnya ibunya bukan ingin beristirahat. Melainkan ibunya sedih karena teringat kembali dengan almarhum ayahnya."Iya, Mbak. Jihan juga tidak menyangka. Karena biasanya Ayah sangat dingin terhadap kita," imbuh Jihan takjub. Kalau terhadap Nihan, ayahnya memang sedikit lunak. Tetapi terhadap dirinya, jangan harap. Ayahnya selalu bersikap antipati padanya dalam hal apapun. Intinya, apapun yang ia lakukan tidak pernah benar di mata ayahnya."Surat wasiat ayahmu tadinya bukan seperti ini." Kali ini Om Syahril yang bersuara. Jihan dan Nihan mengalihkan pandangan pada kakak tertua ayahnya itu.&

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-17
  • Asa diujung Sajadah#book2   Extra Part

    Enam tahun kemudian.Seorang pria berusia awal empat puluhan, duduk termenung di atas kursi rodanya. Sesekali ia mengucek-ucek dan mengerjap-ngerjapkan matanya. Ia berharap kabut yang membayangi pandangannya segera berlalu.Tatkala semua usahanya tidak berhasil, sosok itu menghembuskan napas kasar sambil memaki-maki. Ia kesal karena tidak bisa memandangi ikan-ikan hias kesayangannya di kolam dengan jelas. Akhir-akhir ini pandangannya semakin lama semakin buram. Jika biasanya ia bisa menonton televisi dengan jelas, kini tidak lagi. Dan sekarang melihat ikan-ikan kesayangannya pun semakin lama semakin kabur."Ah sial!" Sosok itu kembali marah-marah. Tingkah laki-laki ringkih yang duduk di kursi roda itu, diamati dalam diam oleh seorang anak laki-laki. Kesal karena keinginannya tidak terpenuhi, sosok itu kemudian menggerakkan kursi roda elektriknya. Namun sepertinya rodanya tersangkut sesuatu. Makanya kursi roda elektriknya t

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-17
  • Asa diujung Sajadah#book2   Chapter 1

    "Mas nanti jam berapa pulang reuninya?" Jihan meraih sepatu pantofel dari rak, dan memberikannya pada Tommy. Saat membungkuk di depan rak sepatu, Jihan meringis. Kandungannya telah memasuki bulan ke delapan. Sekarang gerakannya semakin melamban. Tidak segesit dulu lagi."Ya, belum tau dong, Han. Pergi juga belum, kamu kok sudah nanya-nanya soal pulang sih?" Tommy menerima sepatu dari Jihan. Memakainya tergesa karena reuninya akan berlangsung sekitar setengah jam lagi. Ia takut terjebak macet."Bukan begitu, Mas. Kita 'kan sudah lama tidak mengunjungi Ibu. Jihan janji akan menjenguknya hari ini bersama Mas dan Niko. Karena Jihan pikir kalau hari Jummat, Mas pulang kantor lebih cepat. Jadi kita bisa bersama-sama menjenguk Ibu," terang Jihan sabar. Tommy tidak menjawab. Pikiran Tommy seperti tersita oleh masalah lain. Alih-alih merespon ucapannya, Tommy malah sibuk membalas chat-chat yang berbunyi tiada henti. Walaupun demikian, Jiha

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-20
  • Asa diujung Sajadah#book2   Chapter 2

    Kata-kata Kanaya membuat Jihan bungkam. Jihan sadar kalau ia memang tidak boleh menyerang Diana. Negara ini negara hukum. Hukum di negara ini akan melindungi setiap warga negaranya dari tindak pidana. Tetapi hukum tidak akan melindungi seorang istri dari tindak keji seorang pelakor. Maka jika ia menyerang Diana, Diana bisa membuat laporan pada pihak kepolisian, kalau dirinya adalah korban serangan brutal. Tetapi ia tidak bisa membela diri dengan mengatakan bahwa dirinya adalah korban perselingkuhan. Hukum memang tidak mengatur urusan dalam rumah tangga warganya. Kecuali ada laporan KDRT, yang dilengkapi dengan visum dari rumah sakit dan saksi-saksi. Ia akan kalah telak dalam hal ini.Namun Jihan tidak puas sebelum ia menangkap basah kecurangan Tommy dan Diana. Ia akan mengkonfrotasikan kecurigaannya secara langsung. Enam tahun berumah tangga membuat Jihan khatam dengan tindak tanduk Tommy. Jadi sebelum menuduh, Jihan ingin melihat sikap Tommy. Dan

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-20
  • Asa diujung Sajadah#book2   Chapter 3

    "Mengapa kamu belum pulang juga? Kamu bodoh sekali. Memberikan singgasana kamu begitu saja kepada orang lain yang cuma kebetulan singgah. Perempuan itu pasti bagaikan mendapatkan lotere sekarang. Pakai otakmu, Jihan!"Syahnan yang bermaksud mengecek apakah Jihan sudah pulang ke rumahnya sendiri, naik pitam saat mendapati putrinya itu masih ada di rumahnya. Jihan ini keras kepala sekali. Hanya karena memergoki suaminya bersama dengan wanita lain, anak perempuannya ini langsung patah arang. Putrinya ini naif sekali. Laki-laki sesekali mencari kesenangan di luar rumah itu biasa. Namanya juga laki-laki. Yang penting mereka tetap pulang ke rumah.Syahnan yakin, Tommy tidak mencintai selingkuhannya itu. Tommy hanya iseng saja, seperti dirinya dan semua laki-laki kaya di muka bumi ini. Menantu laki-lakinya itu memiliki segalanya. Harta, karir, nama besar keluarga, dan juga pernikahan yang sempurna. Makanya Syahnan yakin, Tommy hanya sekedar

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-20
  • Asa diujung Sajadah#book2   Chapter 4

    "Aku tau kamu pasti di sini,"Tommy menoleh saat merasakan elusan-elusan lembut di bahunya. Penampakan jemari lentik bercat kuku merah muda di bahunya, terus meraba dan menggoda. Gerakan-gerakan abstrak itu terus merambat maju mundur hingga mengelus rahang. Tanpa menoleh pun Tommy tau siapa wanita ini. Diana Paramitha."Lantas?" tanya Tommy pendek. Ia sedang tidak mood untuk bermain tebak-tebakan saat ini. Ia sedang punya kegiatan menarik lainnya saat ini. Yaitu menghisap tembakau dalam-dalam, sembari membayangkan wajah anak dan istrinya. Ia merindukan kehadiran keluarga kecilnya."Lantas apa kamu tidak mau bersenang-senang sedikit malam ini, heh? Toh Jihan sudah tau soal affairs kita." Diana kembali mengelus rahang persegi Tommy. Rahang jantan dengan bulu-bulu kasar sehari itu, membuat gairahnya bangkit seketika. Ia sudah cukup lama memimpikan saat-saat seperti itu. Saat di mana dirinya dan Tomm

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-20

Bab terbaru

  • Asa diujung Sajadah#book2   Extra Part

    Enam tahun kemudian.Seorang pria berusia awal empat puluhan, duduk termenung di atas kursi rodanya. Sesekali ia mengucek-ucek dan mengerjap-ngerjapkan matanya. Ia berharap kabut yang membayangi pandangannya segera berlalu.Tatkala semua usahanya tidak berhasil, sosok itu menghembuskan napas kasar sambil memaki-maki. Ia kesal karena tidak bisa memandangi ikan-ikan hias kesayangannya di kolam dengan jelas. Akhir-akhir ini pandangannya semakin lama semakin buram. Jika biasanya ia bisa menonton televisi dengan jelas, kini tidak lagi. Dan sekarang melihat ikan-ikan kesayangannya pun semakin lama semakin kabur."Ah sial!" Sosok itu kembali marah-marah. Tingkah laki-laki ringkih yang duduk di kursi roda itu, diamati dalam diam oleh seorang anak laki-laki. Kesal karena keinginannya tidak terpenuhi, sosok itu kemudian menggerakkan kursi roda elektriknya. Namun sepertinya rodanya tersangkut sesuatu. Makanya kursi roda elektriknya t

  • Asa diujung Sajadah#book2   Chapter 52 (end)

    "Tidak disangka ya, Han. Ternyata ayah meninggalkan seluruh warisannya hanya pada kita berdua. Lebih tidak disangka lagi, ternyata Johan bukan saudara kita."Nihan baru bersuara setelah Pak Bahtiar dan rekan-rekannya kembali ke kantor. Ibunya sudah lebih dulu permisi kembali ke kamar untuk beristirahat. Nihan tahu sebenarnya ibunya bukan ingin beristirahat. Melainkan ibunya sedih karena teringat kembali dengan almarhum ayahnya."Iya, Mbak. Jihan juga tidak menyangka. Karena biasanya Ayah sangat dingin terhadap kita," imbuh Jihan takjub. Kalau terhadap Nihan, ayahnya memang sedikit lunak. Tetapi terhadap dirinya, jangan harap. Ayahnya selalu bersikap antipati padanya dalam hal apapun. Intinya, apapun yang ia lakukan tidak pernah benar di mata ayahnya."Surat wasiat ayahmu tadinya bukan seperti ini." Kali ini Om Syahril yang bersuara. Jihan dan Nihan mengalihkan pandangan pada kakak tertua ayahnya itu.&

  • Asa diujung Sajadah#book2   Chapter 51

    Suasana di tempat pemakaman telah sepi. Para kerabat, handai tolan, maupun relasi-relasi yang ikut mengantarkan ayahnya ke peristirahatan terakhir, telah kembali ke kediaman mereka masing-masing. Yang tersisa hanya dirinya, Azzam, ibu, kakaknya Nihan, dan suaminya, Bram. Kedua anak Nihan, tidak ikut pulang ke tanah air. Mereka tengah mengikuti ujian nasional.Sementara ketiga istri siri ayahnya, berikut Johan sudah pulang lebih dulu. Ibunya benar. Ia melihat perubahan sikap Johan begitu signifikan. Biasanya Johan sangat betah mencari muka. Bersikap seolah-olah ia adalah orang yang paling penting dalam kehidupan ayahnya, karena berjenis kelamin laki-laki. Begitu juga dengan Rania, istrinya. Namun kali ini mereka hanya datang sebentar saja. Setelah ayahnya dimakamkan, mereka berdua langsung menghilang. Masih mendingan sikap ibunya, Tante Rahmah. Ia sempat meraung-raung pilu terlebih dahulu sebelum berlalu. Ada apa ini sebenarnya? Namun Jihan tidak sempat ber

  • Asa diujung Sajadah#book2   Chapter 50

    Dan di sinilah dirinya berada. Di meja makan besar keluarga, di mana ia menghabiskan masa kecil, remaja hingga dewasa mudanya. Di meja besar ini ada dua belas kursi. Tujuh di antara kursi ini kosong. Hanya lima yang terisi. Dan kelima orang yang menduduki kursi-kursi itu adalah dirinya, Azzam, Niko, ayah dan juga ibunya. Sementara Niki tengah bermain di taman belakang yang luas bersama Bu Marni. Anak yang sedang belajar berjalan seperti Niki memang tidak bisa duduk diam dalam waktu lama. Setiap ada kesempatan, Niki akan merengek ingin berjalan.Suasana di meja makan sangat hening. Masing-masing orang yang duduk mengelilingi meja, menyantap makanan dalam diam. Benak mereka sibuk dengan pikiran masing-masing. Sedari tadi hanya denting peralatan makan yang terdengar. Walaupun Jihan tahu, masing-masing penghuni meja sesungguhnya juga tidak menikmati cita rasa makanan, kecuali Niko. Begitulah anak kecil dengan kepolosannya.Jihan mena

  • Asa diujung Sajadah#book2   Chapter 49

    Empat bulan kemudian.Jihan merasakan laju mobil yang ia tumpangi semakin memelan dan akhirnya berhenti. Saat ini ia berada di dalam mobil bersama dengan Azzam dan kedua buah hatinya. Azzam ingin memberinya dan anak-anak kejutan. Untuk itulah Azzam menutup matanya dengan sehelai kain. Niko yang duduk di baby care seat belakang bersama dengan Niki tertawa geli. Ia lucu melihat mata bunda ditutup katanya."Kita ada di mana ini, Mas?" tanya Jihan penasaran. Sedari matanya ditutup oleh Azzam pikirannya telah mengembara ke mana-mana. Memikirkan kejutan apa yang akan suaminya berikan padanya. Ya, Suaminya. Ia telah menikah dengan Azzam dua bulan yang lalu.Dan selama dua bulan ini ia dan kedua buah hatinya tinggal bersama dengan keluarga besar Azzam. Bu Sahila, ibu mertuanya memang memintanya sementara tinggal di sana. Bu Sahila kesepian katanya. Selain itu Bu Sahila sangat menyukai Niki yang kini sudah semakin besar. Ni

  • Asa diujung Sajadah#book2   Chapter 48

    Jihan memasuki ruang IGD dengan jantung berdebar. Bukan hal mudah baginya melihat keadaan seseorang dalam tubuh penuh selang dan luka. Bagaimanapun Tommy pernah tujuh tahun lebih menjadi suaminya. Ia pernah sedekat nadi dengan Tommy dan berbagi hal paling rahasia dengannya. Ada rasa kasihan berbalut prihatin di hatinya.Yang pertama ia lihat dalam ruangan IGD ini adalah berbagai peralatan-peralatan medis khusus untuk pasien-pasien yang kritis. Dan di atas bed pasien, terlihat Tommy terbaring diam. Ia dikelilingi olehbed site monitor, blood gas analysis on site, oxygen, dan entah apa lagi sebutan untuk berbagai alat-alat penunjang hidupnya.Jihan menghampiri bed. Berdiri dan memandangi Tommy dari balik selang-selang dan cairan infus di lengannya. Kepala Tommy diperban besar. Seperti yang dikatakan oleh dokter tadi, yang terluka cukup parah adalah bagian kepalanya. Tubuh Tommy hanya mengalami luka-luka kecil yang tidak bera

  • Asa diujung Sajadah#book2   Chapter 47

    Azzam memandang lama nisan Naima. Setelah dua tahun lebih, ia baru berani mengunjungi makam ini, di hari ini. Setelah ia memutuskan untuk memaafkan semuanya. Menurut Jihan mulai hari ini ia harus belajar untuk berkompromi dengan keadaan. Menerima semua kejadian masa lalu, dan menjadikannya pelajaran. Agar ke depannya ia tidak akan terjatuh di lubang yang sama. Dan untuk itulah, hari ini ia khusus mendatangi makam Naima. Disadari atau pun tidak. Diakui ataupun tidak, sesungguhnya ia juga berhutang maaf pada Naima. Karena secara tidak langsung, ia membuat Naima tidak mempunyai pilihan, selain menerimanya sebagai suami di waktu lalu. Dan hari ini, dengan besar hati, ia akan meminta maaf pada Naima.Azzam menurunkan tubuhnya dalam posisi jongkok. Ia menaburi kelopak-kelopak mawar yang harum, dan menyiramnya dengan air. Setelah berdoa, Azzam mulai berbicara."Apa kabar, Ima?" Azzam berbicara pada semilir angin sepoi-sepoi di sore hari. Dan entah

  • Asa diujung Sajadah#book2   Chapter 46

    06 Januari 2013Dia tertawa dan aku terpesona. Entah mengapa setiap melihatnya gembira, aku seribu kali lebih gembira.12 Mei 2013Aku kesal! Dia selalu dikelilingi perempuan. Aku kepingin sekali menggampar wajah Sita yang sok kecantikan atau Nindy yang kecentilan. Apalagi Ribka yang sok manja itu. Tapi aku siapanya? Aku nggak punya kuasa untuk itu. Tapi setidaknya aku bisa terus bersamanya. Ya begini pun tak mengapa. Aku harus sabar. Aku yakin penantianku ini pada saatnya akan berbuah manis.27 Desember 2014Aku capek mencintai dalam diam dan memendam perasaan rindu sendirian. Apa aku harus mengungkapkan perasaanku? Tapi bagaimana kalau ia marah dan malah menjauhiku? Ah, aku bingung!15 Maret 2015Kuputuskan dekat dengan Azzam. Dengan begitu aku akan selalu berada di sekelilingnya. Di dekatnya. Lagi pula Azzam sangat baik. Azzam adalah p

  • Asa diujung Sajadah#book2   Chapter 45

    Melihat air muka Azzam yang kosong di depan lemari, membuat Jihan tidak tega. Wajah Azzam memang datar-datar saja. Namun matanya menyiratkan begitu banyak pertanyaan. Ada sinar kekecewaan, kemarahan, kesedihan dan ketidakpercayaan, yang bercampur baur di sana."Kalau Mas tidak nyaman melihat barang-barang ini, sebaiknya Mas duduk saja kembali. Biar saya yang memeriksa barang-barang lainnya."Jihan baru kembali bersuara setelah ia mampu mengendalikan keterkejutannya. Ia sama kagetnya seperti Azzam, saat mengetahui bahwa semua hadiah-hadiah ini manis ini sesungguhnya berasal dari Ammar. Ada begitu banyak pertanyaan yang ingin Ia lontarkan pada Azzam. Namun ia ingin memberi waktu pada Azzam untuk bisa menerima kenyataan ini. Saat ini Azzam tampak gamang."Tidak usah, Han. Saya tidak apa-apa. Hanya sedikit kaget saja. Banyak hal yang seperti tidak masuk akal di sini. Namun saya kira sudah saatnya saya belajar menerima

DMCA.com Protection Status