Baiklah, setidaknya aku harus menunggu Dexta berhasil memghubungi ayahnya. Sementara itu, kami bisa berada disini dulu. Ericko mengajak kami ke laboratorium pribadinya."Hei, kau tidak mau membeli rumah sendiri untuk laboratoriummu?""Sebenarnya aku mau, tapi ayah melarangku. Ya, karena dia tak mau sendirian di rumah yang besar ini.""Ayahmu penakut rupanya!""Hei, memangnya kau tidak takut kalau tinggal di rumah seluas ini? Rumahku saja dulu harus diisi oleh orang banyak.""Ha! Kau masih percaya pada hantu, Serenada? Ayolah ini tahun 2051 dan hal semacam itu tidak ada!""Kau tidak tahu, Dova. Kami di Nuuswantaara ini sangat kental kepercayaannya dengan makhluk tak kasat mata. Apalagi di Dwatta Island ini.""Aaah! Aku tidak percaya sebelum melihatnya sendiri!"Dova memang dari dulu begitu orangnya. Apa yang belum pernah dialaminya tak akan percaya. Kecuali dia sendiri mengalaminya seperti kasus Nanako dulu. Padahal sudah kuberitahu sejak awal dia tetap nekat. Pada akhirnya dia menangis
Aku sendiri tak berani menduga apakah Alara memang benar diculik oleh Dr. Black atau bukan. Sebab semuanya baru dugaan saja. Meski kita sudah tahu seperti apa Dr. Black, namun masih banyak pertanyaan yang belum terjawab. Termasuk untuk apa menculik Alara?"Dugaan terkuatku Alara adalah hasil percobaan yang selamat.""Begitu ya, berarti Dr. Black yang membuatnya jadi percobaan maka dia tidak akan melepaskannya.""Bagaimana ya, Artemis? Itu seperti kau telah berhasil membuat sesuatu pastinya hanya ingin dimiliki oleh dirimu saja. Aah! Aku tahu rasanya itu karena juga seorang yaaah begitulah.""Kau masih merasa tak pantas menyebut dirimu seorang ilmuwan, Dova?"Dova hanya menghela napas panjang. Dia memandangku cukup lama, baru melakukan pekerjaannya lagi mengecek Hexacycro. Padahal seharusnya dia sudah pantas untuk menjadi seorang ilmuwan, bukan lagi asisten seperti dulu saat Profesor Sanders masih hidup."Dova?""Artemis, daripada kau menanyakan hal tak penting lebih baik membantuku saj
"Artemis, lakukan sesuatu aaarkh!""Serenadaaa...!"Aku fokus mengeluarkan kekuatanku dalam kondisi terlilit seperti ini. Akhirnya bisa dan coba kuberi satu pukulan pada monster ini."Tsaah! Apa ini? Tidak mungkiiin...!"Berhasil! Monster itu melepaskan lilitannya. Dova segera berguling dan memanggil Hexacycronya. Aku masih berhadapan dengan monster ini yang terus mengaduh kesakitan akibat pukulanku."Hentikaaan tsaaah! Aku tidak ingin menyakiti! Kalian semua orang baaiiik."Hah? Apa maksudnya coba? Dia memasukkan badan ularnya ke dalam bangunan laboratorium Dr. Black. Rupanya ia membawa keluar laki-laki jelek itu sambil melilitnya kuat."Kau keterlaluan, Black! Menyuruhku untuk membunuh merekaaaah! Aku tidak akan terpengaruh olehmu lagiii tsaah....""A-apa kau sudah sadar? Ah, tidak aku harus mencuci otakmu lagi aarkh!""Kau tidak akan bisaaaah! Sekarang waktunya mati, Black!""Ti-tidaaak... Intan, aku masih menyayangimu! Kau aarkh... adalah...."Makhluk itu membunuh Dr. Black dalam l
"Kau sudah tidak merasakan sakit lagi, Artemis?""Ini sudah lumayan, Serenada. Lagipula aku bosan duduk terus. Kemana Ericko tadi setelah membawa W115 kemari?""Dia kembali ke laboratoriumnya bersama Asnee. Katanya dia mau mencoba mengembalikan kondisi Alara kembali seperti semula."Namun aku tak berani menemui Ericko meski badan ini sudah bisa dibuat jalan pelan. Semoga dia bisa segera memulihkan kondisi Alara. Aku sebenarnya masih khawatir dengan kondisi Dova. Meski sudah ditangani oleh Dexta saat ini, perasaanku tak karuan. Ketakutan masih menyelimutiku. Pertanyaan tentang penerimaan Dova terhadap mata barunya itu seolah menjadi hantu dikepalaku."Kau masih khawatir dengan kondisi Dova?"Aku yang tengah mondar-mandir menunggu proses operasi itu langsung menengok ke arah Serenada. Dia tersenyum padaku untuk meyakinkanku bahwa Dova akan menerimanya. Hanya helaan napas panjang yang ada saat ini. Baru duduk kembali sambil terus melihat Serenada."Kau berarti belum mengenal seperti apa D
Setidaknya mata siberkinetik Dova sudah bisa digunakan normal. Meski dia masih bingung kenapa terdapat indikator penunjuk baterai dan sensor seperti pengenalan wajah. Baginya itu cukup mengganggu."Ini tidak bisa dihilangkan saja?""Indikator baterai itu penting sekali. Sebab mata siberkinetik itu tetap harus diisi daya batreinya.""Tidak bisa dengan pengisian tenaga surya begitu, Dexta?""Tidak! Sebab ini berbeda dan aah... aku lupa! Bagaimana dengan Ericko? Dia sudah lama berada di laboratoriumnya."Dexta khawatir dengan kondisi anaknya dan bergegas menuju ke laboratorium Ericko. Kami bertiga mengikutinya dari belakang. Saat masuk, Ericko malah menyambut kami. Namun apa yang ada didalam tabung raksasa membuat kami tercengang."Nak, kau tak apa kan? Lalu siapa yang ada di dalam akuarium raksasamu itu? Jangan katakan kau buat percobaan pada manusia.""Tidak, ayah! I-itu Alara temanku.""Itu Alara! Tapi bagaimana bisa wujudnya jadi seperti itu?"Alara terus berenang di dalam sana. Sesek
Masalah Alara akhirnya terselesaikan. Ericko menuruti ayahnya untuk melakukan pembedahan pada tangan Alara. Keanehan terjadi, batu fossil itu langsung menempel. Bahkan dia dan ayahnya tak perlu menjahit lagi bagian yang sudah dibedah. Kulitnya bisa menutup sendiri dengan bagian batunya masih nampak di luar sedikit."Yaah... ada banyak hal yang tak bisa dipecahkan di Nuuswantaara ini. Seperti kasus Alara dengan batu fossil laut yang aneh itu."Aku juga sebenarnya tak percaya, tapi Ericko menunjukkan foto telapak tangan Alara usai pembedahan. Iya, menutup dengan sempurna dan seolah batunya terganjal disana. Setelah proses itu, Alara bisa normal kembali. Namun saat diuji dengan disiram air saja kakinya bisa kembali menjadi sirip ikan."Lalu seluruh tubuhnya berubah seperti yang pernah kita lihat itu, Artemis.""Wah, berarti dia sangat sensitif dengan air ya.""Dia tidak masalah, asalkan selama kondisi kering masih menjadi selayaknya manusia. Eh, jadi ayahku sekarang sibuk membuat sesuatu
"Aku tidak ikut kalian lagi. Mau disini saja sama Ericko.""Hah! Baguslah, akhirnya anak rusa ini tidak lagi ikut.""Apa kau bilang! Siapa juga yang mau ikut bersamamu? Dasar mata satu!""Kau meledekku mata satu, Asnee?""Kau duluan yang meledekku anak rusa!"Aku malas melerai mereka, biarkan saja nanti toh juga berhenti. Mau sampai kapan Dova selalu saja bikin keributan dengan orang lain? Serenada juga ku larang untuk mendekati mereka berdua. Tunggu saja sampai mereka lelah sendiri!"Kenapa lagi dengan Dova?""Dia memang biasa seperti itu, Dexta."Benar kan, mereka berdua berhenti juga. Asnee akhirnya memilih pergi tapi rupanya Ericko malah kemari. Langkahnya sempat terhenti sesaat."Kau mau kemana, Asnee?""Huh! Aku mau keluar sebentar, Ericko. Dasar! Aku ini masih manusia bukan rusa. bla bla bla....""Ada apa dengan Asnee? Dia kesal sekali kelihatannya. Oh, ya ini jas laboratorium untukmu Dova. Kau suka sekali memakainya ya. Aku saja hanya memakainya saat memang dibutuhkan.""Terima
Sampai juga di X-Marank City dengan laju SKYLAR yang sudah kami buat lebih cepat. Ah, sialnya sampai sini hari mulai gelap. Setidaknya butuh tempat parkir untuk SKYLAR agar bisa berhenti dulu. Tapi apa-apaan ini?"Ramah untuk penjelajah? Lihatlah, lahan parkir banyak yang berbayar!"Lama kami mencari lahan parkir untuk pesawat ini yang gratis saja. Bukan apa-apa, disini biaya yang harus kami keluarkan sekitar lima juta untuk parkir beberapa hari. Kulihat banyak hologram iklan di langit yang menawarkan fasilitas bagi para penjelajah. Lagipula, kita tak pernah tahu berapa isi saldo uang elektronik yang diberikan oleh Alamsyah. Aku tak pernah mengeceknya."Ada yang gratis, lihat hologram di depan sana!"Serenada menunjuk melalui layar didepannya. Kamera depan SKYLAR ia buat fokus untuk bisa membaca lebih jelas. Ternyata memang ada lahan parkir gratis untuk kendaraan apapun milik para penjelajah."Termasuk pesawat ini juga? Coba kita kesana dulu!"Seperti apa lahan yang disediakan? Oh, lua