Ada korban ke dua.
Aku berdesak-desakan di antara para penonton yang penasaran. Para polisi mencoba mendorong kerumunan untuk mundur dan memasang garis polisi. Beberapa orang tengah memotret mayat itu dari dekat, bukan para wartawan, mereka melakukannya di belakang garis polisi sembari mencondongkan tubuh sebisa mungkin untuk mendapat gambar yang lebih baik. Beberapa yang lainnya mengejar polisi yang keluar dari garis, mencoba mengorek informasi sebanyak mungkin.
Dilihat dari kebingungan mereka, para polisi belum menemukan petunjuk apa pun. Aku menatap mereka skeptis. Bukan bermaksud jahat, tetapi hal ini memang tidak berada dalam jangkauan kalian. Orang-orang saling membisikkan ketakutan, kemungkinan, dan spekulasi. Tidak banyak yang berarti. Hanya sayup-sayup tentang apakah Kuda Setan itu yang melakukannya.
Aku sudah mendengar tentang Kuda Setan itu beberapa kali. Dia adalah legenda yang ada bahkan lebih tua dari kota ini sendiri. Konon kuda itu tinggal di seluruh hutan demi menjaga kota ini, dan/atau menghukum para pengacau. Aku belum mengecek kebenaran itu. Beberapa menganggap Kuda Setan itu jahat karena menyesatkan orang, beberapa menganggap dia baik karena merasa hanya menghukum mereka yang salah.
Bagiku, tidak ada bedanya. Mau dia baik atau tidak, mereka yang berpotensi mengumbar keberadaan makhluk supernatural perlu dibereskan.
Mayat itu sendiri benar-benar terbakar. Mereka tidak bohong tentang baju atau apa pun selain tubuhnya utuh. Tidak tersentuk api sama sekali. Sebaliknya api itu membakar habis setiap kulit dan jaringan tubuhnya. Hampir menghanguskan tulangnya. Hanya menyisakan keriput hitam kering yang mengerikan. Mayat itu ditemukan tidak lama, masih ada sisa-sisa bau terbakar dan asap yang terasa mengerikan.
Beberapa orang melihat sekilas kemudian wajahnya memucat, lantas mundur sembari menutup mulutnya hendak muntah. Ini memang bukan pemandangan yang bagus untuk dilihat setelah makan malam. Kalau ini terus berlanjut, FBI pasti segera dilibatkan. Aku harus menyelesaikannya sebelum itu.
Sekilas, aku bisa merasakan seseorang memperhatikanku. Oleh karena itu, aku segera mengedarkan pandangan dan bersirobok dengan seseorang yang menutup mulutnya menggunakan masker serta menggunakan tudung jaket di sisi lain kerumunan. Sekilas, darah terasa berdesir cepat. Aku sudah hidup cukup lama untuk mengetahui reaksi tubuh, dan percaya pada instingku.
Orang itu tiba-tiba berbalik. Tidak ingin kehilangannya, aku segera menembus keramaian dan menyebabkan orang-orang bersumpah serapah. Siapa pun orang itu telah pergi saat aku sampai ke sisi lain kerumanan. Aku menatap sekeliling. Di antara lautan manusia ini, sangat sulit untuk menemukannya ... tidak juga. Orang itu berdiri di bagian belakang kerumunan seolah menungguku.
“Tunggu!”
Aku menyenggol beberapa bahu, hingga akhirnya bisa melompat keluar dari kerumanan. Orang bertudung itu berlari ke sisi gang yang lebih dalam. Ini bisa jadi jebakan, tetapi satu-satunya petunjukku adalah orang itu. Sehingga, tanpa membuang waktu, aku segera berlari mengejarnya.
Dia tidak berlari terlalu kencang. Bahkan sesekali menoleh ke belakang, seolah memastikan aku mengikutinya. Suara keramaian semakin jauh di belakang sana. Aku segera mengejarnya ketika berbelok, dan menemukan dirinya berdiri menghadapku. Matanya berwarna merah terang seperti sudut api. Bau bara api terasa pekat, padahal di sekitar kami terasa lembab dan dipenuhi aura sampah.
Aku menunduk, refleksku ketika siap bertarung, dan membiarkan gelenyar sihir berkumpul di tanganku. Anak panah? Pedang? Belati? Kurasa belati cocok untuk sekarang. Aku tidak tahu apakah dia bisa membakarku dari jauh, tetapi aku tidak yakin bisa memanahnya sekarang. Dengan medan pertempuran sesempit ini.
“Apa yang kau inginkan?” tuntutku. “Sepertinya kau sudah tahu siapa aku.”
“Pemburu Artemis,” katanya lirih. Dia segera mendongak. Tatapannya beralih dariku menjadi sesuatu di belakangku. Suara gemersik terdengar, dan seketika orang itu segera berbalik. “Aku akan segera menemuimu.”
“Tunggu!”
Dia berlari ke sudut dinding dan melompat dengan lincah. Tangannya meraih anak tangga darurat terbawah yang digantung ke lantas dua, sebelum menarik dirinya. Gerakannya begitu cepat sehingga hanya perlu dua lompatan kuat baginya untuk melompat ke lantai tiga gedung itu, dan memasuki jendela. Aku berdecak. Dia kabur.
Ketika ingin mengejarnya, aku dikejutkan dengan seseorang yang telah menangkap pergelangan tanganku. Belum sempat menyentaknya, orang itu berkata, “Wow ... Relaks, Hyde. Ini aku!”
Hal yang lebih mengejutkanku bukanlah kehadirannya yang tiba-tiba, melainkan bagaimana sentuhannya menghilangkan gelenyar sihir yang ada di telapak tanganku. Aku mendongak dan menatapnya menuntut.
“Daniel! Apa yang kau lakukan di sini? Lepaskan tanganku!”
Daniel mengangkat kedua tangannya tanda menyeras sekaligus menuruti perintahku.
“Semua orang penasaran,” jawabnya santai. “Aku yang seharusnya bertanya padamu, aku melihatmu terburu-buru mengejar sesuatu. Itu kan berbahaya. Bisa jadi pembunuhnya masih ada di tempat ini.”
“Aku akan baik-baik saja,” gumamku. Aku menatap tempat orang itu melompat masuk. “Tidak ada apa-apa.”
“Tidak ada apa-apa?” ulangnya tidak percaya. “Hyde! Kau tidak ada hubungannya dengan pembunuh itu, kan?
Aku menatap Daniel tepat pada matanya. Biasanya melakukan hal itu akan membuat kebohonganku lebih meyakinkan. Kemudian berkata, “Tidak. Apa aku terlihat seperti orang gila yang akan membakar orang sembarangan? Kalau iya, bagaimana aku membakarnya? Menggunakan air liur?”
Daniel memutar bola matanya. “Bukan sebagai pelaku, Hyde. Kau tahu apa kau mengejar orang yang mencurigakan, atau bagaimana, kalau iya, jangan langsung mengejarnya, dan beritahu ayahku saja.”
“Ayah?”
“Sheriff.”
“Benar,” gumamku. “Aku seharusnya bisa menebaknya.”
Daniel tertawa dengan manis, dan itu sungguh mempesona. Sebagai remaja abadi, aku tentu saja memiliki hormon remaja abadi, dan menyukai seseorang adalah hal yang menyenangkan. Daniel, menjadi dirinya yang menyenangkan, adalah orang yang akan dengan mudah membuatku jatuh hati. Kalau saja, aku tidak pernah mengalaminya—berkali-kali—sebelum ini dan berada di tengah kerumitan makhluk supernatural, aku pasti tidak akan keberatan dekat dengannya. Seperti yang dilakukan semua gadis.
Tidak seharusnya aku memikirkan hal itu sekarang. Aku melihat ke arah kerumunan orang-orang yang mulai meninggalkan tempat kejadian perkara, dan sayup-sayup aku bisa mendengar suara ambulan menjauh. Sekarang, apa yang harus kulakukan? Haruskah aku menyelinap ke kamar mayat, dan mencari sesuatu? Lagipula orang itu pasti sudah pergi jauh. Percuma untukku mengejarnya sekarang.
Aku menyisir rambut yang kusut dengan jemari, dan mulai berjalan ke luar gang bersama Daniel yang menyejajariku.
“Nah, sepertinya aku akan pulang saja.”
“Mau kuantar?”
“Manis sekali.” Aku tersenyum pada tawarannya. “Tapi tidak, terima kasih.”
“Ini sudah malam, dan pembunuh itu mengincar gadis yang berjalan sendiri,” ucapnya penuh kekhawatiran. Rasanya manis dikhawatirkan seperti ini, karena meskipun Daniel merasa dia lebih kuat, sebenarnya yang memiliki kemungkinan menjadi korban yang lebih tinggi adalah dirinya.
“Dua pembunuhan tidak bisa disebut pola. Bisa jadi dia tidak hanya menargetkan gadis yang pulang sendiri. Bisa jadi laki-laki, orang tua, anak kecil, siapa pun yang kebetulan bertemu dengannya dan sendirian.”
“Tetapi dua orang ini jelas gadis yang sedang sendirian, kemungkinan kau diserang lebih besar.”
Aku mengerti tentang kekhawatirannya, tetapi kekeras kepalaannya membuatku sedikit jengkel. Aku berhenti, melipat tanganku, tersenyum miring, dan menatapnya sungguh-sungguh.
“Katakan padaku, Daniel! Kau ingin mengantarku karena khawatir tentang keselamatanku, atau karena kau ingin tahu apartemenku?” Wajah Daniel sedikit memerah. Campuran antara tersinggung dan malu. Rupanya dia benar-benar hanya mengkhawatirkanku. Aku jadi sedikit merasa bersalah karena menyerangnya seperti itu. Aku menepuk bahunya dan tersenyum. “Aku akan baik-baik saja. Okay? Jangan khawatir!”
“Tapi ....”
Perdebatan ini tidak akan berakhir. Sehingga, belum sempat Daniel menjawab aku telah mundur, melambai, dan segera berlari pada arus manusia yang mulai menipis. Di belakangku, aku bisa merasakan tatapan Daniel masih mengikutiku. Dia benar-benar manis. Aku tidak pernah bertemu seseorang yang benar-benar mengkhawatirkanku sebagai gadis. Senyum yang tampan itu terbesit di pikiranku, tetapi aku segera mengenyahkannya bagai serangga pengganggu.
Sial. Aku tidak bisa terlibat percintaan picisan di saat genting seperti ini. Akan tetapi, Daniel tetap tidak bisa keluar dari pikiranku, bahkan ketika aku kembali ke apartemen. Aku menatap telapak tanganku, sihir kembali berdesir ketika aku memanggilnya, lantas sihir itu memadat. Perlahan-lahan sihir itu keluar dari pori-pori telapak tangan seperti butiran debu halus berwarna hitam. Debu-debu itu bergerah, berdesir, memutar, melayang-layang, kemudian membentuk.
Mereka saling menguatkan satu sama lain, lantas membentuk benda sesuai dengan pemikiranku. Mulai dari ujung belati yang tajam dan berkilat, hingga gagangnya yang dingin, seolah terbuat dari baja. Tidak perlu waktu lama, sihirku telah membentuk belati kecil yang melengkung dengan mata pisau yang tajam. Genggamannya terasa mantap di tanganku, seperti yang seharusnya.
Akan tetapi, bagaimana sihirku tadi menghilang saat Daniel menyentuhnya? Apakah aku menghilangkan sihirku tanpa sengaja ketika mendengar suara gemersak di belakangku? Kemungkinan ke dua cukup tinggi, terkadang tubuhku bergerak tanpa kusadari. Akan tetapi, Daniel jelas membingungkan. Tadi siang dia tiba-tiba berada di belakang, dan tadi, kalau saja bukan karena suara dan padangan orang itu, aku pasti tidak menyadarinya.
Dan orang bertudung itu. Siapa dia? Apa yang diinginkannya? Aku tidak terkejut bisa makhluk supernatural mengenaliku, tetapi ingin bicara? Pelaku tidak pernah mengajakku bicara. Jangankan mengajak, dia bahkan lebih sering menyembunyikan dirinya. Makhluk yang mengajak bicara biasanya untuk meminta bantuan, dan hal itu membuat segala hal lebih mudah, karena biasanya mereka memiliki informasi yang kubutuhkan. Hanya saja tidak cukup kuat untuk menyelesaikannya sendiri.
Apa pun itu, aku hanya bisa menunggu orang itu menemuiku lagi, dan semoga saja kami berada di pihak yang sama.
TBC
Kejadian tadi malam membuat kelas menjadi lebih tegang daripada sebelumnya. Saat makan siang, mereka tidak lagi fokus pada pertanyaan-pertanyaan remeh tentang kehidupanku sebelumnya, dan memilih membicarakan pembunuhan itu. Namanya Juliet Manson. Usianya tak jauh beda dengan gadis sebelumnya. Dibunuh tanpa ada saksi mata, dan menghebohkan. Smith menunjukkan foto mayatnya, tetapi Joce segera menjerit dan menepisnya. Angela tampak pucat, lantas menjauhan nampan makannya.Aku tidak terlalu ingin bergabung dengan kelompok siswa, tetapi mereka cukup bisa ditoleransi. Lebih berisik dari kelompok-kelompok lain, tetapi mereka penyuka gosip. Mereka sering menceritakan banyak hal, dan itulah yang kuinginkan. Kecuali Smith, dia orang yang menginginkan kepopuleran dan perhatian. Sehingga ketika dia mendekatiku, aku tidak bisa menahan diri untuk tidak membuatnya tersinggung.Di sisi lain kantin, Daniel sering melambai padaku dari kelompok anak-anak populer setiap kali mata kami ber
Masih ada banyak waktu sebelum pukul tujuh malam, dan dia tidak akan muncul meskipun aku datang lebih awal. Sehingga aku memutuskan untuk beristirahat terlebih dahulu. Jenazah Juliet masih tersimpan di ruang mayat dan akan segera dimakamkan besok. Sayangnya, tidak ada yang bisa kudapatkan dari sana. Tidak ada yang mencurigakan. Mayat itu terbakar hingga habis. Tidak jejak supernatural dari tubuhnya. Satu-satunya kesempatanku adalah kertas itu.Siapa orang itu? Orang itu ada di sekolah, aku yakin itu karena dia mengetahui letak lokerku, dan memberikan surat itu di waktu sekolah. Kalimatnya juga sederhana, diketik menggunakan komputer sehingga aku tidak bisa memastikan siapa dari tulisan tangannya. Aku memaklumi tindakannya yang membatasi diri seperti ini. Pada akhirnya, bagi para makhluk supernatural aku adalah ancaman. Pemburu yang menghukum ketidak becusan mereka mengendalikan diri. Sudah sewajarnya mereka berkomukasi denganku dalam jarak aman. Setidaknya, tind
Taman kota ini sangat sepi. Ditambah dengan peristiwa-peristiwa itu, semua orang jadi lebih tegang dari pada yang dibutuhkan. Kedai-kedai mulai tutup padahal masih sangat sore, dan orang-orang tidak begitu menikmati jalan-jalan sore. Sebagian dari mereka yang terpaksa keluar berjalan cepat sembari menatap sekeliling sesekali dengan waspada. Tidak mengherankan memang. Manusia tidak tahu apa yang terjadi, dan rumor-rumor membuat mereka semakin waspada. Bahkan polisi menegurku lima belas menit lalu, memintaku untuk segera pulang jika urusanku telah selesai. Rupanya, cerita resmi dari mereka adalah adanya maniak psikopat yang mencari korban di kota ini. Semua orang diminta untuk berdiam diri di rumah, atau bila memang diharuskan pergi, harus setidak-tidaknya tiga orang, dengan satu pria. Sekalipun begitu, meskipun sepi, penerangan taman ini bagus. Perawatannya juga. Bunga-bunga berjejer di pinggir jalan, dan bangku-bangku taman terlihat bagus. Hanya saja k
Kertas baru itu ditempel lagi di papan pengumuman. Kali ini spekulasi mereka lebih liar daripada sebelumnya dengan berbagai versi. Bahkan mereka menulisnya dalam tiga lembar. Mulai dari yang SCP, Alien, bahkan hantu yang menuntut balas. Agaknya ada satu toko yang terbakar dan menewaskan tiga pegawai di sana karena pintunya macet sehingga mereka tak bisa keluar. Mereka juga menulis Kuda Setan dan membuatku kasihan pada makhluk itu. Akan tetapi, Rubah Api, ya? Bagaimana bisa makhluk yang cinta damai itu melakukan hal semengerikan ini? Sejak dulu aku menganggap Rubah Api seperti tim cheerleader atau gadis-gadis populer yang manja. Mereka cenderung tidak menyukai kekerasan, apalagi membunuh orang sampai sehangus ini? Apa yang terjadi pada orang itu hingga dia melakukannya? Kalau Gadis Rubah itu bilang yang melakukannya adalah phoenix, mungkin aku akan lebih bisa mempercayainya. Aku menyentuh foto Juliet. Berbeda dengan Clarissa, d
Kelas kembali berjalan seperti yang seharusnya, tanpa membicarakan Luc lagi. Pengaruh Luc telah hilang bersama kepergiannya, tetapi dia telah meninggalkan tanda tanya di benak Daniel. Lelaki itu sering menoleh padaku seolah ingin mengatakan sesuatu, kemudian kembali berbicara dengan teman-temannya lagi. Tentu saja, aku tahu dia akan bertanya cepat atau lambat, terutama ketika aku mendengar dia bertanya pada teman-temannya, dan tidak ada satu pun dari mereka yang mengerti.Rasa penasaran akhirnya benar-benar mengalahkannya di pergantian kelas ke dua, Daniel segera berdiri dan mendatangi mejaku. Joce memandang terheran-heran. Ada sedikit kecemburuan konyol yang dia arahkan padaku, tetapi dia menarik tali tasnya dan melambai. Aku tidak bisa menyalahkannya, Daniel memang mempesona, dan tentu saja dia menyukainya.“Tentang cowok tadi,” kata Daniel tanpa menungguku menatapnya. “Siapa dia?”“Kenalan.”Aku berjala
Ini adalah atmosfir makan siang paling buruk selama lima puluh tahun kehidupanku. Kalau tahu jadinya akan seperti ini, lebih baik aku ke Mcdonals dan makan sendiri. Luc memainkan kursi dan kentang gorengnya acuh. Dia tidak peduli pada Daniel yang menatapnya kesal, Naomi yang malu-malu, dan aku yang ingin pergi saja.“Maaf ya,” kataku pada Naomi. “Aku ingin membelikanmu makan siang untuk terima kasih, karena meminjamkanku buku kemarin lusa, tetapi malah membuatmu terjebak di sini.”Naomi mengangguk. “Tidak masalah.”Akhirnya sepuluh menit berlalu, dan Daniel tidak sabar lagi. “Kau mengacaukan segalanya. Kau tiba-tiba datang dan sok kenal, dan sekarang ikut seenaknya saja ikut dengan kami. Kau ini siapa, Bung?” Luc mengangkat kentang gorengnya dan memakannya sambil memainkan kursi. Seenaknya saja. Sontak, hal itu membuat Daniel semakin kesal. “Hei!”“Lucas Manson,” katanya
Chapter 10 : Api“Dia terlambat.”Luc mengetuk jarinya ke kemudi mobil dengan tidak sabar. Aku mendongak sambil lalu, dan melihat jam. Setengah jam berlalu sejak kami sampai di sini, dan kembali membaca kertas penyelidikan kepolisian yang kucuri tadi siang. Tidak ada hal baru yang bisa kudapatkan. Setidaknya, dengan mengambil kertas penyelidikan mereka menggambarkan kondisi korban apa adanya.“Kau dengar tidak?” ketus Luc tidak sabar. Aku menatapnya malas. “Telepon dia! Kau punya nomornya.”“Aku tidak akan meneleponnya,” gumamku, lantas kembali membaca. Sekalipun tidak ada hal baru yang bisa kutemukan. Korban tetap terbakar habis, tetapi pakaiannya tidak. Luc kembali menggeram, dan aku menjatuhkan kertas itu ke pangkuan dan menatapnya tajam. “Dengar, Luc! Selama dia tidak mengaku, aku akan tetap berpura-pura tidak mengetahuinya.”Luc mengerang. “Kenapa kau selalu membuat segala hal l
Kejadian semalam menghebohkan seluruh kota. Beruntung, Daniel menjelaskan semuanya pada ayahnya dengan ‘masuk akal’. Dia berkata seseorang membakar Adam Taylor, kebetulan aku dan Luc tengah berkendara, kami mencoba menyelamatkannya, dan orang itu malah mulai melembarkan bensinnya dengan membabi buta, hingga membakar sekitarnya. Kepolisian masih mengerutkan keningnya karena tidak ada jejak bensin di sana, tetapi itu adalah hal terbaik yang bisa mereka dapatkan sekarang. Sehingga mereka mencatat kesaksian kami dan membiarkan kami pergi, dengan catatan melapor bila terjadi sesuatu. Agaknya mereka khawatir pelakunya akan menyerang kami. Kekhawatiran mereka tidak salah. Kemungkinan Rubah itu menyerang kami sangat tinggi. Luc mendapat perawatan karena lukanya tidak menutup dengan cepat seperti biasa, dan Daniel anehnya tidak terbakar sama sekali. Dia tidak menanyakan apa pun tadi malam, hanya mengkhatirkanku, dan itu manis sekali. Luc seperti biasa bersungut-sungut
Hydenia ditelan kekuatannya.“Sialan!”Luc harus menyelesaikan hal ini secepat mungkin, atau tidak ada waktu untuk menarik gadis itu kembali dari kegilaannya. Semakin lama orang itu hidup, semakin banyak penderitaan yang dimilikinya. Black Mist memakan penderitaan itu, mengembalikan trauma yang terkubur dalam, menjadikannya lemah, dan pada akhirnya membuat pemiliknya gila.Black Mist seharusnya tidak dimiliki manusia manapun, tetapi Hydenia memilikinya.Itu adalah alasan Luc bersamanya. Bukan hanya karena gadis itu pemberani dan sangat menarik, tetapi juga kekuatan gila yang mengendap di dasar tubuhnya. Sebuah pasir hitam yang mengerikan. Begitu melihatnya, Luc bisa melihat kengerian yang akan ditimbulkannya bila dia lepas kendali.Meski begitu, Hydenia adalah orang yang sangat menganggumkan. Kepercayaan dirinya. Caranya mengangkat kepala. Keanggunannya saat bertarung. Semua itu membuatnya terus berada di sebelahnya. Keinginan ‘ak
Sihir adalah sesuatu yang paling misterius. Akan tetapi, ada hal yang lebih misterius daripada sihir.Kekuatanku.Awalnya, aku adalah Pemburu Artemis biasa yang menggunakan senjata. Ibu mengajariku dengan baik, tetapi hanya sampai sana. Aku bukan pemilik sihir. Aku bukan pemburu yang mengagumkan. Akan tetapi, aku bukan orang naif.Aku membunuh dan membunuh bila diperlukan. Bahkan tanpa ragu. Aku pemberani dan tidak kenal takut. Aku tak peduli pada siapa yang ada dihadapanku. Sehingga aku bisa menantang malaikat maut dengan kata tak sopan tanpa takut mereka akan mencabut nyawaku.Karena mereka takkan melakukannya.Saat Luc kuberitahu alasannya, dia tertawa sangat keras. “Kau benar. Aku takkan membunuhmu. Kecuali apa yang ada di dalamku mulai membuat masalah.”Dulu, aku masih begitu muda dan bertanya, “Apa yang ada di dalamku?”“Pedang bermata dua. Sesuatu yang hebat. Sesuatu yang berbahaya.&r
Tubuhku terpelanting saat cakar Smith menghantam dengan kekuatan penuh.Kekuatannya terlalu besar untuk ditahan. Aku hanya mampu menghindarinya dan bila pedang dan cakar kami bertabrakan, aku pasti kalah. Pertama, aku harus menyelesaikan ini dengan kecepatan, jadi aku mengubah pedangku menjadi lebih kecil dan mudah digunakan. Pemikiran itu berjalan lurus ke tanganku, dan pedang panjang itu berubah menjadi belati.Smith menyerang lagi. Kali ini serangan itu berhasil kuhindari dan pohon di belakangku hancur sebagian. Cakar itu bahkan bisa menghancurkan sebagian pohon yang solid. Tenang, Hyde. Kau telah menghabiskan hidupmu dengan bertarung dan hanya hidup dengan bertarung. Melawan serigala seperti ini takkan ada bedanya dengan hari-hari sebelumnya.Akan tetapi, aku tetap khawatir dengan Daniel. Semua rencana ini akan berhasil bila Daniel selamat, atau dibunuh saja. Sayangnya, aku tak tega melakukannya. Oleh karena itu, pilihan kami hanya satu menyelamatkannya dan
Orang-orang itu berteriak bersahut-sahutan. Aku tidak bisa memastikan mereka yang mengetahui penyergapan kami adalah hal baik atau buruk, tetapi yang paling penitng, aku bersyukur kami telah berpencar.Aku melemparkan pedang panjang untung Luc. Kami tidak ingin menggunakan sabitnya, jadi Luc selalu meminjam kekuatanku. Sementara aku mulai membidik dengan busur. Serigala-serigala itu terus bermunculan selagi kami mulai menyerbu ke tempat ritual.Tiga serigala kembali muncul dan pasti ada lebih banyak. Luc menapak tanah, kemudian dia menghilang. Dalam satu kedipan lelaki itu berada di belakang mereka, siap menebas, tetapi tampaknya mereka sudah mendapat pelatihan. Mereka tidak menolah, hanya langsung melompat pergi.Sang Penyusup pasti memberitahu mereka cara melawan malaikat maut.Malaikat Maut memiliki kecenderungan bertarung dengan teknik teleportasinya. Teknik itu hanya dimiliki oleh Malaikat maut, karena mereka menggunakan gerbang menuju negeri orang m
Air terjun. Pohon raksasa kembar. Jalan setapak. Mobil-mobil.Serena segera menyadari tempat apa yang kami bicarakan. Dua hari kemudian kami segera menyusun rencana. Serena sudah sembuh sepenuhnya, Kei telah sadar. Aku dan Luc masih belum mencapai kesepakatan untuk menceritakan kejadian sebenarnya, tapi kami telah berbaikan.“Kita akan bertarung bersama lagi,” katanya. Dia mencium tanganku perlahan. “Kita akan sama-sama keluar dari kekacauan ini.”Aku tertawa kecil. “Kau bahkan tidak bisa mati.”“Kehilanganmu sama saja mati bagiku.”Itu terdengar seperti lagi-lagi pernyataan cinta, tetapi Luc hanya tersenyum. Satu dari sedikit senyumnya yang tulus dan kami bersiap berangkat.Ada banyak ambulan yang siap masuk begitu kami selesai. Entah apa yang dikatakan Sheriff Steel, tetapi yang terpenting mereka akan di sana begitu kami menghentikan banyak manusia serigala.Di pertempuran, kematian ad
“Kau harus kembali jika sesuatu terjadi.”Itu adalah kali kelima, atau mungkin lebih, Luc mengatakannya. Dia menuntunku ke tempat tidur seolah aku adalah orang sakit, tetapi aku tidak tega menolaknya. Aku menyentuh lengan Luc.“Aku akan baik-baik saja,” kataku untuk kesekian kalinya.Naomi bergerak gelisah di pintu kamar dan Serena hanya bersungut-sungut. Mereka diberitahu tentang bahaya perjalanan Link itu, tetapi kami tahu itu adalah satu-satunya cara. Aku harus menemukan Daniel dan orang-orang itu secepat mungkin. Aku tidak ingin sesuatu terjadi padanya. Bila mereka tiba-tiba saja memutuskan akan melakukan ritual itu sekarang, tidak ada yang bisa menyelamatkan Daniel lagi.Aku menarik napas perlahan dan mengeluarkannya dari hidung.Tangan Luc menggenggamku. Cukup erat, tetapi tidak menyakitkan. Ekspresinya masih menunjukkan ketidak terimaaan, tetapi aku cukup keras kepala untuk menolaknya.Aku merilekskan
“Kupikir aku sudah memintamu tidur.”Aku mendongak.Luc muncul dari ketiadaan di antara orang-orang yang memulai aktivitas pagi. Aku duduk di bangku taman dua jam belakangan. Di mulai dari matahari yang masih tersembunyi, orang-orang yang menyalakan lampu, polisi yang baru pulang—yang menyapaku karena sekarang sebagian besar polisi mengenalku—dan memintaku pulang, sampai matahari menyala di atas sana, mobil-mobil berlalu lalang di jalanan, anak sekolah dasar yang berjalan bersama menuju halte untuk menunggu bis jemputan.Taman yang sepi sekarang diisi oleh para Mama yang baru selesai melakukan pekerjaan rumahnya. Sekarang mereka sedang menjaga kebugaran mereka sendiri. Polisi penjaga baru diturunkan. Regu pencari menurunkan tim baru sementara tim sebelumnya beristirahat sebelum memulai pencarian nanti sore.Daniel belum ditemukan. Begitu pula lima belas orang lain. Satu-satunya yang kutahu hanyalah mereka sekarang masih hidup, seti
Nama itu telah membuktikan sesuatu. Siapa pun sang penyusup yang menyerang dan merencanakan semua masalah ini memiliki hubungan dengan masa laluku. Pertama, dia memberikan link dan dengan keras kepala menginginkanku menjadi bagiannya. Kedua, dia mengetahui tentang ibu. Sekarang, dia tahu nama asliku. Nama yang telah kulupakan dan tak pernah kusebutkan sejak berpisah dengan ibu.Pertanyaan berikutnya yang memenuhi kepalaku adalah siapa dia? Siapa orang itu dan bagaimana dia memiliki hubungan dengan ibu? Lebih spesikfik lagi dia itu apa?Luc terus memperhatikanku berjalan mondar-mandir. Serena hanya diam. Naomi masih melakukan pemeriksaan karena pertempurannya untuk mempertahankan Daniel. Sheriff melakukan pembatasan besar-besaran dan pencarian intensif. Sebentar lagi mungkin akan ada bantuan dari pemerintah pusat, tetapi mereka mungkin takkan membantu banyak.“Orang itu tahu tentangku,” gumamku. Aku memegangi kepala, rasanya seperti
Luc menghilang. Aku segera bangkit dan membangunkan Serena. Wanita itu mengerjap bingung dan segera waspada ketika melihat ekspresiku. Sheriff Steel mencoba menenangkan diri. Dia menceritakan kronologinya dengan lugas ketika aku kami berjalan turun.Sejak kami berpisah, rupanya Daniel dan Naomi kunjung kembali. Karena mereka khawatir, Sheriff Steel mengirim salah satu anak buahnya yang berpatroli untuk memberitahunya bila seseorang melihat Daniel. Sayangnya, yang mereka temukan adalah Naomi yang berlari di sepanjang jalan. Gadis itu ada di rumah sakit sekarang, mengalami luka ringan, tetapi dia bersaksi seseorang membawa Daniel. Yah, setidaknya kami tahu serigala lah yang dia maksud.Luc datang ketika kami sampai di mobil. Dia segera memerintah.“Tetaplah di tempatmu, pastikan tidak ada kekacauan lebih buruk di kota dan kami akan menyelamatkan anakmu,” perintahnya dengan gelombang pengaruh yang membuatku tercekik. Sheriff S