Kembali aku menelan saliva. Semua orang di ruangan ini menatapku dengan serius. Dova mendekatiku sambil menepuk pundakku. Kepalanya sedikit didekatkan pada telinga kananku."Kenapa kau lakukan ini, Artemis?""Hanya itu solusinya, Dova. Kurasa ini bisa menjadi penebus kesalahanku yang telah membuat kau memiliki mata siberkinetik itu."Dova terkejut mendengarnya, ia kini menatapku lekat. Hanya senyuman yang kuberikan padanya. Maaf bukannya aku ingin mati, tapi setiap hal yang kita putuskan tentu memiliki resiko bukan?"Kau akan mati itu resiko terburuknya. Bagaimana dengan Serenada? Dia pasti akan...."Iya, bagaimana dengan Serenada? Kulihat raut wajahnya sedih. Akhirnya aku berjalan menghampirinya. Mengangkat sedikit dagunya dengan dua jari. Matanya sudah berkaca saat menatapku."Setelah sekian lama perjalanan ini haruskah aku kehilangan dirimu, Artemis?""Tidak, yakinlah padaku! Kau masih ingat apa kata peramal di Ichi Hana? Akan ada banyak rintangan yang harus kita lalui.""Berjanjila
"A-apa ini? Kenapa ada gempa?""Aneh, jarang sekali terjadi gempa disini. Tapi ini kuat sekali!""Aku harus membuka...aduh! Pintunya...aaa! Irana, tolong tekan tombol hijau itu!"Irana bersusah payah mencapai tempat dimana tombol hijau itu berada. Tangannya sulit untuk meraih meja kontrol, meski akhirnya bisa juga. Saat pintunya terbuka, seketika gempanya berhenti. Kepulan asap tipis muncul, sebelum akhirnya nampak Artemis berjalan keluar dari mesin itu."Profesor... Artemis masih hidup!""Dova, kau jangan bercanda disituasi semacam ini! Hah? Astaga... aku nyaris tak percaya!""Kakek tidak salah lihat, Artemis masih hidup! Ta-tapi kenapa dengan matanya yang....""Mata itu, kekuatan EARTHSEED-nya masih ada! Apakah ini artinya bukan menghapus tapi....""Dova, kenapa Artemis nampak mengerikan. Aku takut...."Dova juga sebenarnya ketakutan, dia mengajak Serenada untuk kabur. Artemis terus berjalan ke arah mereka berdua. Tangan kanannya terangkat seolah ingin meraih dua orang itu. Tiba-tiba
Serenada sudah senang sekali bertemu denganku. Tiba-tiba saja dia loncat sambil memelukku. Duh, aku rasanya agak aaah...! Masalahnya posisiku masih dengan baju lama yang kancingnya terbuka semua. Dova datang membawakan semua bajuku. Berarti pesan dari jam tangan pintarku terkirim padanya."Iya, sudah Serenada! Tolong lepaskan dulu.""Aku sudah khawatir sekali padamu, Artemis. Jangan tinggalkan aku!""Nyatanya, aku masih hidup kok....""Plaaakkk!"Aduh, kenapa malah ditampar sih! Salahku apalagi coba? Air mata Serenada tak berhenti turun. Kembali dia memelukku. Iya, masalahnya yang ada dibawah itu sudah mendesak sekali. Rasanya aku sudah tak tahan! Untung saja Dova paham dan langsung menyingkirkan tubuh Serenada."Iiih...! Dova kenapa sih? Aku belum....""Kau ini bodoh atau terlalu polos atau bagaimana sih?""Hah! Kau meledekku bodoh?""Kau mau memukulku, Serenada? Pukul saja kalau bisa! Kenapa aku memintamu menyingkir karena itu....""Itu apa, Dova? Katakan yang jelas!""Punya Artemis
"Wanara ini aneh, Artemis! Dia bisa datang begitu saja tanpa perlu kita panggil. Salah satu tandanya kita akan dengar suara monyet saling bersahutan.""Jadi, itu informasi yang kau dapatkan dari orang sekitar sini. Eh, tapi apa itu monyet?""Astaga! Kau tidak tahu? Itu nama binatang yang...ah nanti kau juga melihatnya!"Memang aku tidak tahu apa itu monyet, Irana! Semua hewan dianggap sudah punah selama aku tinggal di dalam Dome V-Corporation. Justru baru aku tahu kalau hewan dan tumbuhan itu masih ada setelah melakukan perjalanan ini."Uu...aa...uu...aa!""Ah, itu dia suara monyet! Se-sepertinya ada banyak deh. A-a-aku takut, Artemis!""Duh, suaranya berisik sekali! Memangnya mereka seperti...uwooow!"Akhirnya aku melihat seperti apa wujud hewan bernama monyet itu. Mereka kecil tapi ada banyak. Tangannya mirip seperti tangan manusia. Mereka semakin mendekat ke arah Irana dan aku. Membuat kami berdua terus berjalan mundur."Ihihihi....""Itu suara monyet juga?""Bukan! Itu suara orang,
Profesor Madrosa rasanya sudah seperti ayahku sendiri. Beliau bahkan mau mencarikanku tempat dimana aku bisa belajar lagi ilmu Arkeologi yang sesungguhnya. Aku senang, setidaknya bisa berkembang lagi disini. Tak lama lulus dari pendidikan itu, aku mendapat kabar lainnya."Temanku di B-Neo City sedang membutuhkan beberapa Arkeolog baru. Aku menyarankan kau untuk mengisi bagian itu. Bagaimana Artemis?""Kurasa tidak masalah, Profesor. Nantinya ada semacam tes atau apa begitu?""Yaah, kurasa hanya wawancara saja. Eh, aku tak bisa memastikannya. Setidaknya kau datang kesana dulu.""Baiklah, kapan waktunya aku harus kesana?"Sementara aku sibuk mempersiapkan ini semua, Dova juga sama sibuknya. Dia beberapa kali ke Dwatta Island menemui Dexta. Sama sepertiku yang mau belajar lagi bahkan dia mulai memberanikan diri untuk belajar sistem robotik.Dova tidak sendirian, dia dibantu oleh Irana yang ternyata sama seperti dirinya. Rencananya mereka memang mau kerjasama untuk membuat alat canggih ter
Tak ada yang tahu Dova kemana sampai Irana tiba-tiba teringat sesuatu tentang kebiasaan laki-laki yang disukainya itu. Perlahan Irana memasuki Hutan AlasRo dengan memakai gaunnya. Cukup sulit, beberapa kali gaunnya tersangkut ranting yang terjatuh."Uuh... aku sebenarnya tak biasa memakai gaun seperti ini!"Irana sangat yakin jika Dova berusaha kabur dari pesta pernikahan sahabatnya itu. Bukannya dia tak suka melihat Artemis menikah dengan Serenada. Namun itu bukan kebiasaannya, dia lebih suka menyendiri. Berada dalam suasana yang tak terlalu ramai orang.Akhirnya Irana menemukan Dova sedang berbicara dengan Wanara. Inilah pertama kalinya dia bertemu dengan guru dari Artemis, Serenada dan Irana. Berusaha mencuri dengar pembicaraan keduanya, Irana memilih tempat bersembunyi yang aman."Ihihi... kau sedih perjalananmu telah berakhir, Dova?""Ya, padahal aku masih mau melakukan perjalanan lagi. Kurasa itu tidak akan mungkin terjadi. Kau tadi bilang namamu adalah Wanara?""Ihihi...itu bena
Asap rokok mengepul di ruangan tempatku berada sekarang. Aku tahu, dulu tak terbiasa merokok. Sekarang justru jadi kecanduan. Andai Wanara tak pernah memberitahuku, ya tentu saja aku tak akan pernah menghisapnya. Ini kulakukan untuk mengurangi rasa sakit setelah adanya mata siberkinetik di tubuhku."Oh, tapi jangan bilang Irana ya!"Dia sangat membenciku kalau aku sedang merokok. Entah dia itu siapa dan kenapa begitu peduli dengan kesehatanku? Dia selalu bilang "Dova, merokok itu tak baik lho" dan aku bosan mendengarnya ribuan kali.Astaga! Aku lupa bilang kalau bukan lagi Artemis yang bercerita. Dia sibuk dengan pekerjaannya sebagai Arkeolog. Kali ini aku, Dova Docovanesh yang akan bercerita pada kalian."Err... tidak penting? Terserah kalian saja!"Setelah berada di Nuuswantaara, aku meminta Profesor Madrosa menghubungi Max. Dia sangat terkejut melihat wajahku nampak bersama teman terbaiknya. Max kupaksa untuk bercerita tentang diriku dulu sejak kelahiranku sampai keluar dari Laborat
Aku mengenal Max dulunya sebagai Ketua Laboratorium. Tidak sopan bila memanggil namanya langsung. Itulah yang diajarkannya pada kami semua, anak-anak hasil dari tabung kehidupan itu. Anak-anak lainnya bisa berteman akrab satu sama lainnya. Hanya aku saja yang kurang bisa menyatu dengan mereka.Sebenarnya kami semua jarang keluar kamar. Hanya dalam kondisi tertentu saja baru dibolehkan. Itu juga hanya sekedar jalan-jalan di laboratorium. Max memperkenalkan pada kami tentang apa saja yang ada di laboratorium utama bagian divisi pengembangan manusia. Tapi aku tidak tertarik!"Kau diam saja sejak tadi, Dova.""Aku tidak suka!"Saat aku hendak berjalan menuju ke kamar, langkahku dicegah oleh Kak Sora. Ya, dia yang memintaku memanggilnya seperti itu."Halo, Dova! Ikut Kakak yuk!""Aku mau ke kamar saja!""Eeh... sekali ini saja! Ayolah, anak yang paling tampan di laboratorium ini."Aku tidak suka dipuji dan rasanya itu berlebihan. Hanya ku pandang sebal wajah Kak Sora. Tapi senyumannya terla
Yess...! Akhirnya Artemis mengijinkanku untuk memakai sisa terakhir dari kapasitas kertas ini. Aku mau menuliskan kisah malam pertama Serenada dan Artemis. Sebenarnya, ini adalah misi selanjutnya dariku dan Irana.Hei, kalian tahu bukan? Artemis dan Serenada itu orangnya polos parah. Mereka tidak paham soal apa yang harus dilakukan oleh pasangan pengantin setelah menikah. Haah... aku tidak tahu! Kenapa bisa punya sahabat seperti mereka?"Roger! Ganti! Posisimu, Irana!""Bzzzt!""Posisi! Aku ada di dekat kamar pengantin."Astaga! Apa yang dilakukan Irana disana? Terpaksa aku datangi saja dan kuseret dulu keluar dari posisinya."Kapten! Bajuku bisa rusak!""Aaah...! Kau ini bagaimana? Kenapa malah ada didepan pintu kamar mereka?""Bukannya kita mau mengawasi, apakah mereka sudah melakukan sesuatu yang benar sebagai pasangan suami istri pertama kalinya?""Tapi jangan didepan pintu! Bagaimana kalau mereka t
Bel rumah Profesor Madrosa berbunyi. Kebetulan sang pemilik rumah sedang pergi bersama cucunya. Jadi, aku yang membukakan pintu kali ini."Halo, Artemis...!""Astaga! Kalian semua...."Dova akhirnya turun dari lantai dua dan ikut menyambut orang-orang yang datang kemari. Dia meminta semuanya masuk dan seketika rumah ini jadi ramai. Acaranya besok, tapi mereka semua sudah hadir. Ternyata Dova mengundang orang-orang ini.Dari B-Neo City ada Azka yang datang dan juga laki-laki dari suku Xafreon yang bernama Purnama. Aku ingat ini, Alamsyah dan Farhein dari keluarga El-Tigre. Padahal Alam ini orangnya selalu sibuk."Aku hanya bisa hari ini saja, Artemis. Farhein yang mewakiliku nanti. Kalau sudah selesai, biar nanti aku jemput."Ternyata itu alasannya kenapa dia mengajak Farhein. Ada Dexta, Alara, Ericko dan juga Asnee yang ikut datang kemari. Asnee yang paling heboh disini. Dia bilang, Primerose akan datang besok.
Waktu terus berlalu di Nuuswantaara...Aku, Irana dan Serenada masih terus berlatih. Bahkan sekarang aku lebih baik dalam mengendalikan kekuatan EARTHSEED ini. Tak perlu lagi marah atau melihat Serenada menderita. Kapanpun asal dibutuhkan, aku bisa mengendalikannya.Perkembangan Irana juga sangat baik dalam mengendalikan listrik di tubuhnya.Profesor Madrosa membantu kami agar bisa mendapatkan tanda bukti bahwa kami sekarang adalah penduduk tetap di Nuuswantaara ini. Bahkan dia yang menunjukkan dimana aku bisa belajar lagi ilmu arkeologi yang sesungguhnya.Sepertinya SKYLAR sebentar lagi akan pensiun. W115 juga ku turunkan dan Profesor Madrosa sangat terkejut melihatnya.Sayangnya, mesin W115 mulai mengalami kerusakan. Irana menyarankan untuk menonaktifkan robot ini. Hanya satu yang kuminta darinya, aku hanya mau mengambil memori milik sahabat robotku ini. Irana dan Dova yang bekerjasama mengeluarkan dan katanya ada rencana mereka mau mem
Sepertinya aku bangun terlalu pagi. Kulihat Serenada dan Dova masih tertidur di kasurnya. Aku meminta W115 membuatkan sarapan dan segelas kopi untukku. Saat aku pergi ke kamar mandi dan membuka baju, baru ku sadari hal lainnya.Aku pikir hanya lengan dan telapak tanganku saja yang nampak lebih besar. Bagian dada dan perut juga jadi lebih bidang. Padahal rasanya dulu biasa saja. Bahkan aku tidak pernah berolahraga rutin untuk membentuk badanku."Haah... sepertinya aku butuh baju baru."Aku hanya berganti pakaian dengan kaos biasa saja. Baju bekas ayah sudah kucoba dan sama saja sempitnya. Saat aku turun sambil memakan sepotong roti dan membawa segelas kopi di tangan, Irana mengejutkanku."Eh, hampir saja ini jatuh!""Pagi, Artemis. Temanmu yang perempuan itu belum bangun?""Serenada? Ya, dia masih tertidur. Aku tidak berani mengganggunya. Ada apa?""Kakekku mengajak kalian sarapan di rumah. Oh ya, ngomong-ngomong saat
"Kakek...! Keluarkan aku dari sini! Aaargh! Lepaskan aku!""Ayo batalkan! Komputer utama... batalkan prosesnya!""PROSES TIDAK BISA DIBATALKAN!""A-apa? Iranaaaa...!""Kakeeeek...! Aaaaa...!""PROSES DIMULAI!""Tidaaaaak...!"Sementara itu, Dova dan Serenada masih terjebak dengan Artemis. Mereka berdua tidak tahu lagi apa yang harus dilakukan."Aku tidak mau mati sekarang, Dova!""Kau pikir aku juga? Artemis... sadarlah!""Dova... Serenada...kalian adalah sahabat terbaikku."Artemis berhasil meraih mereka berdua dan memeluknya. Tapi bagi Dova dan Serenada, mereka justru tersiksa oleh panas yang berasal dari tubuh Artemis."Panaaaas...!""Eergh! Profesor... apa yang harus kami lakukan? Kami sudah tidak tahan lagi...!""Dova, aku tahu! Tahanlah sebentar!"Profesor Madrosa merogoh kantong jas laboratoriumnya. Dia mengeluarkan batu Katilayu yang berasal dari Artemis sebel
"Kau gila, Artemis!""Ya, aku memang sudah gila Dova!""Pikirkan lagi baik-baik, Artemis. Kumohon....""Semua sudah aku pikirkan dan sekarang aku sedang memutuskan itu, Serenada."Profesor Madrosa masih saja diam menatapku. Ternyata Irana punya pemikiran yang sama dengan kedua sahabatku itu. Hari ini aku sudah mempersiapkan diriku untuk itu. Satu tujuanku, ingin hidup normal. Jika memang gagal, biarkan aku menyusul ayah dan ibuku."Kemarilah kalian semua!"Profesor Madrosa menunjukkan satu alat yang ditutupi kain putih. Saat kain penutupnya dibuka, nampak tabung besar berwarna silver dalam kondisi tertutup. Tabung Penghapus, begitulah sebutan yang disematkan oleh sang pembuatnya sendiri."Seharusnya ini untuk Irana. Tapi aku tidak mau terjadi apapun pada cucu kesayanganku itu."Apapun yang terjadi, aku tidak akan mundur. Tujuan terakhirku melakukan perjalanan hanya untuk ini saja. Bertemu dengan Profesor Madrosa dan mengh
Max banyak bercerita pada Profesor Madrosa saat aku sedang perjalanan kemari. Terutama tentang masa laluku, pantas saja tahu nama lengkapku. Sesekali lelaki tua itu menghisap rokoknya."Tidak terganggu dengan rokokku bukan?""Tidak masalah, aku sudah terbiasa."Sebenarnya dia cukup geram dengan Max dan semua yang telah dilakukannya. Menurut Profesor Madrosa, dia sudah sangat keterlaluan. Max telah melanggar etika sains dan itu sebabnya tak pernah lagi muncul. Hanya teman terbaiknya saja yang tahu posisi dia saat ini."Dome milik V-Corporation adalah tempat terbaik baginya untuk bersembunyi. Jika tidak, dia sudah ditangkap dan dipenjara.""Maksudnya ini tentang semua percobaan dia yang melibatkan manusia. Termasuk aku dan Dova?""Dova yang pakai jas laboratorium itu?""Ya, itu aku."Sedikitnya aku jelaskan tentang masa lalu Dova bahwa dia adalah manusia buatan generasi pertama. Max juga yang memimpin dan mengawasi pr
Madrosa menghisap rokoknya, lalu mengeluarkan asapnya. Dia bercerita dulu tentang apa itu EARTHSEED Golem.Rupanya manusia yang menjadi EARTHSEED ini hanya ada satu saja setiap elemennya. Misalnya saja seperti Irana, tidak ada EARTHSEED Golem lainnya yang mampu mengeluarkan listrik dari tubuhnya."Sepertinya dari ceritamu di awal, Artemis. Kau masuk ke dalam elemen tanah. Kekuatanmu bisa menghancurkan tanah bahkan batu yang kau pukul.""Ya, itu benar.""Wah, dia yang namanya Artemis ini EARTHSEED juga ya. Berarti kita sama! Tos dulu!"Irana mengajakku tos dan tentu saja kubalas. Tapi tiba-tiba dia merasa aneh sambil melihat ke telapak tangannya."Eh, padahal aku tadi pakai tangan yang belum terbungkus sarung tangan. Tapi kenapa kau tidak kesetrum?""Karena dia berelemen tanah, Irana. Tanah menyerap energi listrikmu.""Ooh... begitu ya, Kek. Kalau begitu aku setrum yang tadi saja. Siapa namanya?""Dia na
"MENUJU KE HUTAN ALASRO!"SKYLAR masih mengikuti petunjuk sesuai dengan peta offline. Dova meninggalkan ruang kendali sebentar dan sepertinya meminta W115 untuk dibuatkan makanan. Dia mengambil sebotol minuman sari buah di lemari pendingin. Baru dia cium aromanya langsung isinya dibuang ke wastafel."Astaga! Pantas saja! Ini sudah melewati masa kadarluarsa.""Kalau begitu buang saja semuanya. Jadi, minuman yang baru kita beli bisa masuk juga kesini.""Eh, sejak kapan kau ada di belakangku Artemis?""Kupikir mata siberkinetikmu mampu mendeteksi pergerakanku.""Mana bisa kalau kau ada dibelakangku, Artemis. Haah...! Dasar!"Serenada ikut ke belakang, tapi dia hanya mengambil coklat pemberian Madeline tadi. Rasanya masih aneh sampai dengan saat ini melihatnya. Astaga! Tadi aku benar-benar menciumnya ya!"Kau kenapa Artemis? Aneh sekali!""Tidak apa! W115! Buatkan aku makanan yang ini saja.""Baik, Tuan Artemis."