Aku sendiri tak berani menduga apakah Alara memang benar diculik oleh Dr. Black atau bukan. Sebab semuanya baru dugaan saja. Meski kita sudah tahu seperti apa Dr. Black, namun masih banyak pertanyaan yang belum terjawab. Termasuk untuk apa menculik Alara?"Dugaan terkuatku Alara adalah hasil percobaan yang selamat.""Begitu ya, berarti Dr. Black yang membuatnya jadi percobaan maka dia tidak akan melepaskannya.""Bagaimana ya, Artemis? Itu seperti kau telah berhasil membuat sesuatu pastinya hanya ingin dimiliki oleh dirimu saja. Aah! Aku tahu rasanya itu karena juga seorang yaaah begitulah.""Kau masih merasa tak pantas menyebut dirimu seorang ilmuwan, Dova?"Dova hanya menghela napas panjang. Dia memandangku cukup lama, baru melakukan pekerjaannya lagi mengecek Hexacycro. Padahal seharusnya dia sudah pantas untuk menjadi seorang ilmuwan, bukan lagi asisten seperti dulu saat Profesor Sanders masih hidup."Dova?""Artemis, daripada kau menanyakan hal tak penting lebih baik membantuku saj
"Artemis, lakukan sesuatu aaarkh!""Serenadaaa...!"Aku fokus mengeluarkan kekuatanku dalam kondisi terlilit seperti ini. Akhirnya bisa dan coba kuberi satu pukulan pada monster ini."Tsaah! Apa ini? Tidak mungkiiin...!"Berhasil! Monster itu melepaskan lilitannya. Dova segera berguling dan memanggil Hexacycronya. Aku masih berhadapan dengan monster ini yang terus mengaduh kesakitan akibat pukulanku."Hentikaaan tsaaah! Aku tidak ingin menyakiti! Kalian semua orang baaiiik."Hah? Apa maksudnya coba? Dia memasukkan badan ularnya ke dalam bangunan laboratorium Dr. Black. Rupanya ia membawa keluar laki-laki jelek itu sambil melilitnya kuat."Kau keterlaluan, Black! Menyuruhku untuk membunuh merekaaaah! Aku tidak akan terpengaruh olehmu lagiii tsaah....""A-apa kau sudah sadar? Ah, tidak aku harus mencuci otakmu lagi aarkh!""Kau tidak akan bisaaaah! Sekarang waktunya mati, Black!""Ti-tidaaak... Intan, aku masih menyayangimu! Kau aarkh... adalah...."Makhluk itu membunuh Dr. Black dalam l
"Kau sudah tidak merasakan sakit lagi, Artemis?""Ini sudah lumayan, Serenada. Lagipula aku bosan duduk terus. Kemana Ericko tadi setelah membawa W115 kemari?""Dia kembali ke laboratoriumnya bersama Asnee. Katanya dia mau mencoba mengembalikan kondisi Alara kembali seperti semula."Namun aku tak berani menemui Ericko meski badan ini sudah bisa dibuat jalan pelan. Semoga dia bisa segera memulihkan kondisi Alara. Aku sebenarnya masih khawatir dengan kondisi Dova. Meski sudah ditangani oleh Dexta saat ini, perasaanku tak karuan. Ketakutan masih menyelimutiku. Pertanyaan tentang penerimaan Dova terhadap mata barunya itu seolah menjadi hantu dikepalaku."Kau masih khawatir dengan kondisi Dova?"Aku yang tengah mondar-mandir menunggu proses operasi itu langsung menengok ke arah Serenada. Dia tersenyum padaku untuk meyakinkanku bahwa Dova akan menerimanya. Hanya helaan napas panjang yang ada saat ini. Baru duduk kembali sambil terus melihat Serenada."Kau berarti belum mengenal seperti apa D
Setidaknya mata siberkinetik Dova sudah bisa digunakan normal. Meski dia masih bingung kenapa terdapat indikator penunjuk baterai dan sensor seperti pengenalan wajah. Baginya itu cukup mengganggu."Ini tidak bisa dihilangkan saja?""Indikator baterai itu penting sekali. Sebab mata siberkinetik itu tetap harus diisi daya batreinya.""Tidak bisa dengan pengisian tenaga surya begitu, Dexta?""Tidak! Sebab ini berbeda dan aah... aku lupa! Bagaimana dengan Ericko? Dia sudah lama berada di laboratoriumnya."Dexta khawatir dengan kondisi anaknya dan bergegas menuju ke laboratorium Ericko. Kami bertiga mengikutinya dari belakang. Saat masuk, Ericko malah menyambut kami. Namun apa yang ada didalam tabung raksasa membuat kami tercengang."Nak, kau tak apa kan? Lalu siapa yang ada di dalam akuarium raksasamu itu? Jangan katakan kau buat percobaan pada manusia.""Tidak, ayah! I-itu Alara temanku.""Itu Alara! Tapi bagaimana bisa wujudnya jadi seperti itu?"Alara terus berenang di dalam sana. Sesek
Masalah Alara akhirnya terselesaikan. Ericko menuruti ayahnya untuk melakukan pembedahan pada tangan Alara. Keanehan terjadi, batu fossil itu langsung menempel. Bahkan dia dan ayahnya tak perlu menjahit lagi bagian yang sudah dibedah. Kulitnya bisa menutup sendiri dengan bagian batunya masih nampak di luar sedikit."Yaah... ada banyak hal yang tak bisa dipecahkan di Nuuswantaara ini. Seperti kasus Alara dengan batu fossil laut yang aneh itu."Aku juga sebenarnya tak percaya, tapi Ericko menunjukkan foto telapak tangan Alara usai pembedahan. Iya, menutup dengan sempurna dan seolah batunya terganjal disana. Setelah proses itu, Alara bisa normal kembali. Namun saat diuji dengan disiram air saja kakinya bisa kembali menjadi sirip ikan."Lalu seluruh tubuhnya berubah seperti yang pernah kita lihat itu, Artemis.""Wah, berarti dia sangat sensitif dengan air ya.""Dia tidak masalah, asalkan selama kondisi kering masih menjadi selayaknya manusia. Eh, jadi ayahku sekarang sibuk membuat sesuatu
"Aku tidak ikut kalian lagi. Mau disini saja sama Ericko.""Hah! Baguslah, akhirnya anak rusa ini tidak lagi ikut.""Apa kau bilang! Siapa juga yang mau ikut bersamamu? Dasar mata satu!""Kau meledekku mata satu, Asnee?""Kau duluan yang meledekku anak rusa!"Aku malas melerai mereka, biarkan saja nanti toh juga berhenti. Mau sampai kapan Dova selalu saja bikin keributan dengan orang lain? Serenada juga ku larang untuk mendekati mereka berdua. Tunggu saja sampai mereka lelah sendiri!"Kenapa lagi dengan Dova?""Dia memang biasa seperti itu, Dexta."Benar kan, mereka berdua berhenti juga. Asnee akhirnya memilih pergi tapi rupanya Ericko malah kemari. Langkahnya sempat terhenti sesaat."Kau mau kemana, Asnee?""Huh! Aku mau keluar sebentar, Ericko. Dasar! Aku ini masih manusia bukan rusa. bla bla bla....""Ada apa dengan Asnee? Dia kesal sekali kelihatannya. Oh, ya ini jas laboratorium untukmu Dova. Kau suka sekali memakainya ya. Aku saja hanya memakainya saat memang dibutuhkan.""Terima
Sampai juga di X-Marank City dengan laju SKYLAR yang sudah kami buat lebih cepat. Ah, sialnya sampai sini hari mulai gelap. Setidaknya butuh tempat parkir untuk SKYLAR agar bisa berhenti dulu. Tapi apa-apaan ini?"Ramah untuk penjelajah? Lihatlah, lahan parkir banyak yang berbayar!"Lama kami mencari lahan parkir untuk pesawat ini yang gratis saja. Bukan apa-apa, disini biaya yang harus kami keluarkan sekitar lima juta untuk parkir beberapa hari. Kulihat banyak hologram iklan di langit yang menawarkan fasilitas bagi para penjelajah. Lagipula, kita tak pernah tahu berapa isi saldo uang elektronik yang diberikan oleh Alamsyah. Aku tak pernah mengeceknya."Ada yang gratis, lihat hologram di depan sana!"Serenada menunjuk melalui layar didepannya. Kamera depan SKYLAR ia buat fokus untuk bisa membaca lebih jelas. Ternyata memang ada lahan parkir gratis untuk kendaraan apapun milik para penjelajah."Termasuk pesawat ini juga? Coba kita kesana dulu!"Seperti apa lahan yang disediakan? Oh, lua
Madeline celingukan mencari tempat duduk. Ada bangku kosong didekat tempat bertuliskan "Taman Kota". Ia menunjuk pada kami untuk duduk disana saja. Dova sebenarnya sudah malas, ia masih kesal dengan Madeline karena diledek "mata satu" tadi."Kau saja, Artemis! Tadi kan namamu yang disebut.""Eeh, temani aku Dova! Siapa tahu kita bisa minta bantuan untuk....""Aku butuh bantuan kalian bertiga."Raut wajah Dova nampak semakin kesal sembari menunjuk kakek tadi dengan semua tangannya. Seolah dari gerakannya dia ingin berkata "Tuh kaan" padaku yang artinya bukan kami dapat bantuan malah membantu. Madeline berkacak pinggang melihat sikap Dova. Daripada mendengar keributan Dova lagi dengan cucu kakek itu, lebih baik segera kutanggapi saja."Anda butuh bantuan apa? Ee... maaf jadi saya panggil anda siapa?""Ehehe... orang biasa memanggilku, Kakek Z.""Nama kakekmu hanya satu huruf saja?""Orang di X-Marank City lebih mengenalnya dengan nama itu. Jadi, jangan protes!""Kalian berdua berhentilah
Yess...! Akhirnya Artemis mengijinkanku untuk memakai sisa terakhir dari kapasitas kertas ini. Aku mau menuliskan kisah malam pertama Serenada dan Artemis. Sebenarnya, ini adalah misi selanjutnya dariku dan Irana.Hei, kalian tahu bukan? Artemis dan Serenada itu orangnya polos parah. Mereka tidak paham soal apa yang harus dilakukan oleh pasangan pengantin setelah menikah. Haah... aku tidak tahu! Kenapa bisa punya sahabat seperti mereka?"Roger! Ganti! Posisimu, Irana!""Bzzzt!""Posisi! Aku ada di dekat kamar pengantin."Astaga! Apa yang dilakukan Irana disana? Terpaksa aku datangi saja dan kuseret dulu keluar dari posisinya."Kapten! Bajuku bisa rusak!""Aaah...! Kau ini bagaimana? Kenapa malah ada didepan pintu kamar mereka?""Bukannya kita mau mengawasi, apakah mereka sudah melakukan sesuatu yang benar sebagai pasangan suami istri pertama kalinya?""Tapi jangan didepan pintu! Bagaimana kalau mereka t
Bel rumah Profesor Madrosa berbunyi. Kebetulan sang pemilik rumah sedang pergi bersama cucunya. Jadi, aku yang membukakan pintu kali ini."Halo, Artemis...!""Astaga! Kalian semua...."Dova akhirnya turun dari lantai dua dan ikut menyambut orang-orang yang datang kemari. Dia meminta semuanya masuk dan seketika rumah ini jadi ramai. Acaranya besok, tapi mereka semua sudah hadir. Ternyata Dova mengundang orang-orang ini.Dari B-Neo City ada Azka yang datang dan juga laki-laki dari suku Xafreon yang bernama Purnama. Aku ingat ini, Alamsyah dan Farhein dari keluarga El-Tigre. Padahal Alam ini orangnya selalu sibuk."Aku hanya bisa hari ini saja, Artemis. Farhein yang mewakiliku nanti. Kalau sudah selesai, biar nanti aku jemput."Ternyata itu alasannya kenapa dia mengajak Farhein. Ada Dexta, Alara, Ericko dan juga Asnee yang ikut datang kemari. Asnee yang paling heboh disini. Dia bilang, Primerose akan datang besok.
Waktu terus berlalu di Nuuswantaara...Aku, Irana dan Serenada masih terus berlatih. Bahkan sekarang aku lebih baik dalam mengendalikan kekuatan EARTHSEED ini. Tak perlu lagi marah atau melihat Serenada menderita. Kapanpun asal dibutuhkan, aku bisa mengendalikannya.Perkembangan Irana juga sangat baik dalam mengendalikan listrik di tubuhnya.Profesor Madrosa membantu kami agar bisa mendapatkan tanda bukti bahwa kami sekarang adalah penduduk tetap di Nuuswantaara ini. Bahkan dia yang menunjukkan dimana aku bisa belajar lagi ilmu arkeologi yang sesungguhnya.Sepertinya SKYLAR sebentar lagi akan pensiun. W115 juga ku turunkan dan Profesor Madrosa sangat terkejut melihatnya.Sayangnya, mesin W115 mulai mengalami kerusakan. Irana menyarankan untuk menonaktifkan robot ini. Hanya satu yang kuminta darinya, aku hanya mau mengambil memori milik sahabat robotku ini. Irana dan Dova yang bekerjasama mengeluarkan dan katanya ada rencana mereka mau mem
Sepertinya aku bangun terlalu pagi. Kulihat Serenada dan Dova masih tertidur di kasurnya. Aku meminta W115 membuatkan sarapan dan segelas kopi untukku. Saat aku pergi ke kamar mandi dan membuka baju, baru ku sadari hal lainnya.Aku pikir hanya lengan dan telapak tanganku saja yang nampak lebih besar. Bagian dada dan perut juga jadi lebih bidang. Padahal rasanya dulu biasa saja. Bahkan aku tidak pernah berolahraga rutin untuk membentuk badanku."Haah... sepertinya aku butuh baju baru."Aku hanya berganti pakaian dengan kaos biasa saja. Baju bekas ayah sudah kucoba dan sama saja sempitnya. Saat aku turun sambil memakan sepotong roti dan membawa segelas kopi di tangan, Irana mengejutkanku."Eh, hampir saja ini jatuh!""Pagi, Artemis. Temanmu yang perempuan itu belum bangun?""Serenada? Ya, dia masih tertidur. Aku tidak berani mengganggunya. Ada apa?""Kakekku mengajak kalian sarapan di rumah. Oh ya, ngomong-ngomong saat
"Kakek...! Keluarkan aku dari sini! Aaargh! Lepaskan aku!""Ayo batalkan! Komputer utama... batalkan prosesnya!""PROSES TIDAK BISA DIBATALKAN!""A-apa? Iranaaaa...!""Kakeeeek...! Aaaaa...!""PROSES DIMULAI!""Tidaaaaak...!"Sementara itu, Dova dan Serenada masih terjebak dengan Artemis. Mereka berdua tidak tahu lagi apa yang harus dilakukan."Aku tidak mau mati sekarang, Dova!""Kau pikir aku juga? Artemis... sadarlah!""Dova... Serenada...kalian adalah sahabat terbaikku."Artemis berhasil meraih mereka berdua dan memeluknya. Tapi bagi Dova dan Serenada, mereka justru tersiksa oleh panas yang berasal dari tubuh Artemis."Panaaaas...!""Eergh! Profesor... apa yang harus kami lakukan? Kami sudah tidak tahan lagi...!""Dova, aku tahu! Tahanlah sebentar!"Profesor Madrosa merogoh kantong jas laboratoriumnya. Dia mengeluarkan batu Katilayu yang berasal dari Artemis sebel
"Kau gila, Artemis!""Ya, aku memang sudah gila Dova!""Pikirkan lagi baik-baik, Artemis. Kumohon....""Semua sudah aku pikirkan dan sekarang aku sedang memutuskan itu, Serenada."Profesor Madrosa masih saja diam menatapku. Ternyata Irana punya pemikiran yang sama dengan kedua sahabatku itu. Hari ini aku sudah mempersiapkan diriku untuk itu. Satu tujuanku, ingin hidup normal. Jika memang gagal, biarkan aku menyusul ayah dan ibuku."Kemarilah kalian semua!"Profesor Madrosa menunjukkan satu alat yang ditutupi kain putih. Saat kain penutupnya dibuka, nampak tabung besar berwarna silver dalam kondisi tertutup. Tabung Penghapus, begitulah sebutan yang disematkan oleh sang pembuatnya sendiri."Seharusnya ini untuk Irana. Tapi aku tidak mau terjadi apapun pada cucu kesayanganku itu."Apapun yang terjadi, aku tidak akan mundur. Tujuan terakhirku melakukan perjalanan hanya untuk ini saja. Bertemu dengan Profesor Madrosa dan mengh
Max banyak bercerita pada Profesor Madrosa saat aku sedang perjalanan kemari. Terutama tentang masa laluku, pantas saja tahu nama lengkapku. Sesekali lelaki tua itu menghisap rokoknya."Tidak terganggu dengan rokokku bukan?""Tidak masalah, aku sudah terbiasa."Sebenarnya dia cukup geram dengan Max dan semua yang telah dilakukannya. Menurut Profesor Madrosa, dia sudah sangat keterlaluan. Max telah melanggar etika sains dan itu sebabnya tak pernah lagi muncul. Hanya teman terbaiknya saja yang tahu posisi dia saat ini."Dome milik V-Corporation adalah tempat terbaik baginya untuk bersembunyi. Jika tidak, dia sudah ditangkap dan dipenjara.""Maksudnya ini tentang semua percobaan dia yang melibatkan manusia. Termasuk aku dan Dova?""Dova yang pakai jas laboratorium itu?""Ya, itu aku."Sedikitnya aku jelaskan tentang masa lalu Dova bahwa dia adalah manusia buatan generasi pertama. Max juga yang memimpin dan mengawasi pr
Madrosa menghisap rokoknya, lalu mengeluarkan asapnya. Dia bercerita dulu tentang apa itu EARTHSEED Golem.Rupanya manusia yang menjadi EARTHSEED ini hanya ada satu saja setiap elemennya. Misalnya saja seperti Irana, tidak ada EARTHSEED Golem lainnya yang mampu mengeluarkan listrik dari tubuhnya."Sepertinya dari ceritamu di awal, Artemis. Kau masuk ke dalam elemen tanah. Kekuatanmu bisa menghancurkan tanah bahkan batu yang kau pukul.""Ya, itu benar.""Wah, dia yang namanya Artemis ini EARTHSEED juga ya. Berarti kita sama! Tos dulu!"Irana mengajakku tos dan tentu saja kubalas. Tapi tiba-tiba dia merasa aneh sambil melihat ke telapak tangannya."Eh, padahal aku tadi pakai tangan yang belum terbungkus sarung tangan. Tapi kenapa kau tidak kesetrum?""Karena dia berelemen tanah, Irana. Tanah menyerap energi listrikmu.""Ooh... begitu ya, Kek. Kalau begitu aku setrum yang tadi saja. Siapa namanya?""Dia na
"MENUJU KE HUTAN ALASRO!"SKYLAR masih mengikuti petunjuk sesuai dengan peta offline. Dova meninggalkan ruang kendali sebentar dan sepertinya meminta W115 untuk dibuatkan makanan. Dia mengambil sebotol minuman sari buah di lemari pendingin. Baru dia cium aromanya langsung isinya dibuang ke wastafel."Astaga! Pantas saja! Ini sudah melewati masa kadarluarsa.""Kalau begitu buang saja semuanya. Jadi, minuman yang baru kita beli bisa masuk juga kesini.""Eh, sejak kapan kau ada di belakangku Artemis?""Kupikir mata siberkinetikmu mampu mendeteksi pergerakanku.""Mana bisa kalau kau ada dibelakangku, Artemis. Haah...! Dasar!"Serenada ikut ke belakang, tapi dia hanya mengambil coklat pemberian Madeline tadi. Rasanya masih aneh sampai dengan saat ini melihatnya. Astaga! Tadi aku benar-benar menciumnya ya!"Kau kenapa Artemis? Aneh sekali!""Tidak apa! W115! Buatkan aku makanan yang ini saja.""Baik, Tuan Artemis."