Aletha menghidangkan makanan yang dia bawa tadi di meja. Mereka sedang duduk di sofa yang ada di ruangan Aksa.
"Kau sudah memanggil dokter?" tanya Leta.
"Sudah," kata Aksa tersenyum.
"Kapan, dan mana obatmu. Bawa ke sini sekalian biar aku siapkan," ucap Leta lagi.
"Kau dokterku dan obatku sayang," ucap Aksa tersenyum, dia memepet ke arah Leta dan merangkul perut Leta, meletakkan dagunya di pundak Leta dari samping.
"Kau ini," ucap Leta memukul tangan suaminya yang ada di perutnya. "Kau berbohong ya, jangan seperti itu. Kau membuatku khawatir," ucap Leta memandang Aksa.
Aksa mencium pipi istrinya itu dan melepaskan pelukannya.
"Aku benar-benar merasa pusing sayang, cobalah taruh tanganmu di dahiku, terasa panas," ucap Aksa yang membuat Leta menyerngit. Sejak kapan suaminya menjadi mellow seperti ini.
"Sudahlah, ayo makan. Makanannya sudah hampir dingin," ucap Leta yang langsung dituruti Aksa.
Mereka makan dengan diam, sesekali han
Aksa menjadi geram ketika melihat istrinya menangis dan pergi meninggalkannya. Dia menatap para wartawan yang ada di depannya ini dengan tajam."Minggu depani aku akan mengadakan konferensi pers, sebelum itu jangan datang ke sini atau kalian akan berurusan dengan hukum karena mengganggu ketenangan dan privasi seseorang," ucap Aksa langsung pergi tak memperdulikan teriakan mereka yang masih penasaran.Di sepanjang jalan menuju lift, Aksa juga menatap para karyawannya dengan tajam. Akan diingat wajah-wajah yang menghina istrinya itu, tunggu saja, pikir Aksa.Dia masuk ke dalam lift, tak menunggu lama dia pun sampai di lantai atas di ruangannya. Dia masuk ke dalam tapi tak menemukan Aletha sama sekali. Aksa menjadi panik, dia mencari ke sana ke sini tapi tetap saja Leta tak ada."Sial," makinya.Dia segera berlari, hendak menuju ke lift agar dia bisa menuju tempat cctv. Tapi handphonemya berdering membuat langkah Aksa terhenti. Dia melihat nama istrinya di
Aksa berjalan mondar-mandir di depan ruang UGD, sudah satu jam dan dokter belum keluar dari ruangan tersebut. Beberapa orang yang lewat tampak memperhatikan Aksa karena noda darah yang menempel di kemeja putihnya itu. Tapi Aksa mengabaikannya, baginya saat ini adalah Leta yang terpenting."Tuan, saya membawakan anda baju ganti. Lebih baik anda berganti baju dulu agar nanti jika bertemu dengan nona Leta sudah terlihat rapi, nona juga tidak akan suka jika melihat anda seperti ini," ucap Vino yang datang membawa sebuah bingkisan berisi baju.Aksa menoleh ke arah Vino, dia lalu mendudukan dirinya di salah satu kursi di sana, dia menunduk dan memegang kepalanya. "Nanti saja." ucapnya."Jika nanti pun nona sudah sadar, anda juga tak akan dibiarkan masuk oleh dokter ketika melihat keadaan anda. Lihatlah, baju anda ada banyak noda darah," ucap Vino membujuk lagi.Aksa mengangkat kepalanya, benar yang dikatakan Vino. Dokter pun nanti pasti akan melarangnya melihat
Aletha membuka matanya perlahan, cahaya matahari menyambutnya, membuat silau mata indahnya. Dia mencoba mengenali ruangan ini, dan seketika dia mengingat hal yang terjadi padanya.Dia panik, menoleh ke kanan kiri takut jika dia dikejar seseorang lagi. Tubuhnya pun tak bisa diam, bergerak tak beraturan membuat Aksa yang terlelap di sampingnya terbangun.Aksa yang melihat istrinya langsung panik, dia berusaha menggoncang tubuh Leta."Sayang, hei...hei tenanglah aku di sini," ucapnya."Hei lihat aku, lihat aku di sini. Sudah tidak apa-apa, tatap aku," ucap Aksa lagi. Dia menahan kepala Leta agar tidak menoleh dan menatap ke arahnya."Akk...sa," Leta melihat suaminya di depannya. Dia seketika memeluk suaminya, menangis dengan histeris. "Aku takut," ucapnya.Aksa mengelus lembut punggung istrinya itu, dia juga mengecup kepala Leta. "Sstt.. Tenanglah, tidak akan ada yang mengejarmu lagi," ucapnya berbisik lembut di telinga Leta.Leta melepask
Zeline tak menduga mendapat kabar mengejutkan dari kakaknya. Tadi dia sedang bersantai dengan ibunya di apartement Tommy. Tapi kakanya yang pulang dengan lesu itu menarik perhatian ibunya. Akhirnya kakaknya menceritakan semuanya, dan yang paling membuat Zeline terkejut bukanlah berita yang meliput hubungannya dengan Aksa, tapi karena orang-rang kakaknya yang telah menyelakai Leta.Bukan itu saja ternyata Leta mengalami keguguran. Darimana Tommy tahu? Karena Tommy juga menyisipkan orang di sekitar Aksa yang membantunya melihat pergerakan Aksa.Zeline merasa sangat bahagia, dia seperti orang yang mendapatkan jackpot. Ah, ini bahkan lebih menyenangkan daripada jackpot, pikirnya.Zeline juga tahu kalau Leta saat ini sedang dirawat, dan dia akan mengunjunginya besok. Dia akan melihat betapa menyedihkannya perempuan itu.Keesokan paginya, Zeline benar-benar pergi ke rumah sakit. Dia sendirian, tanpa mengandalkan ibunya lagi. Dari jauh, dia melihat ruangan kamar
Aksa terbangun dari tidurnya dan melihat istrinya yang sudah membuka mata juga. Dia membelai kepala Leta dan tersenyum."Hai sayang, kau sudah bangun. Maaf aku ketiduran, apa masih ada yang sakit?" tanya Aksa lembut.Leta diam tak menjawab pertanyaan Aksa, dia juga tak menoleh ke arah Aksa. Menatap ke arah depan, air matanya turun seketika ketika mengingat omongan Zeline tadi."Kau kenapa, apa sakit lagi? Aku akan panggilkan dokter," ucap Aksa yang melihat Leta menangis. Dia berdiri hendak keluar, tapi tangannya ditahan Leta.Pandangan matanya menyiratkan kesedihan, masih dengan meneteskan air matanya dia berusaha berucap pada suaminya."Apa aku benar-benar kehilangan anakku?" suara Leta terdengar pelan, tapi pendengaran Aksa masih berfungsi dengan baik, dia mendengar ucapan istrinya. Hal itu membuat dia tegang seketika."Aksa jawab aku?" ucap Leta lebih terdengar mendesak. Dia melepaskan pegangan tangannya pada Aksa, menangis histeris
Hari masih menjelang pagi ketika Jelita bersiap-siap untuk pergi dari apartemen anaknya itu. Tadi dia diberitahu Tommy bahwa anak buahnya yang berada di sekeliling Aksa mengabarkan bahwa dia sedang bergerak. Aksa sudah menyiapkan berkas untuk menjebloskan Jelita ke penjara.Jelita juga harus bertindak sendiri karena Tommy juga berada dalam masalah. Aksa tengah mencari bukti tentang keterlibatannya mencelakai istrinya. Maka dari itu Tommy harus bergerak juga untuk menghapus semua bukti yang ada. Sedangkan Zeline, dia tidak mau diajak ibunya karena memang Zeline tidak ada kaitannya dengan masalah ibunya. Dia bersikeras untuk tinggal dan akan mencoba mendekati Aksa lagi dengan caranya sendiri.Setelah semua siap, Jelita keluar dari apartemen. Dia berjalan turun untuk sampai lantai bawah, menunggu taksi yang akan membawanya pergi dari sini. Jelita harus segera bersembunyi karena dia tidak ingin di penjara.Taksi datang dan Jelita segera memasukkan semua barang-baran
Pagi ini dokter kembali memeriksa keadaan Leta. Dokter juga banyak berpesan agar Leta tidak banyak pikiran. Dokter juga memberitahukan jika ingin program kehamilan bisa dilakukan 3 bulan pasca keguguran. Tapi sebulan kedepan mereka harus menunda berhubungan badan terlebih dulu.Ya Leta memang sudah mengetahui semuanya dan dia menerimanya dengan hati yang lapang. Meskipun dia masih merasakan sakit karena kehilangan calon anak pertamanya."Kapan istri saya boleh pulang dok?" tanya Aksa yang berada di sisi ranjang Leta."Nanti sore sudah boleh pulang, dan tolong jangan beraktifitas yang berat dulu ya. Saya akan buatkan resep dan harus diminum teratur ketika di rumah." ucap Dokter itu.Aksa mengangguk dan Leta tersenyum senang. Akhirnya dia bisa pulang ke rumah. Dia sudah bosan mencium bau obat di rumah sakit ini. Lagi pula dia juga tidak diperbolehkan Aksa keluar kamar sedikit pun, hal itu membuat Leta sangat merasa bosan."Kalau begitu saya permisi d
"Sial," ucap Tommy membanting handphonenya ke ranjang. Dia memegangi kepalanya dan berjalan mondar-mandir. Baru saja dia mendapatkan kabar jika ibunya sudah tertangkap oleh anak buahnya Aksa. Apa yang harus dilakukannya? Jika begini dia tidak bisa membantu ibunya sepenuhnya.Tommy menghela nafas kasar, merebahkan dirinya di ranjang king size itu. Mencoba berfikir bagaimana caranya, tetapi seakan otaknya sedang buntu. Dia malah bertambah pusing karena memikirkan ini.Tommy bangun dari posisi tidurnya, mengambil jaket dari lemari dan memakainya. Dia butuh refresing otaknya, mungkin dengan minuman dan wanita semua bisa terkendali. Akhirnya Tommy melajukan mobilnya ke tempat bar langganannya.~"Aksa," ucap Leta kaget karena di gendong oleh Aksa. Dia baru saja sampai di rumah setelah diperbolehkan untuk pulang dari rumah sakit.Aksa tersenyum, tak menanggapi wajah protes kesal sang istri. Dia lalu berjalan masuk ke dalam rumah."Mama," teriak ny
*8 tahun kemudian."Papa pulang..."3 anak yang sedang bermain itu menoleh. Melihat papanya yang merentangkan tangan dari arah pintu, membuat Kyra dan juga Reyna berlari ke arah Aksa. 2 gadis kecil beda usia itu memeluk papa mereka dengan erat. Memang, sudah 2 hari mereka tak bertemu karena papanya itu ada bisnis di luar kota.Aksa mengecup pipi Kyra dan Reyna bergantian. Setelahnya, pandangannya beralih pada Raydin yang masih duduk membaca buku. Aksa mendekat ke arah anak lelaki satu-satunya itu."Raydin." panggil Aksa.Anak lelaki itu langsung menoleh dan menatap ke arah papanya. "Ya, Papa.""Kenapa kau tidak memeluk Papa seperti yang lain, kau tidak merindukan Papa?" tanya Aksa."Rindu," ucap Raydin sambil mengangguk-anggukan kepalanya. "Tapi kita sama-sama lelaki ayah, aku tak mau memelukmu."Aksa yang mendengar ini merasa tercengang. Bagaimana bisa anak yang berumur 8 tahun ini berbicara seperti ini? Entah Aksa harus terke
Leta sedang menyirami taman ketika Aksa mendekat. Suaminya itu mengecup wajahnya berkali-kali sebelum pamit pergi ke kantor. Hari demi hari terlewati begitu saja. Kandungan Leta sudah berusia 9 bulan. Kini dirinya sedang menanti kehadiran sang buah hatinya. Tangan Leta yang terbebas dari selang mengelus perutnya dengan lembut, Leta bahkan terdengar bernyanyi di sela-sela kegiatannya itu. "Mama." Kyra berlari menghampirinya, tak ingin membuat anaknya kotor karena sudah rapi, Leta mematikan kran airnya. Dia tersenyum pada putrinya yang memeluk dirinya. "Kakak Kyra berangkat sekolah dulu ya baby twins. Jangan nakal sama mama, dada.." Hanya sebatas itu, dan Kyra kembali berlari menghampiri Rossa yang sudah menunggunya. Leta hanya menatap Kyra dan menggelengkan kepalanya. Dia sangat senang karena Kyra terlihat menyayangi calon adiknya. Akhirnya Leta kembali dengan aktivitasnya lagi. Entah mengapa hari ini Leta sangat bersemangat. Di
"Papa... Kyra ikut..."Niat hati hanya ingin mengajak sang istri, kini Aksa hanya bisa menghembuskan nafas kasar ketika Kyra merengek ingin ikut.Gadis kecil itu tak sengaja memergoki kedua orang tuanya yang bersiap-siap ingin pergi. Tak ingin ditinggalkan, akhirnya dia mengeluarkan jurus merengeknya agar dirinya bisa ikut."Papa."Kyra kembali berucap ketika dirinya tak direspon, gadis kecil itu mendekati Aksa dan menggoyang-goyangkan lengan Aksa. Tatapan matanya yang terlihat sangat imut tak kuasa menahan Aksa. Akhirnya lelaki itu mengangguk dan tersenyum pada putrinya."Yeay...," sorak Kyra senang."Sekarang segera bersiap-siap... Minta kakak Rossa untuk ikut juga ya." pinta Aksa.Kyra langsung melaksanakan perintah papanya. Dia terlihat senang, bahkan saat turun dia terlihat bernyanyi, menirukan lagu anak-anak.Akhirnya, Farrel juga ikut mengantarkan mereka. Itu karena Aksa tak tega jika Rossa harus menemani Kyra send
"Aksa.""Hem." Aksa langsung menoleh ketika Leta memegang pundaknya, wanita itu menatapnya dengan pandangan rumit membuat Aksa menjadi heran."Aku ingin tahu keadaan Zeline." lirih Leta."Sudah kukatakan Leta, jangan ungkit lagi wanita itu. Kenapa kau begitu keras kepala." gerutu Aksa.Leta tampak menghela nafas, susah sekali meminta hal ini pada suaminya. Dia sudah berkali-kali membahas ini, tapi Aksa langsung menghindarinya. Kini Leta tak membiarkan hal itu terjadi, dia mengunci ruang kerja Aksa dan menyembunyikan kuncinya."Aku mohon, ini yang terakhir. Aku ingin melihat keadaannya." kata Leta."Kau terlalu baik Leta, kau bahkan tetap memaafkan wanita itu meskipun kau selalu dibuat menderita olehnya." Aksa tampak menghembuskan nafasnya dengan kasar. "Baiklah, tapi janji ini yang terakhir. Dan jangan ungkit masalah wanita itu lagi di depanku."Leta tersenyum manis, dia bahkan langsung memutar kursi Aksa ke arahnya. Dengan cepa
WARNING, area dewasa!!! Harap bijak memilah sebuah cerita.Entah mengapa jantung Aksa menjadi berdebar ketika melihat gunung kembar Leta sedikit terbuka. Dia memang sedang membantu Leta melepaskan gaunnya agar dia bisa bisa tertidur nyaman.Tapi sepertinya sekarang dia malah terjebak. Hasratnya tiba-tiba menjadi naik, dan dia tidak tahan. Aksa menggoda Leta, mencoba mengecupi pipi, bibir, leher dan dada atas Leta.Tak ayal karena itu Leta menjadi terusik dari tidurnya. Dia membuka matanya perlahan dan langsung kaget melihat Aksa ada di atas tubuhnya."Aksa, apa yang kau lakukan?""Aku menginginkanmu Leta."Leta tak sempat berucap lagi ketika Aksa dengan cepat membungkam bibirnya. Lelaki itu melumatnya dengan lembut, memberikan permainan yang cukup lama sampai Leta benar- benar terbuai.Tangan Leta langsung merangkul ke leher Aksa, dia memejamkan matanya dan menikmati ciuman Aksa.Aksa yang mendapat respon ini segera menur
Guan itu melekat pas di tubuh Leta. Perutnya yang membuncit tak menghalangi kecantikannya malam ini. Wanita itu bahkan terlihat sangat anggun. Kalung permata yang digunakannya senada dengan anting dan cincin yang terpasang di jari manisnya. Rambutnya dicurly, sebagian dirapikan ke arah belakang. Leta benar-benar cantik malam ini."Kau siap?" Aksa tiba-tiba ada di belakang Leta dan memeluknya. Dia mengecup singkat pipi istrinya dan menatapnya lewat cermin."Aku sedikit gugup." Memang, baru kali ini Leta menghadiri pesta. Dan pesta kali ini bukan sembarang pesta. Aksa membuat perayaan kehamilan Leta yang menginjak 7 bulan. Dia bahkan mengundang seluruh karyawannya untuk hadir, tentunya dengan para kolega bisnisnya juga."Tak apa, aku akan ada di sisimu," ucap Aksa sambil tersenyum.Aksa lalu menggandeng tangan Leta untuk turun ke bawah. Di sana sudah ada Farrel dan Kyra yang menunggu. Sebagian orang bahkan sudah berangkat duluan ke kantor Aksa.
Kabar bahagia itu disambut baik oleh Prima dan Gandhi, mereka tak menyangka jika selama ini anaknya, Farrel menyukai seseorang yang dekat dengan mereka. Mereka sudah bekerja bersama selama 5 tahun terakhir, cukup tahu dengan bagaimana sikap Rossa selama ini.Leta juga ikut bahagia, bahkan Aksa menjanjikan akan mengurusi semua keperluan pernikahan mereka. Tapi Farrel bilang jika mereka belum terburu-buru untuk hal itu.Aksa sedang di kantor saat ini, kebetulan Leta datang mengantarkan makan siang untuknya. Sejak kehamilannya memasuki trimester kedua, Leta memang selalu ingin dekat dengan suaminya.Hal itu tak membuat Aksa terganggu, dia malah senang acapkali Leta menemani dirinya di kantor. Meskipun kadang wanita itu suka merengek dan meminta hal yang cukup aneh bagi Aksa.Tok.. Tok... Tok...Aksa menoleh ke arah pintu, dia melihat Vino yang berjalan masuk sambil membawa map di tangannya."Tuan, ini berkas yang perlu Anda tanda tangani.
"Kau ingin anak laki-laki atau perempuan sayang?" tanya Aksa mendongak menatap Leta. Saat ini dia sedang tidur di paha Leta, menatap perut Leta dan sesekali menciuminya."Laki-laki atau perempuan sama saja. Yang terpenting mereka sehat dan lahir dengan selamat." jawab Leta.Aksa tersenyum, dia mengusap lagi perut istrinya itu. Meskipun baru menginjak 3 bulan, perut Leta memang sudah terlihat membuncit. Mungkin itu efek dari bayi kembar yang dikandungnya."Bisakah kita tidur, aku lelah." Leta menutup buku yang sedang dibacanya, dia lalu meletakkan buku tersebut di nakas. Tatapan matanya terlihat sayu, Aksa yang melihat hal itu langsung duduk dan membiarkan istrinya berbaring."Tidurlah, aku akan memelukmu sampai pagi."Leta tersenyum, dia mendekatkan lagi tubuhnya pada Aksa. Menyembunyikan kepalanya di ceruk leher Aksa, tangannya juga memeluk tubuh Aksa seperti sebuah guling.~Kehamilan Leta tak membuat susah dirinya. Bahkan Leta terl
Ketika sampai di rumah sakit, Sam segera berlari menuju ruang UGD. Dia menanyakan pada seorang suster tentang pasien yang mengalami tabrak lari. Ternyata Zeline benar-benar di sana dan sedang ditangani oleh dokter. Hampir 1 jam akhirnya seorang dokter keluar dari sana. Sam yang melihat itu langsung mendekatinya. "Dokter, bagaimana keadaannya?" tanya Sam. "Anda keluarga pasien?" tanya Dokter dengan nametag Ridwan tersebut. "Tidak, saya temannya. Keluarganya ada di luar negeri semua," ucap Sam berbohong. "Kondisi pasien masih belum stabil, suster akan membawanya ke kamar rawat. Biarkan pasien beristirahat sampai kondisinya pulih." kata Dokter Ridwan. "Lalu... lalu bagaimana dengan bayinya?" tanya Sam dengan gugup. Dokter Ridwan tampak menghela nafas, dia menggeleng pelan menampilkan senyuman yang dipaksakan. "Maaf Tuan, kami sudah berusaha. Tapi takdir berkehendak lain, pasien mengalami keguguran." Sam mematung menden