Share

4 | Kecemburuan Jeslyn

"Sial! Bahkan suaranya saja terdengar sangat sexy." Diandra tak bisa menahan kekagumannya pada Raffael. Semakin dilihat dari dekat, pria itu semakin mempesona. Wajahnya benar-benar tampan, tubuhnya tinggi dan tegap. Dan lihatlah lengannya itu, sepertinya dia juga rajin berolahraga hingga tubuhnya bisa begitu sempurna.

"Diandra! Berhentilah bersikap memalukan," tegur Syaqila. Apakah temannya itu tidak melihat beberapa orang jadi memperhatikan meja mereka akibat sikap Diandra yang memalukan. Mereka pasti bertanya tentang kewarasan Diandra saat ini, karena temannya itu memang terlihat gila sekarang.

"Syaqila, maaf jika aku mengkhianatimu. Tapi, demi Tuhan! Aku tidak bisa menahan pesona adik tirimu itu. Dia benar-benar tipeku!" pekik Diandra tertahan. Dia tampak kegirangan, seolah baru mendapatkan sesuatu yang ia impikan sejak lama.

Syaqila menyingkirkan tangan Diandra yang menahan kedua pundaknya dan menggoyangkannya dengan heboh. Di saat seperti ini ia harus sabar karena Diandra tidak akan bisa dihentikan dengan mudah.

"Aku tidak menyangka jika kamu bisa memiliki adik tiri setampan itu. Jika aku tahu, mungkin dulu aku akan menyelamatkannya dari kejahatanmu. Dan menjadi pahlawan baginya hingga dia mengenangnya sampai dewasa." Diandra mulai berangan-angan. Dia terlalu terpikat pada Raffael hingga mulai berkhayal hal yang tidak mungkin.

"Diandra, aku tidak akan merestuimu dengan Raffael," ketus Syaqila. Sudah cukup dengan kedatangan Raffael yang seperti datang dengan maksud tertentu. Syaqila masih belum bisa menemukan ketenangan setelah kedatangan pria itu yang bisa saja datang kembali untuk membalas dendam padanya. Demi Tuhan! Rasanya Syaqila ingin menangis saja.

"Kenapa?" Diandra memprotes. "Sebagai sahabatku, seharusnya kamu mendukungku! Bukan sebaliknya."

"Kamu seakan lupa siapa Raffael itu," cibir Syaqila kesal. Apakah Diandra mendadak lupa tentang pembicaraan mereka beberapa saat lalu? Kenapa ia jadi berpihak pada Raffael? Melupakan Syaqila yang saat ini masih berperang dengan masalah mentalnya yang terguncang akibat Raffael. Sepertinya ia akan gila sebentar lagi.

"Aku tentu ingat dia adikmu," sahut Diandra. "Karena itu, kamu harus mendukungku supaya nanti kita menjadi saudara ipar."

"Menjijikan." Syaqila bergidik, menjauh dari Diandra yang sengaja memasang wajah sok manis itu. Jika sedang menggilai seseorang, Diandra kerap kali bertingkah menyebalkan.

"Jangan seperti itu. Kau tahu aku adalah calon adik iparmu, Syaqila sayang."

Syaqila semakin menjauh. Bukannya berhenti, Diandra justru semakin menjadi. Hal itu membuat Syaqila lebih memilih untuk pergi meninggalkan sahabatnya itu di sana.

****

"Siapa?"

Jeslyn tidak bisa menahan rasa penasarannya saat Raffael pergi ke meja sana menghampiri dua perempuan yang sebenarnya cukup terkenal di kampus. Jujur saja, Jeslyn tidak menyukainya. Ia lebih senang Raffael hanya berada di dekatnya dan hanya berinteraksi dengannya. Meski dengan yang lain pria itu bersikap dingin, tetap saja Jeslyn tak suka saat pria itu bicara pada orang lain.

"Syaqila," jawab Raffael seadanya.

Kedua mata Jeslyn memincing curiga. "Ada masalah apa kamu dengan Syaqila?"

"Ini bukan sesuatu yang perlu kamu tahu." Raffael tidak merasa ia perlu mengatakannya semuanya pada Jeslyn. Lagipula, ia pun baru mengenal Jeslyn di sini hari ini. Hubungan mereka tidak sedekat itu sampai harus bicara terbuka pada perempuan itu.

"Apa dia mantan kekasihmu?" tanya Jeslyn terdengar sinis. Perempuan itu tidak menutupi ketidaksukaannya. Dia menunjukkannya dengan jelas. Karena memang Jeslyn tidak menyukai ketika Raffael melihat orang lain.

"Bukan urusanmu."

Jeslyn berdecih. Saat ini ia dan Raffael tidak lagi bicara. Jeslyn marah karena Raffael tidak mengerti jika dirinya cemburu. Dan Raffael tidak mau peduli karena Jeslyn bukan siapa-siapa baginya.

"Kudengar Syaqila ditawari menjadi model bulan lalu. Tapi dia menolak." Ando bercerita tanpa diminta. Karena sejak tadi Jeslyn bicara tentang Syaqila, Ando jadi tertarik mengangkat perempuan itu sebagai topik pembicaraan.

"Kenapa? Bukankah itu bagus?" sahut Freya, tampak tertarik dengan obrolan saat ini. "Semua perempuan sepertinya bermimpi jadi model."

"Dia terlihat bebas. Sementara model harus menjaga pola hidupnya dengan ketat. Sepertinya hal itulah yang membuat Syaqila menolak untuk menerima tawaran itu." Ando memaparkan pendapatnya.

"Dia memang cantik. Tak heran jika seseorang menawarinya pekerjaan sebagai model," timpal Rui. Dia menopang dagunya, menatap lurus ke arah Syaqila yang kini tampak menghindari sahabatnya yang memasang ekspresi menggelikan. "Dan tubuhnya sangat bagus. Banyak pria di kampus ini yang mengincarnya. Sayang, dia terlalu sulit."

"Bahkan Theodore saja memilih menyerah untuk mendekatinya."

"Theodore?" Raffael mengangkat sebelah alisnya. Nama itu terdengar tak asing.

"Kau tahu? Putra pertama keluarga Beldiq." Ando menjelaskan dengan antusias. "Kurang apa dia? Sudah tampan, kaya. Anehnya, Syaqila sama sekali tidak tertarik padanya."

"Aku penasaran dengan tipe pria yang diinginkan perempuan itu," ucap Rui bergumam.

"Kenapa kalian terus membahas dia?" Jeslyn tampak tak senang. Apa tak ada orang lain di dunia ini selain Syaqila? Kenapa harus perempuan itu yang menjadi topik pembicaraan?

"Jeslyn tak suka," cibir Freya, tersenyum tersenyum mengejek. "Ya, bagaimana mungkin Jeslyn senang saat orang lain memuji-muji Syaqila? Perempuan itu sudah ia anggap rival terberatnya."

"Rival?" Raffael menatap Jeslyn dengan pandangan bertanya.

"Aku membencinya." Jeslyn tak menutupi kebenaran itu. Baginya, Raffael juga perlu tahu tentang ini. Dengan itu, mungkin Raffael akan menjauhi Syaqila dan tidak lagi bicara dengannya.

"Kenapa?" tanya Raffael. Ia sedikit penasaran meski sebenarnya masalah antar perempuan biasanya lebih mudah ditebak. Raffael hanya ingin memastikan saja.

"Dia menjadi putri kampus tahun lalu. Yang seharusnya menjadi milik Jeslyn karena Jeslyn sudah sangat yakin jika dia yang akan mendapatkan gelar itu," jelas Freya.

"Ada ajang seperti itu di sini?" Raffael baru mengetahuinya.

"Bukankah itu menarik?"

"Tidak. Itu terdengar sangat konyol." Raffael bicara terus terang. Ajang seperti itu hanya akan membuat banyak orang saling menjatuhkan. Untuk apa kampus ini mengadakan hal seperti itu?

"Menjadi putri kampus itu adalah impian setiap mahasiswi di sini. Hal itu akan menunjukkan jika kita layak disanjung dan dikagumi. Kita bisa membuktikan jika kita duduk di tahta tertinggi," ungkap Jeslyn. Dia ingin menunjukkan pada semua orang di kampus jika dialah yang tercantik di kampus dan sudah seharusnya para pria hanya melihat padanya.

"Apa hebatnya itu?" Raffael mendengus geli. Ia penasaran orang bodoh mana yang memberikan ide konyol itu?

"Apa kau tidak tertarik pada perempuan cantik?" tanya Rui penasaran.

"Tentu saja aku tertarik," balas Raffael. Dia masih normal. Dan fisik seseorang tentu penting menjadi salah satu penilaian. Tidak mungkin ia menyukai orang jelek.

"Bagaimana dengan Syaqil— Maksudku, bagaimana antara Syaqila dan Jeslyn? Di antara mereka, siapa yang lebih menarik menurutmu?" Ando meralat ucapannya saat Jeslyn menatap tajam karena ia lagi-lagi membawa nama Syaqila. Meski telah mengganti pertanyaannya, Ando tetap tak menghilangkan nama Syaqila. Ia hanya sedikit menambahkan Jeslyn di dalamnya.

Raffael menatap Jeslyn yang kini tersenyum padanya dengan rona merah di pipinya. Lalu pandangan Raffael beralih pada Syaqila yang tampak berjalan keluar kantin. Perempuan itu sempat tertawa saat melihat temannya yang menyusul di belakang nyaris terpeleset.

"Syaqila."

Raffael menjawab dengan ringan. Dia membuat teman-temanya terkejut. Seketika, suasana di antara mereka menjadi tidak mengenakan.

Jeslyn duduk dengan ekspresi suram. Dia meremas plastik minuman di tangannya hingga hancur.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status