Ganang berjalan melalui jalan setapak di sekitar pinggiran sungai. Jalannya cukup terjal, membuat kaki harus ekstra hati-hati memillih jalan agar tidak terpeleset, beresiko masuk ke dalam sungai dengan air berwarna kehitaman itu.
Rerumputan basah setinggi betis orang dewasa dilewati Ganang dengan hati-hati. Takut kalau saja terdapat ular atau pun binatang berbisa lainnya yang akan menggigitnya.
Baru kali ini Ganang melewati jalanan ini. Bahkan ia tidak pernah tahu bahwa di daerah ini terdapat sungai berwarna kehitaman dengan jalanan yang terjal bebatuan.
Sebenarnya Ganang ragu untuk menuruti ucapan Aryo, sahabatnya. Namun, hasrat hatinya sungguh tak mampu menunggu lebih lama. Ingin sekali dia mendekati Arumi dengan cara yang baik, melakukan pendekatan pada umumnya. Mengajaknya nonton bioskop bersama, makan malam bersama, atau hanya sekedar menikmati suasana sore di pinggir pantai.
Sikap Arumi yang apatis bahkan anti pati sungguh membuatnya tak sanggup menahan. Ada rasa sakit menusuk-nusuk hatinya ketika tatapan sinis mata Arumi yang indah menghunjam jantungnya. Dia sungguh memikat hati. Laki-laki mana yang tidak akan terpikat akan kecantikannya.
Setelah berjalan sekitar empat puluh lima menit, Ganang berada di penghujung sungai berair kehitaman itu. Di tengah-tengah sungai terdapat pondokan terbuat dari kayu jati tua dengan atap terbuat dari rumbai-rumbai.
Pondok dengan posisi atas mengerucut itu menambah kesan mistis di penglihatan Ganang. Di ujung atap terdapat kepulan asap berbentuk silinder melingkar, membumbung tinggi ke angkasa. Sesuatu yang aneh bagi penglihatan Ganang. Di cuaca panas, tapi basah, sisa-sisa hujan semalam rasanya tidak mungkin menyalakan perapian di dalam pondok sempit dengan satu pintu dan satu jendela yang tertutup.
Ganang menghentikan langkahnya, ragu untuk melanjutkan langkahnya menuju ke sana. Bulu halus di sekitar tengkuknya meremang, membuat Ganang menggosokkan tangan pada tengkuknya. Tanpa menunggu lama, Ganang memutar balik tubuhnya, ingin mengurungkan niat untuk menemui penghuni pondok tersebut.
Namun, hal aneh terjadi padanya. Tubuhnya seolah terpaku pada posisi semula. Kedua kakinya tergerak dengan sendirinya, melangkah kearah jembatan kayu yang hampir putus menuju ke tengah-tengah sungai.
Berkali-kali Ganang menahan kakinya agar tidak melangkah menuju jembatan. Sekuat apa pun ia menahan, tak kuasa melawan dorongan kuat yang seolah memaksanya untuk terus berjalan meniti jembatan kayu itu.
Keringat dingin membasahi pelipis dan keningnya, berusaha sekuat tenaga menahan dorongan mistis yang mengarahkannya menuju pondokan. Akhirnya, Ganang pasrah, mengikuti dorongan yang tak kasat mata seolah mendorong kedua kakinya melangkah melewati titian kayu.
Ganang menundukkan kepala, menatap kakinya yang melangkah melewati kayu yang tadinya terlihat rapuh. Sontak Ganang terkejut bukan kepalang, melihat titian kayu tersebut seolah melayang di atas air. Tubuhnya gemetar menahan rasa takut. Tanpa disadari, kakinya kini telah menapak di lantai bertanah tepat di tengah-tengah sungai berair hitam.
Ganang mengedarkan pandangan ke lingkungan sekitarnya. Bagaimana mungkin di tengah-tengah sungai terdapat sebuah gundukan tanah tepat di bawah pondok misterius yang dilihatnya tadi.
Kedua kaki yang tadinya dirawa berat akibat dorongan yang tak terlihat, kini begitu ringan. Kali ini kedua kakinya bergerak karena keinginan hatinya sendiri, bukan lagi dorongan yang apa pun yang berada di sekeliling Ganang.
Tatapan Ganang terhenti pada pintu pondok yang berada di depannya. Pintu tua terbuat dari kayu jati yang secara asal dipotong kemudian dipaku membentuk pintu. Bangunan pondok yang tampak aneh dengan bentuk tidak simetris di kedua bagian sisinya. Tampak ganjil dan tidak biasa.
Pintu pondok tersebut tiba-tiba terbuka lebar, membuat jantung Ganang berdetak kencang karena terkejut. Aroma asing tercium, menelusuri rongga hidungnya. Aroma basah dan menyengat, tapi sangat asing ditangkap oleh indera penciumannya. Tidak ada seorang pun yang keluar dari dalam pondokan tersebut. Lagi-lagi kedua kaki Ganang seolah di tarik menuju ke dalam pondok. Ganang menahan kedua kakinya lagi, tapi tak mampu melawannya.
Kini, kedua kakinya telah memasuki pondok misterius. Pintu berdebam, tertutup dengan sendirinya. Ganang menatap takjub isi di dalam pondokan yang tampak kecil dari luar. Siapa yang menyangka bahwa pondok ini ternyata begitu luas, dengan sekat-sekat terbuat dari jerami yang telah dikeringkan.
Di bagian sudut sebelah kirinya terdapat sebuah lemari besar berisikan ratusan bahkan ribuan botol berukuran kecil dengan cairan berbeda warna. Di sudut sebelak kanannya terdapat sebuah dipan terbuat dari kayu beralaskan tikar pandan. Terdapat satu buah meja berukuran rendah tepat di tengah-tengahnya.
Ganang melangkah memasuki ruangan bagian tengah yang begitu luas dan kosong. Kemudian tepat di bagian ujung sisi rumah terdapat sebuah tungku pembakaran dengan api besar. Herannya, tidak dirasakannya hawa panas dari perapian. Hawa ruangan ini cenderung dingin mencekap.
Ganang mendekati tungku pembakaran tersebut, di atasnya terdapat bejana terbuat dari tanah liat berukuran sangat besar, setinggi perut orang dewasa. Di dalamnya terdapat cairan yang meletup-letup dan mengeluarkan aroma. Kini Ganang tahu dari mana aroma asing yang ditangkap indera penciumannya tadi. Karena aroma tersebut kini menguar tajam dari bejana besar tersebut.
Di dalam bejana tersebut terdapat sebuah kayu berwarna-warni. Ganang tidak dapat mengenali dengan baik jenis kayu-kayuan tersebut. Air dalam bejana yang meletup-letup itu berubah warna berkali-kali. Sesaat berubah warna menjadi biru terang, kemudian berubah menjadi hijau, merah, kuning, bahkan menghitam seperti air sungai yang tadi dilewatinya.
“Ehem ….” Terdengar suara deheman, membuat Ganang lagi-lagi terlonjak, mundur satu langkah dari tempatnya berdiri.
Dari balik lemari yang berada tepat di sampingnya, muncul seorang lelaki tua berambut putih awut-awutan mengenakan pakaian berbahan dasar kaos dan celana jins belel yang yang sudah berlubang di beberapa bagian.
Pria berpenampilan eksentrik tersebut tersenyum lebar memperlihatkan gigi-giginya yang sebagian telah ompong. Kemudian terkekeh sambil berjalan tertatih-tatih mendekati bejana besar tersebut.
“Sudah puas, liat-liatnya?” tanya si mbah mengambil sebuah kayu panjang berukuran sekitar satu meter yang ujungnya pipih seperti sendok. Kemudian memasukkannya ke dalam bejana. Sesekali tangannya memutar, mengaduk cairan yang berada dalam bejana. Letupan kecil muncul di tengah-tengah bejana.
Ganang menelan ludah, dengan jantung berdebar-debar. Keringat dingin muncul di keningya. “Su-su-sudah, Mbah. Ma-ma-af, s-s-saya tidak sengaja masuk, t-t-tanpa seizin mbah,” ucapnya gugup.
Mbah Sukoh, nama pemilik pondok tersebut kembali tertawa terkekeh, panjang dan lama. Kemudian tiba-tiba tawanya hilang seketika. Ganang menatap kearah Mbah Sukoh dengan tatapan menyelidik. Mengapa tiba-tiba tawanya menghilang.
“Ayo kita duduk-duduk di sana,” ucap mbah Sukoh setelah meletakkan kayu panjang untuk mengaduk ramuan di atas sebuah meja kecil di sebelah lemari.
Mbah Sukoh berjalan perlahan diikuti oleh Ganang menuju dipan yang terdapat sebuah meja lesehan di atasnya.
Lelaki tua itu meletakkan sandal jepitnya di bawah dipan, kemudian mengangkat kedua kakinya di atas dipan. Dengan duduk bersila tepat menghadap ke meja berkaki rendah.“Ayo, silahkan naik dan duduk di depanku,” ucap Mbah Sukoh sambil menatap wajah Ganang.Perlahan, Ganang mengangkat kedua kakinya kemudian melipatnya, duduk dalam posisi bersila di hadapan Mbah Sukoh yang di batasi oleh meja.Mereka terdiam cukup lama. Ganang menjadi salah tingkah, tidak tahu harus mulai dari mana untuk menyampaikan niat dan tujuannya datang menemui Mbah Sukoh.“Onok opo, toh, cah ngganteng?” (ada apa, anak ganteng?) tanya Mbah Sukoh dengan senyum lebar di bibirnya. Kumis tipis berwarna abu-abu tumbuh di atas bibirnya.“Anu, Mbah … itu … saya ….” Ganang kesulitan mengungkapkan maksud dan tujuan kehadirannya menemui Mbah Sukoh. Bingung mau memulainyan dari mana.“Ojok gugup, ngomonge sing alon-alon,
“Saya yakin dengan keputusan saya ini, Mbah. Kalau saya tidak yakin, saya tidak mungkin akan hadir di sini, menemui Mbah. Apalagi, untuk menuju ke sini rutenya lumayan berat. Saya harus berjalan sekitar empat puluh lima menit.”Ganang memperhatikan Mbah Sukoh yang tatapan matanya masih menerawang jauh.“Kamu tahu, mengapa jalan untuk menuju kemari membutuhkan waktu yang lama?” Mbah Sukoh tiba-tiba balik bertanya, yang membuat Ganang tidak memahami mengapa hal itu terjadi.Mbah Sukoh mengalihkan pandangannya, kini menatap tajam pada Ganang. Tatapan yang menyiratkan agar Ganang memikirkan jawaban yang tepat untuk pertanyaan yang diajukannya.Ganang menggelengkan kepalanya, “Saya tidak tahu, Mbah. Saya kira memang jaraknya jauh dari pinggir jalan tempat saya memarkirkan kendaraan saya.”Mbah Sukoh menganggukkan kepalanya lagi, kemudian menghisap cerutunya, kali ini lebih lama, dari pada sebelumnya.&ldq
Pagi ini lumayan cerah, tidak seperti hari-hari sebelumnya yang tidak menentu cuacanya. Meskipun cuaca panas, tapi hawa dingin menyerang kulit hingga menusuk ke dalam sumsum tulang. Pertengahan tahun begini cuaca menjadi super dingin, yang kerap kali membuat Ganang senewen.Bagaimana tidak senewen, kalau hampir setiap pagi hari harus merasakan perut mulas karena ingin buang air. Dan tidak main-main, hal ini selalu ia rasakan setiap pertengahan tahun mulai dari pertama kalinya menjejakkan kaki di pulau Jawa, tepatnya kota Malang.Di tempat asalnya, di pulau Sumatera, iklim dan hawanya sungguh teramat menyiksa. Hawanya sangatlah panas hingga mampu membakar kulit. Belum lagi, harus sering berganti pakaian setiap saat karena keringat yang selalu membanjiri tubuh.Sudah hampir dua puluh tahun lamanya Ganang memilih untuk tinggal dan menetap di kota Malang. Lulus SMA, ia mendapatkan kesempatan untuk berkuliah di sini. Perjuangan yang tidak mudah untuk mampu bertahan h
Untunglah, isi perut akhirnya bisa keluar juga. Hilang sudah rasa mules yang menyiksa. Ganang baru saja menutup pintu toilet yang berada di sudut ruangannya. Ketika disadarinya bahwa Sherly tak lagi berada di dalam ruangannya. Senyum tipis tersungging di bibirnya. Sesekali digelengkannya kepala mengingat tingkah Sherly yang terkadang sangat berani dan menggoda itu.Ganang kembali menduduki kursi putarnya, memeriksa dokumen dalam map berwarna hitam yang dibawa oleh Sherly barusan. Profile perusahaan yang mengajukan kerja sama kali ini tampak berbeda dari yang sebelumnya. Pada umumnya perusahaan akan menggunakan nama merk perusahaannya dengan nama-nama yang mendunia.‘Tamarin Gas’ nama perusahaan itu, mengingatkan Ganang akan sebuah buah yang berbuah asam, yakni asam Jawa. Bukankah Tamarin adalah nama latin untuk asam Jawa.Penasaran, Ganang membuka profil perusahaan. Benar saja, perusahaan itu baru berdiri dan baru akan melebarkan sayapnya. Untu
Suara music terdengar bergemuruh di dalam sebuah gedung yang berada di pinggir jalan utama kota. Bisa dibayangkan bagaimana suasana di dalamnya ketika menginjakkan kaki memasuki gedung itu.Ganang memarkirkan kendaraannya di sebuah lahan parkir yang sudah hampir penuh. Untung saja ada seorang juru parkir yang membantunya menemukan lahan parkir. Kalau tidak ketemu, alamat dia harus memarkirkan kendaraannya di luar area diskotek.Ketika baru saja turun dari kendaraan, bayangan Aryo, sahabat dan juga rekan kerjanya muncul dari balik mobil berwarna merah menyala miliknya. Rambutnya yang disemir berwarna coklat berkilau tertimpa cahaya lampu yang berada tepat di samping mobilnya.Aryo melambaikan tangannya, mengetahui keberadaanku yang tak jauh dari tempatnya berdiri. Segera kuhampiri Aryo, yang ternyata tidak datang sendiri.Di sampingnya ada seorang gadis cantik bertubuh mungil dengan pakaian minim, memperlihatkan beberapa bagian tubuhnya. Dengan atasan bert
Sherly menghisap rokok kemudian menghembuskan asapnya yang mengepul dari bibirnya yang sensual. Ganang mengerutkan kening, melihat Sherly yang merokok di hadapannya.“Maaf, saya lagi pengen merokok,” ucapnya tanpa menunggu persetujuan Ganang sambil menggerakkan kepalanya mengikuti irama music.Tak lama kemudian, Sari muncul sambil membawa baki berisi minuman yang tadi Ganang pesan. Sari menyadari kehadiran Sherly, bukan gadis yang tadinya datang bersamaan dengan Ganang dan Aryo.“Tumben, Abang bawa teman wanita,” ucap Sari sambil mengamati Sherly yang asyik menghisap rokoknya.Sherly yang mendengar ucapan Sari menatapnya dengan pandangan tidak suka. Tidak sepantasnya seorang pelayan memberikan komentar terhadap pengunjungnya.“Oh, dia teman satu kantor sama saya. Kebetulan Sherly datang menyusul,” ungkap Ganang ramah. “Kamu mau minum apa, Sherly?“Yang kadar alkoholnya rendah aja,”
Ganang akhirnya mampu melapaskan diri dari Sherly, kemudian segera mengejar sosok gadis yang baru saja di temuinya. Ganang setengah berlari menuju arah pintu keluar, mencari tahu apakah para penjaga pintu mengetahui keberadaan gadis itu. Sayang sekali, gadis itu tidak dapat ditemukannya.Kali ini Ganang berjalan menuju toilet wanita, memeriksa kalau saja gadis itu dapat ditemuikannya di sana. Lagi-lagi, nihil. Setelah mengitari dan mengamati sekeliling ruangan untuk beberapa kali, akhirnya Ganang menyerah. Gadis itu tidak ada di mana pun.Ganang mendekati Bartender yang dikenalinya. “Ramon, bisakah aku bertanya sesuatu padamu?” tanya Ganang pada Ramon, si Bartender.“Hei, Bang Ganang! Kirain siapa. Mau tanya apa, nih?” tanya Ramon penasaran pada pelanggannya itu.“Apakah kamu melihat seorang gadis cantik bermata coklat berada di sini? Dia baru saja membawa minuman dari sini,” jelas Ganang, cepat.
Ganang terbangun di pagi hari ketika jam dinding telah menunjukkan pukul tujuh pagi. Ia baru saja akan bangkit dari pembaringannya ketika tiba-tiba kepalanya terasa pusing. Ia memilih untuk kembali merebahkan tubuhnya, dari pada harus menanggung rasa sakit.Sambil menekan bagian puncak kepalanya yang pusing, Ganang mencoba mengingat kejadian apa yang dialaminya semalam. Kejadian yang membuat kepala dan tubuhnya seolah sakit semua.Beberapa gelas minuman keras yang di tenggaknya, tawaran dari Ramon, si Bartender teman kenalannya yang menawarkan varian minuman hasil racikan terbarunya. Dan memang benar, minuman hasil racikannya luar biasa pas di lidah, juga mengakibatkan rasa pusing hingga kini.Sekelebat bayangan gadis cantik berambut hitam tergerai sebatas pinggul dengan mata bundar berwarna coklat melintas. Ganang baru mengigat kejadian semalam, ketika gadis cantik itu menabrak tubuhnya dan menumpai segelas minuman pada pakaiannya. Noda yang diakibatkan m
“Arumi, nanti tolong kamu follow up terus ya dengan Pak Ganang.” Pak Hadi memberikan perintah pada Arumi setelah mereka tiba di kantor.Arumi berat hati menganggukkan kepalanya. Tidak menyangka harus menerima kesialan seperti ini. Sudah bertahun tahun berada di kota ini tidak cukup untuk menghapus luka lama yang menggores dalam di hati.Dia, pria itu, kini berada begitu dekat dengannya. Seperti dulu, dekat, sering bersama, tapi kebencian terpancar jelas. Disayangkan mengapa harus terulang kembali.“Ya. Pak Hadi. Saya mengerti. Akan saya follow up terus pak Ganang.” Arumi sedang tidak ingin berdebat dengan bosnya itu. Lebih baik ia diam dan mengiyakannya saja.Bukan karena tidak ingin melaksanakan tanggung jawab dan kewajiban. Hanya saja, kali ini merupakan hal yang terberat bagi Arumi. Kalau Arumi diberikan kesempatan untuk memilih, Arumi lebih memilih menghindar saja, tidak ikut terlibat dengan kerjasama kali ini.Arumi ber
Suara lembut nan merdu itu seolah melantunkan lagu romantis di telinga Ganang. Sungguh, baru kali ini ia merasakan debaran di dada ketika bertemu dengan seorang wanita cantik. Sebagai tambahan, wanita cantik itu adalah sosok gadis yang membuatnya sangat penasaran dalam semalam.“Ganang Respati. Senang berkenalan dengan anda,” ucap Ganang masih menggenggam erat jemari Arumi.Sekilas terlintas di pelupuk mata Ganang ada kerutan di antara kedua mata Arumi. Seperti sedang menduga sesuatu. Namun, pikiran itu segera dihilangkannya."Silakan duduk."Ganang mempersilahkan kedua orang tamunya itu menduduki kursi sofa di Salah satu sudut ruangannya. Tempat yang sengaja disediakan untuk tamu.Sherly yang sedari tadi diam mematung, mengambil posisi duduk di sebelah kiri Ganang. Tatapan matanya sesekali mengawasi gerak gerik Ganang dan Arumi. Ganang yang tak melepaskan pandangannya sedetik pun dari sosok Arumi.Selagi kedua tamunya duduk, Gan
Ganang menikmati sarapan paginya, sepiring nasi goreng dan secangkir kopi hitam pesanannya. Suasana kantin pada padi hari memang tampak lengang, membuat suasana menjadi lebih santai untuk menikmati hidangan.Karyawan diberikan batas waktu istirahat hingga pukul tujuh tiga puluh pagi. Mereka tidak diperkenankan untuk duduk-duduk apalagi nongkrong sambil bergosip berlama-lama di kantin. Mengingat pekerjaan yang harus menjadi dead line tidak sedikit.Semua karyawan dituntut untuk bekerja sesuai dengan dead line. Ganang sebagai seorang atasan di bidang Analis memiliki kebebasan untuk melaksanakan tanggung jawabnya. Pekerjaan di bidangnya memang tidak menuntut waktu yang lama dan rutin setiap hari, tapi membutuhkan konsentrasi tinggi untuk mengerjakannya.Untuk itu, Ganang memberikan kesempatan pada tim nya untuk bekerja lebih santai, tapi teratur dan professional. Karena Ganang menginginkan hasil kerja yang sempurna.Seorang off
Ganang terbangun di pagi hari ketika jam dinding telah menunjukkan pukul tujuh pagi. Ia baru saja akan bangkit dari pembaringannya ketika tiba-tiba kepalanya terasa pusing. Ia memilih untuk kembali merebahkan tubuhnya, dari pada harus menanggung rasa sakit.Sambil menekan bagian puncak kepalanya yang pusing, Ganang mencoba mengingat kejadian apa yang dialaminya semalam. Kejadian yang membuat kepala dan tubuhnya seolah sakit semua.Beberapa gelas minuman keras yang di tenggaknya, tawaran dari Ramon, si Bartender teman kenalannya yang menawarkan varian minuman hasil racikan terbarunya. Dan memang benar, minuman hasil racikannya luar biasa pas di lidah, juga mengakibatkan rasa pusing hingga kini.Sekelebat bayangan gadis cantik berambut hitam tergerai sebatas pinggul dengan mata bundar berwarna coklat melintas. Ganang baru mengigat kejadian semalam, ketika gadis cantik itu menabrak tubuhnya dan menumpai segelas minuman pada pakaiannya. Noda yang diakibatkan m
Ganang akhirnya mampu melapaskan diri dari Sherly, kemudian segera mengejar sosok gadis yang baru saja di temuinya. Ganang setengah berlari menuju arah pintu keluar, mencari tahu apakah para penjaga pintu mengetahui keberadaan gadis itu. Sayang sekali, gadis itu tidak dapat ditemukannya.Kali ini Ganang berjalan menuju toilet wanita, memeriksa kalau saja gadis itu dapat ditemuikannya di sana. Lagi-lagi, nihil. Setelah mengitari dan mengamati sekeliling ruangan untuk beberapa kali, akhirnya Ganang menyerah. Gadis itu tidak ada di mana pun.Ganang mendekati Bartender yang dikenalinya. “Ramon, bisakah aku bertanya sesuatu padamu?” tanya Ganang pada Ramon, si Bartender.“Hei, Bang Ganang! Kirain siapa. Mau tanya apa, nih?” tanya Ramon penasaran pada pelanggannya itu.“Apakah kamu melihat seorang gadis cantik bermata coklat berada di sini? Dia baru saja membawa minuman dari sini,” jelas Ganang, cepat.
Sherly menghisap rokok kemudian menghembuskan asapnya yang mengepul dari bibirnya yang sensual. Ganang mengerutkan kening, melihat Sherly yang merokok di hadapannya.“Maaf, saya lagi pengen merokok,” ucapnya tanpa menunggu persetujuan Ganang sambil menggerakkan kepalanya mengikuti irama music.Tak lama kemudian, Sari muncul sambil membawa baki berisi minuman yang tadi Ganang pesan. Sari menyadari kehadiran Sherly, bukan gadis yang tadinya datang bersamaan dengan Ganang dan Aryo.“Tumben, Abang bawa teman wanita,” ucap Sari sambil mengamati Sherly yang asyik menghisap rokoknya.Sherly yang mendengar ucapan Sari menatapnya dengan pandangan tidak suka. Tidak sepantasnya seorang pelayan memberikan komentar terhadap pengunjungnya.“Oh, dia teman satu kantor sama saya. Kebetulan Sherly datang menyusul,” ungkap Ganang ramah. “Kamu mau minum apa, Sherly?“Yang kadar alkoholnya rendah aja,”
Suara music terdengar bergemuruh di dalam sebuah gedung yang berada di pinggir jalan utama kota. Bisa dibayangkan bagaimana suasana di dalamnya ketika menginjakkan kaki memasuki gedung itu.Ganang memarkirkan kendaraannya di sebuah lahan parkir yang sudah hampir penuh. Untung saja ada seorang juru parkir yang membantunya menemukan lahan parkir. Kalau tidak ketemu, alamat dia harus memarkirkan kendaraannya di luar area diskotek.Ketika baru saja turun dari kendaraan, bayangan Aryo, sahabat dan juga rekan kerjanya muncul dari balik mobil berwarna merah menyala miliknya. Rambutnya yang disemir berwarna coklat berkilau tertimpa cahaya lampu yang berada tepat di samping mobilnya.Aryo melambaikan tangannya, mengetahui keberadaanku yang tak jauh dari tempatnya berdiri. Segera kuhampiri Aryo, yang ternyata tidak datang sendiri.Di sampingnya ada seorang gadis cantik bertubuh mungil dengan pakaian minim, memperlihatkan beberapa bagian tubuhnya. Dengan atasan bert
Untunglah, isi perut akhirnya bisa keluar juga. Hilang sudah rasa mules yang menyiksa. Ganang baru saja menutup pintu toilet yang berada di sudut ruangannya. Ketika disadarinya bahwa Sherly tak lagi berada di dalam ruangannya. Senyum tipis tersungging di bibirnya. Sesekali digelengkannya kepala mengingat tingkah Sherly yang terkadang sangat berani dan menggoda itu.Ganang kembali menduduki kursi putarnya, memeriksa dokumen dalam map berwarna hitam yang dibawa oleh Sherly barusan. Profile perusahaan yang mengajukan kerja sama kali ini tampak berbeda dari yang sebelumnya. Pada umumnya perusahaan akan menggunakan nama merk perusahaannya dengan nama-nama yang mendunia.‘Tamarin Gas’ nama perusahaan itu, mengingatkan Ganang akan sebuah buah yang berbuah asam, yakni asam Jawa. Bukankah Tamarin adalah nama latin untuk asam Jawa.Penasaran, Ganang membuka profil perusahaan. Benar saja, perusahaan itu baru berdiri dan baru akan melebarkan sayapnya. Untu
Pagi ini lumayan cerah, tidak seperti hari-hari sebelumnya yang tidak menentu cuacanya. Meskipun cuaca panas, tapi hawa dingin menyerang kulit hingga menusuk ke dalam sumsum tulang. Pertengahan tahun begini cuaca menjadi super dingin, yang kerap kali membuat Ganang senewen.Bagaimana tidak senewen, kalau hampir setiap pagi hari harus merasakan perut mulas karena ingin buang air. Dan tidak main-main, hal ini selalu ia rasakan setiap pertengahan tahun mulai dari pertama kalinya menjejakkan kaki di pulau Jawa, tepatnya kota Malang.Di tempat asalnya, di pulau Sumatera, iklim dan hawanya sungguh teramat menyiksa. Hawanya sangatlah panas hingga mampu membakar kulit. Belum lagi, harus sering berganti pakaian setiap saat karena keringat yang selalu membanjiri tubuh.Sudah hampir dua puluh tahun lamanya Ganang memilih untuk tinggal dan menetap di kota Malang. Lulus SMA, ia mendapatkan kesempatan untuk berkuliah di sini. Perjuangan yang tidak mudah untuk mampu bertahan h