Share

Bab 5 : Kabur

Penulis: Alvydradirgantara
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Deretan alat kimia berjajar di depan mata ku dengan berbagai jenis. Setelah dengan sedikit problema akhirnya aku bisa datang ke sini. Maheswari tak henti membuat ku harus duduk berjam-jam untuk mendengarkan laki-laki yang kata mereka orang baik.

Mau gimana udah terlanjur acc, muak ngga muak udah kejadian juga. Bahkan sengaja meminta ke instansi ku untuk memulangkan sebelum jam setengah 3 sore. Nggak juga kalo aku pulang kayak biasa merubah keinginan mereka pada intinya.

"Bu Dyan,"

"Iya saya. Kenapa Bu?,"tanyaku menoleh melihat Angela mendatangi ku. "Nggak papa. Kok tumben hari ini agak beda ada masalah apa,"tanya Angela menutup pintu lab menyisakan kita berdua. "Nggak papa Bu,"ucapku tersenyum tipis di balik masker karbon yang ku pakai.

"Nggak papa cerita aja biar lega. Masa dari pagi datang itu hawa nya beda loh Bu. Mungkin ada masalah mahasiswa yang kurang enak Bu,"ucap Angela membuat ku beralih duduk di salah satu kursi sambil melepas masker karbon yang menutup separuh wajah ku.

"Orang tua minta saya temui laki-laki yang mereka pilih kan malam ini Bu. Tapi saya memang belum minat nikah sekarang. Usia saya masih muda masih harus banyak belajar. Saya takut kalo dengan jiwa yang masih kekanak-kanakan malah bikin runyam lembaga pernikahan,"ucap ku.

"Pak Harsa sama Bu Maheswari bukan maksa itu Yan. Usia mu memang sudah matang. Kalo kita nunggu sempurna emosi kita keburu tua. Gunanya menyatukan dua insan itu ya karena saling melengkapi. Coba aja dulu temui siapa tau sreg,"ucap Angela.

"Saya hanya ngga mau gagal Bu,"ucapku. "Liat Yan. Ratusan kali kamu coba titrasi apa ngga pernah satu kali aja kamu gagal? Begitu pun juga nikah. Belum tentu yang sekali atau pertama kali itu gagal. Intinya gimana cara pasangan mau mempertahankan hubungan,"ucap Angela memberi ku pencerahan.

Sedikit aja ada pikiran tercerahkan sisanya masih dengan pikiran yang sama. "Oiya ini sudah jam setengah 3 Yan. Sesuai pesan kedua orang tua mu, kamu harus pulang sekarang,"ucap Angela membuat ku pasrah. Hari ini aku terisolasi dari mahasiswa karena alasan yang sama dengan pulang cepat.

Lagian ngga ngaruh juga dengan mahasiswa. Melangkah keluar dari lab dengan suasana mood yang entah lah. Memang sejak kapan sih aku punya mood segala. Pasti setelah nikah juga sama dengan sekarang. Paling beda nya itu ada lagi tambahan mengurus suami. Ck memperbanyak tanggung jawab padahal bisa aja hidup mandiri untuk saat ini.

---

"Cantiknya Kamu Yan,"ucap Tiara menyentuh kedua pipi ku. Saat ini aku sudah berganti baju dengan batik biru dongker dengan jilbab silver dan make up tipis di wajah ku. "Dari tadi itu aja ku dengar Kak,"ucapku memutar bola mata malas.

"Iya kan akhirnya adek ipar ku nikah. Jadi nanti keponakan nya lahir sudah ada uncle nya nggak jomblo terus. Dan ngga jauh jarak usia anak kita Yan,"ucap Tiara membuat ku melotot. "Wait terlalu jauh untuk kesana,"ucap ku. "Nggak ada yang terlalu jauh Yan. Ayo berangkat nanti keluarga calon suami mu nungguin,"ucap Maheswari.

"Ck calon suami,"ucapku dalam hati berdecak. Belum bertemu aja aku yakin ngga sampai ke pelaminan. Malas berdebat dan memilih diam sepanjang perjalanan menuju lokasi. Lagian kenapa harus kita ketemu di luar. Nggak bisa ketemu di rumah aja kah?

"Deg-degan ya Dek,"tanya Deva. "Apa yang buat deg-degan orang ketemu biasa,"ucapku santai. "Saintis kayak kamu gimana ya bucin nya Yan,"ucap Tiara menggenggam tangan ku. "Ya nggak gimana-gimana. Ngapain juga bucin buang waktu,"ucapku santai.

"Yan jangan kayak ketemu mahasiswa ya kalo ketemu calon suami mu,"ucap Maheswari di depan. "Lah kan sama aja Bu. Nggak ada bedanya juga kok,"ucapku meyakinkan semua orang di dalam mobil. "Udah gini aja Nduk. Yang penting gimana pun kamu pasti ada penilaian tersendiri.

Mereka sudah tau kamu gimana kok,"ucap Harsa membuat ku mati rasa. Sebenarnya nggak ada niat buat hilangkan sisi peduli biar tampak ngga menarik. Ya memang gini apa adanya saya mau apa. Bosan berkutat dengan pikiran ku hingga tak sadar mobil sudah berhenti.

Dari turun aja langsung di berondong pelukan sama seorang wanita paruh baya tak ku kenal. "Ya Allah cantik sekali daripada di foto nya Mbak,"ucap nya membuat ku langsung paham. Jadi dia calon ibu mertua ku. Ku sungging kan senyum tipis di ujung bibir sebelum akhirnya masuk ke dalam resto.

"Nduk ini Bu Ningsih,"ucap Maheswari memperkenalkan. "Dyandra,"ucapku formal. "Nggak usah canggung Nduk,"ucap Ningsih sumringah. Begitu senang kah dengan bertemu dengan ku sampai wajah ayu nya tersenyum lebar tanpa henti.

Sudah ku pastikan kalo aku begitu berati aku gila. Untuk apa tersenyum se lebar itu? Bahkan ceremonial bersama rektorat aja cuma senyum formal bukan senyum nya Mbak Flight Attendant alias pramugari.

Bisa dibilang kesambet juga sama mahasiswa. Hmm mahasiswa lagi. Hidup seorang dosen ngga akan pernah lepas dari mahasiswa. Itu sudah hukumnya jadi nggak bisa di ganti lagi. Jadi mau gimana pun tetap itu lah pusat perhatian dosen.

Kenapa monoton sekali hidup ku. Pergi kesana kemari balik lagi bahkan sudah sangat ku hafal mati bagaimana tiap proses nya. "Mbak Dyan nya kayaknya perlu waktu ngobrol berdua bareng calon suami nya ini Bu Maheswari,"ucap Ningsih tak ku tanggapi.

Sembari menunggu ku pakai masker karena meja di sebelah sedang di bersihkan. Aku bukan penderita OCD. Hanya nggak mau kena resiko debu segala. "Selamat malam,"aku mendongak begitu mendengar suara menjumpai ku. Kenapa terdengar aneh?

Deg

"Saya Chandra Aklartha Maurya, pangkat Mayor penerbang TNI Angkatan Udara. Wheh jadi gini ya modelnya seorang Shindhyca Fatma,"ucap nya mengulurkan tangannya. Dengan perasaan aneh tanpa menanggapi ocehannya, ku lepas masker yang sempat menutup wajahku membuat nya tercengang.

"Dyandra,"ucap Chandra tak kalah kaget namun segera pulih. "Bentar kayaknya ada kesalahan. Yang harusnya ku temui bukan tentara,"ucapku beranjak mencari sosok yang sebenarnya akan di temui. "Yan apa kabar,"ucap Chandra tak ku tanggapi.

Langkah panjang ku terhenti begitu samar-samar ku liat dua insan tengah asyik berciuman di balkon. "Nduk kok kam,"ucap Ningsih terhenti begitu melihat hal yang sama dengan yang ku lihat. Wajah ayu nya mendadak berubah pucat hingga perlahan memerah.

Entah bagaimana awalnya yang jelas tamparan panas mendarat di pipi laki-laki itu. "Bu cukup Bu. Aku nggak mau sama dosen. Dia yang ku pilih jauh lebih baik dengan profesi Wara nya daripada dia,"ucap Shantanu membuat ku tersenyum tipis. Bener lagi firasat ku kan.

Semua jika di awali dengan keterpaksaan ngga akan ada yang manis ya gini nih ujungnya. Berantakan kayak mau praktek tapi nggak tau tujuan asal-asalan semua. "Bu saya rasa memang bukan saya jodoh putra Anda. Putra Anda berhak memilih yang dia suka juga bukan,"ucapku dengan perasaan senang bukan main yang tertahan di kerongkongan.

"Yan,"

Rasa senang ku mendadak luntur begitu mendengar suara berat tadi memanggil ku. "Le katanya mau ketemu sama calon istri mu. Kapten Shind,"ucap wanita paruh baya dengan baju coklat yang tak asing sekali dengan ku entah beliau ingat atau ngga.

"Dyandra Rajasa putri nya Pak Harsa Rajasa kan,"ucap wanita itu menggenggam tangan ku. "Iya Bu,"ucap ku tersenyum tipis. "Loh kok ngumpul disini ada apa ini,"ucap wanita paruh baya yang lain. "Bun Shindyca mau nya sama Shantanu bukan sama Mayor Chandra. Shindy cuma temen Bun ngga lebih,"ucap perempuan yang kepergok tadi.

"Yan. Ehh Nak Chandra,"ucap Maheswari.

---

Seumur hidup aku nggak suka nonton drama di layar kaca karena rumit terus kenapa hidup ku kayak drama gini. Di duduk kan padahal ngga tau salah ku apa. Terlebih kenapa harus dengan laki-laki yang sedang menatap ku lekat di depan ku. Hancur sudah euforia indah yang terbayang di ubun-ubun.

Dramatis sekali hidup ku ya Tuhan. Bisa kah aku gantung diri aja daripada hidup kayak drama gini. Di jodohkan ngga setuju habis tuh ternyata selingkuh dengan perempuan lain dan akhirnya gini. Epik sekali....

"Jadi kayaknya kita nggak bisa besanan Bu Ningsih. Saya nggak papa dan ngga merubah hubungan pertemanan kita kok,"ucap Maheswari mengusap punggung Ningsih yang terlihat seperti kena masalah. Bukan seperti tapi memang iya kena masalah kan.

Kasihan sekali. Baru aja senyum sumringah langsung jadi gini. "Bu Ningsih mau kan besanan dengan saya,"ucap Nina, ibunda Shindyca. "Harusnya saya yang minta maaf Bu,"ucap Ningsih. Malas bertukar air mata dengan melihat nya, ku alihkan perhatian ke arsitektur bangunan di balik kaca.

"Nah berarti Chandra dengan Dyandra. Nak Dyan setuju,"

Entah apa yang mereka bicarakan hanya ku angguki. Paling tanya tentang masalah Shantanu. Kalo aku pribadi ya dengan senang hati dong. "ALHAMDULILLAH GUSTI AKHIRNYA DYAN MAU NIKAH,"ucap Tiara membuat ku melotot. Apa ini?

Kenapa aku jadi pusat perhatian? Jangan bilang aku salah iya kan pertanyaan terakhir yang nggak ku dengar jelas. Sontak senyum terbit di wajah semua orang yang ada di depan ku. Apalagi tinggal keluarga ku dengan keluarga Maurya.

"Jauh-jauh ternyata jodoh nya teman SMA toh. Jadi ini yang ditunggu Dyan,"ucap Nafisa membuat ku makin bingung. Membuat ku menarik lengan Deva. "Kak Dev kenapa ini,"tanyaku bingung penuh tanya dengan berbisik. "Itu yang harus kamu sesali karena ngga dengarkan pertanyaan Pak Alagra tapi kakak seneng sih.

Akhirnya kamu mau nikah,"ucap Deva membuat ku seperti ditimpa beban berat. Kebodohan yang paling ku benci saat ceroboh gini. Ngga papa deh aku sama siapa gitu iya ku acc yang mana pun. Tapi please jangan Chandra, Thor bantu aku kali ini aja. Gimana cari jalan keluar terbaik???

"Dyandra sekarang jadi dosen ya,"ucap Nafisa membuat ku mendongak.

"Iya saya dosen jurusan teknik kimia politeknik negeri,"ucapku masih seperti kena siram es batu. Dingin tapi kalo terlalu dingin itu cukup membuatku ngilu. Persis sudah dengan ku saat ini. "Apa mungkin yang ditunggu Dyan itu Chandra ya Bu.

Dari dulu Pak CV numpuk di meja nya nggak ada yang di acc. Sedangkan laporan aja yang kadang numpuk tinggi lekas di acc. Sampai heran apa Dyan ini normal kah ngga,"ucap Harsa membuat ku kicep. Haruskah di bahas juga.

Andaikan ku jawab kalo aku terima karena keteledoran ku yang malah ngelamun entah gimana reaksi mereka. "Chandra juga gitu Pak. Ini aja karena Shindyca paling dekat makanya lamar Shindyca,"ucap Alagra membuat berdecih.

"Permisi mau keluar bentar boleh,"ucapku mengundurkan diri. "Mau kemana Nak Dyan? Ndra sana temani biar makin akrab kan Pak Bu,"ucap Alagra membuat ku tercengang. Akrab? Ngga mungkin nggak nggak.

Dengan berjalan cepat, sengaja ku selipkan diri dengan tamu yang akan datang atau pun pelayan resto. Bodo amat etika tapi aku ngga mau gini. Aku mau kabur aja malam ini ngga tau kemana yang penting ngga jadi nikah sama Chandra.

Ku lepas heels ku untuk bergegas berlari kemana pun asal jauh. Ngga peduli setelan kayak orang gila. Yang ku butuhkan sekarang itu menjauh ngga lebih. Hingga akhirnya berhenti di taman Samarendah yang berhias lampu bewarna-warni. Kembali membenarkan penampilan yang teracak akibat berlari seperti orang gila di malam hari.

"Dosen juga bisa bertindak seaneh itu ya,"ucap Chandra menepuk pundak ku ikut bergabung dengan ku. Kebodohan kedua yang terjadi hari ini kenapa bisa Chandra ikuti langkah cepat ku tadi. Padahal Kak Deva aja ngga sanggup kalahkan kemampuan ku.

"Gimana kabar mu,"tanya Chandra. "Baik,"ucapku judes tak tertahankan. "Wow apa semenjak jadi dosen bibir mu jadi sepedas itu,"ucap Chandra. "Ngga ada hubungan nya dengan profesi hanya saja saya suka yang to the point,"ucapku.

"Oke kita nikah,"ucap Chandra membuat ku menoleh. "Cih Anda terlalu percaya diri bahkan saya pun tidak pernah sekali pun setuju,"ucapku berdecih. "Oke aku anggap itu jual mahal Yan. Yang jelas tadi ada yang anggukkan kepala waktu di tanya Ayah ku tadi,"ucap Chandra mengambil salah satu tangan ku.

Begitu ku tarik, sudah tersemat cincin di jari manis tangan kiri ku. "Sepasang dengan ku Yan,"ucap Chandra mengangkat tangannya yang memakai cincin sepasang dengan ku. Tak mau terjerat ku lepas cincin itu dari jari ku.

"Kamu tarik malah bikin luka Yan. Hanya calon suami sejati yang tau ukuran jari jodohnya,"ucap Chandra membuat ku mendecih. "Ini salah dan seharusnya tak pernah terjadi,"ucapku dingin yang sarat akan kebencian.

"Buktinya gini Mbak Dyandra Androdiaz Zhafira Rajasa. Atau ibu Dyandra. Hah kenapa ngga ada mahasiswa yang tanya Bu Dyan kenapa dipanggil Bu. Bapaknya mana,"ucap Chandra tak ku pedulikan lebih fokus bagaimana cara ku pulang.

"Daripada mikir pulang lebih baik mikir gimana kita ke depannya. Yang jelas apa kamu tega hancurkan orang tua kita yang sudah senang sekali,"ucap Chandra lagi-lagi tak ku pedulikan. "Kamu diam begini ngga lama ku cium Dy,"ucap Chandra membuat emosi ku akhirnya meledak.

"Oh jadi pendidikan tentara juga ajarkan jadi amoral ya. Cium gadis yang bukan siapa-siapa nya. Ck,"ucapku. "Amoral itu untuk sembarangan lagian kamu ngarep banget ya mau ku cium,"ucap Chandra membuat ku berdecak.

"Dy semakin besar kamu semakin dewasa semakin cantik. Pangling aku liat wajah mu tadi,"ucap Chandra seperti playboy cap kakap. "Oh jadi di ajarkan cara gombal juga ya,"ucapku. "Serius Dy,"ucap Chandra membuat ku membuang wajah. "Bisakah kamu mempercayai bibir yang pernah berdusta bahkan ingkar?,"tanya tersenyum miring.

Bab terkait

  • Armaya Dvyendu Paksha    Bab 6 : Remahan yang tertinggal

    "Dyan mau kemana pagi begini,"tanya Harsa yang tengah membaca koran di ruang tamu. Wah enak sekali dosen senior bersantai sembari menikmati kopi. Sedangkan aku seperti tertimpa tangga saja karena kesiangan. "Mau ke kampus Pak. Dyan pamit ya. Udah telat. Assalamu'alaikum,"ucapku buru-buru berlari keluar. "Ini gara-gara tentara sok puitis makanya telat 5 menit dari jam biasanya aku berangkat kan,"ucapku bergegas mengendarai mobil dengan kecepatan di atas rata-rata membelah kota Samarinda dengan perasaan panik. Baru aja sampai di depan gedung jurusan, langsung ku ambil tas berjalan seolah normal memasuki lab yang sudah ramai. Iyalah biasanya aku datang itu sepi sekali karena masih pagi buta. Ini termasuk terlambat bagi ku dan aku ngga suka itu. "Bu Dyan," aku menoleh melihat Keyla yang memanggil ku dari belakang. "Iya kenapa Bu,"tanya ku. "Hmm pantas agak siangan, ini kah penyebab nya. Oiya sama tentara y

  • Armaya Dvyendu Paksha    Bab 7 :Mareo

    "Dyandra ya ampun ngga nyangka. Senengnya ketemu kamu lagi Yan. Nggak sabar jadikan mantu Bunda,"ucap Nafisa dengan wajah berbinar. Ya akhirnya dua bersaudara itu membawa ku kemari. "Hehe iya Bun. Mau kemana kok ada koper di depan,"tanya ku penasaran."Loh kan kita mau ke Malang buat pengajuan nikah kalian,"ucap Alagra makin membuatku seperti terjebak tanpa tau apa-apa. "Loh Dra kamu nggak kasih tau Dyan,"tanya Nafisa. "Biar surprise Yah. Habis kena semprot Dyan bikin pangling sampai lupa.Bisa gitu Dyan jadi lain waktu di kampus. Apalagi ketemu mahasiswa bermasalah,"ucap Chandra. "Kakak ini memang loh. Nggak papa kak Dyan, sama aku aja ya duduknya jangan sama Kak Chandra,"ucap Dhita membuatku tersenyum tipis.Asli manusia seenak jidatnya, aku di bawa kesini terus Bapak sama Ibu gimana. "Yan,"ucap Harsa datang dengan penampilan rapi bersama Maheswari tanpa couple tersayang. "Loh Bapak sama Ibu sudah tau juga,"tanyaku bingu

  • Armaya Dvyendu Paksha    Bab 8 : Armaya

    Tumpukan berkas dan tugas mahasiswa akhirnya usai ku selesaikan. 3 hari setelah kejadian di culik waktu itu, sekarang pun sudah tiba saatnya pingitan. Jadi mau nggak mau aku harus diem di rumah. Paling kalo ada mahasiswa mau konsul baru aku turun. Rumah ku dihias sebegitu menariknya dengan berbagai jenis bunga. Apalagi kamar ku paling parah sampai rasa tidur di kuburan. Padahal nikah masih lusa, banyak sekali juga upacaranya. Ingin rasanya aku salto udara dan pergi dari rentetan acara ngga ada habisnya. Putri, Anita dan Grace juga datang kali ini. "Ish cantiknya kayak Dewi turun dari kahyangan,"ucap Putri. "Kayangan mbahmu, orang kayak ketiban baju setengah kilo gini kalian bilang turun dari kayangan,"ucapku."Ya nggak gitu Yan. Please ngerti lah maksudku,"ucap Grace. "Terserah kalian. Oiya aku ketemu dengan Divyan kemarin waktu di Lamongan,"ucapku santai namun menimbulkan reaksi berlebihan. "Ngapain dia,"tanya Anita

  • Armaya Dvyendu Paksha    Bab 9 : Dvyendu

    Baju putih abu abu dengan selempang wakil ketua OSIS melekat di tubuh seorang gadis yang tengah merapikan topi yang di pakainya. Hari ini akan ada acara serah terima jabatan ketua dan wakil ketua OSIS untuk periode berikutnya."Sudah cantik itu Yan,"ucap Divyan dari pintu kamar mandi. "Bukan itu. Nggak cocok kalo Chandra nya baju aja rapi baru aku amburadul,"ucapku. "Nggak gitu juga. Ehh Chandra,"ucap Divyan. Merasa sudah rapi, aku keluar dari kamar mandi."Ibu ketua OSIS cantik banget bikin pangling,"ucap Chandra. "Ngomong lagi ku pukul pakai sepatu pdh kamu Dra,"ucapku kesal. "Iya dah. Ayo,"ucap Chandra menarik lengan ku mengikuti langkah panjang nya menuju lapangan upacara. Acara ini sekaligus momentum pelepasan, jadi wajar kalo semua siswa turut andil."Dyandra,"aku menoleh mendapati Nafisa dan Alagra yang melambai ta

  • Armaya Dvyendu Paksha    Bab 10 : Adios Soltero

    Divyan masih saja berlalu lalang di depan mata ku membuat jengah. Hari ini hari dimana tiba keluarga ku menyerahkan diri ku pada Chandra. Masih muak dan berharap ada keajaiban lain. Namun nyatanya itu hanya ilusi. Karena hingga saat ini tak ada keinginan sedikit pun untuk menjalin hubungan dengan nya.Riasan menawan juga tak membuat ku tersenyum sedikit pun. "Nduk. Ayo,"ucap Nafisa dan Maheswari membuka pintu dengan wajah berbinar. Di saat begini terpaksa harus menyunggingkan seutas senyum palsu. Pahit yang di usahakan manis.Tambah lagi tanggungan hidup dengan adanya suami tanpa kehendak ku. Acara akad pada pagi ini hanya di hadiri teman dekat dan keluarga saja. Kecuali pergelaran resepsi nanti malam. Menuruni anak tangga sambil memasang wajah palsu yang tampak seolah-olah bahagia.Hingga di duduk kan bersama dengan Chandra. Aku harus memanggil nya apa? Suami? Cih, baru memikirkan nya saja sudah membuat ku mual. Apalagi memperagakan langsung. "Ayo Nduk. Di paka

  • Armaya Dvyendu Paksha    Bab 11 : Nuevo

    Pagi hari di kediaman ku tak ada bedanya. Selain kehadiran Chandra yang juga bagian keluarga ku. Bahkan semalam, aku memilih tidur di kamar tamu tanpa sepengetahuan siapapun di rumah. Barang ku sudah di kemas apik dalam koper, menyisakan baju yang ku pakai saat ini.Hari berpisah dan melanjutkan perjalanan ke jenjang pernikahan meski bukan impian. Nyatanya dia sudah bersumpah di hadapan Allah dan para malaikat serta sah di mata hukum mau pun agama. Maaf, aku cuma enggan menyebut namanya selain di depan keluarga."Ayah Bunda, Bapak Ibu, Kak, Dyan berangkat,"ucapku bergegas keluar. "Dy ingat sudah nikah Nduk. Suami mu itu kok nggak di sapa. Maaf ya jeng Dyan ini memang kebiasaan rada judes sama lawan jenis,"ucap Maheswari membuat ku tersenyum tipis."Pagi Mas,"ucapku singkat. "Di kejar sana toh Dra. Masa mau di ajari Ayah,"ucap Alagra. "Bukan Yah. Itu loh Dy ehh Dek Dyan ngga mau sarapan dulu? Habis ini perjalanan jauh,"ucap

  • Armaya Dvyendu Paksha    Bab 12 : Fake World

    Chandra POVKata orang awal pernikahan itu rasanya legit. Aku nikah malah sepet gini rek. Liat nah istri cantik nan menawan, itu bibir nya di kasih berapa ton peredam suara sih. Diam nya seorang wanita itu tampak anggun. Iya bener memang, ngga ada yang nyalahin.Lah tapi kalo kayak dia modelnya ngga ada enaknya sama sekali. Apa salah nikahi orang ya?"Baju mu,"ucap Dyan menyusun baju ku. Kalo cowok, dingin tuh kayak pas aja kan. Nah kalo cewek apalagi istri, sungguh meresahkan sob. "Dy mau kemana lagi. Ayo tidur,"ucapku melirik jam dinding."Aku di sofa,"ucap Dyan membuat ku melotot seketika. "Nggak usah ngadi ngadi. Mending kamu tidur, kalo nggak mau ku cium,"ucap ku mengeluarkan jurus jitu. "Mesum,"ucap Dyan singkat namun beranjak mendekat.Kalo kalian bayangin pipi nya bersemu merah kayak baper gitu. Anda salah. Dia ngomong itu ngga sinkron dengan eskpresi data

  • Armaya Dvyendu Paksha    Bab 13 : Wara

    "IBU WADANSKUADRON UAYUUU POLL GESS," Suara nyaring terdengar menyayat telinga ku. "Kayaknya ada yang heboh nih,"ucap Azriel. "Pilih yang ada manis-manisnya makanya,"ucap Chandra membuat ku sebal. "Kira mu iklan air mineral. Yang ada manis manisnya,"ucap Gerald. "Kayaknya sehabis nikah bukan tambah bener tambah sengklek,"ucap Azriel. "Masuk lewat sini Ger,"ucapku tak mau menanggapi percakapan tak berfaedah mereka. "Mending Bu Chandra masuk aja. Mereka tuh biasanya satu server kalo sama sesama wanita,"ucap Gerald. Sembari mengetuk pintu Mess Wara dengan hati-hati. "Siap," Aku tercengang begitu ada yang hormat begitu pintu terbuka. Ahh iya aku kesini sama 3 orang itu. "Bu Chandra mari masuk. Izin membawa masuk Pak,"ucapnya. "Jangan sampai lecet ya,"ucap Chandra membuat ku ingin mual. Apaan lecet? Epik banget. "Nama saya Zhevanya Arlova Tandialo. Biasa dipanggil Vanya. Biasanya temen saya Shindyca Fatma tapi lagi cuti ni

Bab terbaru

  • Armaya Dvyendu Paksha    Bab 35 : Gugur sebelum Mekar

    Suasana ramai yang tengah begitu semarak tidak mengindahkan ku dari tatapan tajam pada Daffa. Pria itu hanya menatapku dengan tatapan tenang. Seolah memang dirinya tidak ada sangkut pautnya dengan para taruna itu."Siapa kamu,"Mataku menelisik berusaha mencari kebenaran dari setiap gerak-geriknya. Aku pernah membaca sedikit artikel tentang gerakan seseorang. Lagipula aku memang tidak terbiasa mudah percaya dengan setiap pria sepertinya."Apa Mbak? Saya dosen yang Anda kenal,"ucap Daffa masih membela diri. "Aku mungkin tidak pernah menjalani pendidikan di bawah naungan Swa Bhuwana Paksha. Tapi jangan lupakan satu hal, Pak Daffa. Aku mengenal Chandra dari semenjak SMA sampai lulus pendidikan. Taruna tidak banyak mengenal tentara yang sudah aktif dan dilantik.Bahkan hanya beberapa saja yang dihormati dan kamu? Katakan siapa kamu sebenarnya atau aku cari tau sendiri?"tanyaku menodongkan pulpen membuat dagunya terangkat. Meskipun pahit rasanya kembali menyebut pria brengsek itu. Saat i

  • Armaya Dvyendu Paksha    Bab 34 : Misteri Daffa

    Detik jam yang berbunyi begitu lirih di keheningan malam masih saja membuatku terjaga. Di depan ku gadis kecil yang tengah asyik terlelap begitu tenang tak bisa membuatku begitu heboh. Ingatanku masih berkeliaran pada pria itu.Bukan Chandra tentunya tapi Daffa. Mengapa akhir-akhir ini tanpa sengaja malah banyak kalimat seolah begitu sengaja merujuk pada kode yang bisa ku pahami secara jelas maksudnya. Apa dia tidak malu jika mengatakan itu secara serius? Masalahnya aku itu janda dan sudah punya anak dari pria lain. Bagaimana dia bisa berpikir demikian?Seperti beberapa menit lalu saat dirinya mengantar makanan. Aku tidak bermasalah tentang makanannya hanya dengan kedekatan kami terutama masalah ku dan Chandra baru juga usai itu terlalu memancing bahan pembicaraan orang lain. Mungkin dia tidak salah mendekati jika ingin membantu ku mengasuh Alandra. Hanya saja ini Indonesia yang kental dengan budaya dan tata krama."Bu Dya

  • Armaya Dvyendu Paksha    Bab 33 : Morse

    Tangisan Alandra memecah keheningan malam. Semenjak tadi sore sepertinya dirinya terlalu sensitif. Hanya menangis dan enggan menyusu. "Boleh saya yang gendong Mbak,"tanya Daffa sedari tadi melihat Alandra yang terus menangis di gendongan ku."Eh udah nanti cantiknya hilang loh. Cantiknya Om udah ya,"ucap Daffa mulai kehilangan akal. Namun justru kalimat itu yang seolah magnet membuat Alandra tenang hingga perlahan mereda. "Alandra capek ya?,"tanya Daffa hanya ku gelengkan sejenak.Dia masih lajang tapi ilmu parenting nya sudah mumpuni. "Mbak sudah makan?,"tanya Daffa ku gelengkan pelan. "Alandra dari tadi nangis gimana mau makan?,"tanyaku. "Nah itu. Menyusui harus rajin makan Mbak,"ucap Daffa membuka rantang berisi makanan dari Mayang."Mas sudah makan?,"tanyaku di angguki mantap membuatku kembali melanjutkan makan malam ku. "Mbak saya masih belum bisa memenuhi kualifikasi jadi suaminya kah?,"tanya Daffa mencairkan suasana

  • Armaya Dvyendu Paksha    Bab 32 : Menutup Buku

    Daffa POV"Bercanda mu Mas,"ucap perempuan di depan ku yang kembali tersenyum lebar. Entahlah kejujuran ku mungkin belum tampak nyata di matanya. Mayor Chandra, apapun alasan mu membawa pulang wanita lain. Tetap saja kau lupa ada berlian yang kau sia-sia kan.Melihatnya harus berjuang untuk orang yang paling dia benci sampai bertaruh nyawa itu sudah sangat hebat. Aku yang terlambat menemukannya. Seharusnya aku menemukan saat dirinya masih kabur di Bandara Adisutjipto. Namun sayang sekalipun aku menemukannya yang selalu tertulis dalam benaknya hanya Chandra.Tidurnya tampak begitu tentram sama saat dirinya jatuh koma. Ku naikkan selimut yang membalut tubuhnya, sembari membenarkan letak selang infus sebelum bermasalah. "Aneh kamu Mas. Dia sekarang masih istri orang tapi jauh lebih memilih dia,"ucapan itu membuatku menghentikan kegiatan ku.Ku tatap wanita dengan perut sedikit membuncit yang tengah mena

  • Armaya Dvyendu Paksha    Bab 31 : Pendar redup

    Danau dengan air jernih begitu memukau mata tampak nyata di depan mata ku. "Kenapa cepat sekali kamu datang kemari Dy?,"tanya seorang gadis dengan kulit putih porselen. "Apa aku ngga boleh kemari juga Ra? Kamu ke tempat bagus ngga pernah ngajak lagi. Aku rindu dengan setiap hari yang pernah terlewat dengan manis selama di MIT,"ucapku menggosok pelan lengan ku. "Hmn sama Dy. Tapi pernah nggak kamu begitu rindu dengan sosok sosok yang selalu membuatmu jatuh dan bangun,"tanya Laura. "Ada. Kenapa memangnya,"tanyaku menaikkan sebelah alisku bingung. "Apa kau enggan berdiri dengannya lagi sampai kemari?,"tanya Laura. "Iya Ra. Aku hanya sanggup menemani saat itu saja. Aku sudah mengajukan gugatan cerai. Buat apa dia menjalani hidup yang bukan menjadi harapan. Dengan tinggal dengan Divyan akh tidak merusak hubungan yang sebenarnya lebih dari cinta masa muda. Aku sudah mengikhlaskan sebelum pergi kesini,"ucapku. "Okelah. Kau pan

  • Armaya Dvyendu Paksha    Bab 30 : Lelehan Asam

    Tuhan dia sedang berjuang, jaga dia, lindungi dia. Karena ada yang menunggu nya untuk pulang. Kita memang sedang berduka. Bukan berarti kita menyerah. Kita harus saling menjaga dan menguatkan hingga Tuhan menolong kitaAlunan lagu Doa Untuk Kamu terdengar begitu ringan. Setelah tanda tangan ku bubuhkan, aku bukan lagi orang yang berdiri di belakangnya. Suasana lingkungan yang tengah tenang menambah kesan lega. Sebuah buket mawar merah yang ku terima dari Nafisa masih harum mewangi.Biasanya akan ada tetangga yang menyapa ku. Namun kini hanya ada aku di sini. Mereka semua tengah di kesatuan untuk memperingati HUT PIA Ardhya Garini. Hah betapa lucunya dulu saat aku selalu saja mencari destinasi baru bersama Shyndhica dan Erma. Shyndhica dengan cerita masa lalu selalu mengejar Kapten Hercules No 1 Skuadron

  • Armaya Dvyendu Paksha    Bab 29 : Filtrat

    Denting musik mengalun syahdu menemani pagi. Suasana kampus yang masih sepi menambah rasa segar pikiran. Tanggal kelahiran sudah kian di depan mata tapi belum juga ingin ku injakkan kata cuti. Di rumah hanya membuatku stres saja dengan pikiran yang berisi tentang dunia Chandra."Wah lagi sarapan nih Mbak,"ucap Daffa baru datang dengan wajah segarnya. "Wah apa ini Mbak?,"tanya Daffa mengangkat rantang di atas mejanya. "Dilarang menolak. Saya semalam juga bilang jangan ikut Anda menolak. Saya juga bisa keras kepala dong,"ucapku tanpa menatap nya."Saya sudah sarapan Mbak,"ucap Daffa memelas. "Makan siang masih bisa kok. Saya sekarang sudah merasa semakin keras kepala Mas,"ucapku santai. "Susah kalo ibu hamil yang bicara,"ucap Daffa pasrah. Sembari membereskan tempat makanan ku, sebuah pesan masuk dari Leni se pagi ini tampak janggal. Untuk apa dia menghubungi diri ku sepagi ini?"Mas Daffa hari ini ada praktikum nggak?,"ta

  • Armaya Dvyendu Paksha    Bab 28 : Rendemen

    Nafas ku masih tersenggal padahal sudah larut. Mata ku dengan jelas mengingat dirinya memang Chandra Aklarta Maurya yang sama dengan yang menikahi ku. Apa mungkin identitas ku sudah mulai terkuak di muka umum? Namun untuk apa dia ke kota ini jika tanpa alasan. Akh tapi untuk apa aku peduli.DrrtSenyuman hangat tersaji di foto profil membuatku menggigit jari ku gugup. Nafisa menghubungi ku untuk pertama kalinya setelah meninggalkan Malang waktu itu. Rasa ingin menekan tombol hijau makin membuncah namun rasa takut banyak orang yang berada di seberang juga makin membuatku tak bisa memilih secara jelas."Nduk,"Sapa lembut sesaat setelah jari ku menggeser tombol hijau dalam ponsel seolah membuatku kembali seperti menantu yang selalu di sayang. Bibir ku terkatup rapat seolah tak ingin membalas sapaan lembut dari seberang."Iya Bun,"Rasa sesak sontak memenuhi relung benakku. "Masya Allah Dyan,"ucap Nafisa terdengar terisak haru begit

  • Armaya Dvyendu Paksha    Bab 27 : Lampu Merah

    "Neraca massa tanpa reaksi kimia dijumpai pada banyak peristiwa operasi teknik kimia. Neraca massa ini menjadi titik tolak perhitungan yang lainnya sampai pada perencanaan alat proses. Oleh karena itu, dalam perhitungan awal ini tidak boleh salah. Umumnya, operasi teknik kimia merupakan proses pemisahan bahan untuk dimurnikan.Seperti penjelasan sebelumnya, neraca massa dibagi menjadi dua. Yakni neraca massa yang menggunakan reaksi kimia dan tanpa reaksi kimia. Pertama kita akan masuk terlebih dahulu ke dalam penggunaan neraca massa tanpa reaksi kimia karena lebih sederhana. Juga merupakan basic untuk menghitung neraca massa dengan reaksi kimia.Sampai disini ada yang ingin ditanyakan?,"tanyaku. Derita hamil tua, bahkan bergerak sedikit susahnya. "Bu saya mau bertanya. Prinsip dasar penggunaan neraca massa ini seperti apa dan guna nya dalam dunia industri seperti apa,"tanyanya. "Baik saya akan langsung menjawab saja. Sama halnya dengan

DMCA.com Protection Status