Dengan langkah yakin ku lalui lorong lab dengan perasaan lebih baik karena akhirnya perban kurang asem itu dilepas dari tangan ku. Dengan membawa map berisi lembar penilaian, aku masuk ke dalam lab proses untuk membimbing praktikum.
"Pagi Bu Dyan,"
Oiya lupa semenjak malam itu, mahasiswa jadi lebih sering menyapa ku namun dibalas dengan anggukan. Capek balasi satu persatu dan ngga efektif. Banyak yang berubah dari orang di sekitar ku. Seperti Pak Rafka yang jadi sumringah tiap hari. Angela, Keyla dan Augitra yang makin mendekat kan ku dengan banyak jenis laki-laki.
Tapi kembali pada prinsip. Gimana mau suka sedangkan aku sendiri aja ngga ada minat dan kepikiran. Cuma aku yang masih tetap sama dengan kemarin. Karena mau jadi apapun aku nggak ada bedanya. Jadi untuk apa repot-repot berubah.
Prank
Suara pecahan alat kimia membuat ku tersentak. "Kenapa Dek,"tanyaku kaget. "Labu ukur nya pecah Bu,"ucap nya penuh hati-hati. Dengan cepat ku lihat kondisi pecahan kaca. Jangan sampai ada insiden perban kurang asem lagi. Bisa mati kutu sama keluarga di rumah.
"Ada yang luka?,"tanyaku menatap mereka satu persatu. "Siap tidak ada Bu,"ucap nya penuh dengan rasa khawatir yang tampak jelas. "NGGA BACA ATURAN BUAT HATI-HATI DEK,"ucapku tegas. "BERSIHKAN BEKAS PECAHAN NYA.
YANG LAIN DI JOB NYA PENGAMATAN KELOMPOK LAIN ATAU SAMPEL,"tanya ku langsung membuat kembali seolah tak terjadi apa-apa. Sembari mereka sibuk, ku langkahkan kaki ku menuju ruang dosen untuk mengambil beberapa lembar uang seharga barang yang pecah di teknisi.
"Permisi,"ucapku melangkahkan kaki masuk. "Bu Dyan ada yang bisa kami bantu,"ucap teknisi melihat ku masuk ke dalam ruangan. "Biasa ada sedikit kecelakaan,"ucapku mengangsurkan uang yang tadi ku ambil. "Bu Dyan yakin?,"tanya pihak teknisi. "Yakin lah Pak. Ini juga kelalaian saya makanya gitu.
Nanti kalo ada mereka kasih aja alamat saya,"ucapku sebelum berlalu pergi. Sembari kembali ke atas, mata ku malah menangkap sosok tanpa jas lab di dalam laboratorium. "Dek ada kegiatan??,"tanyaku dingin. "Mau pulang Bu,"ucapnya. "SEGERA. NGGA ADA CERITANYA TANPA JAS LAB BEGITU MASUK LAB.
JANGAN BUAT ATURAN SENDIRI YA DEK,"ucap ku dengan tatapan tajam menusuk. Tanpa menunggu lama, satu persatu dari mereka berjalan meninggalkan lab. Huh mahasiswa kenapa susah sekali bagi mu untuk mengerti aturan.
"Perhatian semua saya ada di kelas 5B ya. Nanti cari saya disana dan jangan lupa hubungi saya setelah selesai. Lagi saya nggak menerima kecerobohan,"ucapku tegas tak terbantahkan di setiap kalimat nya.
---
"INI APA-APAAN DEK!!??? TUGAS HARUS DI KUMPULKAN DENGAN RAPI. ULANG DARI AWAL,"ucap ku mengoreksi hasil kerja saat di kelas. Padahal baru beberapa menit yang lalu ku tanyakan ada yang masih belum paham atau ngga.
Dan dengan yakin nya mereka bilang nggak ada. Ya sudah berarti tinggal kasih soal dong. Ehh kenapa nggak ada yang benar malah sebagian besar jawabannya ngawur. "KALIAN TADI SUDAH SAYA BERIKAN WAKTU UNTUK BERTANYA KAN. ADA YANG NGGA DENGAR!!!????,"tanyaku.
Bukannya menjawab malah terdiam semu. "Ohh maaf ternyata dari tadi saya monolog,"ucapku berlalu sambil mendekap modul. Nggak ada kayaknya hari tanpa mengeluarkan banyak kesabaran. "Bu Dyan,"aku berhenti begitu ada mahasiswa semester 3 yang memanggil.
"Iya ada apa Dek,"tanyaku tenang. "Mau konsultasi. Kemarin saya sudah buat janji sama ibu,"ucapnya membuat ku mengangguk. "Di ruangan saya aja ya,"ucapku di angguki keduanya. Menuruni tiap jalanan gedung ruang kelas menuju gedung lab.
Begitu masuk ku liat ruangan sedang sepi, karena masih jam praktikum. Ku baca laporan yang mereka angsurkan dengan teliti dan mendetail setiap bagian nya. "Ehh ada mahasiswa. Cari siapa Dek,"tanya Augitra yang baru datang. "Konsultasi laporan dengan Bu Dyan Bu,"ucapnya tak ku respon dan memilih fokus.
"Dek tinggal laporan akhir ya. Tapi nanti coba perbaiki bagian saran. Masa buat saran asal-asalan atau copy paste G****e,"ucapku menanda tangani laporan. "Dek semester 3 ya,"ucap Angela masuk ke ruangan. Aku sudah tau ini kemana arah ujungnya.
"Bu Dyan masih muda loh bisa tuh jadi temen gandengan,"ucap Keyla akhirnya. Ini lagi kan ujungnya. "Masa iya jalan bawa dosen killer Bu,"ucapku. "Datangi coba ke rumah nya pasti kamu kira teman mahasiswa,"ucap Augitra membuat ku menggeleng.
"Laporan kalian itu gampang acc nya. Tapi kalo lamaran pantas di coba Dek. Ada pepatah bilang kalo orang dingin perangai nya bakal lembut kan. Nah coba sekali-kali bertamu ke rumahnya Bu Dyan. Pasti speechless,"ucap Angela membuat ku melongo tapi tertahan.
Mahasiswa semester 3 tadi hanya bisa kikuk mendengar penjelasan dosen yang mereka beri tingkatan killer di tingkat puncak. Lebih ngga ada akhlaq dengan menjadikan ruangan kami kandang macan. Well, apa pun itu kamu tetap mahasiswa yang perlu bimbingan.
"Bu Dyan ini kalo dari semua di kenalkan rata-rata dari berbagai golongan tuh. Pernah ngga sih dapat yang aparat keamanan negara,"tanya Keyla. "Ada mungkin. Mana saya tau Bu karena saya sendiri belum pernah buka CV nya,"ucapku. "Bu Dyan ya ampun,"ucap Angela menepuk jidat nya keras.
Loh kan memang syarat menikah salah satunya ada niat dan setuju kedua belah pihak. Aku nggak mau gimana dong? Meninggalkan pertanyaan berkelit soal jodoh di sana sembari kembali memakai jas lab. Malas mengurusi hal rumit yang ujungnya diledek lagi.
---
Begitu waktu pulang tiba, ku langkah kan kaki ku untuk menjalani rutinitas seperti biasa sebelum pulang. "Bu Dyan,"aku menoleh begitu mendengar nama ku dipanggil. "Pak Rafka belum pulang,"tanyaku ramah. "Saya masih tetap ketua jurusan yang sama dengan dulu Bu Dyan,"ucap Rafka membuat ku mengangguk.
"Bu setelah saya menikah. Setidaknya ada kah alasan kenapa menolak saya. Ya saya tau saya nggak pantas tapi nggak mungkin nggak ada api ada asap,"ucap Rafka. "Tidak ada hanya saja saya nggak minat. Saya cinta mahasiswa.
Saya jauh lebih minat mengantar kan satu persatu mahasiswa menuju kesuksesan,"ucapku. "Apa jawaban itu sekedar pengalihan isi sebenarnya? Mungkinkah ada yang kamu tunggu atau harapkan kedatangan. Mungkin saja bisa saya bantu menjemput sosoknya,"ucap Rafka.
"Saya bukan seseorang yang suka berharap. Karena sia-sia dan bikin kecewa pada akhirnya. Dan siapa yang ingin saya tunggu. Hidup ya gini gini aja jadi nggak ada alasan untuk kembali bertindak.
Lagian saya masih terlalu muda dan masih belum cukup berbakti pada kedua orang tua. Waktu remaja banyak hilang dengan kesibukan saya mengikuti kegiatan dan event makin memperjauh jarak,"ucapku menutup salah satu lemari asam.
"Bakti anak juga bisa kan setelah menikah Yan,"ucap Rafka membuat ku menoleh sejenak sebelum kembali melanjutkan langkah ku. "Beda pak setelah menjadi istri saya harus siap berada di sisi suami. Terlalu banyak waktu di masa muda yang terbuang bersama kedekatan orang tua.
Saya menjadi seperti sekarang memang inilah saya ada apanya. Saya masih terlalu sayang untuk pergi dari zona nyaman. Saya duluan pak. Selamat sore,"ucapku berlalu menuruni tangga sambil menenteng tas berisi beberapa buku tentang riset.
Membelah jalanan ramai seperti sebelumnya. Bosan kan? Namun mobil ku tertahan macet parah begitu di perempatan. Sepertinya ada korban tabrak lari. Miris sekali harus ada ya bimbingan hidup biar tau aturan.
Apalagi marak sekali ku liat di berbagai media tersiar mengenai masalah sosial seperti teroris. Banyak orang terlalu berharap. Harusnya berusaha sendiri dan jangan pernah berharap. Karena ujungnya menjadi teroris berakhir ke penjara. Atau hukuman mati yang paling parah. Sempit sekali mereka berpikir ya...
---
"Nad yakin ini rumah Bu Dyan,"
"Iya kan teknisi share loc ke sini,"
"Tapi kok ngga ada fotonya Bu Dyan,"
"Saya memang ngga suka berfoto,"ucap ku masuk ke dalam rumah. "Tunggu sebentar. Saya mau bersihkan diri dulu,"ucapku menyunggingkan senyum manis sebelum berlalu masuk. "Yan ada mahasiswa tadi datang,"ucap Tiara dengan perut buncitnya.
"Sudah kak. Kapan sih lahiran kak,"tanya ku mengusap perutnya. "Sekitar 2 mingguan lagi. Padahal Yan pengen loh kalo anak ku bisa digendong sama Uncle nya,"ucap Tiara membuat ku jengah. "Sayang nya hanya ilusi semu itu kak,"ucapku berganti baju.
"Siapa bilang ilusi semu? Minggu depan ada laki-laki baik yang mau melamar kamu Yan. Ibu nggak terima penolakan kali ini,"ucap Maheswari telak membuat ku tersentak. "Bu tapi kan Dyan mas
"Masih ngga minat? Sampai kapan kamu minat Yan. Sampai Bapak Ibu mu ngga ada baru kamu minat. Bapak ibu ini juga manusia yang punya kontrak hidup dengan pemilik hidup,"ucap Maheswari menyentuh kedua lengan ku.
"Bu jangan gitu Bu. Dyan pasti nikah tapi nggak sekarang,"ucapku. "Tapi kapan Yan. Kakak sama kakak ipar mu ngga mungkin temani kamu seumur hidup. Mereka juga punya kehidupan sendiri,"ucap Maheswari. "Bu. Kalo memang itu alasannya Dyan ngga bakal repotin. Nanti Dyan pindah ke apartemen aja,"ucapku.
"Ibu nggak terima alasan Yan. Mau nggak mau kamu harus nikah dengan laki-laki yang datang malam nanti,"ucap Maheswari membuat ku terduduk. Kenapa jadi otoriter gini sih keluarga ku. Salah kah aku kalo memang masih betah dengan kenyamanan keluarga.
Aku nggak kurang kasih sayang kok sampai harus cari orang lain yang bisa kasih sayang. Cukup dengan mendukung ku, sudah sangat berarti. "Dyandra,"panggil Harsa masuk ke dalam kamar ku. Aku hanya mendongak tanpa kata.
Karena aku sudah tau pasti intinya sama. "Dengerin dulu sini Nak. Dengan menikahkan kamu bukan berarti kami nggak sayang dengan mu lagi. Tapi kesuksesan orang tua itu ketika berhasil mengantarkan putrinya ke gerbang pernikahan.
Andaikata bisa Nduk, ngga akan bapak biarkan ada laki-laki datang melamar mu. Setiap perempuan menikah adalah wajib hukumnya. Apa kamu mau nikah tanpa bapak sebagai penghulu atau wali mu,"tanya Harsa membuat ku makin merasa tertekan.
"Dyandra manut aja. Setidaknya dengan gitu Dyandra bisa jadi anak berbakti,"ucapku meninggal kan kamar. Muak sekali aku dengan pertanyaan nikah dan kawanannya. Padahal nikah itu ngga seindah bayangan yang kalian tunjukkan.
Okelah kalo bentuk kasih sayang tapi maaf aku bukan robot yang bisa di atur tentang masalah pribadi. Kalo tentang diri ku yang lain silahkan tapi tolong jangan paksa aku nikah sekarang juga kan...
Ingin rasanya aku pergi fitnes untuk memukuli samsak tinju melepas rasa kecewa ku. Padahal aku sudah nggak berharap. Tapi kenapa tetap aja aku kecewa. Sudah ku dekatkan diri ku dengan Allah. Namun sepertinya Allah merencanakan sesuatu yang besar di masa depan.
Alhamdulillah ya Allah tapi aku bahkan enggan untuk menengok masa depan itu. Aku lebih senang hidup monoton tanpa perubahan daripada bergejolak. Lantas dimana salah ku???
---
Larutan demi larutan terpampang di depan mata ku begitu pun dengan mahasiswa yang tadi memecahkan alat kimia. Tujuan ku memanggil mereka biar bisa fokus mengulang praktikum yang sebelumnya terganggu fokus.
"Siap sudah selesai Bu,"
"Ya sudah dibereskan. Ingat nanti lagi jangan di ulangi ya,"ucapku dengan wajah serius sambil memeriksa setiap jumlah bahan dan alat yang ada di lab mini di rumah ku.
"Dan kamu nggak jalan sama cewek mu?,"
"Ntar aja napa bawa cewek. Di luar kan bisa Cong,"
"Santai aja saya nggak masalah kalo kalian punya pacar asal ngga pacaran di lab sama ganggu prestasi kalian. Kalian juga memang masanya gitu dan jangan melewati batas. Ada iman dan agama yang harus kalian pegang teguh,"ucapku menormalisasi larutan sisa sebelum dibuang.
"Berarti ibu dulu waktu kuliah punya pacar ya,"celetuk salah satunya.
"Bibir Boro. Bisa mati digantung kita,"bisik yang lain.
"Maaf mak
"Saya nggak pernah pacaran dan punya hubungan serius dengan lawan jenis. Saya ingin punya hubungan dengan mereka setelah semua mahasiswa yang datang ke instansi kita sukses semua,"ucapku.
"Kan lama Bu berarti,"
"Saya bukan orang yang ngebet nikah,"ucapku santai sambil menutup lemari asam. "Makanya cari kan dulu dosen kalian ini jodoh. Acc CV ngga semudah acc laporan loh,"ucap Maheswari yang ikut bergabung.
"Astaga laporan aja kita 10 kali revisi aja kadang masih salah,"
"Kalian sendiri yang salah. Penulisan laporan yang bener sudah saya ajarkan di kelas tapi nggak di dengar kan,"Ucapku datar sembari berlalu ke meja makan. "Ayo nak makan dulu,"ucap Maheswari mengajak mahasiswa ku bergabung.
Sepanjang makan malam bahasan tak bisa lepas soal pasangan dan sejenisnya. Hah memangnya dunia cuma itu isinya. Muak sekali mendengar sesuatu yang tak berguna singgah di telinga ku. Lagian bisa aja kan kita hidup tanpa dasar kata alay hubungan asmara. Membuang waktu ngga berguna hanya untuk pekerjaan sia-sia...
Deretan alat kimia berjajar di depan mata ku dengan berbagai jenis. Setelah dengan sedikit problema akhirnya aku bisa datang ke sini. Maheswari tak henti membuat ku harus duduk berjam-jam untuk mendengarkan laki-laki yang kata mereka orang baik. Mau gimana udah terlanjur acc, muak ngga muak udah kejadian juga. Bahkan sengaja meminta ke instansi ku untuk memulangkan sebelum jam setengah 3 sore. Nggak juga kalo aku pulang kayak biasa merubah keinginan mereka pada intinya. "Bu Dyan," "Iya saya. Kenapa Bu?,"tanyaku menoleh melihat Angela mendatangi ku. "Nggak papa. Kok tumben hari ini agak beda ada masalah apa,"tanya Angela menutup pintu lab menyisakan kita berdua. "Nggak papa Bu,"ucapku tersenyum tipis di balik masker karbon yang ku pakai. "Nggak papa cerita aja biar lega. Masa dari pagi datang itu hawa nya beda loh Bu. Mungkin ada masalah mahasiswa yang kurang enak Bu,"ucap Angela membuat ku beralih dudu
"Dyan mau kemana pagi begini,"tanya Harsa yang tengah membaca koran di ruang tamu. Wah enak sekali dosen senior bersantai sembari menikmati kopi. Sedangkan aku seperti tertimpa tangga saja karena kesiangan. "Mau ke kampus Pak. Dyan pamit ya. Udah telat. Assalamu'alaikum,"ucapku buru-buru berlari keluar. "Ini gara-gara tentara sok puitis makanya telat 5 menit dari jam biasanya aku berangkat kan,"ucapku bergegas mengendarai mobil dengan kecepatan di atas rata-rata membelah kota Samarinda dengan perasaan panik. Baru aja sampai di depan gedung jurusan, langsung ku ambil tas berjalan seolah normal memasuki lab yang sudah ramai. Iyalah biasanya aku datang itu sepi sekali karena masih pagi buta. Ini termasuk terlambat bagi ku dan aku ngga suka itu. "Bu Dyan," aku menoleh melihat Keyla yang memanggil ku dari belakang. "Iya kenapa Bu,"tanya ku. "Hmm pantas agak siangan, ini kah penyebab nya. Oiya sama tentara y
"Dyandra ya ampun ngga nyangka. Senengnya ketemu kamu lagi Yan. Nggak sabar jadikan mantu Bunda,"ucap Nafisa dengan wajah berbinar. Ya akhirnya dua bersaudara itu membawa ku kemari. "Hehe iya Bun. Mau kemana kok ada koper di depan,"tanya ku penasaran."Loh kan kita mau ke Malang buat pengajuan nikah kalian,"ucap Alagra makin membuatku seperti terjebak tanpa tau apa-apa. "Loh Dra kamu nggak kasih tau Dyan,"tanya Nafisa. "Biar surprise Yah. Habis kena semprot Dyan bikin pangling sampai lupa.Bisa gitu Dyan jadi lain waktu di kampus. Apalagi ketemu mahasiswa bermasalah,"ucap Chandra. "Kakak ini memang loh. Nggak papa kak Dyan, sama aku aja ya duduknya jangan sama Kak Chandra,"ucap Dhita membuatku tersenyum tipis.Asli manusia seenak jidatnya, aku di bawa kesini terus Bapak sama Ibu gimana. "Yan,"ucap Harsa datang dengan penampilan rapi bersama Maheswari tanpa couple tersayang. "Loh Bapak sama Ibu sudah tau juga,"tanyaku bingu
Tumpukan berkas dan tugas mahasiswa akhirnya usai ku selesaikan. 3 hari setelah kejadian di culik waktu itu, sekarang pun sudah tiba saatnya pingitan. Jadi mau nggak mau aku harus diem di rumah. Paling kalo ada mahasiswa mau konsul baru aku turun. Rumah ku dihias sebegitu menariknya dengan berbagai jenis bunga. Apalagi kamar ku paling parah sampai rasa tidur di kuburan. Padahal nikah masih lusa, banyak sekali juga upacaranya. Ingin rasanya aku salto udara dan pergi dari rentetan acara ngga ada habisnya. Putri, Anita dan Grace juga datang kali ini. "Ish cantiknya kayak Dewi turun dari kahyangan,"ucap Putri. "Kayangan mbahmu, orang kayak ketiban baju setengah kilo gini kalian bilang turun dari kayangan,"ucapku."Ya nggak gitu Yan. Please ngerti lah maksudku,"ucap Grace. "Terserah kalian. Oiya aku ketemu dengan Divyan kemarin waktu di Lamongan,"ucapku santai namun menimbulkan reaksi berlebihan. "Ngapain dia,"tanya Anita
Baju putih abu abu dengan selempang wakil ketua OSIS melekat di tubuh seorang gadis yang tengah merapikan topi yang di pakainya. Hari ini akan ada acara serah terima jabatan ketua dan wakil ketua OSIS untuk periode berikutnya."Sudah cantik itu Yan,"ucap Divyan dari pintu kamar mandi. "Bukan itu. Nggak cocok kalo Chandra nya baju aja rapi baru aku amburadul,"ucapku. "Nggak gitu juga. Ehh Chandra,"ucap Divyan. Merasa sudah rapi, aku keluar dari kamar mandi."Ibu ketua OSIS cantik banget bikin pangling,"ucap Chandra. "Ngomong lagi ku pukul pakai sepatu pdh kamu Dra,"ucapku kesal. "Iya dah. Ayo,"ucap Chandra menarik lengan ku mengikuti langkah panjang nya menuju lapangan upacara. Acara ini sekaligus momentum pelepasan, jadi wajar kalo semua siswa turut andil."Dyandra,"aku menoleh mendapati Nafisa dan Alagra yang melambai ta
Divyan masih saja berlalu lalang di depan mata ku membuat jengah. Hari ini hari dimana tiba keluarga ku menyerahkan diri ku pada Chandra. Masih muak dan berharap ada keajaiban lain. Namun nyatanya itu hanya ilusi. Karena hingga saat ini tak ada keinginan sedikit pun untuk menjalin hubungan dengan nya.Riasan menawan juga tak membuat ku tersenyum sedikit pun. "Nduk. Ayo,"ucap Nafisa dan Maheswari membuka pintu dengan wajah berbinar. Di saat begini terpaksa harus menyunggingkan seutas senyum palsu. Pahit yang di usahakan manis.Tambah lagi tanggungan hidup dengan adanya suami tanpa kehendak ku. Acara akad pada pagi ini hanya di hadiri teman dekat dan keluarga saja. Kecuali pergelaran resepsi nanti malam. Menuruni anak tangga sambil memasang wajah palsu yang tampak seolah-olah bahagia.Hingga di duduk kan bersama dengan Chandra. Aku harus memanggil nya apa? Suami? Cih, baru memikirkan nya saja sudah membuat ku mual. Apalagi memperagakan langsung. "Ayo Nduk. Di paka
Pagi hari di kediaman ku tak ada bedanya. Selain kehadiran Chandra yang juga bagian keluarga ku. Bahkan semalam, aku memilih tidur di kamar tamu tanpa sepengetahuan siapapun di rumah. Barang ku sudah di kemas apik dalam koper, menyisakan baju yang ku pakai saat ini.Hari berpisah dan melanjutkan perjalanan ke jenjang pernikahan meski bukan impian. Nyatanya dia sudah bersumpah di hadapan Allah dan para malaikat serta sah di mata hukum mau pun agama. Maaf, aku cuma enggan menyebut namanya selain di depan keluarga."Ayah Bunda, Bapak Ibu, Kak, Dyan berangkat,"ucapku bergegas keluar. "Dy ingat sudah nikah Nduk. Suami mu itu kok nggak di sapa. Maaf ya jeng Dyan ini memang kebiasaan rada judes sama lawan jenis,"ucap Maheswari membuat ku tersenyum tipis."Pagi Mas,"ucapku singkat. "Di kejar sana toh Dra. Masa mau di ajari Ayah,"ucap Alagra. "Bukan Yah. Itu loh Dy ehh Dek Dyan ngga mau sarapan dulu? Habis ini perjalanan jauh,"ucap
Chandra POVKata orang awal pernikahan itu rasanya legit. Aku nikah malah sepet gini rek. Liat nah istri cantik nan menawan, itu bibir nya di kasih berapa ton peredam suara sih. Diam nya seorang wanita itu tampak anggun. Iya bener memang, ngga ada yang nyalahin.Lah tapi kalo kayak dia modelnya ngga ada enaknya sama sekali. Apa salah nikahi orang ya?"Baju mu,"ucap Dyan menyusun baju ku. Kalo cowok, dingin tuh kayak pas aja kan. Nah kalo cewek apalagi istri, sungguh meresahkan sob. "Dy mau kemana lagi. Ayo tidur,"ucapku melirik jam dinding."Aku di sofa,"ucap Dyan membuat ku melotot seketika. "Nggak usah ngadi ngadi. Mending kamu tidur, kalo nggak mau ku cium,"ucap ku mengeluarkan jurus jitu. "Mesum,"ucap Dyan singkat namun beranjak mendekat.Kalo kalian bayangin pipi nya bersemu merah kayak baper gitu. Anda salah. Dia ngomong itu ngga sinkron dengan eskpresi data
Suasana ramai yang tengah begitu semarak tidak mengindahkan ku dari tatapan tajam pada Daffa. Pria itu hanya menatapku dengan tatapan tenang. Seolah memang dirinya tidak ada sangkut pautnya dengan para taruna itu."Siapa kamu,"Mataku menelisik berusaha mencari kebenaran dari setiap gerak-geriknya. Aku pernah membaca sedikit artikel tentang gerakan seseorang. Lagipula aku memang tidak terbiasa mudah percaya dengan setiap pria sepertinya."Apa Mbak? Saya dosen yang Anda kenal,"ucap Daffa masih membela diri. "Aku mungkin tidak pernah menjalani pendidikan di bawah naungan Swa Bhuwana Paksha. Tapi jangan lupakan satu hal, Pak Daffa. Aku mengenal Chandra dari semenjak SMA sampai lulus pendidikan. Taruna tidak banyak mengenal tentara yang sudah aktif dan dilantik.Bahkan hanya beberapa saja yang dihormati dan kamu? Katakan siapa kamu sebenarnya atau aku cari tau sendiri?"tanyaku menodongkan pulpen membuat dagunya terangkat. Meskipun pahit rasanya kembali menyebut pria brengsek itu. Saat i
Detik jam yang berbunyi begitu lirih di keheningan malam masih saja membuatku terjaga. Di depan ku gadis kecil yang tengah asyik terlelap begitu tenang tak bisa membuatku begitu heboh. Ingatanku masih berkeliaran pada pria itu.Bukan Chandra tentunya tapi Daffa. Mengapa akhir-akhir ini tanpa sengaja malah banyak kalimat seolah begitu sengaja merujuk pada kode yang bisa ku pahami secara jelas maksudnya. Apa dia tidak malu jika mengatakan itu secara serius? Masalahnya aku itu janda dan sudah punya anak dari pria lain. Bagaimana dia bisa berpikir demikian?Seperti beberapa menit lalu saat dirinya mengantar makanan. Aku tidak bermasalah tentang makanannya hanya dengan kedekatan kami terutama masalah ku dan Chandra baru juga usai itu terlalu memancing bahan pembicaraan orang lain. Mungkin dia tidak salah mendekati jika ingin membantu ku mengasuh Alandra. Hanya saja ini Indonesia yang kental dengan budaya dan tata krama."Bu Dya
Tangisan Alandra memecah keheningan malam. Semenjak tadi sore sepertinya dirinya terlalu sensitif. Hanya menangis dan enggan menyusu. "Boleh saya yang gendong Mbak,"tanya Daffa sedari tadi melihat Alandra yang terus menangis di gendongan ku."Eh udah nanti cantiknya hilang loh. Cantiknya Om udah ya,"ucap Daffa mulai kehilangan akal. Namun justru kalimat itu yang seolah magnet membuat Alandra tenang hingga perlahan mereda. "Alandra capek ya?,"tanya Daffa hanya ku gelengkan sejenak.Dia masih lajang tapi ilmu parenting nya sudah mumpuni. "Mbak sudah makan?,"tanya Daffa ku gelengkan pelan. "Alandra dari tadi nangis gimana mau makan?,"tanyaku. "Nah itu. Menyusui harus rajin makan Mbak,"ucap Daffa membuka rantang berisi makanan dari Mayang."Mas sudah makan?,"tanyaku di angguki mantap membuatku kembali melanjutkan makan malam ku. "Mbak saya masih belum bisa memenuhi kualifikasi jadi suaminya kah?,"tanya Daffa mencairkan suasana
Daffa POV"Bercanda mu Mas,"ucap perempuan di depan ku yang kembali tersenyum lebar. Entahlah kejujuran ku mungkin belum tampak nyata di matanya. Mayor Chandra, apapun alasan mu membawa pulang wanita lain. Tetap saja kau lupa ada berlian yang kau sia-sia kan.Melihatnya harus berjuang untuk orang yang paling dia benci sampai bertaruh nyawa itu sudah sangat hebat. Aku yang terlambat menemukannya. Seharusnya aku menemukan saat dirinya masih kabur di Bandara Adisutjipto. Namun sayang sekalipun aku menemukannya yang selalu tertulis dalam benaknya hanya Chandra.Tidurnya tampak begitu tentram sama saat dirinya jatuh koma. Ku naikkan selimut yang membalut tubuhnya, sembari membenarkan letak selang infus sebelum bermasalah. "Aneh kamu Mas. Dia sekarang masih istri orang tapi jauh lebih memilih dia,"ucapan itu membuatku menghentikan kegiatan ku.Ku tatap wanita dengan perut sedikit membuncit yang tengah mena
Danau dengan air jernih begitu memukau mata tampak nyata di depan mata ku. "Kenapa cepat sekali kamu datang kemari Dy?,"tanya seorang gadis dengan kulit putih porselen. "Apa aku ngga boleh kemari juga Ra? Kamu ke tempat bagus ngga pernah ngajak lagi. Aku rindu dengan setiap hari yang pernah terlewat dengan manis selama di MIT,"ucapku menggosok pelan lengan ku. "Hmn sama Dy. Tapi pernah nggak kamu begitu rindu dengan sosok sosok yang selalu membuatmu jatuh dan bangun,"tanya Laura. "Ada. Kenapa memangnya,"tanyaku menaikkan sebelah alisku bingung. "Apa kau enggan berdiri dengannya lagi sampai kemari?,"tanya Laura. "Iya Ra. Aku hanya sanggup menemani saat itu saja. Aku sudah mengajukan gugatan cerai. Buat apa dia menjalani hidup yang bukan menjadi harapan. Dengan tinggal dengan Divyan akh tidak merusak hubungan yang sebenarnya lebih dari cinta masa muda. Aku sudah mengikhlaskan sebelum pergi kesini,"ucapku. "Okelah. Kau pan
Tuhan dia sedang berjuang, jaga dia, lindungi dia. Karena ada yang menunggu nya untuk pulang. Kita memang sedang berduka. Bukan berarti kita menyerah. Kita harus saling menjaga dan menguatkan hingga Tuhan menolong kitaAlunan lagu Doa Untuk Kamu terdengar begitu ringan. Setelah tanda tangan ku bubuhkan, aku bukan lagi orang yang berdiri di belakangnya. Suasana lingkungan yang tengah tenang menambah kesan lega. Sebuah buket mawar merah yang ku terima dari Nafisa masih harum mewangi.Biasanya akan ada tetangga yang menyapa ku. Namun kini hanya ada aku di sini. Mereka semua tengah di kesatuan untuk memperingati HUT PIA Ardhya Garini. Hah betapa lucunya dulu saat aku selalu saja mencari destinasi baru bersama Shyndhica dan Erma. Shyndhica dengan cerita masa lalu selalu mengejar Kapten Hercules No 1 Skuadron
Denting musik mengalun syahdu menemani pagi. Suasana kampus yang masih sepi menambah rasa segar pikiran. Tanggal kelahiran sudah kian di depan mata tapi belum juga ingin ku injakkan kata cuti. Di rumah hanya membuatku stres saja dengan pikiran yang berisi tentang dunia Chandra."Wah lagi sarapan nih Mbak,"ucap Daffa baru datang dengan wajah segarnya. "Wah apa ini Mbak?,"tanya Daffa mengangkat rantang di atas mejanya. "Dilarang menolak. Saya semalam juga bilang jangan ikut Anda menolak. Saya juga bisa keras kepala dong,"ucapku tanpa menatap nya."Saya sudah sarapan Mbak,"ucap Daffa memelas. "Makan siang masih bisa kok. Saya sekarang sudah merasa semakin keras kepala Mas,"ucapku santai. "Susah kalo ibu hamil yang bicara,"ucap Daffa pasrah. Sembari membereskan tempat makanan ku, sebuah pesan masuk dari Leni se pagi ini tampak janggal. Untuk apa dia menghubungi diri ku sepagi ini?"Mas Daffa hari ini ada praktikum nggak?,"ta
Nafas ku masih tersenggal padahal sudah larut. Mata ku dengan jelas mengingat dirinya memang Chandra Aklarta Maurya yang sama dengan yang menikahi ku. Apa mungkin identitas ku sudah mulai terkuak di muka umum? Namun untuk apa dia ke kota ini jika tanpa alasan. Akh tapi untuk apa aku peduli.DrrtSenyuman hangat tersaji di foto profil membuatku menggigit jari ku gugup. Nafisa menghubungi ku untuk pertama kalinya setelah meninggalkan Malang waktu itu. Rasa ingin menekan tombol hijau makin membuncah namun rasa takut banyak orang yang berada di seberang juga makin membuatku tak bisa memilih secara jelas."Nduk,"Sapa lembut sesaat setelah jari ku menggeser tombol hijau dalam ponsel seolah membuatku kembali seperti menantu yang selalu di sayang. Bibir ku terkatup rapat seolah tak ingin membalas sapaan lembut dari seberang."Iya Bun,"Rasa sesak sontak memenuhi relung benakku. "Masya Allah Dyan,"ucap Nafisa terdengar terisak haru begit
"Neraca massa tanpa reaksi kimia dijumpai pada banyak peristiwa operasi teknik kimia. Neraca massa ini menjadi titik tolak perhitungan yang lainnya sampai pada perencanaan alat proses. Oleh karena itu, dalam perhitungan awal ini tidak boleh salah. Umumnya, operasi teknik kimia merupakan proses pemisahan bahan untuk dimurnikan.Seperti penjelasan sebelumnya, neraca massa dibagi menjadi dua. Yakni neraca massa yang menggunakan reaksi kimia dan tanpa reaksi kimia. Pertama kita akan masuk terlebih dahulu ke dalam penggunaan neraca massa tanpa reaksi kimia karena lebih sederhana. Juga merupakan basic untuk menghitung neraca massa dengan reaksi kimia.Sampai disini ada yang ingin ditanyakan?,"tanyaku. Derita hamil tua, bahkan bergerak sedikit susahnya. "Bu saya mau bertanya. Prinsip dasar penggunaan neraca massa ini seperti apa dan guna nya dalam dunia industri seperti apa,"tanyanya. "Baik saya akan langsung menjawab saja. Sama halnya dengan