Beranda / Semua / Armaya Dvyendu Paksha / Bab 31 : Pendar redup

Share

Bab 31 : Pendar redup

Penulis: Alvydradirgantara
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Danau dengan air jernih begitu memukau mata tampak nyata di depan mata ku. "Kenapa cepat sekali kamu datang kemari Dy?,"tanya seorang gadis dengan kulit putih porselen. "Apa aku ngga boleh kemari juga Ra? Kamu ke tempat bagus ngga pernah ngajak lagi.

Aku rindu dengan setiap hari yang pernah terlewat dengan manis selama di MIT,"ucapku menggosok pelan lengan ku. "Hmn sama Dy. Tapi pernah nggak kamu begitu rindu dengan sosok sosok yang selalu membuatmu jatuh dan bangun,"tanya Laura. "Ada. Kenapa memangnya,"tanyaku menaikkan sebelah alisku bingung.

"Apa kau enggan berdiri dengannya lagi sampai kemari?,"tanya Laura. "Iya Ra. Aku hanya sanggup menemani saat itu saja. Aku sudah mengajukan gugatan cerai. Buat apa dia menjalani hidup yang bukan menjadi harapan. Dengan tinggal dengan Divyan akh tidak merusak hubungan yang sebenarnya lebih dari cinta masa muda.

Aku sudah mengikhlaskan sebelum pergi kesini,"ucapku. "Okelah. Kau pan

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Armaya Dvyendu Paksha    Bab 32 : Menutup Buku

    Daffa POV"Bercanda mu Mas,"ucap perempuan di depan ku yang kembali tersenyum lebar. Entahlah kejujuran ku mungkin belum tampak nyata di matanya. Mayor Chandra, apapun alasan mu membawa pulang wanita lain. Tetap saja kau lupa ada berlian yang kau sia-sia kan.Melihatnya harus berjuang untuk orang yang paling dia benci sampai bertaruh nyawa itu sudah sangat hebat. Aku yang terlambat menemukannya. Seharusnya aku menemukan saat dirinya masih kabur di Bandara Adisutjipto. Namun sayang sekalipun aku menemukannya yang selalu tertulis dalam benaknya hanya Chandra.Tidurnya tampak begitu tentram sama saat dirinya jatuh koma. Ku naikkan selimut yang membalut tubuhnya, sembari membenarkan letak selang infus sebelum bermasalah. "Aneh kamu Mas. Dia sekarang masih istri orang tapi jauh lebih memilih dia,"ucapan itu membuatku menghentikan kegiatan ku.Ku tatap wanita dengan perut sedikit membuncit yang tengah mena

  • Armaya Dvyendu Paksha    Bab 33 : Morse

    Tangisan Alandra memecah keheningan malam. Semenjak tadi sore sepertinya dirinya terlalu sensitif. Hanya menangis dan enggan menyusu. "Boleh saya yang gendong Mbak,"tanya Daffa sedari tadi melihat Alandra yang terus menangis di gendongan ku."Eh udah nanti cantiknya hilang loh. Cantiknya Om udah ya,"ucap Daffa mulai kehilangan akal. Namun justru kalimat itu yang seolah magnet membuat Alandra tenang hingga perlahan mereda. "Alandra capek ya?,"tanya Daffa hanya ku gelengkan sejenak.Dia masih lajang tapi ilmu parenting nya sudah mumpuni. "Mbak sudah makan?,"tanya Daffa ku gelengkan pelan. "Alandra dari tadi nangis gimana mau makan?,"tanyaku. "Nah itu. Menyusui harus rajin makan Mbak,"ucap Daffa membuka rantang berisi makanan dari Mayang."Mas sudah makan?,"tanyaku di angguki mantap membuatku kembali melanjutkan makan malam ku. "Mbak saya masih belum bisa memenuhi kualifikasi jadi suaminya kah?,"tanya Daffa mencairkan suasana

  • Armaya Dvyendu Paksha    Bab 34 : Misteri Daffa

    Detik jam yang berbunyi begitu lirih di keheningan malam masih saja membuatku terjaga. Di depan ku gadis kecil yang tengah asyik terlelap begitu tenang tak bisa membuatku begitu heboh. Ingatanku masih berkeliaran pada pria itu.Bukan Chandra tentunya tapi Daffa. Mengapa akhir-akhir ini tanpa sengaja malah banyak kalimat seolah begitu sengaja merujuk pada kode yang bisa ku pahami secara jelas maksudnya. Apa dia tidak malu jika mengatakan itu secara serius? Masalahnya aku itu janda dan sudah punya anak dari pria lain. Bagaimana dia bisa berpikir demikian?Seperti beberapa menit lalu saat dirinya mengantar makanan. Aku tidak bermasalah tentang makanannya hanya dengan kedekatan kami terutama masalah ku dan Chandra baru juga usai itu terlalu memancing bahan pembicaraan orang lain. Mungkin dia tidak salah mendekati jika ingin membantu ku mengasuh Alandra. Hanya saja ini Indonesia yang kental dengan budaya dan tata krama."Bu Dya

  • Armaya Dvyendu Paksha    Bab 35 : Gugur sebelum Mekar

    Suasana ramai yang tengah begitu semarak tidak mengindahkan ku dari tatapan tajam pada Daffa. Pria itu hanya menatapku dengan tatapan tenang. Seolah memang dirinya tidak ada sangkut pautnya dengan para taruna itu."Siapa kamu,"Mataku menelisik berusaha mencari kebenaran dari setiap gerak-geriknya. Aku pernah membaca sedikit artikel tentang gerakan seseorang. Lagipula aku memang tidak terbiasa mudah percaya dengan setiap pria sepertinya."Apa Mbak? Saya dosen yang Anda kenal,"ucap Daffa masih membela diri. "Aku mungkin tidak pernah menjalani pendidikan di bawah naungan Swa Bhuwana Paksha. Tapi jangan lupakan satu hal, Pak Daffa. Aku mengenal Chandra dari semenjak SMA sampai lulus pendidikan. Taruna tidak banyak mengenal tentara yang sudah aktif dan dilantik.Bahkan hanya beberapa saja yang dihormati dan kamu? Katakan siapa kamu sebenarnya atau aku cari tau sendiri?"tanyaku menodongkan pulpen membuat dagunya terangkat. Meskipun pahit rasanya kembali menyebut pria brengsek itu. Saat i

  • Armaya Dvyendu Paksha    Bab 1 : My World

    Ditemani dengan teh melati tanpa rasa, ku pandangi tugas mahasiswa yang menumpuk di meja ku. Nggak usah Anda sekalian tanya pasti tahu kan profesi yang saya bidangi. Ku pakai jas lab yang tergantung di meja lengkap peralatan yang lain.Jujur mungkin sosok seperti ku yang kalian benci saat menjadi mahasiswa. Yang jelas tugas ku membimbing bukan ingin menghancurkan. Karena kalimat pedas itu selalu diingat daripada kalimat lemah lembut. Intinya itu bukan yang lain jadi mohon maaf dan saya ingatkan jika memang kalian kurang berkenan dengan sifat ku bisa meninggalkan cerita ku. "Pagi Bu,"sapa sebagian mahasiswa hanya ku angguki. Namun tak jarang juga yang berpura-pura tidak mengenal. Heh dasar mahasiswa. Nggak pernah tau diri siapa yang membimbing mereka. Meninggalkan perasaan kesal dengan berdiri menjulang di depan lab kimia dasar. "Kelompok satu,"ucapku tegas dengan suara memecah keheningan. Kegiatan seperti ini adalah kebi

  • Armaya Dvyendu Paksha    Bab 2 : Mahasiswa

    Baju batik bewarna maroon cukup manis berpadu di tubuhku. Setelah memastikan tidak ada yang kurang dan tertinggal, ku lirik jam sudah menunjukkan pukul 06.30 WITA. Dosen yang baik itu harus datang lebih cepat dari mahasiswa.Supaya bisa jadi contoh tapi kayaknya biar aku disiplin ngga bakal juga aku dicontoh sama mahasiswa. Orang mereka aja menempatkan ku di posisi dosen killer tertinggi di kampus Politeknik Negeri tempatku mengajar."Kak Dyan pamit dulu ya. Assalamu'alaikum,"ucapku. "Yoi hati-hati ya Yan jangan ngebut di jalanan,"ucap Tiara. Tiara ini aneh-aneh lagi. Sejak kapan aku ngebut di jalanan sedangkan bagi ku patuh pada peraturan dan perundang-undangan sudah segala-galanya.Membelah kota Samarinda yang memiliki kesibukan masing-masing di jam segini. Di tepi kanan sungai Mahakam membentang indah membelah dua bagian membuat ku harus melewati jembatan yang dahulu pernah runtuh."Selamat pagi Bu Dyan

  • Armaya Dvyendu Paksha    Bab 3 : Problematika

    “Aduh gimana ini Bu,”ucap Angela masuk ke dalam ruangan dosen dengan wajah kacau. “Siapa yang gantikan Bu Nata nyanyi untuk pagelaran nanti malam,”ucap Angela membuat ku terhenyak. What’s kenapa harus Nata yang ngga datang??? Bau-bau jadi tumbal ini. Bukannya gimana masalahnya kalo gantikan dadakan gini siapa sih yang ngga sebel. “Bu Dyan,”ucap Augitra mengangguk. Ini juga karena tangan yang ngga bisa banyak gerak. Mana mungkin penari bawa kipas gerakannya bukan luwes malah patah-patah kayak paskibraka. “Saya bisa menggantikan Bu,”ucapku berdiri. “Alhamdulilah makasih banyak Bu Dyan. Ini nih teks nya ya, audio nya saya kirim lewat WA,”ucap Angela memberiku selembar kertas. “Bahasa Bugis ya Bu,”ucapku. “Iyalah. Kan Pak Rafka orang Bugis apalagi calonnya juga orang Bugis,”ucap Keyla. Kan masalah lagi, mana aksen Bugis jelas beda dengan aksen Jawa. Ayolah pasti bisa Yan pasti bisa. Katanya lagu ini bu

  • Armaya Dvyendu Paksha    Bab 4 : Muak

    Dengan langkah yakin ku lalui lorong lab dengan perasaan lebih baik karena akhirnya perban kurang asem itu dilepas dari tangan ku. Dengan membawa map berisi lembar penilaian, aku masuk ke dalam lab proses untuk membimbing praktikum."Pagi Bu Dyan,"Oiya lupa semenjak malam itu, mahasiswa jadi lebih sering menyapa ku namun dibalas dengan anggukan. Capek balasi satu persatu dan ngga efektif. Banyak yang berubah dari orang di sekitar ku. Seperti Pak Rafka yang jadi sumringah tiap hari. Angela, Keyla dan Augitra yang makin mendekat kan ku dengan banyak jenis laki-laki.Tapi kembali pada prinsip. Gimana mau suka sedangkan aku sendiri aja ngga ada minat dan kepikiran. Cuma aku yang masih tetap sama dengan kemarin. Karena mau jadi apapun aku nggak ada bedanya. Jadi untuk apa repot-repot berubah.PrankSuara pecahan alat kimia membuat ku tersentak. "Kenapa Dek,"tanyaku kaget. "Labu ukur n

Bab terbaru

  • Armaya Dvyendu Paksha    Bab 35 : Gugur sebelum Mekar

    Suasana ramai yang tengah begitu semarak tidak mengindahkan ku dari tatapan tajam pada Daffa. Pria itu hanya menatapku dengan tatapan tenang. Seolah memang dirinya tidak ada sangkut pautnya dengan para taruna itu."Siapa kamu,"Mataku menelisik berusaha mencari kebenaran dari setiap gerak-geriknya. Aku pernah membaca sedikit artikel tentang gerakan seseorang. Lagipula aku memang tidak terbiasa mudah percaya dengan setiap pria sepertinya."Apa Mbak? Saya dosen yang Anda kenal,"ucap Daffa masih membela diri. "Aku mungkin tidak pernah menjalani pendidikan di bawah naungan Swa Bhuwana Paksha. Tapi jangan lupakan satu hal, Pak Daffa. Aku mengenal Chandra dari semenjak SMA sampai lulus pendidikan. Taruna tidak banyak mengenal tentara yang sudah aktif dan dilantik.Bahkan hanya beberapa saja yang dihormati dan kamu? Katakan siapa kamu sebenarnya atau aku cari tau sendiri?"tanyaku menodongkan pulpen membuat dagunya terangkat. Meskipun pahit rasanya kembali menyebut pria brengsek itu. Saat i

  • Armaya Dvyendu Paksha    Bab 34 : Misteri Daffa

    Detik jam yang berbunyi begitu lirih di keheningan malam masih saja membuatku terjaga. Di depan ku gadis kecil yang tengah asyik terlelap begitu tenang tak bisa membuatku begitu heboh. Ingatanku masih berkeliaran pada pria itu.Bukan Chandra tentunya tapi Daffa. Mengapa akhir-akhir ini tanpa sengaja malah banyak kalimat seolah begitu sengaja merujuk pada kode yang bisa ku pahami secara jelas maksudnya. Apa dia tidak malu jika mengatakan itu secara serius? Masalahnya aku itu janda dan sudah punya anak dari pria lain. Bagaimana dia bisa berpikir demikian?Seperti beberapa menit lalu saat dirinya mengantar makanan. Aku tidak bermasalah tentang makanannya hanya dengan kedekatan kami terutama masalah ku dan Chandra baru juga usai itu terlalu memancing bahan pembicaraan orang lain. Mungkin dia tidak salah mendekati jika ingin membantu ku mengasuh Alandra. Hanya saja ini Indonesia yang kental dengan budaya dan tata krama."Bu Dya

  • Armaya Dvyendu Paksha    Bab 33 : Morse

    Tangisan Alandra memecah keheningan malam. Semenjak tadi sore sepertinya dirinya terlalu sensitif. Hanya menangis dan enggan menyusu. "Boleh saya yang gendong Mbak,"tanya Daffa sedari tadi melihat Alandra yang terus menangis di gendongan ku."Eh udah nanti cantiknya hilang loh. Cantiknya Om udah ya,"ucap Daffa mulai kehilangan akal. Namun justru kalimat itu yang seolah magnet membuat Alandra tenang hingga perlahan mereda. "Alandra capek ya?,"tanya Daffa hanya ku gelengkan sejenak.Dia masih lajang tapi ilmu parenting nya sudah mumpuni. "Mbak sudah makan?,"tanya Daffa ku gelengkan pelan. "Alandra dari tadi nangis gimana mau makan?,"tanyaku. "Nah itu. Menyusui harus rajin makan Mbak,"ucap Daffa membuka rantang berisi makanan dari Mayang."Mas sudah makan?,"tanyaku di angguki mantap membuatku kembali melanjutkan makan malam ku. "Mbak saya masih belum bisa memenuhi kualifikasi jadi suaminya kah?,"tanya Daffa mencairkan suasana

  • Armaya Dvyendu Paksha    Bab 32 : Menutup Buku

    Daffa POV"Bercanda mu Mas,"ucap perempuan di depan ku yang kembali tersenyum lebar. Entahlah kejujuran ku mungkin belum tampak nyata di matanya. Mayor Chandra, apapun alasan mu membawa pulang wanita lain. Tetap saja kau lupa ada berlian yang kau sia-sia kan.Melihatnya harus berjuang untuk orang yang paling dia benci sampai bertaruh nyawa itu sudah sangat hebat. Aku yang terlambat menemukannya. Seharusnya aku menemukan saat dirinya masih kabur di Bandara Adisutjipto. Namun sayang sekalipun aku menemukannya yang selalu tertulis dalam benaknya hanya Chandra.Tidurnya tampak begitu tentram sama saat dirinya jatuh koma. Ku naikkan selimut yang membalut tubuhnya, sembari membenarkan letak selang infus sebelum bermasalah. "Aneh kamu Mas. Dia sekarang masih istri orang tapi jauh lebih memilih dia,"ucapan itu membuatku menghentikan kegiatan ku.Ku tatap wanita dengan perut sedikit membuncit yang tengah mena

  • Armaya Dvyendu Paksha    Bab 31 : Pendar redup

    Danau dengan air jernih begitu memukau mata tampak nyata di depan mata ku. "Kenapa cepat sekali kamu datang kemari Dy?,"tanya seorang gadis dengan kulit putih porselen. "Apa aku ngga boleh kemari juga Ra? Kamu ke tempat bagus ngga pernah ngajak lagi. Aku rindu dengan setiap hari yang pernah terlewat dengan manis selama di MIT,"ucapku menggosok pelan lengan ku. "Hmn sama Dy. Tapi pernah nggak kamu begitu rindu dengan sosok sosok yang selalu membuatmu jatuh dan bangun,"tanya Laura. "Ada. Kenapa memangnya,"tanyaku menaikkan sebelah alisku bingung. "Apa kau enggan berdiri dengannya lagi sampai kemari?,"tanya Laura. "Iya Ra. Aku hanya sanggup menemani saat itu saja. Aku sudah mengajukan gugatan cerai. Buat apa dia menjalani hidup yang bukan menjadi harapan. Dengan tinggal dengan Divyan akh tidak merusak hubungan yang sebenarnya lebih dari cinta masa muda. Aku sudah mengikhlaskan sebelum pergi kesini,"ucapku. "Okelah. Kau pan

  • Armaya Dvyendu Paksha    Bab 30 : Lelehan Asam

    Tuhan dia sedang berjuang, jaga dia, lindungi dia. Karena ada yang menunggu nya untuk pulang. Kita memang sedang berduka. Bukan berarti kita menyerah. Kita harus saling menjaga dan menguatkan hingga Tuhan menolong kitaAlunan lagu Doa Untuk Kamu terdengar begitu ringan. Setelah tanda tangan ku bubuhkan, aku bukan lagi orang yang berdiri di belakangnya. Suasana lingkungan yang tengah tenang menambah kesan lega. Sebuah buket mawar merah yang ku terima dari Nafisa masih harum mewangi.Biasanya akan ada tetangga yang menyapa ku. Namun kini hanya ada aku di sini. Mereka semua tengah di kesatuan untuk memperingati HUT PIA Ardhya Garini. Hah betapa lucunya dulu saat aku selalu saja mencari destinasi baru bersama Shyndhica dan Erma. Shyndhica dengan cerita masa lalu selalu mengejar Kapten Hercules No 1 Skuadron

  • Armaya Dvyendu Paksha    Bab 29 : Filtrat

    Denting musik mengalun syahdu menemani pagi. Suasana kampus yang masih sepi menambah rasa segar pikiran. Tanggal kelahiran sudah kian di depan mata tapi belum juga ingin ku injakkan kata cuti. Di rumah hanya membuatku stres saja dengan pikiran yang berisi tentang dunia Chandra."Wah lagi sarapan nih Mbak,"ucap Daffa baru datang dengan wajah segarnya. "Wah apa ini Mbak?,"tanya Daffa mengangkat rantang di atas mejanya. "Dilarang menolak. Saya semalam juga bilang jangan ikut Anda menolak. Saya juga bisa keras kepala dong,"ucapku tanpa menatap nya."Saya sudah sarapan Mbak,"ucap Daffa memelas. "Makan siang masih bisa kok. Saya sekarang sudah merasa semakin keras kepala Mas,"ucapku santai. "Susah kalo ibu hamil yang bicara,"ucap Daffa pasrah. Sembari membereskan tempat makanan ku, sebuah pesan masuk dari Leni se pagi ini tampak janggal. Untuk apa dia menghubungi diri ku sepagi ini?"Mas Daffa hari ini ada praktikum nggak?,"ta

  • Armaya Dvyendu Paksha    Bab 28 : Rendemen

    Nafas ku masih tersenggal padahal sudah larut. Mata ku dengan jelas mengingat dirinya memang Chandra Aklarta Maurya yang sama dengan yang menikahi ku. Apa mungkin identitas ku sudah mulai terkuak di muka umum? Namun untuk apa dia ke kota ini jika tanpa alasan. Akh tapi untuk apa aku peduli.DrrtSenyuman hangat tersaji di foto profil membuatku menggigit jari ku gugup. Nafisa menghubungi ku untuk pertama kalinya setelah meninggalkan Malang waktu itu. Rasa ingin menekan tombol hijau makin membuncah namun rasa takut banyak orang yang berada di seberang juga makin membuatku tak bisa memilih secara jelas."Nduk,"Sapa lembut sesaat setelah jari ku menggeser tombol hijau dalam ponsel seolah membuatku kembali seperti menantu yang selalu di sayang. Bibir ku terkatup rapat seolah tak ingin membalas sapaan lembut dari seberang."Iya Bun,"Rasa sesak sontak memenuhi relung benakku. "Masya Allah Dyan,"ucap Nafisa terdengar terisak haru begit

  • Armaya Dvyendu Paksha    Bab 27 : Lampu Merah

    "Neraca massa tanpa reaksi kimia dijumpai pada banyak peristiwa operasi teknik kimia. Neraca massa ini menjadi titik tolak perhitungan yang lainnya sampai pada perencanaan alat proses. Oleh karena itu, dalam perhitungan awal ini tidak boleh salah. Umumnya, operasi teknik kimia merupakan proses pemisahan bahan untuk dimurnikan.Seperti penjelasan sebelumnya, neraca massa dibagi menjadi dua. Yakni neraca massa yang menggunakan reaksi kimia dan tanpa reaksi kimia. Pertama kita akan masuk terlebih dahulu ke dalam penggunaan neraca massa tanpa reaksi kimia karena lebih sederhana. Juga merupakan basic untuk menghitung neraca massa dengan reaksi kimia.Sampai disini ada yang ingin ditanyakan?,"tanyaku. Derita hamil tua, bahkan bergerak sedikit susahnya. "Bu saya mau bertanya. Prinsip dasar penggunaan neraca massa ini seperti apa dan guna nya dalam dunia industri seperti apa,"tanyanya. "Baik saya akan langsung menjawab saja. Sama halnya dengan

DMCA.com Protection Status