Share

3 | Dia Adikku

Syaqila tidak berselera, hingga makanan di depannya ini hanya ia mainkan saja tanpa ia santap dengan benar. Untuk membawanya masuk ke dalam mulut pun tangannya begitu enggan. Mereka terlihat tidak enak, terlebih setelah tangan Syaqila sejak tadi hanya mengaduk-aduknya. Mungkin makanan di piringnya saat ini akan berakhir di tempat sampah setelah ia puas mengacak-acaknya.

"Syaqil!"

Syaqila menoleh. Dia melihat ekspresi khawatir yang ditunjukkan Diandra.

"Ada apa denganmu? Kau terlihat seperti memiliki masalah. Apakah ada sesuatu?" Diandra sudah berteman dengan Syaqila sejak SMA, ia tentu saja menyadari ada yang tak biasa dari sikap Syaqila sejak tadi. Diandra tidak bisa menahan untuk tidak bertanya.

Syaqila menghembuskan napas kasar dari mulutnya, sebelum akhirnya menjawab, "Tidak ada. Aku baik-baik saja."

"Kau terlihat jelas sedang berbohong saat ini." Kedua mata Diandra memincing curiga pada Syaqila. "Jangan menutupi apapun, Sya. Apa aku tidak kau anggap sebagai sahabatmu? Kenapa kamu tidak mau berbagi masalahmu denganku?"

"Aku hanya bingung." Syaqila masih berusaha meredakan perang batin dalam dirinya. Sejak pertemuannya dengan Raffael, perasaan Syaqila berkecambuk. Antara menyesal dan dendam. Syaqila ingin meminta maaf dan memperbaiki hubungan mereka, tapi sikap Raffael dengan sangat jelas menunjukkan jika pria itu membencinya. Kata-kata Raffael pun begitu menusuk hingga Syaqila sulit mengenyahkan perasaan sakit di hatinya hingga sekarang. Tapi, ia merasa tak berdaya. Merasa tak pantas untuk marah. Emosi yang dirasakannya saat ini sejujurnya membuat Syaqila terganggu.

"Hei!" Diandra menyenggol lengan Syaqila kala sahabatnya itu tengah sibuk melamun. "Coba lihat ke sana!"

Syaqila menoleh ke arah yang ditunjuk Diandra. Namun tubuhnya seketika menegang saat melihat Raffael di sana.

Ah! Syaqila hampir saja lupa jika pria itu kini kuliah di kampus yang sama dengannya.

"Dia mahasiswa baru. Orang-orang banyak membicarakannya. Dia sangat tampan. Aku saja tertarik padanya," ucap Diandra menatap lurus ke arah Raffael dengan tatapan memuja. Dia tak menampik jika pria itu bahkan bisa mengalahkan semua pria yang awalnya dianggap paling unggul di kampus. Seketika mereka terhempaskan oleh kehadiran Raffael.

"Di." Syaqila memanggil dengan lemah. Baru saat itu Diandra menyadari jika sahabatnya terlihat tidak bersemangat kala ia membicarakan salah satu pria tampan di kampus mereka, tak seperti biasanya. "Dia ... adik tiriku."

"Apa?!" Pengakuan Syaqila itu sama sekali tak ia duga sebelumnya. Diandra tidak bisa untuk tidak terkejut. "Maksudmu, adik laki-laki yang dulu sering kamu ganggu itu?"

Diandra sudah mendengar cerita itu sebelumnya dari Syaqila. Dan Diandra pun tahu jelas sekarang Syaqila sekarang sudah berubah. Sikapnya dulu tak lebih dari sikap anak-anak yang memang senang mengusili seseorang yang tidak disukainya. Kini saat Syaqila sudah dewasa, tentu saja dia menyadari semua perbuatan salahnya pada Raffael.

"Bagaimana bisa? Kenapa dia bisa ada di sini?" tanya Diandra.

"Dia masih adikku. Orang tuaku orang tuanya juga. Jadi wajar saja ketika dia pulang ke sini," jelas Syaqila ketus. Kenapa Diandra malah bertanya hal yang sudah jelas jawabannya?

"Tapi ... bukankah kamu bilang dia jelek, gendut, dan menjijikan?" tanya Diandra. Kini dia benar-benar ragu dengan ucapan Syaqila. Karena, lihatlah! Sosok pria yang Syaqila katakan sebagai adik tirinya itu bahkan tidak seperti ucapannya beberapa tahun lalu. Dia terlihat sangat tampan, sangat sexy. Bagaimana Syaqila bisa mengatakan jika dia jelek? Apa mata sahabatnya itu bermasalah?

"Itu dulu. Sekarang dia sudah berbeda," jawab Syaqila seadanya. Dia sendiri tidak menyangka jila Raffael akan sangat berubah seperti ini. Jejak sosoknya dulu seakan benar-benar menghilang. 

"Aku masih tidak percaya." Diandra menopang dagu, menatap ke arah Raffael yang kini tengah bersama teman-temannya. Satu orang yang nampak mencolok di antara mereka adalah satu gadis yang duduk di sebelah Raffael. Gadis dengan senyum manis di wajahnya itu tampak menempel pada Raffael. Kedekatan mereka terlihat seperti sepasang kekasih.

"Jeslyn. Apa dia kekasihnya?" tanya Diandra menatap Syaqila.

"Mana aku tahu?" Kenapa Diandra malah bertanya padanya? Meski statusnya dan Raffael adalah saudara mereka bak orang asing. Bahkan lebih mirip musuh yang menyimpan dendam. Syaqila tak memiliki kesempatan untuk dekat dengan Raffael setelah kesalahan yang ia lakukan dulu.

"Cobalah untuk dekat dengannya dulu. Kau tahu? Sikapmu saat ini terlihat sangat menyedihkan," ucap Diandra menyarankan dengan sedikit menambahkan ejekan. Dia tidak berbohong, sahabatnya yang biasa selalu menunjukkan kepercayaan diri kini justru tenggelam dalam rasa bersalah yang membuat dirinya merasa tak layak di mata orang lain. Sosok Raffael ternyata memiliki pengaruh besar pada hidup Syaqila.

"Terakhir kali dia memperingatiku supaya menjauh darinya," ungkap Syaqila. Meski menyakitkan, ia tetap menceritakan pada Diandra supaya temannya itu mengerti dan tidak terus menekannya untuk mendekati Raffael. "Dia bilang, keberadaanku itu sangat mengganggunya."

"Kurasa dia benar-benar membencimu." Diandra meringis, merasa tak enak saat mengatakan itu pada Syaqila. Tapi apa yang ia pikirkan sepertinya benar. Peluang Syaqila dalam mendapatkan maaf dari Raffael sangat kecil. Terlebih, Raffael sepertinya menaruh dendam padanya atas sikapnya di masa lalu. "Itu semua karena kebodohanmu juga. Bagaimana bisa kamu membuat adikmu sendiri kesusahan dulu?"

"Apa yang bisa kulakukan dengan jiwa anak kecil?" Syaqila mengacak rambutnya frustasi. Saat itu, ia masih kecil dan tidak mengerti banyak hal. Tidak seperti sekarang dimana ia akan memikirkan terlebih dahulu sebelum melakukan sesuatu. "Saat itu aku terlalu muda hingga tak bisa membedakan mana tindakan yang benar dan salah. Aku hanya melakukan apa yang aku mau."

"Dan karena kamu tidak menyukai Raffael, kamu sekuat tenaga berusaha menyingkirkannya." Diandra menggelengkan kepalanya sembari terkekeh kecil. "Jika aku jadi Raffael, sepertinya aku juga akan membencimu."

"Aku tahu." Syaqila merasa tidak bertenaga. Setelah kedatangan Raffael, seolah ada beban berat di pundaknya. Ia bahkan tak lagi memiliki wajah untuk berhadapan dengan adik tirinya itu. "Kesalahan yang aku lakukan terlalu fatal. Mustahil itu tak meninggalkan bekas di hatinya. Dia mungkin menyumpah sepahi aku setiap saat."

"Itu benar." Diandra tidak menyangkal. "Dia mungkin juga ingin melemparimu dengan kotoran."

"Sialan!" Syaqila berdesis kecil. Ucapan Diandra terlalu kurang ajar, meski Syaqila sendiri sedikit khawatir jika seandainya apa yang dibicarakan temannya itu benar. "Aku tidak akan diam saja seandainya dia bersikap keterlaluan padaku."

Meski dalam posisi salah sekali pun, Syaqila bukan orang bodoh yang akan diam saja saat dipelakukan semena-mena. Dia bisa marah dan mengamuk. Ia juga memiliki batas kesabaran. Kesalahan yang ia lakukan tidak berarti bahwa ia bisa diperlakukan sesuka hati.

"Syaqila."

Syaqila dan Diandra menoleh bersamaan. Mereka terkejut melihat seseorang yang bersuara itu. Sosoknya berdiri di depan mereka, setelah sebelumnya mengeluarkan suara yang terdengar berat dan menggoda. Diandra bahkan meneguk ludahnya dengan susah payah. Siapa yang akan menolak sosok pria di depannya ini? Ia terlalu sayang untuk dilewatkan.

"Ya?" Dengan senyum manis, Diandra berdiri menghadap pria itu.

Tapi pria itu justru menatapnya dengan ekspresi heran. "Aku tidak memanggilmu."

Memang di antara dua perempuan itu, siapa yang disebutkan namanya oleh dirinya? Sepertinya perempuan yang menyahut tadi itu tidak menangkap dengan benar nama yang ia panggil.

Seketika, Diandra menahan rasa malu. Dia berdehem canggung, berusaha bersikap biasa.

"Syaqila temanku. Jadi wajar saja jika aku ikut menyahut."

"Tapi aku tidak memiliki urusan denganmu." Pria itu beralih menatap Syaqila yang sejak tadi hanya diam memperhatikan mereka. "Mama menyuruhku untuk membawamu ke butik tante Merta. Siang ini pukul 2, aku akan menunggumu di parkiran."

Pria itu pergi tanpa menunggu jawaban Syaqila.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status