Aranjo melewati hari-harinya dengan sangat gembira, dirinya akan pergi diam-diam saat Ara membantu di kediaman utama.
Aranjo akan menghabiskan waktunya dengan membaca atau berendam di kolam air hangat yang ajaib.
Walaupun waktu yang dihabiskan di sana cukup lama namun tidak pada kenyataannya, semua berkat jam pasir itu. Namun Aranjo tidak pernah bertemu dengan siluman itu lagi, sesekali siluman akan memberikannya catatan yang berisi pertanyaan.
Hal itu untuk melihat apakah Aranjo benar-benar memahami bacaannya. Aranjo akan menulis jawaban dari pertanyaan itu, tidak sulit baginya. Aranjo akan memberikan separuh makanan enak yang dimilikinya dan meletakkannya di atas meja baca itu. Itu sebagai tanda terima kasih kepada temannya.
"Esok akan diadakan cara ulang tahun ayahmu!" ujar Ara saat mereka makan malam di Paviliun.
"Ya, pesta itu pasti sangat meriah, terlihat bagaimana sibuknya pelayan kediaman utama untuk mempersiapkan acara besok ," ujar Aranjo sambil menyantap makan malamnya yang sederhana.
Semenjak kejadian dirinya dikirim ke hutan kabut oleh ibu tirinya, Aranjo selalu menghindari ibu dan kedua saudarinya. Aranjo telah berusia 2000 tahun, namun kejadian itu seakan baru dilewatinya.
"Pastikan kamu tidak terlibat di acara besok!" ujar Ara.
"Tentu! Bukankah setiap tahunnya seperti itu!" balas Aranjo.
Dirinya tidak pernah terlibat di dalam acara apapun yang di selenggarakan kediaman utama. Aranjo sampai saat ini tetap dihindari oleh seluruh pelayan kediaman utama, wajahnya yang selalu tertutup cadar membuatnya dijuluki Dewi buruk rupa.
Saat ini alasan dirinya menutup wajahnya dengan cadar adalah karena keburukan rupanya, itulah yang tersebar di seluruh alam langit dan Aranjo sama sekali tidak peduli.
"Besok aku akan sangat sibuk membantu di kediaman utama. Jadi kamu cukup berada di dalam Paviliun dan mengunci pintu!" lanjut Ara sambil merapikan piring bekas makanan mereka.
Aranjo mengangguk dan membantu Ara membersihkan meja makan mungil ini. Beruntung dirinya memiliki teman siluman itu, jika tidak Aranjo yakin dirinya akan tumbuh menjadi Dewi yang bodoh dan tidak memiliki pengetahuan apapun.
Keesokan harinya Ara sudah tidak terlihat saat Aranjo bangun.Aranjo terbiasa bangun pagi dan menyiapkan sarapannya sendiri. Akhir-akhir ini kekuatan sihirnya bertambah, berkat hadiah kekuatan sihir yang diberikan temannya jika dirinya dapat menyelesaikan soal yang diberikan dengan benar. Aranjo sangat bahagia, siluman itu satu-satunya yang memberikan kekuatan sihir kepadanya.
Aranjo membuka daun jendela Paviliun dan menatap ke arah kediaman utama. Masih sangat pagi, tetapi pelayan di kediaman utama berlalu lalang terlihat sangat sibuk. Setiap tahunnya,
Aranjo hanya akan melihat dari sini kesibukan itu sampai dengan acara selesai. Itu membosankan karena dirinya tidak dapat pergi kemana-mana karena sangat banyak tamu yang berlalu-lalang.
Aranjo bosan dan kembali ke kamar lalu tiduran.
'TOK TOK TOK'
'TOK TOK TOK'
Aranjo terbangun dari tidurnya, mengucek matanya. Ketukan di pintu depan semakin keras. Aranjo turun dari ranjang dan berjalan ke arah pintu depan.
Aranjo membuka pintu dan melihat yang mengetuk pintu adalah salah satu pelayan kediaman utama, Aranjo sering melihat pelayan itu.
"Kenapa lama sekali?"
"Ayo bantu ke kediaman utama! Di sana kekurangan kaki tangan!" ujar pelayan itu sambil menarik tangan Aranjo.
"Tapi...." Aranjo hendak menolak tapi tangannya ditarik cukup keras oleh pelayan itu.
Mereka berlari ke arah belakang kediaman utama, terlihat para pelayan masih sibuk berlalu lalang.
"Seduh teh dan tuangkan ke dalam cangkir-cangkir itu!" ujar pelayan tadi.
Aranjo mengikuti perintah pelayan itu, tidak masalah jika dirinya tetap berada di belakang menyeduh teh, batinnya.Aranjo ahli menyeduh teh, dirinya mempelajari hal itu dari gulungan naskah di ruang baca siluman itu. Aranjo tidak memperhatikan bagaimana pelayan tadi kembali dan menghampirinya lalu meletakkan nampan kayu berukiran indah di hadapannya.
"Letakkan cangkir-cangkir itu di atas nampan!" ujar pelayan tadi.
Aranjo menyusun cangkir-cangkir yang telah terisi teh ke atas nampan yang ada dihadapannya. Setelah nampan terisi, Aranjo pun mengangkat nampan itu dan menyerahkannya kepada pelayan tadi.
"Kamu bawa ke ruang depan! Dewa Malam meminta dirimu menyajikan teh itu kepadanya dan para tamu yang datang!" ujar pelayan itu lalu pergi meninggalkan Aranjo.
Ara selalu berpesan padanya agar tidak menampakkan diri, tetapi jika itu perintah Ayahanda maka dirinya tidak bisa menolak.
Aranjo merapikan pakaian dan cadar hitamnya lalu membawa nampan itu ke aula kediaman yang berada di ruang depan.
Aranjo yang berjalan ke ruang depan menjadi pusat perhatian semua pelayan. Namun tidak ada satupun dari mereka yang menyapa dirinya, mereka semua menghindar sejauh mungkin darinya seakan dirinya dapat menularkan penyakit kepada mereka.
Aranjo tidak peduli, dirinya sudah terbiasa diperlakukan seperti itu dan ini adalah perintah Ayahanda tentu dirinya harus mematuhinya.
Saat Aranjo masuk ke aula utama, dirinya disambut alunan harpa yang menenangkan jiwa. Aranjo tahu lagu itu, tidak terlalu sulit untuk memainkannya. Aranjo juga mempelajari beberapa alat musik di kediaman siluman itu dan harpa adalah keahliannya.
Aranjo berjalan di sisi ruangan agar tidak terlalu menarik perhatian para tamu. Namun satu hal yang tidak disadarinya, auranya mampu menarik perhatian tanpa harus terlihat. Perlahan namun pasti, setiap mata berpaling kearahnya.
Rumor mengatakan dirinya buruk rupa dan itulah alasannya mengapa dirinya selalu mengenakan cadar hitam.
Melihat sosok dengan cadar hitam yang berjalan ke arah depan aula, semua tamu tahu itu adalah putri sulung Dewa Malam, Aranjo. Putri pertama yang selalu berdiam di dalam kediaman dan tidak pernah keluar satu langkah pun.
Walaupun terkenal karena buruk rupa, tetapi pandangan mereka masih terpaku pada Aranjo, ada sesuatu yang sangat menarik pada Dewi muda itu.
Dewa Malam dan Dewi Angin mengikuti arah pandang para tamu. Mereka membeku saat melihat siapa yang berjalan ke arah mereka untuk menyajikan teh. Aranjo tidak sadar dirinya diperhatikan karena dirinya telah berusaha tidak menarik perhatian dan pandangannya hanya tertuju pada nampan yang dibawanya.
Aranjo tidak ingin teh itu tumpah dan tidak dapat memenuhi perintah ayahnya.
Halley yang sedang memetik harpa di tengah aula merasa pandangan para tamu tidak lagi tertuju padanya. Jari jemari indahnya masih memetik lincah senar harpa dihadapannya.
Namun pandangannya mengikuti arah pandang para tamu dan sesuai perkiraannya itu Aranjo. Halley menatap Helene yang duduk di samping Ayah dan Ibu lalu .mereka berdua tersenyum penuh makna, mereka akan mempermalukan Aranjo.
Aranjo tiba di hadapan Dewa Malam dan Dewi Angin, dirinya tersenyum dan mengangkat wajahnya hendak menyapa Sang Ayah. Namun lidahnya kelu saat melihat ekspresi wajah Dewa Malam yang seakan berkata 'Apa yang kamu lakukan disini.
Seketika tubuh Aranjo membeku. Apakah dirinya telah dijebak seperti waktu itu? batinnya ketakutan.
Dewa Archer, Sang Kaisar yang sedang berada di ruang baca dapat merasakan ketakutan Aranjo.Dengan kekuatan sihir, Kaisar membuka cermin portal untuk melihat dimana Aranjo berada. Kaisar melihat jelas saat ini Aranjo berada di hadapan Dewa Malam dan Dewi Angin, itu artinya Aranjo berada di tengah-tengah aula dimana pesta berlangsung dengan tamu yang sangat banyak.
Kaisar cukup penasaran apa yang membawa Aranjo masuk ke aula itu. Kaisar yakin itu bukan kemauan Aranjo sendiri.
Helene berdiri dari duduknya dan dengan suara lantang berkata, "Aranjo, cepat sajikan teh itu sebelum dingin!"Ucapan Helene seakan tamparan bagi Aranjo, dirinya yakin Helene ataupun Halley yang meminta pelayan itu menariknya ke kediaman utama. Dan sekali lagi dirinya terjebak dalam perangkap yang mereka buat. Apapun yang dikatakannya untuk menjelaskan alasan mengapa dirinya berada di aula ini sudah tidak berguna, Aranjo harus siap menerima hukumannya nanti."Salam Dewa Malam dan Dewi Angin. Apakah Dewi muda ini putri sulung Anda?" tanya salah satu Dewa yang hadir.Aranjo menunduk dan perlahan mundur, tetapi Helene menghampirinya dan memegang lengannya.Dewa Malam bangkit dari duduknya dan berkata, "Benar."Aranjo hanya menunduk tidak berani menatap ke arah ayah ataupun ibunya. Saat ini dirinya yakin dirinya berada dalam masalah besar."Kakak Aranjo, bagaimana jika kakak memainkan sebuah lagu untuk menambah kemeriahan acara ulang tahun ayah?" tany
Aranjo merasakan angin kencang, tubuhnya mundur ke belakang dan menahan pandangan dengan tangannya. Aranjo tidak ingin debu masuk ke dalam matanya.Roh-roh jahat yang sedari tadi mengikuti Aranjo langsung menghilang saat merasakan kehadiran Griffin.Seketika angin kencang tidak lagi berhembus namun Aranjo merasakan sesuatu berada di hadapannya. Aranjo menurunkan tangannya dan perlahan membuka matanya.Aranjo terlompat kebelakang dan jatuh terduduk, mata Aranjo membelalak melihat mahluk di hadapannya."Tolong jangan makan aku! Diriku tidak memiliki banyak daging dan jika kamu memakan diriku aku yakin kamu akan tersedak!" ujar Aranjo sambil terus mundur kebelakang.Aranjo menatap lurus ke arah mahluk itu, dirinya pernah membaca gulungan mengenai mahluk seperti di hadapannya. Binatang spiritual agung yang jarang terlihat, konon hanya ada satu Griffin di setiap masa dan saat mereka mati akan berubah menjadi abu. Griffin berikutnya akan terlahir dari abu Gri
Aranjo lalu duduk di tepi sungai, lalu menggulung roknya ke atas dan mulai membersihkan ikan-ikan itu. Sebagai Dewi yang memiliki kekuatan sihir rendah, dirinya hanya dapat menciptakan ruang kecil untuk menyimpan benda-benda miliknya.Tidak dapat menampung banyak barang, lain halnya dengan mereka yang memiliki kekuatan sihir tingkat tinggi, mereka akan mampu menciptakan ruang yang luas untuk menyimpan benda-benda berharga.Aranjo mengeluarkan pisau dan bumbu bakar yang telah diraciknya, lalu meminta Griffin mengumpulkan kayu bakar. Setelah ikan bersih, Aranjo membawanya ke tempat dimana kayu bakar ditumpuk.Memilih batang kayu yang kurus dan membersihkannya menggunakan pisau lalu menusuk ikan yang telah dibumbui.Sudah waktunya menyalakan api, kemampuan sihirnya belum mampu untuk mengendalikan unsur inti bumi yakni air, udara, api dan tanah. Aranjo menatap Griffin dan bertanya, "Bisakah kamu menyalakan api?"Griffin mendekatkan paruhnya ke tumpukan rant
Aranjo tidak lagi ingin terkena masalah, jadi dirinya menuruti perkataan Dewi Angin dan tidak menginjakkan kaki ke kediaman utama.Namun, tidak semua hal berjalan sesuai dengan kehendaknya. Keesokan harinya adalah hari terakhir di mana Aranjo berada di alam langit.***Di Kota Danzou, tepatnya di gubuk kumuh. Gemuruh petir menyambut kelahiran seorang bayi perempuan yang sangat cantik. Dukun yang membantu kelahiran sangat terpukau dengan kecantikan bayi mungil itu.“Seorang bayi perempuan, Nyonya!” ujar Dukun itu sambil membersihkan dan membungkus bayi kecil itu.Nyonya Ji mengulurkan tangannya dan menyambut bayi yang sudah dibalut selimut lembut. Tidak masalah bayi ini perempuan ataupun laki-laki. Dirinya baru dapat hamil setelah berusia senja dan itu merupakan berkat paling indah yang diterimanya.Nyonya Ji memeluk bayi itu, dan melihat bayinya memiliki rupa yang begitu rupawan.“Aku akan panggilkan Tuan Ji!” Dukun itu keluar dari kamar unt
Aranjo tidak lagi peduli dengan seluruh tubuhnya yang basah kuyup. Ingatannya telah kembali, rasa benci dan marah menguasai dirinya.Aranjo menatap Ara dan bertanya, "Mengapa kamu kemari? Tidakkah hal itu akan membuat dirimu dalam masalah?""Kaisar mengijinkan aku mengunjungi dirimu! Namun, tidak bisa terlalu lama!". jelas Ara."Ka-isar...!" ujar Aranjo dan teringat kepada teman silumannya yang ternyata adalah Sang Kaisar. Selama ini, Aranjo selalu menganggap siluman itu adalah temannya, tetapi kenyataannya tidak seperti itu.Temannya itu tidak hanya tidak membelanya, tetapi juga menjatuhkan hukuman yang begitu keji."Apakah... Apakah teman yang kamu bilang membantumu keluar dari hutan kabut adalah Kaisar?" tanya Ara.Ara teringat, dulu Aranjo pernah menceritakan teman yang ditemuinya di hutan kabut. Siluman dengan rambut perak, hanya Sang Kaisar yang memiliki tampilan seperti itu di seluruh alam.Aranjo mengangguk, dan berkata, "D
"Kerajaan kalian menyerang salah satu desa pemukiman kami! Anggap saja ini balasan dan peringatan untuk Raja kalian!" jawab Sang Jenderal.Semua mata prajuritnya menatap penuh hasrat pada wanita yang ada di hadapannya. Jenderal melihat jelas hal itu dan mengerti, karena dirinya juga sangat terpengaruh akan kehadiran sosok cantik ini.Sang Jenderal melepaskan jubah miliknya dan meletakkan jubah itu di atas kepala wanita itu dan mengikatnya di bawah leher."Siapa namamu?" "Aranjo!"Aranjo, nama yang asing, tetapi enak di dengar. Jenderal tidak bisa menyerahkan wanita ini ke penjagaan prajurit, jadi dirinya yang akan menjaga wanita itu dan membawanya sebagai hadiah untuk Sang Raja.Jenderal mengangkat tubuh Aranjo dan mendudukkannya di atas kuda putih, lalu Jenderal juga naik dan duduk di belakangnya."Kita kembali!" seru Sang Jenderal kepada prajuritnya. Semua prajurit patuh dan menaiki kuda masing-masing untuk kembali ke Kerajaan Qiyang."Apakah kamu akan menyerahkan diriku kepada Raj
Aranjo mencium dalam Sang Jenderal. Tangan Aranjo yang awalnya memeluk leher pria itu berpindah ke belakang kepala Sang Jenderal. Aranjo menarik lembut rambut panjang yang terikat ke belakang kepala pria itu.Sang Jenderal dengan Aranjo yang berada dalam gendongannya, berjalan ke arah meja tadi. Lalu, mendudukkan wanita itu di atas meja. Sang Jenderal membuka kaki Aranjo dan berdiri di antara kedua kaki itu.Sang Jenderal melepaskan ciumannya, akal sehat yang tinggal sedikit kembali mengingatkan dirinya, bahwa dirinya telah berkeluarga dan wanita itu adalah hadiah untuk Raja.Aranjo merasa kehilangan saat pria itu melepas ciumannya. Perlahan Aranjo membuka mata dan menatap ke arah Jenderal yang berada tepat di hadapannya. Wajah Sang Jenderal terlihat ragu, di samping hasrat yang telah menggelora.Aranjo mendekatkan wajahnya dan dirinya kembali mengulum bibir tipis Sang Jenderal. Ciumannya tidak dibalas, pria itu hanya berdiri membeku. Aranjo tidak peduli, dir
Setelah percintaan yang begitu panas, Aranjo tertidur di dalam pelukan Ming Hao, Sang Jenderal.***Keesokan paginya, Aranjo terbangun dan mendapati dirinya sendirian di atas ranjang bulu hewan. Aranjo turun dan mengenakan pakaiannya kembali.Area intimnya terasa sedikit sakit, tetapi hal tersebut membuatnya teringat kembali permainan cinta mereka yang begitu panas.Hanya dengan memikirkannya, Aranjo sudah mulai menginginkannya kembali.Aranjo berjalan ke arah meja dan membasuh wajahnya dengan air yang sudah tersedia di dalam baskom kuningan. Lalu, mengeringkan wajahnya dengan kain yang sudah tersedia di sana. Di mana Sang Jenderal? batinnya.Jenderal Ming Hao masuk ke dalam tenda bersama dengan seorang prajurit. Aranjo tersenyum dan ingin memeluk pria itu, tetapi raut wajah Sang Jenderal sangat buruk dan hal itu membuat Aranjo mengurungkan niatnya. Apakah ada sesuatu yang terjadi?"Jenderal Ming Hao terima titah Raja!" ujar prajurit itu sam
Archer berlumuran darah dan sama sekali tidak melawan. Ia hanya berharap perasaan Aranjo dapat tergerak, melihatnya seperti ini. Sedangkan Asmodus semakin menggila dan memukul, membabi buta.Aranjo berteriak, histeris. Namun, ia tidak mampu menggerakkan tubuh. Ya, dalam hatinya, ia berteriak melihat bagaimana Archer babak belur. Apalagi, tidak ada yang dapat dilakukan.Sampai pada satu titik, Asmodus mencengkeram leher Archer dan mengangkatnya tinggi. Tawa puas, menggema, melihat betapa banyak darah yang membasahi tubuh Dewa Agung itu."Hmmm, tidak menarik, karena kamu tidak melawan. Namun, itu bagus. Aku dapat memusnahkanmu, lebih cepat."Cengkeraman semakin kuat dan membuat Aranjo, semakin panik.'Aku mohon, jika Surga memang ada, maka dengarkan doaku. Aku mencintai Archer dan Dewa itu juga mencintaiku, aku mohon biarkan aku terlepas dari belenggu ini, agar dapat menolongnya. Aku tidak peduli, walaupun jiwaku menjadi taruh
"Para Dewa Agung, aku butuh kekuatan kalian untuk menyegel gerbang alam bawah ini. Jadi, saat Asmodus musnah, kerusakan cukup terjadi di alam bawah dan tidak menyebabkan kerusakan di luar itu!" ujar Kaisar Langit dengan tegas."Baik, Yang Mulia Kaisar Langit!" seru para Dewa Agung terkuat di Alam Langit.Para Dewa melompat turun dari atas punggung Pegasus yang masih terbang. Membentuk formasi di sekitar gerbang alam bawah dan mulai menyalurkan energi kekuatan sihir mereka."TUNGGU!"Para Dewa Agung dan Kaisar Langit menatap ke sosok yang berani bersuara.Robert Gao melangkah maju, tepat ke hadapan sang Kaisar Langit. Ia keluar bersama dengan semua mahluk dari alam bawah dan tetap berada di dekat gerbang, untuk melihat apa yang terjadi."Bagaimana dengan Archer? Ia masih berada di dalam dan kalian menyegel gerbang ini. Bagaimana ia dapat keluar dan bagaimana jika ia membutuhkan bantuan?" seru Robert Gao, yang mer
Robert berusaha bernapas, tetapi itu begitu sulit. Tidak lagi berusaha melawan, Robert merogoh sesuatu dari saku pakaiannya. Berhasil, walaupun dengan susah payah. Dengan wajah yang sudah memerah karena kehabisan napas, Robert berhasil mengangkat kalung dengan leontin darah suci ke hadapan Griffin.Seketika tangan yang mencengkeram leher, dilepaskan dan membuat tubuh Robert terhempas kuat ke tanah.Berusaha keras mengisi paru-paru dengan oksigen, Robert benar-benar kesulitan. Sedikit lebih lama lagi, maka ia akan musnah.Griffin berdiri mematung dan menatap ke tangan manusia abadi yang menggenggamnya leontin itu. Griffin tahu itu adalah bagian dari dirinya, tetapi bagaimana itu bisa ada di tangan manusia abadi itu?"Dari mana kamu mendapatkan itu?" tanya Griffin dingin."A-Anda menitipkan kepadaku! Dan berpesan, untuk mengembalikannya saat ini," ujar Robert dengan suara yang begitu lemah.Griffin menunduk dan menatap
Tangan Aranjo terulur, mendekati artefak itu. Ujung jari telunjuk, menyentuh benda itu dan seketika cahaya terang menyelimuti Aranjo. Ia menghilang bersama dengan benda itu, kembali kepada sang pemilik.***Keesokan harinya, Griffin keluar dari paviliun dan tetap berada di sana untuk beberapa saat. Menunggu, menunggu Aranjo keluar dari paviliun.Setelah menunggu beberapa saat, Leander datang menghampirinya."Ayo, kita harus segera pergi ke alam bawah. Lentera cahaya sudah ada padaku," ajak Leander.Diam dan tidak menanggapi ucapan Leander."Kamu menunggu Aranjo?" tanya Leander.Griffin mengangguk."Dia sudah kembali ke Alam Iblis," ujar Leander. Ya, ia tidak berbohong, memang benar Aranjo telah kembali ke Alam Iblis, walaupun bukan ke istana. Namun, Leander yakin Griffin tidak akan bertanya lebih jauh, sebab mengira Aranjo kembali ke istana.Ragu sejenak, tetapi pada akhirnya Gri
"Bagus, jika kamu menyukainya," balas Griffin dan merasa lega, tidak harus merubah warna rambutnya ini.Seketika, kesadaran akan cincin ilusi miliknya yang belum dikembalikan, membuat Aranjo langsung duduk. Gerakannya itu membuat rambut Griffin yang berada dalam genggamannya, tertarik.Griffin langsung memalingkan wajah dan menatap ke arah Aranjo, yang sudah dalam posisi duduk."M-Maaf," ujar Aranjo dan segera melepaskan rambut itu."Tapi..., Hei! Kembalikan cincin ilusi, milikku!" ujar Aranjo lantang, saat teringat akan cincin itu."Ini?" tanya Griffin, sambil mengangkat tangannya tepat di hadapan Aranjo, perlahan membuka kepalan tangan dan cincin ilusi itu ada di atas telapaknya.Melihat cincin itu, Aranjo langsung hendak mengambil. Namun, Griffin memindahkan tangannya, sehingga tangan Aranjo hanya menggapai angin."Kembalikan!" seru Aranjo yang mulai kesal. Mabuk, membuat otaknya tidak dapat berp
Perjamuan makan diadakan oleh Kaisar Langit. Kembali mereka diundang ke aula, untuk mengikuti perjamuan itu.Aranjo mengagumi keindahan Alam Langit dan matanya, tidak henti melihat-lihat.Perjamuan yang cukup meriah dan dihadiri oleh begitu banyak Dewa, serta Dewi.Aranjo duduk di balik meja rendah, yang berada tepat di antara meja Leander dan Griffin. Alunan musik dari harpa, mengiringi tarian indah yang dipertontonkan di tengah-tengah aula. Tarian yang isisipkan dengan kekuatan sihir, membuat apa yang dilihat begitu menakjubkan.Aranjo menatap dengan mulut menganga, akan keajaiban tarian yang ada di hadapannya.Leander memalingkan wajah dan menatap ke arah Griffin. Seperti perkiraannya, siku Griffin diletakkan di atas meja, dengan tangan menopang wajahnya. Ya, Griffin menatap ke arah Aranjo. Mahluk agung itu terlihat jelas seperti sedang jatuh cinta.Leander menghela napas, ia khawatir akan apa yang akan
Tiba di aula utama, semua mata para Dewa tertuju pada Griffin dan sosok iblis muda yang ada dalam gandengan mahluk agung itu.Langkah kaki Aranjo berhenti, saat Griffin menghentikan langkahnya. Aranjo melihat ke sekeliling dan mendapati, tatapan yang begitu dingin. Tanpa sadar, ia bergeser dan menempelkan tubuh pada lengan kokoh, sang Griffin.Kaisar Langit, turun dari singgasana dengan raut wajah yang tidak terbaca. Para dewa yang berkumpul di singgasana langsung mundur, dengan kepala menunduk.Leander yang baru tiba di aula, langsung memberi hormat."Hormat, Yang Mulia Kaisar Langit."Setelah memberi salam, Leander langsung melangkah maju dan berdiri di samping Griffin, serta Aranjo."Alasan kedatangan kami, terkait dengan salah satu benda spiritual. Kami ingin memohon izin kepada Kaisar Langit, agar dapat memberikan kepada kami, lentera cahaya. Itu–"Ucapan Leander terhenti, saat sang Kaisar Langit men
Griffin melepaskan cengkeramannya dan segera mahluk itu melayang agak jauh, ketakutan."Buka matamu," ujar Griffin dan menurunkan tangannya dari depan wajah Aranjo.Patuh, Aranjo membuka mata dan menatap ke arah mahluk yang sudah berada cukup jauh, darinya."Tuanku berkata, tiket masuk kalian adalah lentera cahaya! Bawa benda spiritual itu dan kalian, diizinkan masuk!" seru mahluk itu, sebelum melayang kembali ke balik gerbang.KLANG!Gerbang kembali menutup dengan suara yang memekakkan telinga.Griffin memalingkan wajah, menatap Leander. Ia tidak keberatan untuk menghancurkan alam bawah ini, tetapi mereka memiliki tanggung jawab, jadi keputusan tidak dapat diambil oleh satu pihak."Kita kembali setelah mendapatkan lentera cahaya!" ujar Leander, lalu memutar kudanya, meninggalkan alam bawah.Semua berbalik dan meninggalkan tempat mengerikan itu.Aranjo menatap ke pung
Seulas senyum licik, muncul di wajah cantik Aranjo. Ia yakin dapat menghentikan langkah mahluk sombong, yang mengabaikan kehadirannya begitu saja.Namun, saat ia yakin dapat menangkap mahluk itu, kenyataannya angin yang tergapai oleh tangannya.Kedua kaki Aranjo menapak kembali ke tanah dan menatap tidak percaya dengan apa yang terjadi. Mahluk sombong itu sudah berpindah tepat di belakangnya, begitu cepat. Bahkan, mata Aranjo tidak menangkap gerakan mahluk tersebut.Berputar, dengan tangan kembali menggapai.SIAL!SIAL!!SIAL!!!Aranjo memaki dalam hati, saat serangan yang diluncurkan tidak mampu mengenai mahluk tersebut.Leander baru saja keluar dari paviliun dan disambut dengan perkelahian. Tidak tepat disebut perkelahian, sebab hanya satu pihak yang menyerang dengan pihak lain, terus berhasil menghindar.Ini kali pertama baginya melihat, Griffin tidak melawan. Bias