Aletha memandang pada pria yang baru saja bersuara itu, belum sempat Aletha menjawab, sopir taksi tadi sudah menyela duluan.
“Ini pak, dia naik taksi udah muter-muter sampai 1 jam tapi pas ditagih uangnya dia tidak punya, jika tidak punya sebaiknya jangan naik taksi, jalan kaki kan bisa. Menyusahkan orang saja," ucap sopir taksi tadi.
Aletha menggelengkan kepalanya menatap memelas pada pria tersebut. “Bukan, bukan begitu. Aku juga tidak tahu dompetku di mana. Sungguh aku benar-benar kecopetan tadi, sekarang pun aku bingung, aku baru pertama kali ke kota ini.” Ucap Aletha.
“Halah pasti kau cuma cari alasan agar kau bisa kabur tanpa membayar taksi kan," ucap sopir tadi lagi.
“Berapa biayanya?“ tanya pria tersebut yang tak lain adalah Aksa.
“270 ribu pak,” kata sopir tadi singkat.
Aksa mengeluarkan dompetnya dan mengambil uang, dia menyerahkan 4 lembar uang ratusan dan menyerahkannya pada sopir tadi. “Ini buat bapak, dan tolong segera bubar. Jangan membuat kerumunan seperti ini,“ kata Aksa yang melihat kesekelilingnya.
Akhirnya semua yang ada di sana membubarkan diri masing-masing. Sopir taksi tadi mengeluarkan koper beserta tas Aletha dan melemparkannya di hadapan Aletha. Dia memandang Aletha tak suka. Setelahnya dia masuk ke dalam mobil taksinya dan berlalu pergi dari sana.
Aletha mengambil tas gendongnya lalu memakainya di pundaknya. Dia memandang Aksa dan tersenyum pada pria itu. Dia membungkukan badannya sambil berkata. “Terimakasih tuan, terimakasih telah membantuku, aku tidak tahu harus membalas kebaikan anda dengan apa.”
Aksa hanya melihat Aletha, dan dia mengangguk. Setelahnya dia meninggalkan Aletha dan berjalan ke arah mobilnya. Belum sempat dia membuka pintu teriakan gadis tersebut mengusiknya.
“Tuan.... Tuan tunggu. Bolehkah aku meminta tolong pada Tuan,” kata Leta berlari menyusul Aksa.
“Hem, ada apa?“ kata Aksa mengangkat salah satu alisnya menatap Leta.
“Aku masih baru di sini dan aku mengalami kesusahan karena kecopetan tadi. Bolehkah aku menumpang mobil Tuan. Aku ingin ke alamat ini untuk menyusul bibiku,” kata Aletha sambil menyerahkan secarik kertas pada Aksa.
“Kau yakin ini alamat bibimu. Sepertinya tidak ada alamat ini di sini,” kata Aksa.
“Tapi tuan, ini alamat yang di berikan oleh bibiku semalam. Saya tidak bisa menelefonnya, karena handphone saya sepertinya ikut kecopet,“ kata Aletha.
“Aku sedang buru-buru sekarang, bagaimana jika kau ikut aku dulu. Nanti setelahnya akan ku antarkan kau mencari alamat rumah bibimu.” Kata Aksa sambil membuka pintu mobilnya dan melihat ke arah Aletha.
Awalnya Aletha ragu tapi jika dia di sini bagaimana nanti dia mencari alamatnya, sedangkan Leta tak punya apa-apa sekarang.
Akhirnya Leta menganggukan kepalanya dan tersenyum pada Aksa. “Baik tuan, terimakasih.” Dia berjalan ke arah samping dan membuka pintu mobil tersebut. Setelahnya dia masuk ke dalam.
Aksa yang melihat Leta sudah masuk segera melanjukan mobilnya. Dia melihat ke arah jam tangan yang bertengger di tangannya. Melihat jam yang ternyata dia sudah 40 menit sejak kepergiannya dari kantornya tadi. Dia segera menancapkan gas, menambah kecepatan mobilnya agar segera sampai di rumah. Pasti sekarang putri kecilnya itu akan cemberut melihat dia yang terlambat seperti ini.
Aletha hanya diam, dia sebenarnya ingin bertanya siapa nama orang yang sudah menolongnya. Tapi melirik orang yang ada di sampingnya itu kelihatan sekali memang sedang terburu-buru. Aletha pun hanya diam. Mungkin nanti jika diberi kesempatan berbincang, dia akan menanyakannya.
Beberapa menit berkendara akhirnya mobil tersebut memasuki rumah yang mewah bagi Aletha. Gerbang itu di buka dan di sepanjang jalan menuju rumahnya saja ditumbuhi pepohonan palem yang menambah sejuk pemandangan mata. Di sisi kiri terlihat taman dengan banyak bunga yang ditanam di sana. Terdapat ayunan dan kolam ikan terletak di pojokan antara taman dan batasan tembok luar.
Leta memandangnya dengan terkagum-kagum. Dia bahkan sampai tidak sadar jika mobil sudah berhenti tepat di depan rumah besar yang terlihat bak bangunan gedung, menurut Aletha. Sampai suara dari Aksa mengagetkan Leta.
“Kau akan tetap di sini? “tanya Aksa yang ternyata sudah membuka pintu mobil dan ingin keluar.
Aletha yang melihat hal itu pun langsung cepat-cepat melepaskan sealtbetnya dan membuka pintu mobil, sedikit berlari mengikuti Aksa yang sudah berjalan jauh di depannya.
“Papa,” teriak gadis kecil dengan rambut di bawah bahu, memakai bando mawar dengan rok senada dengan hiasan rambutnya, berlari ke arah Aksa.
“Hai sayang," kata Aksa sambil mensejajarkan badannya pada putri kecilnya itu, memeluk dan menciumi kepala gadis kecil itu.
“Kenapa Papa lama sekali,” ucap Kyra setelah melepas pelukan ayahnya.
“Maaf sayang, Papa tadi sedang menolong orang. Jangan cemberut lagi ya, Papa membawakan kamu ice cream cocholate kesukaanmu,” ucap Aksa menyerahkan bingkisan ice cream yang dibelinya tadi di minimarket.
Aletha hanya memandang adegan di depannya itu dengan tersenyum. Ternyata pria yang menolongnya tadi sangat sayang pada anaknya. Terlihat sekali dengan cara dia memperlakukan putrinya ketika pertama kali bertemu. Pasti keluarganya sangat harmonis, pikirnya.
Saat Aksa akan menggandeng tangan Kyra untuk masuk ke dalam. Dia tiba-tiba menoleh ke arah belakang dan melihat Leta yang masih berdiri di sana. Dia menggendong putrinya dan berjalan ke arah Leta.
“Kyra, kenalkan ini kakak yang Papa tolong tadi,” ucap Aksa sambil melihat wajah putrinya yang masih tersenyum.
“Hallo tante, namaku Kyra,” ucap Kyra sambil melambaikan tangan.
“Hallo Kyra, kenalin nama kakak, Aletha. Kyra bisa memanggil kakak dengan sebutan kakak Leta,“ ucap Leta tersenyum ke arah Kyra.
Kyra hanya menganggukan kepalanya dan tersenyum melihat Leta. Setelahnya Aksa menyuruh Leta masuk ke dalam.
Leta mengikuti langkah Aksa yang membawa mereka ke arah dapur. Leta masih mengagumi bentuk dari rumah ini yang terkesan elegan dan tak terlalu banyak furnitur.
Sesampainya di dapur Aksa menurunkan Kyra ke kursi, dan menyuruh Leta untuk duduk juga. Dia melonggarkan dasinya dan membuka kancing paling atas kemejanya itu.
“Bibi, tolong siapkan mangkuk untuk Kyra makan ice cream,“ teriak Aksa.
“Iya tuan,” jawab suara dari arah belakang.
Saat bibi itu hampir menyerahkan mangkuk yang akan digunakan untuk majikan kecilnya itu, dia berteriak kaget saat melihat keponakannya ada di sini.
“Aletha.”
**
Hayoo... Siapa nih yang manggil Aletha 😅😅
Sinokmput
Merasa namanya dipanggil, Leta pun menoleh ke arah sumber suara itu. Dia membelalak kaget dengan apa yang di lihatnya. Bibinya berdiri di belakang Aksa dan memandang kaget ke arah Aletha. Begitupun juga dengan Leta.Leta segera beranjak dari duduknya dan menghampiri bibinya. “Bibi,” ucap Leta sambil memeluk bibinya. Setelah dia melepaskannya dia memandang bibinya lagi. “Ini benar-benar Bibi!“Bi Prima tersenyum melihat Aletha, dia mengusap-usap wajah Aletha. Terpancar dari sorotan matanya kalau dia begitu rindu dengan keponakannya itu.“Kenapa tidak menelfon Bibi kalau sudah sampai sini?“ ucap Bi Prima.“Maaf Bibi, Leta kecopetan di jalan tadi. Tuan itu tadi menolong Leta, tak disangka ternyata malah ketemu Bibi di sini. Bibi apakah alamat ini salah?“ kata Leta yang menoleh ke arah Aksa sebentar, lalu kembali melihat bibinya dan menyerahkan secarik kertas yang ada di kantong celananya.“Terimakasih Tuan, sudah mau menolong keponakan saya,” ucap Bi
Pagi-pagi sekali Aletha sudah bangun dari tidurnya. Setelah mencuci wajahnya dia keluar menuju dapur. Jam masih menunjukan setengah 5 pagi, dia membuka kulkas dan melihat bahan-bahan makanan yang ada di sana, akhirnya dia memutuskan untuk membuat nasi goreng dan telur dadar.Bibi Prima keluar dari kamar dan bersiap untuk menuju rumah utama. Dia melihat Aletha yang berkutik di dapur akhirnya dia memutuskan untuk menghampiri Leta terlebih dulu.“Kau memasak apa nak?“ tanya Bibinya.“Eh Bibi, ini Leta membuatkan nasi goreng untuk sarapan,” kata Leta yang tengah mengorek nasi di dalam wajan di atas kompor itu.“Baiklah, Bibi akan ke rumah utama dulu. Setelah selesai kau harus siap-siap ya. Nona Kyra biasanya bangun jam 6 pagi,” kata Bibinya hendak pergi meninggalkan Aletha.“Bibi tidak sarapan terlebih dahulu?" tanya Aletha.“Nanti saja, Bibi sudah kesiangan.” kata Bibinya.Aletha hanya tersenyum mendengar jawaban dari bibinya. Dia menyelesaikan
Aletha menemani Kyra seharian ini. Kyra mengajak Leta berkeliling rumahnya. Dari kolam renang, taman bunga, taman bermain untuknya hingga sebuah ruangan khusus bermain untuknya juga ada.Dengan semangatnya Kyra bercerita pada baby siter barunya itu. Kyra adalah gadis kecil yang energik, suka bercerita dan hobby menggambar. Bahkan di ruangan khusus bermainnya, disediakan alat-alat melukis agar Kyra dapat leluasa menggambar.Saat ini mereka sedang ada di kamar Kyra. Leta sedang menemani Kyra yang menggambar. Dalam gambaran Kyra, terlihat seperti seorang dengan rambut panjang dan mempunyai sayap. (ilustrasikan sendiri jika bocah kecil kalau menggambar itu bagaimana😂)Leta yang penasaran dengan gambaran Kyra mulai menanyakannya."Apa yang sedang kau gambar Kyra?" tanya Leta memperhatikan gambaran Kyra."Kyra sedang menggambar mamah," kata Kyra."Mamah? Kenapa menggambar mamah dengan sayap?" tanya Leta kembali."Kata oma, mama Kyra sedang tidur,
Jelita pergi dari rumah setelah dia memberi kata-kata kasar kepada Leta tadi. Dia akan ke rumah sakit, mengunjungi anaknya. Entah kenapa dia menjadi kepikiran tentang anaknya.Dia pergi diantarkan sopir pribadinya. Meskipun sepenuhnya bukan dia yang memegang kendali rumah itu, tapi dia merasa mempunyai hak atas rumah itu.Dari dulu dia memang berniat menguasai harta adiknya itu. Farzan adalah satu-satunya anak lelaki di keluarganya. Maka dari itu dulu dia mendapat warisan dari ayahnya sangat besar, berbeda dengan saudarinya yang lain. Nurma, adik Farzan itu menerimanya karena dia memiliki usaha sendiri dan terbilang cukup sukses. Tapi tidak dengan Jelita, dia sangat iri kenapa ayahnya dulu tidak adil kepadanya.Akhirnya dia merencanakan pembunuhan kepada Farzan. Entah apa yang dilakukannya, yang membuat Farzan mengalami serangan jantung mendadak dan mengakibatkannya meninggal.Dia berniat memasuki rumah Farzan dan akan menghasut putranya, Aksa. Tapi kematian
Aska baru saja selesai mandi. Saat ini dia sedang duduk santai di balkon kamarnya. Menikmati matahari sore yang mulai menghangat, bahkan sinarnya perlahan menghilang di balik pepohonan.Dia tersenyum ketika teringat kejadian tadi, entah kenapa sejak dia bertemu Leta dia sering memikirkannya. Tangis Leta yang seperti terlihat sangat rapuh. Senyuman Leta yang begitu manis, bahkan kepolosan Leta saat tertidur tadi menghantui pikiran Aksa.Tak mau memikirkannya lagi, akhirnya Aksa beranjak dari duduknya. Berjalan keluar kamar lalu menuruni tangga hendak ke kamar putrinya.Aksa membuka pintu perlahan dan ternyata pemandangan saat tadi Aksa ke sini masih terlihat. Putrinya masih tertidur dengan Leta.Karena hari sudah sore, Aksa terpaksa membangunkan putrinya. Dia berniat mengajak putrinya untuk jalan-jalan malam ini.Dia duduk perlahan di samping ranjang kosong sebelah putrinya itu, mengusap perlahan kepala putrinya berusaha membangunkannya."Kyra, ban
Hari ini Leta tengah menemani Kyra belajar. Ternyata selama 3 kali dalam seminggu akan datang seorang guru ke sini untuk mengajari Kyra.Aksa sengaja tak menyekolahkan Kyra ke tempat umum karena tak ada yang menjaga Kyra. Saat pendaftaran sekolah kemarin Kyra belum memiliki baby sitter, akibatnya Aksa menyuruh Kyra Home Schooling untuk sementara.Leta senantiasa menemani Kyra, bahkan saat Kyra ngambek tidak ingin belajar Leta bisa membujuknya. Dan di sinilah mereka, berada di taman rumah ini. Karena Kyra tidak ingin belajar di dalam.Melihat Kyra yang mendapat semangat kembali untuk belajar, Aletha meninggalkan mereka. Berjalan menuju dapur hendak membuatkan jus agar Kyra merasa segar.Di dapur sedang sepi, mungkin bibinya sedang mengerjakan pekerjaan yang lain. Leta bergerak membuka tempat penyimpanan. Mencari jeruk dan segera membuatnya menjadi minuman. Ditambah dengan potongan-potongan kecil es batu.Leta kembali ke tempat tadi sambil membawa nampan
Dokter keluar dari ruangan UGD dan langsung disambut Aksa. "Bagaimana, apa lukanya parah? Apa terkena infeksi?" tanya Aksa.Dokter itu tersenyum memandang Aksa. "Tidak apa-apa Tuan, lukanya sudah kami jahit. Meskipun sedikit telat ditangani tapi tidak membuat itu infeksi. Tapi tadi lukanya membengkak, jadi tolong jangan dibiarkan beraktifitas yang berat dulu," ucap dokter itu lalu pamit dan pergi meninggalkan Aksa.Aksa mengangguk, dia akan menyuruh Leta untuk tidak mengurusi Kyra sementara. Dia menoleh ketika pintu itu terbuka kembali dan melihat Leta berjalan keluar. Tangannya tidak diperban melingkar seperti tadi, tapi hanya tertutup pada bagian yang dijahit saja."Apa masih sakit?" tanya Aksa berjalan mendekati Leta."Tidak, dokter memberikan obat bius pada tanganku tadi. Mungkin nanti malam akan terasa ngilu," ucap Leta meringis membayangkan betapa sakit lukanya nanti jika bius itu menghilang.Aksa yang melihat itu menjadi iba pada Leta. "Ayo, kita
Leta menyentuh bibirnya. Dia masih teringat dengan ciuman Aksa tadi, membuat dia tersenyum sendiri. Bahkan saat mengingatnya wajahnya bersemu merah. Dia menguburkan wajahnya di bantal. Entah mengapa jantungnya berdetak kencang.Tapi Leta juga sedih, dia tidak bisa memberikan jawaban pada Aksa. Karena jika dipikir, Aletha tak pantas bersanding dengan Aksa. Lelaki berpendidikan tinggi, punya usaha di mana-mana, rumah yang super besar dan ketampanan yang luar biasa.Sedangkan Leta? Dia hanyalah perempuan yang tak punya apa-apa, dia bahkan bekerja sebagai baby sitter, dia merasa tak pantas dicintai oleh Aksa. Tapi hati tak bisa berbohong, jauh di lubuk hatinya, Leta juga mempunyai perasaan kepada Aksa.Semakin memikirkannya semakin membuatnya sedih, dia mencoba melupakan. Selamanya dia tidak akan pantas untuk bersanding dengan Aksa.Leta lalu memejamkan matanya, membuang semua fikiran yang menggangggunya lalu sebisa mungkin tertidur.**Pagi ini Aksa
*8 tahun kemudian."Papa pulang..."3 anak yang sedang bermain itu menoleh. Melihat papanya yang merentangkan tangan dari arah pintu, membuat Kyra dan juga Reyna berlari ke arah Aksa. 2 gadis kecil beda usia itu memeluk papa mereka dengan erat. Memang, sudah 2 hari mereka tak bertemu karena papanya itu ada bisnis di luar kota.Aksa mengecup pipi Kyra dan Reyna bergantian. Setelahnya, pandangannya beralih pada Raydin yang masih duduk membaca buku. Aksa mendekat ke arah anak lelaki satu-satunya itu."Raydin." panggil Aksa.Anak lelaki itu langsung menoleh dan menatap ke arah papanya. "Ya, Papa.""Kenapa kau tidak memeluk Papa seperti yang lain, kau tidak merindukan Papa?" tanya Aksa."Rindu," ucap Raydin sambil mengangguk-anggukan kepalanya. "Tapi kita sama-sama lelaki ayah, aku tak mau memelukmu."Aksa yang mendengar ini merasa tercengang. Bagaimana bisa anak yang berumur 8 tahun ini berbicara seperti ini? Entah Aksa harus terke
Leta sedang menyirami taman ketika Aksa mendekat. Suaminya itu mengecup wajahnya berkali-kali sebelum pamit pergi ke kantor. Hari demi hari terlewati begitu saja. Kandungan Leta sudah berusia 9 bulan. Kini dirinya sedang menanti kehadiran sang buah hatinya. Tangan Leta yang terbebas dari selang mengelus perutnya dengan lembut, Leta bahkan terdengar bernyanyi di sela-sela kegiatannya itu. "Mama." Kyra berlari menghampirinya, tak ingin membuat anaknya kotor karena sudah rapi, Leta mematikan kran airnya. Dia tersenyum pada putrinya yang memeluk dirinya. "Kakak Kyra berangkat sekolah dulu ya baby twins. Jangan nakal sama mama, dada.." Hanya sebatas itu, dan Kyra kembali berlari menghampiri Rossa yang sudah menunggunya. Leta hanya menatap Kyra dan menggelengkan kepalanya. Dia sangat senang karena Kyra terlihat menyayangi calon adiknya. Akhirnya Leta kembali dengan aktivitasnya lagi. Entah mengapa hari ini Leta sangat bersemangat. Di
"Papa... Kyra ikut..."Niat hati hanya ingin mengajak sang istri, kini Aksa hanya bisa menghembuskan nafas kasar ketika Kyra merengek ingin ikut.Gadis kecil itu tak sengaja memergoki kedua orang tuanya yang bersiap-siap ingin pergi. Tak ingin ditinggalkan, akhirnya dia mengeluarkan jurus merengeknya agar dirinya bisa ikut."Papa."Kyra kembali berucap ketika dirinya tak direspon, gadis kecil itu mendekati Aksa dan menggoyang-goyangkan lengan Aksa. Tatapan matanya yang terlihat sangat imut tak kuasa menahan Aksa. Akhirnya lelaki itu mengangguk dan tersenyum pada putrinya."Yeay...," sorak Kyra senang."Sekarang segera bersiap-siap... Minta kakak Rossa untuk ikut juga ya." pinta Aksa.Kyra langsung melaksanakan perintah papanya. Dia terlihat senang, bahkan saat turun dia terlihat bernyanyi, menirukan lagu anak-anak.Akhirnya, Farrel juga ikut mengantarkan mereka. Itu karena Aksa tak tega jika Rossa harus menemani Kyra send
"Aksa.""Hem." Aksa langsung menoleh ketika Leta memegang pundaknya, wanita itu menatapnya dengan pandangan rumit membuat Aksa menjadi heran."Aku ingin tahu keadaan Zeline." lirih Leta."Sudah kukatakan Leta, jangan ungkit lagi wanita itu. Kenapa kau begitu keras kepala." gerutu Aksa.Leta tampak menghela nafas, susah sekali meminta hal ini pada suaminya. Dia sudah berkali-kali membahas ini, tapi Aksa langsung menghindarinya. Kini Leta tak membiarkan hal itu terjadi, dia mengunci ruang kerja Aksa dan menyembunyikan kuncinya."Aku mohon, ini yang terakhir. Aku ingin melihat keadaannya." kata Leta."Kau terlalu baik Leta, kau bahkan tetap memaafkan wanita itu meskipun kau selalu dibuat menderita olehnya." Aksa tampak menghembuskan nafasnya dengan kasar. "Baiklah, tapi janji ini yang terakhir. Dan jangan ungkit masalah wanita itu lagi di depanku."Leta tersenyum manis, dia bahkan langsung memutar kursi Aksa ke arahnya. Dengan cepa
WARNING, area dewasa!!! Harap bijak memilah sebuah cerita.Entah mengapa jantung Aksa menjadi berdebar ketika melihat gunung kembar Leta sedikit terbuka. Dia memang sedang membantu Leta melepaskan gaunnya agar dia bisa bisa tertidur nyaman.Tapi sepertinya sekarang dia malah terjebak. Hasratnya tiba-tiba menjadi naik, dan dia tidak tahan. Aksa menggoda Leta, mencoba mengecupi pipi, bibir, leher dan dada atas Leta.Tak ayal karena itu Leta menjadi terusik dari tidurnya. Dia membuka matanya perlahan dan langsung kaget melihat Aksa ada di atas tubuhnya."Aksa, apa yang kau lakukan?""Aku menginginkanmu Leta."Leta tak sempat berucap lagi ketika Aksa dengan cepat membungkam bibirnya. Lelaki itu melumatnya dengan lembut, memberikan permainan yang cukup lama sampai Leta benar- benar terbuai.Tangan Leta langsung merangkul ke leher Aksa, dia memejamkan matanya dan menikmati ciuman Aksa.Aksa yang mendapat respon ini segera menur
Guan itu melekat pas di tubuh Leta. Perutnya yang membuncit tak menghalangi kecantikannya malam ini. Wanita itu bahkan terlihat sangat anggun. Kalung permata yang digunakannya senada dengan anting dan cincin yang terpasang di jari manisnya. Rambutnya dicurly, sebagian dirapikan ke arah belakang. Leta benar-benar cantik malam ini."Kau siap?" Aksa tiba-tiba ada di belakang Leta dan memeluknya. Dia mengecup singkat pipi istrinya dan menatapnya lewat cermin."Aku sedikit gugup." Memang, baru kali ini Leta menghadiri pesta. Dan pesta kali ini bukan sembarang pesta. Aksa membuat perayaan kehamilan Leta yang menginjak 7 bulan. Dia bahkan mengundang seluruh karyawannya untuk hadir, tentunya dengan para kolega bisnisnya juga."Tak apa, aku akan ada di sisimu," ucap Aksa sambil tersenyum.Aksa lalu menggandeng tangan Leta untuk turun ke bawah. Di sana sudah ada Farrel dan Kyra yang menunggu. Sebagian orang bahkan sudah berangkat duluan ke kantor Aksa.
Kabar bahagia itu disambut baik oleh Prima dan Gandhi, mereka tak menyangka jika selama ini anaknya, Farrel menyukai seseorang yang dekat dengan mereka. Mereka sudah bekerja bersama selama 5 tahun terakhir, cukup tahu dengan bagaimana sikap Rossa selama ini.Leta juga ikut bahagia, bahkan Aksa menjanjikan akan mengurusi semua keperluan pernikahan mereka. Tapi Farrel bilang jika mereka belum terburu-buru untuk hal itu.Aksa sedang di kantor saat ini, kebetulan Leta datang mengantarkan makan siang untuknya. Sejak kehamilannya memasuki trimester kedua, Leta memang selalu ingin dekat dengan suaminya.Hal itu tak membuat Aksa terganggu, dia malah senang acapkali Leta menemani dirinya di kantor. Meskipun kadang wanita itu suka merengek dan meminta hal yang cukup aneh bagi Aksa.Tok.. Tok... Tok...Aksa menoleh ke arah pintu, dia melihat Vino yang berjalan masuk sambil membawa map di tangannya."Tuan, ini berkas yang perlu Anda tanda tangani.
"Kau ingin anak laki-laki atau perempuan sayang?" tanya Aksa mendongak menatap Leta. Saat ini dia sedang tidur di paha Leta, menatap perut Leta dan sesekali menciuminya."Laki-laki atau perempuan sama saja. Yang terpenting mereka sehat dan lahir dengan selamat." jawab Leta.Aksa tersenyum, dia mengusap lagi perut istrinya itu. Meskipun baru menginjak 3 bulan, perut Leta memang sudah terlihat membuncit. Mungkin itu efek dari bayi kembar yang dikandungnya."Bisakah kita tidur, aku lelah." Leta menutup buku yang sedang dibacanya, dia lalu meletakkan buku tersebut di nakas. Tatapan matanya terlihat sayu, Aksa yang melihat hal itu langsung duduk dan membiarkan istrinya berbaring."Tidurlah, aku akan memelukmu sampai pagi."Leta tersenyum, dia mendekatkan lagi tubuhnya pada Aksa. Menyembunyikan kepalanya di ceruk leher Aksa, tangannya juga memeluk tubuh Aksa seperti sebuah guling.~Kehamilan Leta tak membuat susah dirinya. Bahkan Leta terl
Ketika sampai di rumah sakit, Sam segera berlari menuju ruang UGD. Dia menanyakan pada seorang suster tentang pasien yang mengalami tabrak lari. Ternyata Zeline benar-benar di sana dan sedang ditangani oleh dokter. Hampir 1 jam akhirnya seorang dokter keluar dari sana. Sam yang melihat itu langsung mendekatinya. "Dokter, bagaimana keadaannya?" tanya Sam. "Anda keluarga pasien?" tanya Dokter dengan nametag Ridwan tersebut. "Tidak, saya temannya. Keluarganya ada di luar negeri semua," ucap Sam berbohong. "Kondisi pasien masih belum stabil, suster akan membawanya ke kamar rawat. Biarkan pasien beristirahat sampai kondisinya pulih." kata Dokter Ridwan. "Lalu... lalu bagaimana dengan bayinya?" tanya Sam dengan gugup. Dokter Ridwan tampak menghela nafas, dia menggeleng pelan menampilkan senyuman yang dipaksakan. "Maaf Tuan, kami sudah berusaha. Tapi takdir berkehendak lain, pasien mengalami keguguran." Sam mematung menden