Pagi-pagi sekali Aletha terbangun dari tidurnya akibat gedoran pada pintu dan suara bibinya yang teriak dengan keras.
Dia melangkahkan kaki menuju ke kamar mandi dan membasuh mukanya agar tidak terlihat pucat karena semalaman menangis.
Setelahnya dia berjalan ke depan dan membuka pintu, bibi dan pamanya sudah berdiri di depan sana memandang Aletha tak suka.
"Lama sekali membuka pintu, kau membiarkan Bibimu ini kesemutan ya," kata Bibinya kesal, dia berjalan menyelonong masuk dan menyenggol bahu Aletha sampai terdorong ke belakang.
Paman Sam masuk setelah istrinya itu masuk, Aletha menyusul mereka setelah menutup pintu rumah. Dia berjalan ke arah ruang tamu di mana paman dan bibinya berada.
Aletha duduk di hadapan bibinya. "Ada apa Paman dan Bibi pagi pagi ke sini," kata Aletha
"Kau lupa Aletha, rumah ini bukan milikmu lagi, segera bereskan barang-barangmu, karena Pak Rama akan segera ke sini untuk menempati rumah ini," kata Bibinya ketus pada Aletha.
"Bi, aku mohon jangan usir aku dari sini Bi, Aku janji akan melunasi hutang orang tuaku. Tapi beri aku waktu Bi, kalau kalian mengusirku dari sini, aku akan tinggal di mana," ucap Leta menangis dan menjatuhkan dirinya, berlutut pada bibinya.
"Itu bukan urusan kita Aletha. Ros, segera bereskan barang-barang Aletha. Rumah ini harus kosong sebelum jam 8 pagi." kata Pamannya menyuruh istrinya untuk membereskan barang-barang Aletha.
"Paman, Bibi. Aletha mohon, jangan usir Aletha. Rumah ini adalah kenangan satu-satunya dari ayah dan ibu Aletha. Tolong Paman," ucap Aletha lagi gantian berlutut di depan pamannya.
Tapi pamannya tidak memperdulikan hal itu, dia menendang Aletha dan berjalan keluar rumah meninggalkan Aletha sendirian. Bibinya sudah berjalan, menuju kamar Aletha.
Aletha menangis, dia memukul-mukul dadanya yang terasa sakit. Kenapa? Mereka juga keluarga Aletha. Kenapa mereka begitu tega pada Aletha.
Setelah menenangkan dirinya, dia berjalan menuju ke kamarnya. Dia melihat bibinya sudah memasukkan baju-bajunya ke sebuah koper, yang entah itu koper siapa. Aletha yang pasrah pun akhirnya membantu bibinya, memasukkan barang-barang pribadi Leta yang menurutnya penting untuk dibawa. Dia hanya diam dan tak bersuara, begitupun dengan bibinya.
"Segera bersiap-siap, Pak Rama akan segera tiba dibsini," kata bibinya yang telah selesai memasukkan barang-barang Aletha. Dia berjalan keluar meninggalkan Leta sendirian di kamar itu.
Air matanya hampir jatuh, tapi sekuat mungkin dia tahan. Dia mendongakkan kepalanya, dan menghela nafas perlahan. Dia harus kuat.
Akhirnya dia berjalan ke arah kamar mandi dan membersihkan tubuhnya. Satu jam dia baru selesai bersiap-siap, karena dia harus memantapkan hatinya lagi. Setelahnya dia keluar kamar sambil menentang koper dan tas yang berada di gendongannya.
Di depan pintu dia melihat paman dan bibinya yang ternyata masih di sini, memastikan untuk Aletha segera pergi. Aletha hanya tersenyum miris karena hal itu, tanpa sepatah kata pun dia melewati bibi dan pamannya. Dia berjalan gontai ke arah gerbang rumah ini, menarik koper dengan pelan, seperti dirinya yang tak ingin pergi dari sini.
Saat sampai di gerbang, dia menoleh kembali. Melihat rumah yang selama ini membesarkannya. Dia meneteskan air matanya tapi tak sampai menangis histeris. Dalam hatinya dia berjanji, bahwa suatu saat dia akan mengambil kembali rumah ini. Karena dia tidak rela kenangan satu-satunya bersama orang tuanya hilang.
Leta kembali menatap ke depan, dia berjalan ke arah jalan raya. Dia memantapkan hatinya meninggalkan kotanya, dan akan menyusul bibinya Prima (adik dari ibunya) ke kota yang lain.
*Flashback
Aletha tidak bisa tidur, dia terus memikirkan perkataan bibinya tadi. Jika dia meninggalkan rumah ini, kemana dia akan pergi. Sedangkan dia tidak punya uang. Uang hasil bekerjanya bulan kemarin sudah ia gunakan untuk membayar kampusnya. Dia menangis tanpa suara, dia bingung apa yang harus dilakukannya.
Di tengah-tengah heningnya malam ini, handphone Leta bergetar. Di layar hpnya tertulis nama Bibi Prima. Leta pun mengangkat panggilan tersebut.
"Hallo nak, apa kabarmu? Apa kau baik-baik saja? Entah mengapa, bibi ingin mendengar suaramu." suara di seberang sana terdengar sedikit cemas karena Aletha tak kunjung menjawab.
"Leta, hallo.. Aletha"
Tiba-tiba Aletha menangis. "Hiks.. bibi. Tolong Leta bi, Leta tidak tahu harus melakukan apa."
"Ada apa Leta, apa yang terjadi, mengapa kau menangis?" kata suara di seberang telefon.
Leta menghela nafas pelan, dia menghirup udara sebanyak-banyaknya karena dadanya terasa begitu sesak kembali. Setelah mengatur nafasnya, Leta pun mulai menceritakan semuanya.
Mulai dari rumahnya yang dijual tiba-tiba oleh Paman Sam. Dan dia yang harus pergi besok pagi dengan segera. Leta bingung apa yang harus dia lakukan.
"Astaga, kenapa dia menjadi begitu bodoh karena wanita gila itu. Aku benar-benar tak menyangka Sam akan berbuat licik seperti itu. Kau yang sabar ya Leta. Suatu saat mereka akan mendapatkan pembalasannya meskipun bukan darimu," kata Bibi Prima menenangkan Aletha.
"Terimaksih bibi, Leta sudah tenang sekarang, bibi tidak usah khawatir. Mungkin besok Leta akan mencari tempat tinggal baru dan akan menghentikan belajar Leta dulu." ucap Leta.
"Leta, tunggu sebentar dan jangan matikan telfonnya." kata Bi Prima.
"Baik bi," kata Leta.
Sudah hampir 15 menit Leta dengan senantiasa menunggu bibinya. Karena pikir Leta, bibinya masih sibuk dengan pekerjaannya, dia berniat mengakhiri panggilan telfonnya. Tapi sebelum dia memencet tombol merah, dari seberang suara itu terdengar lagi.
"Leta, kau masih mendengarkan bibi?" kata Bibinya.
"Ya bi, Leta masih di sini." jawab Leta
"Syukurlah, bibi punya kabar baik untukmu. Bibi tadi berbicara dengan majikan bibi agar kau bisa bekerja di sini. Dan ternyata tuan mengizinkannya. Kau akan menjadi baby sitter. Leta, daripada kau sendirian di luar sana, lebih baik kau ke sini. Bibi akan menjadi tempatmu pulang seperti kedua orang tuamu," Kata Bibinya.
Leta yang mendengar hal itupun senang, dia bahkan menangis lagi. Dia sangat bersyukur karena masih memiliki bibi yang perduli dengannya.
Setelah memberi alamatnya, Bibi Prima menutup panggilannya. Tak lupa dengan Leta yang terus berucap terimakasih pada bibinya itu.
*Flashback Off
Leta menunggu di pinggir jalan raya, beberapa menit berlalu akhirnya ada bus yang lewat. Aletha pun menghentikan bus tersebut, lalu menaikinya. Dia memandang kota yang selama ini menjadi tempat tinggalnya. Dia pasti akan merindukannya.
20 menit akhirnya bus berhenti di terminal. Leta turun dan mencari bus dengan tujuan kota yang akan didatanginya. Dia berputar-putar ke bis satu ke lain, saat Leta menemukannya dia langsung bergegas untuk naik. Dia memasuki bus tersebut, dan pilihan duduknya jatuh pada 2 kursi di belakang sopir di samping jendela. Saat penumpang sudah terlihat penuh akhirnya bus itupun melaju.
Beberapa jam kemudian bus sampai. Leta diberitahukan kondektur bahwa ini sudah sampai. Leta pun tersenyum dan berterimakasih pada kondektur bus tersebut. Dia turun dari bus, saat sampai di halaman terminal dia melihat-lihat di mana keberadaan taksi. Karena bibinya bilang bahwa dia harus manaiki taksi agar sampai di alamat tersebut.
Dia berjalan berdesak-desakan dengan orang-orang yang ada di terminal itu, tanpa sadar bahwa dompet dan handphonenya telah diambil orang.
Leta berjalan ke arah taksi, dan berbicara pada sopir taksi tersebut sambil memberikannya secarik kertas. Sang sopir pun mengangguk dan mempersilahkan Leta untuk masuk, setelahnya mobil taksi itu pun melaju.
Sudah hampir 1 jam mereka berkendara dan sang sopir tidak menemukan alamat yang Leta tuju, sopir yang merasa kesal karena di permainkan menghentikan mobilnya di depan minimarket dan menyuruh Aletha untuk turun.
"Maaf Nona, apa anda mempermainkan saya dengan alamat palsu, saya sudah capek. Dan tolong cari taksi yang lain saja. Sebelumnya, saya meminta bayarannya terlebih dulu." kata sopir taksi tersebut.
Leta yang diperlakukan seperti itu hanya tersenyum dan mengiyakan. Dia akan menelfon bibinya terlebih dahulu.
Dia keluar dari taksi tersebut dan membuka tasnya. Dia merasa aneh karena setaunya tasnya tadi tertutup. Tapi dia mengabaikannya, dia merogoh tasnya mencari dompetnya. Tapi seketika dia panik karena tidak menemukannya, bahkan handphonenya juga tidak ada.
"Nona, cepatlah sedikit," kata sopir tadi tidak sabaran.
"Maaf pak, tapi dompet saya tidak ada. Sepertinya saya kecopetan," jawab Aletha panik.
"Apa jangan-jangan kau hanya mempermainkanku. Berlagak salah alamat tapi ternyata hanya ingin menumpang saja. Aku tidak mau tau, kau harus segera membayar ini," suara sopir tadi terdengar keras dan menarik perhatian orang yang ada di sekitar mereka.
Terutama seorang pria yang baru saja keluar dari minimarket, dia melihat keributan dan orang-orang yang berkerumun. Sebenarnya dia ingin mengabaikan, tapi karena mobilnya terhalang oleh keramaian tersebut akhirnya pria itu memilih untuk menghampiri keributan tersebut.
"Ada apa ini?" suara pria tersebut seketika membuat orang orang yang berkerumun tadi menoleh ke arahnya.
Tak ayal, Leta juga menoleh ke arah sumber suara tersebut, melihat seorang pria yang menatap tajam pada orang-orang di depannya.
**
SinokMput
Seorang pria yang sedang duduk di meja kerjanya, menatap fokus pada lembaran berkas dokumen pekerjaan yang saat ini dia teliti. Beberapa hari yang lalu terjadi pembobolan dokumen perusahaannya pada orang yang selama ini dipercayainya. Akibatnya, dia dibuat extra sibuk dengan pekerjaannya sampai-sampai melupakan malaikat kecilnya.Handphonenya berdering, menampilkan nama Kyra❤️ di layar handphonenya. Dia tersenyum dan mengangkat panggilan tersebut.“Hallo papa,” suara dari seberang terdengar sangat imut di pendengarannya.“Hai sayang, ada gerangan apa sampai kesayangan papa menelfon di siang hari seperti ini,” ucap Aksa.“Papa melupakan sesuatu? Papa sudah berjanji padaku,“ rengek suara anak kecil di seberang telfon tersebut.Aksa terdiam sebentar, seketika dia langsung ingat pada apa yang dijanjikan pada anaknya pagi tadi, bahwa saat jam makan siang dia akan pulang membawakan ice cream. Aksa hanya meringis karena melupakan janjinya itu. Dia sering terlu
Aletha memandang pada pria yang baru saja bersuara itu, belum sempat Aletha menjawab, sopir taksi tadi sudah menyela duluan.“Ini pak, dia naik taksi udah muter-muter sampai 1 jam tapi pas ditagih uangnya dia tidak punya, jika tidak punya sebaiknya jangan naik taksi, jalan kaki kan bisa. Menyusahkan orang saja," ucap sopir taksi tadi.Aletha menggelengkan kepalanya menatap memelas pada pria tersebut. “Bukan, bukan begitu. Aku juga tidak tahu dompetku di mana. Sungguh aku benar-benar kecopetan tadi, sekarang pun aku bingung, aku baru pertama kali ke kota ini.” Ucap Aletha.“Halah pasti kau cuma cari alasan agar kau bisa kabur tanpa membayar taksi kan," ucap sopir tadi lagi.“Berapa biayanya?“ tanya pria tersebut yang tak lain adalah Aksa.“270 ribu pak,” kata sopir tadi singkat.Aksa mengeluarkan dompetnya dan mengambil uang, dia menyerahkan 4 lembar uang ratusan dan menyerahkannya pada sopir tadi. “Ini buat bapak, dan tolong segera bubar. Jangan m
Merasa namanya dipanggil, Leta pun menoleh ke arah sumber suara itu. Dia membelalak kaget dengan apa yang di lihatnya. Bibinya berdiri di belakang Aksa dan memandang kaget ke arah Aletha. Begitupun juga dengan Leta.Leta segera beranjak dari duduknya dan menghampiri bibinya. “Bibi,” ucap Leta sambil memeluk bibinya. Setelah dia melepaskannya dia memandang bibinya lagi. “Ini benar-benar Bibi!“Bi Prima tersenyum melihat Aletha, dia mengusap-usap wajah Aletha. Terpancar dari sorotan matanya kalau dia begitu rindu dengan keponakannya itu.“Kenapa tidak menelfon Bibi kalau sudah sampai sini?“ ucap Bi Prima.“Maaf Bibi, Leta kecopetan di jalan tadi. Tuan itu tadi menolong Leta, tak disangka ternyata malah ketemu Bibi di sini. Bibi apakah alamat ini salah?“ kata Leta yang menoleh ke arah Aksa sebentar, lalu kembali melihat bibinya dan menyerahkan secarik kertas yang ada di kantong celananya.“Terimakasih Tuan, sudah mau menolong keponakan saya,” ucap Bi
Pagi-pagi sekali Aletha sudah bangun dari tidurnya. Setelah mencuci wajahnya dia keluar menuju dapur. Jam masih menunjukan setengah 5 pagi, dia membuka kulkas dan melihat bahan-bahan makanan yang ada di sana, akhirnya dia memutuskan untuk membuat nasi goreng dan telur dadar.Bibi Prima keluar dari kamar dan bersiap untuk menuju rumah utama. Dia melihat Aletha yang berkutik di dapur akhirnya dia memutuskan untuk menghampiri Leta terlebih dulu.“Kau memasak apa nak?“ tanya Bibinya.“Eh Bibi, ini Leta membuatkan nasi goreng untuk sarapan,” kata Leta yang tengah mengorek nasi di dalam wajan di atas kompor itu.“Baiklah, Bibi akan ke rumah utama dulu. Setelah selesai kau harus siap-siap ya. Nona Kyra biasanya bangun jam 6 pagi,” kata Bibinya hendak pergi meninggalkan Aletha.“Bibi tidak sarapan terlebih dahulu?" tanya Aletha.“Nanti saja, Bibi sudah kesiangan.” kata Bibinya.Aletha hanya tersenyum mendengar jawaban dari bibinya. Dia menyelesaikan
Aletha menemani Kyra seharian ini. Kyra mengajak Leta berkeliling rumahnya. Dari kolam renang, taman bunga, taman bermain untuknya hingga sebuah ruangan khusus bermain untuknya juga ada.Dengan semangatnya Kyra bercerita pada baby siter barunya itu. Kyra adalah gadis kecil yang energik, suka bercerita dan hobby menggambar. Bahkan di ruangan khusus bermainnya, disediakan alat-alat melukis agar Kyra dapat leluasa menggambar.Saat ini mereka sedang ada di kamar Kyra. Leta sedang menemani Kyra yang menggambar. Dalam gambaran Kyra, terlihat seperti seorang dengan rambut panjang dan mempunyai sayap. (ilustrasikan sendiri jika bocah kecil kalau menggambar itu bagaimana😂)Leta yang penasaran dengan gambaran Kyra mulai menanyakannya."Apa yang sedang kau gambar Kyra?" tanya Leta memperhatikan gambaran Kyra."Kyra sedang menggambar mamah," kata Kyra."Mamah? Kenapa menggambar mamah dengan sayap?" tanya Leta kembali."Kata oma, mama Kyra sedang tidur,
Jelita pergi dari rumah setelah dia memberi kata-kata kasar kepada Leta tadi. Dia akan ke rumah sakit, mengunjungi anaknya. Entah kenapa dia menjadi kepikiran tentang anaknya.Dia pergi diantarkan sopir pribadinya. Meskipun sepenuhnya bukan dia yang memegang kendali rumah itu, tapi dia merasa mempunyai hak atas rumah itu.Dari dulu dia memang berniat menguasai harta adiknya itu. Farzan adalah satu-satunya anak lelaki di keluarganya. Maka dari itu dulu dia mendapat warisan dari ayahnya sangat besar, berbeda dengan saudarinya yang lain. Nurma, adik Farzan itu menerimanya karena dia memiliki usaha sendiri dan terbilang cukup sukses. Tapi tidak dengan Jelita, dia sangat iri kenapa ayahnya dulu tidak adil kepadanya.Akhirnya dia merencanakan pembunuhan kepada Farzan. Entah apa yang dilakukannya, yang membuat Farzan mengalami serangan jantung mendadak dan mengakibatkannya meninggal.Dia berniat memasuki rumah Farzan dan akan menghasut putranya, Aksa. Tapi kematian
Aska baru saja selesai mandi. Saat ini dia sedang duduk santai di balkon kamarnya. Menikmati matahari sore yang mulai menghangat, bahkan sinarnya perlahan menghilang di balik pepohonan.Dia tersenyum ketika teringat kejadian tadi, entah kenapa sejak dia bertemu Leta dia sering memikirkannya. Tangis Leta yang seperti terlihat sangat rapuh. Senyuman Leta yang begitu manis, bahkan kepolosan Leta saat tertidur tadi menghantui pikiran Aksa.Tak mau memikirkannya lagi, akhirnya Aksa beranjak dari duduknya. Berjalan keluar kamar lalu menuruni tangga hendak ke kamar putrinya.Aksa membuka pintu perlahan dan ternyata pemandangan saat tadi Aksa ke sini masih terlihat. Putrinya masih tertidur dengan Leta.Karena hari sudah sore, Aksa terpaksa membangunkan putrinya. Dia berniat mengajak putrinya untuk jalan-jalan malam ini.Dia duduk perlahan di samping ranjang kosong sebelah putrinya itu, mengusap perlahan kepala putrinya berusaha membangunkannya."Kyra, ban
Hari ini Leta tengah menemani Kyra belajar. Ternyata selama 3 kali dalam seminggu akan datang seorang guru ke sini untuk mengajari Kyra.Aksa sengaja tak menyekolahkan Kyra ke tempat umum karena tak ada yang menjaga Kyra. Saat pendaftaran sekolah kemarin Kyra belum memiliki baby sitter, akibatnya Aksa menyuruh Kyra Home Schooling untuk sementara.Leta senantiasa menemani Kyra, bahkan saat Kyra ngambek tidak ingin belajar Leta bisa membujuknya. Dan di sinilah mereka, berada di taman rumah ini. Karena Kyra tidak ingin belajar di dalam.Melihat Kyra yang mendapat semangat kembali untuk belajar, Aletha meninggalkan mereka. Berjalan menuju dapur hendak membuatkan jus agar Kyra merasa segar.Di dapur sedang sepi, mungkin bibinya sedang mengerjakan pekerjaan yang lain. Leta bergerak membuka tempat penyimpanan. Mencari jeruk dan segera membuatnya menjadi minuman. Ditambah dengan potongan-potongan kecil es batu.Leta kembali ke tempat tadi sambil membawa nampan
*8 tahun kemudian."Papa pulang..."3 anak yang sedang bermain itu menoleh. Melihat papanya yang merentangkan tangan dari arah pintu, membuat Kyra dan juga Reyna berlari ke arah Aksa. 2 gadis kecil beda usia itu memeluk papa mereka dengan erat. Memang, sudah 2 hari mereka tak bertemu karena papanya itu ada bisnis di luar kota.Aksa mengecup pipi Kyra dan Reyna bergantian. Setelahnya, pandangannya beralih pada Raydin yang masih duduk membaca buku. Aksa mendekat ke arah anak lelaki satu-satunya itu."Raydin." panggil Aksa.Anak lelaki itu langsung menoleh dan menatap ke arah papanya. "Ya, Papa.""Kenapa kau tidak memeluk Papa seperti yang lain, kau tidak merindukan Papa?" tanya Aksa."Rindu," ucap Raydin sambil mengangguk-anggukan kepalanya. "Tapi kita sama-sama lelaki ayah, aku tak mau memelukmu."Aksa yang mendengar ini merasa tercengang. Bagaimana bisa anak yang berumur 8 tahun ini berbicara seperti ini? Entah Aksa harus terke
Leta sedang menyirami taman ketika Aksa mendekat. Suaminya itu mengecup wajahnya berkali-kali sebelum pamit pergi ke kantor. Hari demi hari terlewati begitu saja. Kandungan Leta sudah berusia 9 bulan. Kini dirinya sedang menanti kehadiran sang buah hatinya. Tangan Leta yang terbebas dari selang mengelus perutnya dengan lembut, Leta bahkan terdengar bernyanyi di sela-sela kegiatannya itu. "Mama." Kyra berlari menghampirinya, tak ingin membuat anaknya kotor karena sudah rapi, Leta mematikan kran airnya. Dia tersenyum pada putrinya yang memeluk dirinya. "Kakak Kyra berangkat sekolah dulu ya baby twins. Jangan nakal sama mama, dada.." Hanya sebatas itu, dan Kyra kembali berlari menghampiri Rossa yang sudah menunggunya. Leta hanya menatap Kyra dan menggelengkan kepalanya. Dia sangat senang karena Kyra terlihat menyayangi calon adiknya. Akhirnya Leta kembali dengan aktivitasnya lagi. Entah mengapa hari ini Leta sangat bersemangat. Di
"Papa... Kyra ikut..."Niat hati hanya ingin mengajak sang istri, kini Aksa hanya bisa menghembuskan nafas kasar ketika Kyra merengek ingin ikut.Gadis kecil itu tak sengaja memergoki kedua orang tuanya yang bersiap-siap ingin pergi. Tak ingin ditinggalkan, akhirnya dia mengeluarkan jurus merengeknya agar dirinya bisa ikut."Papa."Kyra kembali berucap ketika dirinya tak direspon, gadis kecil itu mendekati Aksa dan menggoyang-goyangkan lengan Aksa. Tatapan matanya yang terlihat sangat imut tak kuasa menahan Aksa. Akhirnya lelaki itu mengangguk dan tersenyum pada putrinya."Yeay...," sorak Kyra senang."Sekarang segera bersiap-siap... Minta kakak Rossa untuk ikut juga ya." pinta Aksa.Kyra langsung melaksanakan perintah papanya. Dia terlihat senang, bahkan saat turun dia terlihat bernyanyi, menirukan lagu anak-anak.Akhirnya, Farrel juga ikut mengantarkan mereka. Itu karena Aksa tak tega jika Rossa harus menemani Kyra send
"Aksa.""Hem." Aksa langsung menoleh ketika Leta memegang pundaknya, wanita itu menatapnya dengan pandangan rumit membuat Aksa menjadi heran."Aku ingin tahu keadaan Zeline." lirih Leta."Sudah kukatakan Leta, jangan ungkit lagi wanita itu. Kenapa kau begitu keras kepala." gerutu Aksa.Leta tampak menghela nafas, susah sekali meminta hal ini pada suaminya. Dia sudah berkali-kali membahas ini, tapi Aksa langsung menghindarinya. Kini Leta tak membiarkan hal itu terjadi, dia mengunci ruang kerja Aksa dan menyembunyikan kuncinya."Aku mohon, ini yang terakhir. Aku ingin melihat keadaannya." kata Leta."Kau terlalu baik Leta, kau bahkan tetap memaafkan wanita itu meskipun kau selalu dibuat menderita olehnya." Aksa tampak menghembuskan nafasnya dengan kasar. "Baiklah, tapi janji ini yang terakhir. Dan jangan ungkit masalah wanita itu lagi di depanku."Leta tersenyum manis, dia bahkan langsung memutar kursi Aksa ke arahnya. Dengan cepa
WARNING, area dewasa!!! Harap bijak memilah sebuah cerita.Entah mengapa jantung Aksa menjadi berdebar ketika melihat gunung kembar Leta sedikit terbuka. Dia memang sedang membantu Leta melepaskan gaunnya agar dia bisa bisa tertidur nyaman.Tapi sepertinya sekarang dia malah terjebak. Hasratnya tiba-tiba menjadi naik, dan dia tidak tahan. Aksa menggoda Leta, mencoba mengecupi pipi, bibir, leher dan dada atas Leta.Tak ayal karena itu Leta menjadi terusik dari tidurnya. Dia membuka matanya perlahan dan langsung kaget melihat Aksa ada di atas tubuhnya."Aksa, apa yang kau lakukan?""Aku menginginkanmu Leta."Leta tak sempat berucap lagi ketika Aksa dengan cepat membungkam bibirnya. Lelaki itu melumatnya dengan lembut, memberikan permainan yang cukup lama sampai Leta benar- benar terbuai.Tangan Leta langsung merangkul ke leher Aksa, dia memejamkan matanya dan menikmati ciuman Aksa.Aksa yang mendapat respon ini segera menur
Guan itu melekat pas di tubuh Leta. Perutnya yang membuncit tak menghalangi kecantikannya malam ini. Wanita itu bahkan terlihat sangat anggun. Kalung permata yang digunakannya senada dengan anting dan cincin yang terpasang di jari manisnya. Rambutnya dicurly, sebagian dirapikan ke arah belakang. Leta benar-benar cantik malam ini."Kau siap?" Aksa tiba-tiba ada di belakang Leta dan memeluknya. Dia mengecup singkat pipi istrinya dan menatapnya lewat cermin."Aku sedikit gugup." Memang, baru kali ini Leta menghadiri pesta. Dan pesta kali ini bukan sembarang pesta. Aksa membuat perayaan kehamilan Leta yang menginjak 7 bulan. Dia bahkan mengundang seluruh karyawannya untuk hadir, tentunya dengan para kolega bisnisnya juga."Tak apa, aku akan ada di sisimu," ucap Aksa sambil tersenyum.Aksa lalu menggandeng tangan Leta untuk turun ke bawah. Di sana sudah ada Farrel dan Kyra yang menunggu. Sebagian orang bahkan sudah berangkat duluan ke kantor Aksa.
Kabar bahagia itu disambut baik oleh Prima dan Gandhi, mereka tak menyangka jika selama ini anaknya, Farrel menyukai seseorang yang dekat dengan mereka. Mereka sudah bekerja bersama selama 5 tahun terakhir, cukup tahu dengan bagaimana sikap Rossa selama ini.Leta juga ikut bahagia, bahkan Aksa menjanjikan akan mengurusi semua keperluan pernikahan mereka. Tapi Farrel bilang jika mereka belum terburu-buru untuk hal itu.Aksa sedang di kantor saat ini, kebetulan Leta datang mengantarkan makan siang untuknya. Sejak kehamilannya memasuki trimester kedua, Leta memang selalu ingin dekat dengan suaminya.Hal itu tak membuat Aksa terganggu, dia malah senang acapkali Leta menemani dirinya di kantor. Meskipun kadang wanita itu suka merengek dan meminta hal yang cukup aneh bagi Aksa.Tok.. Tok... Tok...Aksa menoleh ke arah pintu, dia melihat Vino yang berjalan masuk sambil membawa map di tangannya."Tuan, ini berkas yang perlu Anda tanda tangani.
"Kau ingin anak laki-laki atau perempuan sayang?" tanya Aksa mendongak menatap Leta. Saat ini dia sedang tidur di paha Leta, menatap perut Leta dan sesekali menciuminya."Laki-laki atau perempuan sama saja. Yang terpenting mereka sehat dan lahir dengan selamat." jawab Leta.Aksa tersenyum, dia mengusap lagi perut istrinya itu. Meskipun baru menginjak 3 bulan, perut Leta memang sudah terlihat membuncit. Mungkin itu efek dari bayi kembar yang dikandungnya."Bisakah kita tidur, aku lelah." Leta menutup buku yang sedang dibacanya, dia lalu meletakkan buku tersebut di nakas. Tatapan matanya terlihat sayu, Aksa yang melihat hal itu langsung duduk dan membiarkan istrinya berbaring."Tidurlah, aku akan memelukmu sampai pagi."Leta tersenyum, dia mendekatkan lagi tubuhnya pada Aksa. Menyembunyikan kepalanya di ceruk leher Aksa, tangannya juga memeluk tubuh Aksa seperti sebuah guling.~Kehamilan Leta tak membuat susah dirinya. Bahkan Leta terl
Ketika sampai di rumah sakit, Sam segera berlari menuju ruang UGD. Dia menanyakan pada seorang suster tentang pasien yang mengalami tabrak lari. Ternyata Zeline benar-benar di sana dan sedang ditangani oleh dokter. Hampir 1 jam akhirnya seorang dokter keluar dari sana. Sam yang melihat itu langsung mendekatinya. "Dokter, bagaimana keadaannya?" tanya Sam. "Anda keluarga pasien?" tanya Dokter dengan nametag Ridwan tersebut. "Tidak, saya temannya. Keluarganya ada di luar negeri semua," ucap Sam berbohong. "Kondisi pasien masih belum stabil, suster akan membawanya ke kamar rawat. Biarkan pasien beristirahat sampai kondisinya pulih." kata Dokter Ridwan. "Lalu... lalu bagaimana dengan bayinya?" tanya Sam dengan gugup. Dokter Ridwan tampak menghela nafas, dia menggeleng pelan menampilkan senyuman yang dipaksakan. "Maaf Tuan, kami sudah berusaha. Tapi takdir berkehendak lain, pasien mengalami keguguran." Sam mematung menden