Beranda / Semua / Armaya Dvyendu Paksha / Bab 2 : Mahasiswa

Share

Bab 2 : Mahasiswa

last update Terakhir Diperbarui: 2021-06-11 03:49:07

Baju batik bewarna maroon cukup manis berpadu di tubuhku. Setelah memastikan tidak ada yang kurang dan tertinggal, ku lirik jam sudah menunjukkan pukul 06.30 WITA. Dosen yang baik itu harus datang lebih cepat dari mahasiswa.

Supaya bisa jadi contoh tapi kayaknya biar aku disiplin ngga bakal juga aku dicontoh sama mahasiswa. Orang mereka aja menempatkan ku di posisi dosen killer tertinggi di kampus Politeknik Negeri tempatku mengajar.

"Kak Dyan pamit dulu ya. Assalamu'alaikum,"ucapku. "Yoi hati-hati ya Yan jangan ngebut di jalanan,"ucap Tiara. Tiara ini aneh-aneh lagi. Sejak kapan aku ngebut di jalanan sedangkan bagi ku patuh pada peraturan dan perundang-undangan sudah segala-galanya.

Membelah kota Samarinda yang memiliki kesibukan masing-masing di jam segini. Di tepi kanan sungai Mahakam membentang indah membelah dua bagian membuat ku harus melewati jembatan yang dahulu pernah runtuh.

"Selamat pagi Bu Dyan. Selamat beraktivitas,"ucap penjaga gerbang.

"Pagi Pak. Selamat beraktivitas juga,"ucapku tersenyum tipis sebelum melajukan mobil ku ke gedung jurusan yang ku bidangi.

Menghirup nafas sejenak sebelum mengambil tas berjalan menuju ruangan dosen di dalam lab jurusan.

"Pagi Bu,"

"Pagi Bu,"

Sapaan yang sudah jadi makanan sehari-hari ku menggelora sepanjang jalan menuju ruangan ku. Absen kedatangan diri dengan sidik jari dan kembali ke meja. "Bu Dyandra aduh kok kali ini beda loh yang numpuk di atas meja,"ucap Augitra membuat ku mengernyit heran.

"Bunga??,"ucapku mengangkat buket mawar merah yang ditaruh di atas meja tanpa nama. "Aduh adakah mahasiswa yang mulai jatuh hati dengan pesona Bu Dyandra Androdiaz Zhafira Rajasa,"tanya Keyla membuat ku menggeleng.

"Nyasar lagi kali,"ucapku berjalan keluar. Niatnya mau buang tapi liat ada sepasang mahasiswa yang tengah asyik belajar di lorong. Kalo begini ngga masalah karena bukan di dalam lab posisinya. "Dek ini kasih pacarnya,"ucapku memberikan buket bunga tadi.

"Terimakasih Bu,"ucapnya ku tanggapi dengan senyum tipis sebelum berlalu. "Bu Dyan join Bu,"ucap Angela mengajak ku bergabung. "Aduh bu Dyan sudah tau belum minggu ini ada nikahan di kampus loh,"ucap Keyla. "Pak Rafka?,"tebak ku.

Tapi nggak mungkin juga ya. Ngapain pak Rafka ngadakan nikahan di kampus kalo memang dia sudah punya hotel bintang lima. "Bukan lah Bu. Itu mahasiswa yang terlibat skandal dari jurusan sebelah,"ucap Augitra membuat ku tercengang.

"Hah married by accident kisahnya,"tanyaku. "Iya Bu. Aduh anak jaman sekarang kenapa ngga nikah aja dulu sih kalo memang sudah ngebet,"ucap Angela memijat pelipisnya. "Harusnya kalo memang milih kuliah ya kuliah aja dulu yang fokus.

Pacaran ya pacaran tapi ingat Tuhan juga lah. Atau kenapa ngga contoh dosen dosen muda yang belum nikah itu keren loh bener-bener fokus kayak Bu Melinda,"ucap Keyla. "Nggak usah ke jurusan orang. Kan kita punya juga loh. Bu Dyan paling awet jomblo paling disiplin juga,"ucap Augitra menyenggol lengan ku.

"Saya bukannya fokus atau gimana. Kalo pacaran memang anti tapi kalo nikah masih belum ada minat,"ucapku. "Aduh padahal yakin aja banyak tuh yang antri tapi susah betul acc nya,"ucap Angela membuat seisi ruangan tergelak. Selesai dengan obrolan santai pagi hari, Ku langkahkan kaki ku ke gedung kelas untuk memberi materi.

---

"Yang termasuk dari senyawa aromatik adalah senyawa benzena dan senyawa yang memiliki sifat seperti benzena. Ciri-ciri senyawa benzena digambarkan sebagai cincin enam dengan resonansi di dalamnya. Aturan Huckel mengatakan bah

"Hehehe iya nah masa kemarin pengantar teknik kimia kita malah diceramahi. Sumpah ngga enak banget kalo kayak gitu,"ucap seorang mahasiswa tidak memperhatikan pelajaran. Dengan tatapan nyalang disertai alis menukik tajam, ku tatap mahasiswa yang asyik bercengkerama.

"SAYA TIDAK AKAN LANJUTKAN MATERI SENYAWA AROMATIK. MINGGU DEPAN KITA ULANGAN SENYAWA AROMATIK. TIDAK ADA ALASAN NILAI JELEK KARENA ITU JUGA YANG SAYA AKUMULASI KAN,"ucapku sebelum membawa buku dan modul kembali ke ruangan dosen.

Siapa bilang jadi dosen enak daripada guru? Koreksi lagi kata-kata Anda ya kalo ada yang bilang gitu. Guru masih mendapat penghargaan karena yang diajari masih berusia dibawah 17 tahun yang masih patuh patuhnya sebagai anak dan masih dalam pengawasan penuh orang tua.

Kami jadi dosen yang diajari sudah melewati masa itu dengan artian mereka semakin bebas berpendapat. Jadi gini nih akhirnya. Nggak ada ceritanya seorang dosen marah ke mahasiswa ngga ada alasan. Ngapain juga kita marah-marah nggak ada alasan bikin banyak dosa aja.

Masuk ke dalam ruangan dengan perasaan masih berkecamuk. Bahkan pendingin ruangan masih belum bisa mendinginkan emosi ku. "Loh Bu Dyan kok disini?,"tanya Angela yang baru datang. "Biasa Bu,"ucapku tersenyum tipis.

"Hmm kenapa nggak lapor ke ketua jurusan aja Bu. Kalo saya langsung lapor biar mereka tau meskipun kami dosen ini meminta mereka mandiri bukan berati seenak jidatnya aja,"ucap Angela. Nah sebenarnya selain aku, Angela jauh lebih killer kalo menurut ku.

Karena dia sekali buat kesalahan kayak tadi langsung lapor ke ketua jurusan jadi selama satu semester ngga masuk tau-tau ujian semua soalnya sengaja dibuat sulit. "Nggak papa Bu. Biar mereka paham pelan-pelan,"ucapku.

"Permisi Bu ada Gojek yang ngantar map buat Bu Dyan,"ucap penjaga gerbang mendatangi ku.

"Map??,"ucapku menerima map yang diberikan dengan rasa penasaran berkecamuk. "Apa tuh? Kiriman dari ortu kah?,"tanya Keyla.

Malas bergelung dengan rasa penasaran, ku buka map yang isinya sebuah baju brukat lengkap dengan jilbab nya bewarna merah maroon. "Lah kayaknya ini salah server nih,"ucapku mengangkat isi map. Di dalamnya ada selembar surat yang ditulis menggunakan kertas lipat kecil.

Saya tadi tuh mau kasih bunga buat kejutan Dyan, malah kamu kasih mahasiswa. Ya sudah ini aja pakai untuk datang ke resepsi. Semalam lupa alamat mu dan ngga bisa hubungi nomor mu. Jadi kirim begini. Niatnya kasih bunga buat titip kasih ke calon istri malah di kasih mahasiswa.

Saya sudah mulai cuti makanya ngga bisa datang. Ingat kali ini jangan kasih mahasiswa ya. Ini buat dresscode acara bukan buat surprise calon istri dan bukan buat mahasiswa.

~Rafka Almaden Inggrid~

"Loh itu kan baju buat datang ke nikahan Pak Rafka,"ucap Augitra. "Iya bu semalam saya ngga ada buka HP jadi ngga tau kalo Pak Rafka tanya alamat. Bunga tadi pagi juga niatnya buat calon istri dititipkan malah berakhir di mahasiswa,"ucapku mengundang gelak tawa.

"Lagian Bu Dyan ini loh. Semuanya aja dikasih mahasiswa,"ucap Angela. "Cinta mahasiswa Bu,"ucapku asal. "Bu Dyan bisa minta tolong mengawasi hidrolisis asam semester 3. Saya ada urusan dengan rektorat,"ucap Ganesha, dosen senior.

"Bisa pak,"ucapku segera memakai jas lab dan perlengkapan sebelum pergi menggantikan Pak Ganesha. "Bu Dyan mau konsul laporan,"ucap mahasiswa menahan ku. Mau ngga mau aku berhenti dulu untuk melihat laporan sementara mereka.

Meninjau ke belakang banyak sudah sempurna namun mata ku malah menangkap kejanggalan fatal di awal laporan. "Dek nama siapa ini,"tanya ku menunjuk nama dosen pembimbing. "Nama Ibu,"ucap mereka ragu-ragu. "Masuk ke ruangan dosen tanya dosen disana.

Siapa nama lengkap saya. Habis itu ganti kalo mau saya acc sekarang. Nanti kalo sudah cari saya di lab kimia semester 3. Saya di sana,"ucapku berlalu pergi. Yang benar saja, nama ku yang sangat riwet karya orang tua ku diganti.

Dyandra Adriaz Raharja

Bayangin woy siapa pula itu Raharja. Nama keluarga itu ngga masalah ngga usah ditulis karena ngga mau juga aku merepoti mahasiswa. Tapi nama ku weh kok tinggal Dyandra mana Adriaz pula. Parah sih parah wahai mahasiswa...

---

"Bu sudah selesai tinggal tulis laporan,"ucap Ulya. "Baik berarti saya tinggal ya,"ucapku berlalu pergi kembali ke ruangan sembari melepas masker carbon yang pengapnya nauzubillah dari hidungku. "Bu sudah diganti. Mohon maaf atas keteledoran kami,"ucap mereka.

"Lain kali diingat nama lengkap dosennya ya Dek. Nanti itu pengaruh kecil kalo diteruskan bisa fatal. Bayangkan masa kalian mau ikut tender, presentasi bagus tapi kalah karena salah tulis nama lengkap terkait,"ucapku memberi nasihat sambil menandatangani laporan sementara.

Prank

Tanpa menunggu lama, aku segera bergegas ke lab terdekat untuk mencuci dengan aquadest dan air mengalir. Ini kecerobohan mahasiswa part berapa lagi gusti. "Ma Maaf bu,"ucap mereka dengan wajah penuh ketakutan.

"Cairan apa ini,"tanyaku sambil mendesis kesakitan. "Itu cairan aquadest biasa bu,"ucap mereka membuat ku sedikit lega. Tapi masalahnya alat kimia yang kena ini bikin tangan kiri ku robek sekitar 6 cm dengan dalam sekitar 4 cm. Luka nya parah karena ada pecahan kaca yang menancap.

"Mari kami antar ke dokter Bu. Ini perlu dijahit,"ucap mereka dengan wajah panik. Tanpa menunggu jawaban lagi, aku segera berlari kencang ke ruang dosen untuk mengambil kunci mobil sebelum berlari ke parkiran.

Melupakan teriakan para dosen yang terkejut melihat luka besar dan darah yang mengucur deras darinya. "Bu biar saya yang nyetir,"ucap mahasiswa tadi. Mau ngga mau yowes lah, lagian terlalu nyeri buat nyetir.

---

"Assalamualaikum,"ucapku berjalan memasuki rumah.

"Wa'alaikumussalam kamu sudah pulang Yan. ASTAGFIRULLAH ITU TANGAN MU KENAPA DI PERBAN,"ucap Tiara panik. "Kak katanya dokter tapi liat luka kayak liat apa aja. Its Okey,"ucapku duduk di ruang tamu.

"Sebelumnya kami minta maaf Bu atas kecerobohan kami tidak melihat Ibu. Kami terlalu panik karena larutan dalam kondisi eksplosif dan harus segera netral,"ucap salah satunya mewakili. "Hmm asal ngga kalian ulangi lagi,"ucapku santai.

"Oiya ini buat ganti alat lab kalian yang pecah,"ucapku menyodorkan 4 lembar uang bergambar Soekarno Hatta. "Nggak usah Bu,"ucap mereka menolak pemberian ku. "Mau ambil atau saya bocorkan nama kalian di ruangan dosen,"ucapku dingin membuat mereka langsung mengambil uang yang ku berikan.

"Ganti baju dulu sana Yan. Darah mu bikin mual aja,"ucap Tiara. "Ternyata hormon kehamilan juga bisa membuat dokter lupa jati diri,"ucapku. "Heh emang kamu ngga mau punya anak Yan,"ucap Tiara. "Kalo aku mau nikah,"ucapku singkat sebelum berlalu masuk ke dalam kamar.

Nggak banyak yang kena di baju banyaknya kena di jas lab jadi keliatan parahnya. Sambil mencari baju santai rumahan kaos bewarna baby pink dengan rok plisket berpadu dengan jilbab cukup simple. Kayaknya perban ini cuma bisa ngerepotin aja kerjaannya. Baru gerak sedikit nyeri lah ini lah itu lah.

"Bu Dyan punya adek ya,"ucapnya bertanya pada Tiara. "Hah adek? Oalah pasti kalian kira dosen killer kalian ini orang lain kan,"ucap Tiara menarik ku duduk bersebelahan dengannya. "Iya Bu. Kaget ternyata aslinya Bu Dyan mirip anak SMA. Cute nya,"ucap mereka.

"Ada-ada aja kalian. Saya selalu biasa cuma kalian yang anggap saya dosen killer nya jurusan,"ucapku. "Iya ngga cocok loh kalian panggil dia Bu. Doakan aja semoga dia mau nikah. Habis acc lamaran nikah jauh lebih susah dari acc laporan nya.

Kalo acc laporan kan sudah detail benar kan. Kalo ini baru liat judul langsung dibuang ke tempat sampah,"ucap Tiara. "Kak ngga perlu publikasi juga,"ucapku sebal. "Ya sudah kami mohon undur diri. Terimakasih Bu Tiara sama Bu Dyan,"ucap mereka berpamitan.

Sepeninggal mereka, Tiara ngga ada habisnya berceramah panjang lebar tentang Kak Deva yang lagi di LA bakal segera pulang. "Begitu kah ribetnya orang kalo sudah jatuh ke lubang yang namanya pernikahan. Kangen mulu mana tersiksa pula,"ucapku.

"Bukan gitu Yan. Gini nah nikah itu ngga seburuk pikiran mu. Kan sebagai manusia kita diberkahi perasaan tuh. Nah cara menyalurkan perasaan itu ya dengan menikah Dyandra,"ucap Tiara berusaha sabara meladeni ku.

"Lah kan kalo gitu kenapa ngga dengan tanam pohon kah apakah gitu selain pernikahan,"ucapku. "Aish gimana sih kamu Yan. Begini nah Dyandra sayang yang paling cantik. Nikah itu ngga seburuk itu. Coba deh kamu nikah pasti ngerasakan sendiri,"ucap Tiara dengan gigi bergemeletuk.

"Kak nikah tuh bukan ajang testimoni. Cukup sekali kalo itu ngga ada lagi sudah namanya gagal gara-gara ngga minat,"ucapku. "Lah kamu sendiri yang ngga mau kenal sama cowok karena bilang nya ngga guna,"ucap Tiara.

"iya kak. Cuma buah manis tapi berulat itu sudah omongan manis yang bikin eww mau muntah dengernya. Lebih baik buat riset teknologi jauh lebih bermanfaat daripada itu Dokter Tiara Ayuni Rajasa,"ucapku.

"Tapi tidak semua hal harus bermanfaat kan ada hal yang membahagiakan juga untuk mengurangi stress dengan menyalurkan perasaan pada pasangan,"ucap Tiara. "Nah itu namanya membuang waktu Kak. Stress ya berendam bentar sambil putar musik. Hilangkan sudah stress,"ucapku.

"Sabar ya Allah sabar. Begini ya tahap dimana seorang sains pada tahap saintifik mendarah daging. Gini aja deh gampangnya. Ada pernah ngga kamu ngerasakan momen dimana kamu bergejolak atau sejenisnya lah di kampus?,"tanya Tiara.

"Ada. Tiap hari lagi apalagi kalo mahasiswa sudah bertingkah itu rasanya berasap sudah kepala ku. Karena fokus ku ya mahasiswa dan memastikan mereka lulus dengan ilmu yang membawa kesuksesan kelak itu passion ku selama menjadi dosen,"ucapku jujur.

"DYANDRA ANDRODIAZ RAJASA"

Bab terkait

  • Armaya Dvyendu Paksha    Bab 3 : Problematika

    “Aduh gimana ini Bu,”ucap Angela masuk ke dalam ruangan dosen dengan wajah kacau. “Siapa yang gantikan Bu Nata nyanyi untuk pagelaran nanti malam,”ucap Angela membuat ku terhenyak. What’s kenapa harus Nata yang ngga datang??? Bau-bau jadi tumbal ini. Bukannya gimana masalahnya kalo gantikan dadakan gini siapa sih yang ngga sebel. “Bu Dyan,”ucap Augitra mengangguk. Ini juga karena tangan yang ngga bisa banyak gerak. Mana mungkin penari bawa kipas gerakannya bukan luwes malah patah-patah kayak paskibraka. “Saya bisa menggantikan Bu,”ucapku berdiri. “Alhamdulilah makasih banyak Bu Dyan. Ini nih teks nya ya, audio nya saya kirim lewat WA,”ucap Angela memberiku selembar kertas. “Bahasa Bugis ya Bu,”ucapku. “Iyalah. Kan Pak Rafka orang Bugis apalagi calonnya juga orang Bugis,”ucap Keyla. Kan masalah lagi, mana aksen Bugis jelas beda dengan aksen Jawa. Ayolah pasti bisa Yan pasti bisa. Katanya lagu ini bu

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-11
  • Armaya Dvyendu Paksha    Bab 4 : Muak

    Dengan langkah yakin ku lalui lorong lab dengan perasaan lebih baik karena akhirnya perban kurang asem itu dilepas dari tangan ku. Dengan membawa map berisi lembar penilaian, aku masuk ke dalam lab proses untuk membimbing praktikum."Pagi Bu Dyan,"Oiya lupa semenjak malam itu, mahasiswa jadi lebih sering menyapa ku namun dibalas dengan anggukan. Capek balasi satu persatu dan ngga efektif. Banyak yang berubah dari orang di sekitar ku. Seperti Pak Rafka yang jadi sumringah tiap hari. Angela, Keyla dan Augitra yang makin mendekat kan ku dengan banyak jenis laki-laki.Tapi kembali pada prinsip. Gimana mau suka sedangkan aku sendiri aja ngga ada minat dan kepikiran. Cuma aku yang masih tetap sama dengan kemarin. Karena mau jadi apapun aku nggak ada bedanya. Jadi untuk apa repot-repot berubah.PrankSuara pecahan alat kimia membuat ku tersentak. "Kenapa Dek,"tanyaku kaget. "Labu ukur n

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-11
  • Armaya Dvyendu Paksha    Bab 5 : Kabur

    Deretan alat kimia berjajar di depan mata ku dengan berbagai jenis. Setelah dengan sedikit problema akhirnya aku bisa datang ke sini. Maheswari tak henti membuat ku harus duduk berjam-jam untuk mendengarkan laki-laki yang kata mereka orang baik. Mau gimana udah terlanjur acc, muak ngga muak udah kejadian juga. Bahkan sengaja meminta ke instansi ku untuk memulangkan sebelum jam setengah 3 sore. Nggak juga kalo aku pulang kayak biasa merubah keinginan mereka pada intinya. "Bu Dyan," "Iya saya. Kenapa Bu?,"tanyaku menoleh melihat Angela mendatangi ku. "Nggak papa. Kok tumben hari ini agak beda ada masalah apa,"tanya Angela menutup pintu lab menyisakan kita berdua. "Nggak papa Bu,"ucapku tersenyum tipis di balik masker karbon yang ku pakai. "Nggak papa cerita aja biar lega. Masa dari pagi datang itu hawa nya beda loh Bu. Mungkin ada masalah mahasiswa yang kurang enak Bu,"ucap Angela membuat ku beralih dudu

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-06
  • Armaya Dvyendu Paksha    Bab 6 : Remahan yang tertinggal

    "Dyan mau kemana pagi begini,"tanya Harsa yang tengah membaca koran di ruang tamu. Wah enak sekali dosen senior bersantai sembari menikmati kopi. Sedangkan aku seperti tertimpa tangga saja karena kesiangan. "Mau ke kampus Pak. Dyan pamit ya. Udah telat. Assalamu'alaikum,"ucapku buru-buru berlari keluar. "Ini gara-gara tentara sok puitis makanya telat 5 menit dari jam biasanya aku berangkat kan,"ucapku bergegas mengendarai mobil dengan kecepatan di atas rata-rata membelah kota Samarinda dengan perasaan panik. Baru aja sampai di depan gedung jurusan, langsung ku ambil tas berjalan seolah normal memasuki lab yang sudah ramai. Iyalah biasanya aku datang itu sepi sekali karena masih pagi buta. Ini termasuk terlambat bagi ku dan aku ngga suka itu. "Bu Dyan," aku menoleh melihat Keyla yang memanggil ku dari belakang. "Iya kenapa Bu,"tanya ku. "Hmm pantas agak siangan, ini kah penyebab nya. Oiya sama tentara y

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-10
  • Armaya Dvyendu Paksha    Bab 7 :Mareo

    "Dyandra ya ampun ngga nyangka. Senengnya ketemu kamu lagi Yan. Nggak sabar jadikan mantu Bunda,"ucap Nafisa dengan wajah berbinar. Ya akhirnya dua bersaudara itu membawa ku kemari. "Hehe iya Bun. Mau kemana kok ada koper di depan,"tanya ku penasaran."Loh kan kita mau ke Malang buat pengajuan nikah kalian,"ucap Alagra makin membuatku seperti terjebak tanpa tau apa-apa. "Loh Dra kamu nggak kasih tau Dyan,"tanya Nafisa. "Biar surprise Yah. Habis kena semprot Dyan bikin pangling sampai lupa.Bisa gitu Dyan jadi lain waktu di kampus. Apalagi ketemu mahasiswa bermasalah,"ucap Chandra. "Kakak ini memang loh. Nggak papa kak Dyan, sama aku aja ya duduknya jangan sama Kak Chandra,"ucap Dhita membuatku tersenyum tipis.Asli manusia seenak jidatnya, aku di bawa kesini terus Bapak sama Ibu gimana. "Yan,"ucap Harsa datang dengan penampilan rapi bersama Maheswari tanpa couple tersayang. "Loh Bapak sama Ibu sudah tau juga,"tanyaku bingu

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-25
  • Armaya Dvyendu Paksha    Bab 8 : Armaya

    Tumpukan berkas dan tugas mahasiswa akhirnya usai ku selesaikan. 3 hari setelah kejadian di culik waktu itu, sekarang pun sudah tiba saatnya pingitan. Jadi mau nggak mau aku harus diem di rumah. Paling kalo ada mahasiswa mau konsul baru aku turun. Rumah ku dihias sebegitu menariknya dengan berbagai jenis bunga. Apalagi kamar ku paling parah sampai rasa tidur di kuburan. Padahal nikah masih lusa, banyak sekali juga upacaranya. Ingin rasanya aku salto udara dan pergi dari rentetan acara ngga ada habisnya. Putri, Anita dan Grace juga datang kali ini. "Ish cantiknya kayak Dewi turun dari kahyangan,"ucap Putri. "Kayangan mbahmu, orang kayak ketiban baju setengah kilo gini kalian bilang turun dari kayangan,"ucapku."Ya nggak gitu Yan. Please ngerti lah maksudku,"ucap Grace. "Terserah kalian. Oiya aku ketemu dengan Divyan kemarin waktu di Lamongan,"ucapku santai namun menimbulkan reaksi berlebihan. "Ngapain dia,"tanya Anita

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-31
  • Armaya Dvyendu Paksha    Bab 9 : Dvyendu

    Baju putih abu abu dengan selempang wakil ketua OSIS melekat di tubuh seorang gadis yang tengah merapikan topi yang di pakainya. Hari ini akan ada acara serah terima jabatan ketua dan wakil ketua OSIS untuk periode berikutnya."Sudah cantik itu Yan,"ucap Divyan dari pintu kamar mandi. "Bukan itu. Nggak cocok kalo Chandra nya baju aja rapi baru aku amburadul,"ucapku. "Nggak gitu juga. Ehh Chandra,"ucap Divyan. Merasa sudah rapi, aku keluar dari kamar mandi."Ibu ketua OSIS cantik banget bikin pangling,"ucap Chandra. "Ngomong lagi ku pukul pakai sepatu pdh kamu Dra,"ucapku kesal. "Iya dah. Ayo,"ucap Chandra menarik lengan ku mengikuti langkah panjang nya menuju lapangan upacara. Acara ini sekaligus momentum pelepasan, jadi wajar kalo semua siswa turut andil."Dyandra,"aku menoleh mendapati Nafisa dan Alagra yang melambai ta

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-02
  • Armaya Dvyendu Paksha    Bab 10 : Adios Soltero

    Divyan masih saja berlalu lalang di depan mata ku membuat jengah. Hari ini hari dimana tiba keluarga ku menyerahkan diri ku pada Chandra. Masih muak dan berharap ada keajaiban lain. Namun nyatanya itu hanya ilusi. Karena hingga saat ini tak ada keinginan sedikit pun untuk menjalin hubungan dengan nya.Riasan menawan juga tak membuat ku tersenyum sedikit pun. "Nduk. Ayo,"ucap Nafisa dan Maheswari membuka pintu dengan wajah berbinar. Di saat begini terpaksa harus menyunggingkan seutas senyum palsu. Pahit yang di usahakan manis.Tambah lagi tanggungan hidup dengan adanya suami tanpa kehendak ku. Acara akad pada pagi ini hanya di hadiri teman dekat dan keluarga saja. Kecuali pergelaran resepsi nanti malam. Menuruni anak tangga sambil memasang wajah palsu yang tampak seolah-olah bahagia.Hingga di duduk kan bersama dengan Chandra. Aku harus memanggil nya apa? Suami? Cih, baru memikirkan nya saja sudah membuat ku mual. Apalagi memperagakan langsung. "Ayo Nduk. Di paka

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-03

Bab terbaru

  • Armaya Dvyendu Paksha    Bab 35 : Gugur sebelum Mekar

    Suasana ramai yang tengah begitu semarak tidak mengindahkan ku dari tatapan tajam pada Daffa. Pria itu hanya menatapku dengan tatapan tenang. Seolah memang dirinya tidak ada sangkut pautnya dengan para taruna itu."Siapa kamu,"Mataku menelisik berusaha mencari kebenaran dari setiap gerak-geriknya. Aku pernah membaca sedikit artikel tentang gerakan seseorang. Lagipula aku memang tidak terbiasa mudah percaya dengan setiap pria sepertinya."Apa Mbak? Saya dosen yang Anda kenal,"ucap Daffa masih membela diri. "Aku mungkin tidak pernah menjalani pendidikan di bawah naungan Swa Bhuwana Paksha. Tapi jangan lupakan satu hal, Pak Daffa. Aku mengenal Chandra dari semenjak SMA sampai lulus pendidikan. Taruna tidak banyak mengenal tentara yang sudah aktif dan dilantik.Bahkan hanya beberapa saja yang dihormati dan kamu? Katakan siapa kamu sebenarnya atau aku cari tau sendiri?"tanyaku menodongkan pulpen membuat dagunya terangkat. Meskipun pahit rasanya kembali menyebut pria brengsek itu. Saat i

  • Armaya Dvyendu Paksha    Bab 34 : Misteri Daffa

    Detik jam yang berbunyi begitu lirih di keheningan malam masih saja membuatku terjaga. Di depan ku gadis kecil yang tengah asyik terlelap begitu tenang tak bisa membuatku begitu heboh. Ingatanku masih berkeliaran pada pria itu.Bukan Chandra tentunya tapi Daffa. Mengapa akhir-akhir ini tanpa sengaja malah banyak kalimat seolah begitu sengaja merujuk pada kode yang bisa ku pahami secara jelas maksudnya. Apa dia tidak malu jika mengatakan itu secara serius? Masalahnya aku itu janda dan sudah punya anak dari pria lain. Bagaimana dia bisa berpikir demikian?Seperti beberapa menit lalu saat dirinya mengantar makanan. Aku tidak bermasalah tentang makanannya hanya dengan kedekatan kami terutama masalah ku dan Chandra baru juga usai itu terlalu memancing bahan pembicaraan orang lain. Mungkin dia tidak salah mendekati jika ingin membantu ku mengasuh Alandra. Hanya saja ini Indonesia yang kental dengan budaya dan tata krama."Bu Dya

  • Armaya Dvyendu Paksha    Bab 33 : Morse

    Tangisan Alandra memecah keheningan malam. Semenjak tadi sore sepertinya dirinya terlalu sensitif. Hanya menangis dan enggan menyusu. "Boleh saya yang gendong Mbak,"tanya Daffa sedari tadi melihat Alandra yang terus menangis di gendongan ku."Eh udah nanti cantiknya hilang loh. Cantiknya Om udah ya,"ucap Daffa mulai kehilangan akal. Namun justru kalimat itu yang seolah magnet membuat Alandra tenang hingga perlahan mereda. "Alandra capek ya?,"tanya Daffa hanya ku gelengkan sejenak.Dia masih lajang tapi ilmu parenting nya sudah mumpuni. "Mbak sudah makan?,"tanya Daffa ku gelengkan pelan. "Alandra dari tadi nangis gimana mau makan?,"tanyaku. "Nah itu. Menyusui harus rajin makan Mbak,"ucap Daffa membuka rantang berisi makanan dari Mayang."Mas sudah makan?,"tanyaku di angguki mantap membuatku kembali melanjutkan makan malam ku. "Mbak saya masih belum bisa memenuhi kualifikasi jadi suaminya kah?,"tanya Daffa mencairkan suasana

  • Armaya Dvyendu Paksha    Bab 32 : Menutup Buku

    Daffa POV"Bercanda mu Mas,"ucap perempuan di depan ku yang kembali tersenyum lebar. Entahlah kejujuran ku mungkin belum tampak nyata di matanya. Mayor Chandra, apapun alasan mu membawa pulang wanita lain. Tetap saja kau lupa ada berlian yang kau sia-sia kan.Melihatnya harus berjuang untuk orang yang paling dia benci sampai bertaruh nyawa itu sudah sangat hebat. Aku yang terlambat menemukannya. Seharusnya aku menemukan saat dirinya masih kabur di Bandara Adisutjipto. Namun sayang sekalipun aku menemukannya yang selalu tertulis dalam benaknya hanya Chandra.Tidurnya tampak begitu tentram sama saat dirinya jatuh koma. Ku naikkan selimut yang membalut tubuhnya, sembari membenarkan letak selang infus sebelum bermasalah. "Aneh kamu Mas. Dia sekarang masih istri orang tapi jauh lebih memilih dia,"ucapan itu membuatku menghentikan kegiatan ku.Ku tatap wanita dengan perut sedikit membuncit yang tengah mena

  • Armaya Dvyendu Paksha    Bab 31 : Pendar redup

    Danau dengan air jernih begitu memukau mata tampak nyata di depan mata ku. "Kenapa cepat sekali kamu datang kemari Dy?,"tanya seorang gadis dengan kulit putih porselen. "Apa aku ngga boleh kemari juga Ra? Kamu ke tempat bagus ngga pernah ngajak lagi. Aku rindu dengan setiap hari yang pernah terlewat dengan manis selama di MIT,"ucapku menggosok pelan lengan ku. "Hmn sama Dy. Tapi pernah nggak kamu begitu rindu dengan sosok sosok yang selalu membuatmu jatuh dan bangun,"tanya Laura. "Ada. Kenapa memangnya,"tanyaku menaikkan sebelah alisku bingung. "Apa kau enggan berdiri dengannya lagi sampai kemari?,"tanya Laura. "Iya Ra. Aku hanya sanggup menemani saat itu saja. Aku sudah mengajukan gugatan cerai. Buat apa dia menjalani hidup yang bukan menjadi harapan. Dengan tinggal dengan Divyan akh tidak merusak hubungan yang sebenarnya lebih dari cinta masa muda. Aku sudah mengikhlaskan sebelum pergi kesini,"ucapku. "Okelah. Kau pan

  • Armaya Dvyendu Paksha    Bab 30 : Lelehan Asam

    Tuhan dia sedang berjuang, jaga dia, lindungi dia. Karena ada yang menunggu nya untuk pulang. Kita memang sedang berduka. Bukan berarti kita menyerah. Kita harus saling menjaga dan menguatkan hingga Tuhan menolong kitaAlunan lagu Doa Untuk Kamu terdengar begitu ringan. Setelah tanda tangan ku bubuhkan, aku bukan lagi orang yang berdiri di belakangnya. Suasana lingkungan yang tengah tenang menambah kesan lega. Sebuah buket mawar merah yang ku terima dari Nafisa masih harum mewangi.Biasanya akan ada tetangga yang menyapa ku. Namun kini hanya ada aku di sini. Mereka semua tengah di kesatuan untuk memperingati HUT PIA Ardhya Garini. Hah betapa lucunya dulu saat aku selalu saja mencari destinasi baru bersama Shyndhica dan Erma. Shyndhica dengan cerita masa lalu selalu mengejar Kapten Hercules No 1 Skuadron

  • Armaya Dvyendu Paksha    Bab 29 : Filtrat

    Denting musik mengalun syahdu menemani pagi. Suasana kampus yang masih sepi menambah rasa segar pikiran. Tanggal kelahiran sudah kian di depan mata tapi belum juga ingin ku injakkan kata cuti. Di rumah hanya membuatku stres saja dengan pikiran yang berisi tentang dunia Chandra."Wah lagi sarapan nih Mbak,"ucap Daffa baru datang dengan wajah segarnya. "Wah apa ini Mbak?,"tanya Daffa mengangkat rantang di atas mejanya. "Dilarang menolak. Saya semalam juga bilang jangan ikut Anda menolak. Saya juga bisa keras kepala dong,"ucapku tanpa menatap nya."Saya sudah sarapan Mbak,"ucap Daffa memelas. "Makan siang masih bisa kok. Saya sekarang sudah merasa semakin keras kepala Mas,"ucapku santai. "Susah kalo ibu hamil yang bicara,"ucap Daffa pasrah. Sembari membereskan tempat makanan ku, sebuah pesan masuk dari Leni se pagi ini tampak janggal. Untuk apa dia menghubungi diri ku sepagi ini?"Mas Daffa hari ini ada praktikum nggak?,"ta

  • Armaya Dvyendu Paksha    Bab 28 : Rendemen

    Nafas ku masih tersenggal padahal sudah larut. Mata ku dengan jelas mengingat dirinya memang Chandra Aklarta Maurya yang sama dengan yang menikahi ku. Apa mungkin identitas ku sudah mulai terkuak di muka umum? Namun untuk apa dia ke kota ini jika tanpa alasan. Akh tapi untuk apa aku peduli.DrrtSenyuman hangat tersaji di foto profil membuatku menggigit jari ku gugup. Nafisa menghubungi ku untuk pertama kalinya setelah meninggalkan Malang waktu itu. Rasa ingin menekan tombol hijau makin membuncah namun rasa takut banyak orang yang berada di seberang juga makin membuatku tak bisa memilih secara jelas."Nduk,"Sapa lembut sesaat setelah jari ku menggeser tombol hijau dalam ponsel seolah membuatku kembali seperti menantu yang selalu di sayang. Bibir ku terkatup rapat seolah tak ingin membalas sapaan lembut dari seberang."Iya Bun,"Rasa sesak sontak memenuhi relung benakku. "Masya Allah Dyan,"ucap Nafisa terdengar terisak haru begit

  • Armaya Dvyendu Paksha    Bab 27 : Lampu Merah

    "Neraca massa tanpa reaksi kimia dijumpai pada banyak peristiwa operasi teknik kimia. Neraca massa ini menjadi titik tolak perhitungan yang lainnya sampai pada perencanaan alat proses. Oleh karena itu, dalam perhitungan awal ini tidak boleh salah. Umumnya, operasi teknik kimia merupakan proses pemisahan bahan untuk dimurnikan.Seperti penjelasan sebelumnya, neraca massa dibagi menjadi dua. Yakni neraca massa yang menggunakan reaksi kimia dan tanpa reaksi kimia. Pertama kita akan masuk terlebih dahulu ke dalam penggunaan neraca massa tanpa reaksi kimia karena lebih sederhana. Juga merupakan basic untuk menghitung neraca massa dengan reaksi kimia.Sampai disini ada yang ingin ditanyakan?,"tanyaku. Derita hamil tua, bahkan bergerak sedikit susahnya. "Bu saya mau bertanya. Prinsip dasar penggunaan neraca massa ini seperti apa dan guna nya dalam dunia industri seperti apa,"tanyanya. "Baik saya akan langsung menjawab saja. Sama halnya dengan

DMCA.com Protection Status