"Sial! Bahkan suaranya saja terdengar sangat sexy." Diandra tak bisa menahan kekagumannya pada Raffael. Semakin dilihat dari dekat, pria itu semakin mempesona. Wajahnya benar-benar tampan, tubuhnya tinggi dan tegap. Dan lihatlah lengannya itu, sepertinya dia juga rajin berolahraga hingga tubuhnya bisa begitu sempurna.
"Diandra! Berhentilah bersikap memalukan," tegur Syaqila. Apakah temannya itu tidak melihat beberapa orang jadi memperhatikan meja mereka akibat sikap Diandra yang memalukan. Mereka pasti bertanya tentang kewarasan Diandra saat ini, karena temannya itu memang terlihat gila sekarang.
"Syaqila, maaf jika aku mengkhianatimu. Tapi, demi Tuhan! Aku tidak bisa menahan pesona adik tirimu itu. Dia benar-benar tipeku!" pekik Diandra tertahan. Dia tampak kegirangan, seolah baru mendapatkan sesuatu yang ia impikan sejak lama.
Syaqila menyingkirkan tangan Diandra yang menahan kedua pundaknya dan menggoyangkannya dengan heboh. Di saat seperti ini ia harus sabar karena Diandra tidak akan bisa dihentikan dengan mudah.
"Aku tidak menyangka jika kamu bisa memiliki adik tiri setampan itu. Jika aku tahu, mungkin dulu aku akan menyelamatkannya dari kejahatanmu. Dan menjadi pahlawan baginya hingga dia mengenangnya sampai dewasa." Diandra mulai berangan-angan. Dia terlalu terpikat pada Raffael hingga mulai berkhayal hal yang tidak mungkin.
"Diandra, aku tidak akan merestuimu dengan Raffael," ketus Syaqila. Sudah cukup dengan kedatangan Raffael yang seperti datang dengan maksud tertentu. Syaqila masih belum bisa menemukan ketenangan setelah kedatangan pria itu yang bisa saja datang kembali untuk membalas dendam padanya. Demi Tuhan! Rasanya Syaqila ingin menangis saja.
"Kenapa?" Diandra memprotes. "Sebagai sahabatku, seharusnya kamu mendukungku! Bukan sebaliknya."
"Kamu seakan lupa siapa Raffael itu," cibir Syaqila kesal. Apakah Diandra mendadak lupa tentang pembicaraan mereka beberapa saat lalu? Kenapa ia jadi berpihak pada Raffael? Melupakan Syaqila yang saat ini masih berperang dengan masalah mentalnya yang terguncang akibat Raffael. Sepertinya ia akan gila sebentar lagi.
"Aku tentu ingat dia adikmu," sahut Diandra. "Karena itu, kamu harus mendukungku supaya nanti kita menjadi saudara ipar."
"Menjijikan." Syaqila bergidik, menjauh dari Diandra yang sengaja memasang wajah sok manis itu. Jika sedang menggilai seseorang, Diandra kerap kali bertingkah menyebalkan.
"Jangan seperti itu. Kau tahu aku adalah calon adik iparmu, Syaqila sayang."
Syaqila semakin menjauh. Bukannya berhenti, Diandra justru semakin menjadi. Hal itu membuat Syaqila lebih memilih untuk pergi meninggalkan sahabatnya itu di sana.
****
"Siapa?"
Jeslyn tidak bisa menahan rasa penasarannya saat Raffael pergi ke meja sana menghampiri dua perempuan yang sebenarnya cukup terkenal di kampus. Jujur saja, Jeslyn tidak menyukainya. Ia lebih senang Raffael hanya berada di dekatnya dan hanya berinteraksi dengannya. Meski dengan yang lain pria itu bersikap dingin, tetap saja Jeslyn tak suka saat pria itu bicara pada orang lain.
"Syaqila," jawab Raffael seadanya.
Kedua mata Jeslyn memincing curiga. "Ada masalah apa kamu dengan Syaqila?"
"Ini bukan sesuatu yang perlu kamu tahu." Raffael tidak merasa ia perlu mengatakannya semuanya pada Jeslyn. Lagipula, ia pun baru mengenal Jeslyn di sini hari ini. Hubungan mereka tidak sedekat itu sampai harus bicara terbuka pada perempuan itu.
"Apa dia mantan kekasihmu?" tanya Jeslyn terdengar sinis. Perempuan itu tidak menutupi ketidaksukaannya. Dia menunjukkannya dengan jelas. Karena memang Jeslyn tidak menyukai ketika Raffael melihat orang lain.
"Bukan urusanmu."
Jeslyn berdecih. Saat ini ia dan Raffael tidak lagi bicara. Jeslyn marah karena Raffael tidak mengerti jika dirinya cemburu. Dan Raffael tidak mau peduli karena Jeslyn bukan siapa-siapa baginya.
"Kudengar Syaqila ditawari menjadi model bulan lalu. Tapi dia menolak." Ando bercerita tanpa diminta. Karena sejak tadi Jeslyn bicara tentang Syaqila, Ando jadi tertarik mengangkat perempuan itu sebagai topik pembicaraan.
"Kenapa? Bukankah itu bagus?" sahut Freya, tampak tertarik dengan obrolan saat ini. "Semua perempuan sepertinya bermimpi jadi model."
"Dia terlihat bebas. Sementara model harus menjaga pola hidupnya dengan ketat. Sepertinya hal itulah yang membuat Syaqila menolak untuk menerima tawaran itu." Ando memaparkan pendapatnya.
"Dia memang cantik. Tak heran jika seseorang menawarinya pekerjaan sebagai model," timpal Rui. Dia menopang dagunya, menatap lurus ke arah Syaqila yang kini tampak menghindari sahabatnya yang memasang ekspresi menggelikan. "Dan tubuhnya sangat bagus. Banyak pria di kampus ini yang mengincarnya. Sayang, dia terlalu sulit."
"Bahkan Theodore saja memilih menyerah untuk mendekatinya."
"Theodore?" Raffael mengangkat sebelah alisnya. Nama itu terdengar tak asing.
"Kau tahu? Putra pertama keluarga Beldiq." Ando menjelaskan dengan antusias. "Kurang apa dia? Sudah tampan, kaya. Anehnya, Syaqila sama sekali tidak tertarik padanya."
"Aku penasaran dengan tipe pria yang diinginkan perempuan itu," ucap Rui bergumam.
"Kenapa kalian terus membahas dia?" Jeslyn tampak tak senang. Apa tak ada orang lain di dunia ini selain Syaqila? Kenapa harus perempuan itu yang menjadi topik pembicaraan?
"Jeslyn tak suka," cibir Freya, tersenyum tersenyum mengejek. "Ya, bagaimana mungkin Jeslyn senang saat orang lain memuji-muji Syaqila? Perempuan itu sudah ia anggap rival terberatnya."
"Rival?" Raffael menatap Jeslyn dengan pandangan bertanya.
"Aku membencinya." Jeslyn tak menutupi kebenaran itu. Baginya, Raffael juga perlu tahu tentang ini. Dengan itu, mungkin Raffael akan menjauhi Syaqila dan tidak lagi bicara dengannya.
"Kenapa?" tanya Raffael. Ia sedikit penasaran meski sebenarnya masalah antar perempuan biasanya lebih mudah ditebak. Raffael hanya ingin memastikan saja.
"Dia menjadi putri kampus tahun lalu. Yang seharusnya menjadi milik Jeslyn karena Jeslyn sudah sangat yakin jika dia yang akan mendapatkan gelar itu," jelas Freya.
"Ada ajang seperti itu di sini?" Raffael baru mengetahuinya.
"Bukankah itu menarik?"
"Tidak. Itu terdengar sangat konyol." Raffael bicara terus terang. Ajang seperti itu hanya akan membuat banyak orang saling menjatuhkan. Untuk apa kampus ini mengadakan hal seperti itu?
"Menjadi putri kampus itu adalah impian setiap mahasiswi di sini. Hal itu akan menunjukkan jika kita layak disanjung dan dikagumi. Kita bisa membuktikan jika kita duduk di tahta tertinggi," ungkap Jeslyn. Dia ingin menunjukkan pada semua orang di kampus jika dialah yang tercantik di kampus dan sudah seharusnya para pria hanya melihat padanya.
"Apa hebatnya itu?" Raffael mendengus geli. Ia penasaran orang bodoh mana yang memberikan ide konyol itu?
"Apa kau tidak tertarik pada perempuan cantik?" tanya Rui penasaran.
"Tentu saja aku tertarik," balas Raffael. Dia masih normal. Dan fisik seseorang tentu penting menjadi salah satu penilaian. Tidak mungkin ia menyukai orang jelek.
"Bagaimana dengan Syaqil— Maksudku, bagaimana antara Syaqila dan Jeslyn? Di antara mereka, siapa yang lebih menarik menurutmu?" Ando meralat ucapannya saat Jeslyn menatap tajam karena ia lagi-lagi membawa nama Syaqila. Meski telah mengganti pertanyaannya, Ando tetap tak menghilangkan nama Syaqila. Ia hanya sedikit menambahkan Jeslyn di dalamnya.
Raffael menatap Jeslyn yang kini tersenyum padanya dengan rona merah di pipinya. Lalu pandangan Raffael beralih pada Syaqila yang tampak berjalan keluar kantin. Perempuan itu sempat tertawa saat melihat temannya yang menyusul di belakang nyaris terpeleset.
"Syaqila."
Raffael menjawab dengan ringan. Dia membuat teman-temanya terkejut. Seketika, suasana di antara mereka menjadi tidak mengenakan.
Jeslyn duduk dengan ekspresi suram. Dia meremas plastik minuman di tangannya hingga hancur.
Syaqila berjalan ke parkiran, menghampiri Raffael yang berdiri di samping mobil sambil menunduk, bermain dengan handphone-nya. Seolah menyadari kehadiran Syaqila, pria itu akhirnya mengangkat wajahnya.Syaqila menahan napas sesaat. Pria itu selalu terlihat mempesona. Tapi dengan segera Syaqila menggelengkan kepalanya. Dia tidak boleh bertingkah memalukan lagi. Terakhir kali, Syaqila bahkan menatap adik tirinya itu dengan mulut menganga. Jika Syaqila mengingatnya, rasanya ia ingin mengubur kepalanya di tanah."Masuk!" Raffael mengedikkan kepalanya, meminta Syaqila masuk ke dalam mobil tanpa mau repot-repot membukakan pintu untuknya.Syaqila melengos. Dia berusaha mengerti. Lagipula, Raffael tidak mungkin mau bersikap baik padanya. Untuk bicara dengannya saja sepertinya pria itu juga berusaha menahan kebencian di hatinya pada Syaqila.Syaqila melirik pria di sampingnya. Sepanjang jalan, Raffael tidak bicara. Pria itu hanya fokus mengendarai mobilnya. Wajahnya datar, pandangannya dingin.
Syaqila terbangun karena keadaan sekitarnya terdengar begitu bising. Saat kedua matanya terbuka, Syaqila terkejut. Dia membangunkan tubuhnya dengan cepat. Pandangannya menyapu sekitar. Satu pertanyan bersarang di kepalanya.Ini dimana?"Kau sudah sadar?"Suara dingin itu mengejutkan Syaqila. Dia sempat berpikir itu suara hantu. Namun dugaannya terpatahkan saat ia menemukan sosok adiknya yang menyebalkan berdiri di sampingnya.Syaqila ingin mengutuk pria itu yang sayangnya terlihat lebih mempesona dari sebelumnya.Sial! Siapa yang menyuruh pria itu mengenakan tuxedo? Dengan balutan pakaian itu, Syaqila bahkan nyaris mimisan melihatnya.Namun, demi menjunjung tinggi harga dirinya, Syaqila menahan segala pujian untuk pria itu. Meski hatinya benar-benar menggila hanya karena melihat rupanya."Kau! Bantu dia berganti pakaian." Raffael menyuruh salah satu karyawan butik di sana untuk membantu Syaqila.Sejak tadi perempuan itu terus berdiri di sana, mencuri pandang ke arah Raffael dengan waj
Syaqila tak bisa melupakan apa yang Raffael ucapkan padanya saat di ruang ganti. Tubuhnya bergemetar untuk sesaat, ketakutan. Dia khawatir jika pria itu benar-benar akan melancarkan niatnya. Bagaimana jika setelah ini ia tidak akan pernah bisa mendapatkan ketenangan? Syaqila meremas rambutnya frustasi. Dia benar-benar menyesal atas tindakannya dulu. Andaikan ia bisa sedikit lebih dewasa, ia mungkin tidak akan menumbuhkan dendam di hati orang lain untuknya."Nona, jangan lakukan itu." Salah satu karyawan yang bertugas membantu merias Syaqila segera menegur saat tangan perempuan itu meremas rambutnya sendiri. Mengacaukan tatanan rambut yang semula nyaris sempurna. Kini ia harus mengulangnya lagi. "Rambut Anda jadi berantakan lagi."Syaqila dapat mendengar dengusan kasar karyawan di belakangnya. Sepertinya dia cukup kesal karena apa yang Syaqila lakukan."Maafkan aku.""Cobalah untuk rileks, Nona. Ini bahkan hanya foto keluarga, bukan foto pre wedding. Anda tidak perlu terlalu gugup."Si
Syaqila mencebik kala Raffael pergi meninggalkannya sendirian di sini. Pria itu bahkan tak mau menunggunya. Menjawab pertanyaannya dengan gumaman yang sama sekali tidak ada artinya.Apakah sebenci itu Raffael padanya?Syaqila mencoba mengerti. Kesalahannya pada pria itu terlalu banyak, terlalu besar. Masih untung pria itu tak memiliki niat untuk mendatangkan pembunuh bayaran untuknya.Namun, Syaqila masih berjaga untuk kemungkinan terburuk. Mungkin saja Raffael ingin membuat Syaqila lebih menderita. Mungkin pria itu ingin membunuh Syaqila dengan tangannya sendiri.Kacau!Syaqila meraup wajahnya kasar. Hanya dengan memikirkan bagaimana dendam Raffael padanya saja sudah membuat kakinya bergemetar. Dia tidak sanggup untuk berdiri. Rasanya terlalu takut.****Makan malam kali ini terasa jauh lebih dingin dan mencekam. Atau mungkin, itu hanya berlaku untuk Syaqila. Karena Raffael yang duduk di seberangnya tampak biasa. Pria itu masih dapat menikmati makanannya dengan santai.Orang tua mere
Jeslyn semakin membenci Syaqila, mahasiswi yang membuat dirinya tergeserkan sebagai primadona. Dia juga dengan lancang mendekati Raffael, pria yang diincar Jeslyn sejak ia menemukan pria itu di kampus pertama kali.Untuk posisi perempuan terpopuler di kampus, Jeslyn mungkin masih bisa mengalah. Tapi tidak untuk mendapatkan Raffael.Karena Syaqila yang berani mengibarkan bendera perang padanya, Jeslyn tidak akan segan membalasnya dengan kejam."Aku ingin berita tentang Syaqila yang menggoda Raffael tersebar luas di universitas."Seseorang yang diperintah oleh Jeslyn itu tampak menyeringai. Dia akan dengan senang hati menerima tawaran itu asalkan bayaran yang diberikan cukup menggiurkan."Baik, Jeslyn. Aku pastikan berita ini akan sampai ke semua telinga para mahasiswa."Jeslyn mengangguk puas. Kini hanya tinggal menunggu berita itu tersebar. Jeslyn yakin, orang-orang akan mulai menatap Syaqila dengan pandangan berbeda.Di tempat lain, Raffael terkejut saat teman-temannya membombardir d
Syaqila terjaga. Dia melihat sekitarnya. Tampaknya saat ini ia masih berada di klinik. Dengan kekuatannya yang tersisa, Syaqila membangunkan tubuhnya. Dia mengubah posisinya menjadi duduk di brankar.Tirai di sampingnya tiba-tiba terbuka. Orang yang datang itu ternyata adalah ibunya. Dia terlihat lega saat mendapati Syaqila sudah tersadar dari pingsannya."Syukurlah. Mama pikir kamu tidak akan cepat sadar," ucap Utari penuh syukur. "Syaqil, mama turut bersedih atas apa yang menimpamu. Tapi, hal ini tak membuat kamu lepas dari kesalahan.""Apa?" Syaqila mengerjap tak mengerti. Dia merasa tak melakukan kesalahan apapun. Masalah ini terjadi karena Jeslyn yang salah paham terhadap hubungan antara dirinya dengan Raffael. Meski berusaha mengingat apa saja yang telah dia lakukan, Syaqila tetap tak bisa menemukan dimana letak kesalahannya."Ingatlah Raffael itu adikmu. Meski kalian hanya saudara tiri, rasanya tak pantas jika kamu menggodanya."Syaqila tak percaya dengan apa yang ia dengar ini
Syaqila segera memeluk Diandra kala temannya itu sengaja datang untuk menjenguknya. Syaqila tak sakit, hanya mentalnya tak mungkin baik-baik saja setelah masalah besar yang menimpanya. Belum lagi pandangan mengintimidasi orang-orang terhadapnya, membuat Syaqila semakin merasa terkucilkan. Melihat Diandra saat ini, seseorang yang masih peduli dan percaya padanya, Syaqila tak bisa menahan air matanya. Tangis yang tertahan menyesakkan rongga dada itu kini pecah seketika.Diandra pun ikut menangis. Dia turut bersedih melihat keadaan Syaqila dan masalah yang menimpa sahabatnya itu. Andai saja dia bisa menolong kemarin, mungkin keadaan sahabatnya tidak akan seterpuruk ini."Kau harus kuat. Aku yakin kau akan mampu menghadapi situasi ini," ucap Diandra, meyakinkan dan menenangkan. Dia tahu Syaqila tidak selemah itu. Satu-satunya yang membuatnya lemah mungkin karena ibunya sendiri yang memilih untuk tidak mempercayainya. "Aku tahu kau tidak mungkin melakukan itu. Seseorang sengaja menyebarka
"Kacau!"Matthew tidak bisa menahan emosinya saat dia dikalahkan oleh seorang pria muda yang seusia dengan putrinya. Harga dirinya terasa tercoreng karena ia tidak berdaya di depan bocah tengik itu. Dia dengan arogannya menatap Matthew dan melayangkan ancaman yang sialnya membuat ia tak berkutik.Bagaimana mungkin pria itu berani mengancamnya? Ancaman yang dilayangkan pria itu memang tak main-main. Dia memegang kartu As-nya. Jika Matthew tidak mengalah tadi, maka reputasinya akan hancur seketika."Aku harus menyingkirkannya," desis pria itu, penuh dendam.Ini adalah cara yang biasa ia lakukan setiap kali ada seseorang yang nekat mencari masalah dengannya.Sayangnya, Matthew tidak tahu jika Raffael bukan orang yang mudah ia singkirkan.****Di lain tempat, Raffael yang sedang di perjalanan bersama pengacaranya mendadak harus berhenti karena mobil mereka dihadang oleh sekelompok orang.Raffael melirik ke depan, menemukan sekelompok orang dengan wajah sangar, memegang senjata tajam."Se