Dokter keluar dari ruangan UGD dan langsung disambut Aksa. "Bagaimana, apa lukanya parah? Apa terkena infeksi?" tanya Aksa.
Dokter itu tersenyum memandang Aksa. "Tidak apa-apa Tuan, lukanya sudah kami jahit. Meskipun sedikit telat ditangani tapi tidak membuat itu infeksi. Tapi tadi lukanya membengkak, jadi tolong jangan dibiarkan beraktifitas yang berat dulu," ucap dokter itu lalu pamit dan pergi meninggalkan Aksa.
Aksa mengangguk, dia akan menyuruh Leta untuk tidak mengurusi Kyra sementara. Dia menoleh ketika pintu itu terbuka kembali dan melihat Leta berjalan keluar. Tangannya tidak diperban melingkar seperti tadi, tapi hanya tertutup pada bagian yang dijahit saja.
"Apa masih sakit?" tanya Aksa berjalan mendekati Leta.
"Tidak, dokter memberikan obat bius pada tanganku tadi. Mungkin nanti malam akan terasa ngilu," ucap Leta meringis membayangkan betapa sakit lukanya nanti jika bius itu menghilang.
Aksa yang melihat itu menjadi iba pada Leta. "Ayo, kita
Leta menyentuh bibirnya. Dia masih teringat dengan ciuman Aksa tadi, membuat dia tersenyum sendiri. Bahkan saat mengingatnya wajahnya bersemu merah. Dia menguburkan wajahnya di bantal. Entah mengapa jantungnya berdetak kencang.Tapi Leta juga sedih, dia tidak bisa memberikan jawaban pada Aksa. Karena jika dipikir, Aletha tak pantas bersanding dengan Aksa. Lelaki berpendidikan tinggi, punya usaha di mana-mana, rumah yang super besar dan ketampanan yang luar biasa.Sedangkan Leta? Dia hanyalah perempuan yang tak punya apa-apa, dia bahkan bekerja sebagai baby sitter, dia merasa tak pantas dicintai oleh Aksa. Tapi hati tak bisa berbohong, jauh di lubuk hatinya, Leta juga mempunyai perasaan kepada Aksa.Semakin memikirkannya semakin membuatnya sedih, dia mencoba melupakan. Selamanya dia tidak akan pantas untuk bersanding dengan Aksa.Leta lalu memejamkan matanya, membuang semua fikiran yang menggangggunya lalu sebisa mungkin tertidur.**Pagi ini Aksa
Meskipun mereka sedang menjalani hubungan. Tapi hubungan mereka tidak diketahui siapapun. Itu karena permintaan Leta. Dia belum siap jika nanti ada yang menghujatnya. Apalagi status Aksa masihlah suami orang.Mereka menjalaninya seperti biasa. Jika di depan orang mereka akan seperti majikan dan baby sitter, tapi jika di belakang mereka selalu memadu kasih.Meskipun kadang Leta menghindari, tapi kelakuan Aksa terkadang membuat dia geli. Karena Aksa terus-terusan membuat alasan agar Leta berada di sisinya.~Malam sudah sangat larut saat Aksa datang ke rumah belakang, mencari Leta dengan alasan Kyra sedang demam. Bibi Prima dan Leta yang mendengar itu langsung panik, bahkan bi Prima ingin ikut menyusul. Bagaimana pun, bi Prima sudah menganggap nonanya itu seperti cucunya. Dia juga merasa kasian setiap kali Kyra ditekan oleh neneknya.Tapi Aksa tak membiarkan hal itu terjadi, Aksa beralasan bahwa bibi Prima haruslah beristirahat. Leta yang mendengar itu juga
Aksa mengajak Kyra dan Leta pergi jalan-jalan, tadi pekerjaan dia selesai lebih cepat dan dia memutuskan untuk segera pulang untuk menemui dua pujaan hatinya.Saat ini mereka sedang berada di pasar malam, tidak seperti dulu saat Aksa bermain dengan Kyra dan Leta hanya mengikuti. Sekarang giliran Aksa lah yang mengikuti Kyra dan Leta yang bermain.Mereka sangat kompak, berjalan bergandengan tangan. Seperti seorang ibu dan anak. Aksa selalu tersenyum menikmati momen seperti ini.Kyra menggandeng tangan Leta menuju ke permainan komedi putar, mengajak Leta untuk ikut menaikinya juga.Leta menoleh ke arah Aksa yang memandangnya dengan senyuman, saat Aksa sudah mendekat, Leta meminta Aksa untuk membayar karcistnya. Setelahnya dia dan Kyra memasuki permainan itu.Kyra memilih untuk menaiki gajah, dan Leta duduk di sebelah Kyra menaiki kuda. Permainan pun diputar, setiap melewati Aksa, Leta dan Kyra akan melambaikan tangan.Aksa menunggu di bangku yang berad
Leta hanya diam dipeluk Aksa, mau menghindar pun percuma. Semuanya memang benar. Dia tak dapat mengelak.Bi Prima belum bersuara, dia masih menangis, dia merasa tak kuat menopang dirinya. Tapi sebelum dia jatuh, dia ditahan suaminya dan menuntunnya untuk duduk. Dia memegangi dadanya yang rasanya sesak."Tuan Aksa, duduklah. Mari bicarakan ini secara terbuka," ucap Paman Gandhi, dia mencoba menerima semuanya meskipun dia juga sebenarnya malu.Aksa mendorong tubuh Leta untuk duduk, kemudian Aksa juga duduk di sebelahnya. Melihat Leta yang hanya menunduk, dengan badan gemeteran menahan tangis."Ada apa ini, kenapa Bibi menampar Aletha?“ tanya Aksa menurunkan suaranya.Diam, tidak ada yang menjawab. Bibi Prima menatap kosong ke arah depan. Sedangkan Paman Gandhi terlihat sesekali menoleh pada istrinya."Maaf Tuan, sepertinya kami tidak bisa bekerja pada Tuan. Kami akan segera pergi dari sini," ucap Paman Gandhi memandang Aksa.Leta yang mendenga
Leta belum bangun walaupun matahari sudah menunjukan cahayanya. Dia sulit membuka matanya, dia juga merasa dingin pada tubuhnya. Dia ingin bangun tapi badannya sangat lemas. Dia hanya bisa memejamkan matanya.Bi Prima sudah selesai memasak di ruang utama. Dia menghidangkan masakannya di meja makan. Menunggu tuan rumah untuk sarapan. Setelahnya dia kembali melakukan pekerjaannya.Saat dia tengah mencuci barang yang sudah selesai digunakannya tadi. Dia mendengar suara Aksa memanggil namanya."Ya Tuan," ucapnya berjalan ke arah ruang makan. Melihat Aksa dan Kyra sudah sudah duduk di sana."Kemana Leta, Bi?" tanya Aksa.Bi Prima bingung, bukankah seharusnya Leta sudah bersama Kyra. Tapi melihat Kyra yang hanya bersama Aksa kemungkinan besar Leta masih di rumah belakang."Apa Leta belum ke sini Tuan?" tanya bi Prima."Belum, tadi aku melihat Rossa yang bersama Kyra di kamar. Apa Leta tidak bilang sesuatu pada Bibi," kata Aksa mulai mengambilkan s
Aksa tak meninggalkan Aletha sedikitpun. Dia masih setia menunggu Leta, bahkan hari ini dia tidak pergi ke kantor.Farrel masuk ke dalam ruangan di mana Leta dirawat. Dia melihat tuannya duduk di samping sepupunya itu. Karena tuannya seperti tak menyadari kedatangannya, akhirnya Farrel beranjak keluar ruangan lagi.Dia duduk di kursi tunggu yang berada di sana. Mengambil handphonenya dan menelfon seseorang.Panggilan berdering dan beberapa detik kemudian suara dari seberang terdengar."Hallo,"..."Hallo Rossa , ini aku Farrel," katanya pada Rossa yang mengangkat panggilan tersebut."Ya mas, ada apa?" tanya Rossa."Bisakah kau memanggilkan ibuku, aku perlu bicara dengannya." ucap Farrel meminta tolong."Ya mas, tunggu sebentar ya," suara Rossa lagi, lalu telefon kembali hening.Tak menunggu lama, kini ganti suara ibunya yang terdengar."Hallo Farrel, bagaimana keadaan Leta?" tanya ibunya."Baik ibu, tapi dia masih belu
Mobil mereka melaju membelah malam yang ramai. Farrel duduk di depan mengemudikan mobil. Sedangkan Aksa, Leta dan Kyra duduk di bangku belakang. Farrel sudah mengetahui semuanya setelah diceritakan ibunya. Dia turut senang akhirnya Aksa dekat dengan seorang wanita. Tak disangka wanita itu adalah sepupunya sendiri. Semoga hubungan mereka lancar, itulah yang dipikirkan Farrel.Kyra dengan semangat menceritakan hari-harinya selama tidak ada Leta. Leta dengan senantiasa mendengarkan dan sesekali menanggapi cerita tersebut. Meskipun baru sembuh dari sakit, tapi Leta merasa tubuhnya sudah sehat dan sangat bersemangat karena bisa keluar dari rumah sakit itu.Sedangkan Aksa daritadi fokus pada handphonenya. Dia sedang mengurus sesuatu, dia tersenyum terus memikirkan hal yang akan terjadi sebentar lagi.Mobil mereka memasuki parkiran sebuah restoran. Setelah mendapatkan posisi parkirnya Farrel menghentikan mobilnya. Dia keluar dan membuka pintu untuk Aksa. Setelahnya Aksa b
Farrel tersenyum telah berhasil menjalankan rencana tuannya. Kemarin saat hari pertama sepupunya itu masuk rumah sakit, Farrel mendapatkan tugas dari tuannya, untuk memesankan cincin untuk Aletha.Dia pergi langsung ke Welvs Jewelry dari rumah sakit. Memesan cincin polos dengan nama Aletha di dalamnya, dan cincin bermata permata kecil tapi tampak elegant, tak lupa nama Aksa tersisipkan di cincin itu juga.Darimana dia tahu ukurannya, itu karena Aksa memberikan dia sebuah tali yang sudah melingkar kecil. Tali itu dibuat untuk mengukur jarinya dan jari Leta. Setelahnya dia juga memesan tempat privacy di restoran yang sekarang menjadi tempat Aksa melamar Leta."Om, di mana ice creamnya?" tanya Kyra membuyarkan lamunan Farrel."Oh.. Eh iya om lupa. Kita akan pergi ke minimarket dulu untuk membeli ice cream," kata Farrel tergagap.Kyra mengangguk dalam gendongan Farrel. Farrel hanya meliriknya. Ini juga adalah rencana tuannya karena tak ingin Kyra mengganggu
*8 tahun kemudian."Papa pulang..."3 anak yang sedang bermain itu menoleh. Melihat papanya yang merentangkan tangan dari arah pintu, membuat Kyra dan juga Reyna berlari ke arah Aksa. 2 gadis kecil beda usia itu memeluk papa mereka dengan erat. Memang, sudah 2 hari mereka tak bertemu karena papanya itu ada bisnis di luar kota.Aksa mengecup pipi Kyra dan Reyna bergantian. Setelahnya, pandangannya beralih pada Raydin yang masih duduk membaca buku. Aksa mendekat ke arah anak lelaki satu-satunya itu."Raydin." panggil Aksa.Anak lelaki itu langsung menoleh dan menatap ke arah papanya. "Ya, Papa.""Kenapa kau tidak memeluk Papa seperti yang lain, kau tidak merindukan Papa?" tanya Aksa."Rindu," ucap Raydin sambil mengangguk-anggukan kepalanya. "Tapi kita sama-sama lelaki ayah, aku tak mau memelukmu."Aksa yang mendengar ini merasa tercengang. Bagaimana bisa anak yang berumur 8 tahun ini berbicara seperti ini? Entah Aksa harus terke
Leta sedang menyirami taman ketika Aksa mendekat. Suaminya itu mengecup wajahnya berkali-kali sebelum pamit pergi ke kantor. Hari demi hari terlewati begitu saja. Kandungan Leta sudah berusia 9 bulan. Kini dirinya sedang menanti kehadiran sang buah hatinya. Tangan Leta yang terbebas dari selang mengelus perutnya dengan lembut, Leta bahkan terdengar bernyanyi di sela-sela kegiatannya itu. "Mama." Kyra berlari menghampirinya, tak ingin membuat anaknya kotor karena sudah rapi, Leta mematikan kran airnya. Dia tersenyum pada putrinya yang memeluk dirinya. "Kakak Kyra berangkat sekolah dulu ya baby twins. Jangan nakal sama mama, dada.." Hanya sebatas itu, dan Kyra kembali berlari menghampiri Rossa yang sudah menunggunya. Leta hanya menatap Kyra dan menggelengkan kepalanya. Dia sangat senang karena Kyra terlihat menyayangi calon adiknya. Akhirnya Leta kembali dengan aktivitasnya lagi. Entah mengapa hari ini Leta sangat bersemangat. Di
"Papa... Kyra ikut..."Niat hati hanya ingin mengajak sang istri, kini Aksa hanya bisa menghembuskan nafas kasar ketika Kyra merengek ingin ikut.Gadis kecil itu tak sengaja memergoki kedua orang tuanya yang bersiap-siap ingin pergi. Tak ingin ditinggalkan, akhirnya dia mengeluarkan jurus merengeknya agar dirinya bisa ikut."Papa."Kyra kembali berucap ketika dirinya tak direspon, gadis kecil itu mendekati Aksa dan menggoyang-goyangkan lengan Aksa. Tatapan matanya yang terlihat sangat imut tak kuasa menahan Aksa. Akhirnya lelaki itu mengangguk dan tersenyum pada putrinya."Yeay...," sorak Kyra senang."Sekarang segera bersiap-siap... Minta kakak Rossa untuk ikut juga ya." pinta Aksa.Kyra langsung melaksanakan perintah papanya. Dia terlihat senang, bahkan saat turun dia terlihat bernyanyi, menirukan lagu anak-anak.Akhirnya, Farrel juga ikut mengantarkan mereka. Itu karena Aksa tak tega jika Rossa harus menemani Kyra send
"Aksa.""Hem." Aksa langsung menoleh ketika Leta memegang pundaknya, wanita itu menatapnya dengan pandangan rumit membuat Aksa menjadi heran."Aku ingin tahu keadaan Zeline." lirih Leta."Sudah kukatakan Leta, jangan ungkit lagi wanita itu. Kenapa kau begitu keras kepala." gerutu Aksa.Leta tampak menghela nafas, susah sekali meminta hal ini pada suaminya. Dia sudah berkali-kali membahas ini, tapi Aksa langsung menghindarinya. Kini Leta tak membiarkan hal itu terjadi, dia mengunci ruang kerja Aksa dan menyembunyikan kuncinya."Aku mohon, ini yang terakhir. Aku ingin melihat keadaannya." kata Leta."Kau terlalu baik Leta, kau bahkan tetap memaafkan wanita itu meskipun kau selalu dibuat menderita olehnya." Aksa tampak menghembuskan nafasnya dengan kasar. "Baiklah, tapi janji ini yang terakhir. Dan jangan ungkit masalah wanita itu lagi di depanku."Leta tersenyum manis, dia bahkan langsung memutar kursi Aksa ke arahnya. Dengan cepa
WARNING, area dewasa!!! Harap bijak memilah sebuah cerita.Entah mengapa jantung Aksa menjadi berdebar ketika melihat gunung kembar Leta sedikit terbuka. Dia memang sedang membantu Leta melepaskan gaunnya agar dia bisa bisa tertidur nyaman.Tapi sepertinya sekarang dia malah terjebak. Hasratnya tiba-tiba menjadi naik, dan dia tidak tahan. Aksa menggoda Leta, mencoba mengecupi pipi, bibir, leher dan dada atas Leta.Tak ayal karena itu Leta menjadi terusik dari tidurnya. Dia membuka matanya perlahan dan langsung kaget melihat Aksa ada di atas tubuhnya."Aksa, apa yang kau lakukan?""Aku menginginkanmu Leta."Leta tak sempat berucap lagi ketika Aksa dengan cepat membungkam bibirnya. Lelaki itu melumatnya dengan lembut, memberikan permainan yang cukup lama sampai Leta benar- benar terbuai.Tangan Leta langsung merangkul ke leher Aksa, dia memejamkan matanya dan menikmati ciuman Aksa.Aksa yang mendapat respon ini segera menur
Guan itu melekat pas di tubuh Leta. Perutnya yang membuncit tak menghalangi kecantikannya malam ini. Wanita itu bahkan terlihat sangat anggun. Kalung permata yang digunakannya senada dengan anting dan cincin yang terpasang di jari manisnya. Rambutnya dicurly, sebagian dirapikan ke arah belakang. Leta benar-benar cantik malam ini."Kau siap?" Aksa tiba-tiba ada di belakang Leta dan memeluknya. Dia mengecup singkat pipi istrinya dan menatapnya lewat cermin."Aku sedikit gugup." Memang, baru kali ini Leta menghadiri pesta. Dan pesta kali ini bukan sembarang pesta. Aksa membuat perayaan kehamilan Leta yang menginjak 7 bulan. Dia bahkan mengundang seluruh karyawannya untuk hadir, tentunya dengan para kolega bisnisnya juga."Tak apa, aku akan ada di sisimu," ucap Aksa sambil tersenyum.Aksa lalu menggandeng tangan Leta untuk turun ke bawah. Di sana sudah ada Farrel dan Kyra yang menunggu. Sebagian orang bahkan sudah berangkat duluan ke kantor Aksa.
Kabar bahagia itu disambut baik oleh Prima dan Gandhi, mereka tak menyangka jika selama ini anaknya, Farrel menyukai seseorang yang dekat dengan mereka. Mereka sudah bekerja bersama selama 5 tahun terakhir, cukup tahu dengan bagaimana sikap Rossa selama ini.Leta juga ikut bahagia, bahkan Aksa menjanjikan akan mengurusi semua keperluan pernikahan mereka. Tapi Farrel bilang jika mereka belum terburu-buru untuk hal itu.Aksa sedang di kantor saat ini, kebetulan Leta datang mengantarkan makan siang untuknya. Sejak kehamilannya memasuki trimester kedua, Leta memang selalu ingin dekat dengan suaminya.Hal itu tak membuat Aksa terganggu, dia malah senang acapkali Leta menemani dirinya di kantor. Meskipun kadang wanita itu suka merengek dan meminta hal yang cukup aneh bagi Aksa.Tok.. Tok... Tok...Aksa menoleh ke arah pintu, dia melihat Vino yang berjalan masuk sambil membawa map di tangannya."Tuan, ini berkas yang perlu Anda tanda tangani.
"Kau ingin anak laki-laki atau perempuan sayang?" tanya Aksa mendongak menatap Leta. Saat ini dia sedang tidur di paha Leta, menatap perut Leta dan sesekali menciuminya."Laki-laki atau perempuan sama saja. Yang terpenting mereka sehat dan lahir dengan selamat." jawab Leta.Aksa tersenyum, dia mengusap lagi perut istrinya itu. Meskipun baru menginjak 3 bulan, perut Leta memang sudah terlihat membuncit. Mungkin itu efek dari bayi kembar yang dikandungnya."Bisakah kita tidur, aku lelah." Leta menutup buku yang sedang dibacanya, dia lalu meletakkan buku tersebut di nakas. Tatapan matanya terlihat sayu, Aksa yang melihat hal itu langsung duduk dan membiarkan istrinya berbaring."Tidurlah, aku akan memelukmu sampai pagi."Leta tersenyum, dia mendekatkan lagi tubuhnya pada Aksa. Menyembunyikan kepalanya di ceruk leher Aksa, tangannya juga memeluk tubuh Aksa seperti sebuah guling.~Kehamilan Leta tak membuat susah dirinya. Bahkan Leta terl
Ketika sampai di rumah sakit, Sam segera berlari menuju ruang UGD. Dia menanyakan pada seorang suster tentang pasien yang mengalami tabrak lari. Ternyata Zeline benar-benar di sana dan sedang ditangani oleh dokter. Hampir 1 jam akhirnya seorang dokter keluar dari sana. Sam yang melihat itu langsung mendekatinya. "Dokter, bagaimana keadaannya?" tanya Sam. "Anda keluarga pasien?" tanya Dokter dengan nametag Ridwan tersebut. "Tidak, saya temannya. Keluarganya ada di luar negeri semua," ucap Sam berbohong. "Kondisi pasien masih belum stabil, suster akan membawanya ke kamar rawat. Biarkan pasien beristirahat sampai kondisinya pulih." kata Dokter Ridwan. "Lalu... lalu bagaimana dengan bayinya?" tanya Sam dengan gugup. Dokter Ridwan tampak menghela nafas, dia menggeleng pelan menampilkan senyuman yang dipaksakan. "Maaf Tuan, kami sudah berusaha. Tapi takdir berkehendak lain, pasien mengalami keguguran." Sam mematung menden