“Saya yakin dengan keputusan saya ini, Mbah. Kalau saya tidak yakin, saya tidak mungkin akan hadir di sini, menemui Mbah. Apalagi, untuk menuju ke sini rutenya lumayan berat. Saya harus berjalan sekitar empat puluh lima menit.”
Ganang memperhatikan Mbah Sukoh yang tatapan matanya masih menerawang jauh.
“Kamu tahu, mengapa jalan untuk menuju kemari membutuhkan waktu yang lama?” Mbah Sukoh tiba-tiba balik bertanya, yang membuat Ganang tidak memahami mengapa hal itu terjadi.
Mbah Sukoh mengalihkan pandangannya, kini menatap tajam pada Ganang. Tatapan yang menyiratkan agar Ganang memikirkan jawaban yang tepat untuk pertanyaan yang diajukannya.
Ganang menggelengkan kepalanya, “Saya tidak tahu, Mbah. Saya kira memang jaraknya jauh dari pinggir jalan tempat saya memarkirkan kendaraan saya.”
Mbah Sukoh menganggukkan kepalanya lagi, kemudian menghisap cerutunya, kali ini lebih lama, dari pada sebelumnya.
“Itu artinya bahwa sebenarnya kamu memiliki kemauan yang keras untuk mencapai tujuanmu. Bisa saja, dalam waktu satu menit kamu tiba di sini, yang akan membuat kamu semakin menggampangkan masalah.” Mbah Sukoh menghisap cerutunya lagi sebelum melanjutkan perkataannya. “Sebaliknya, semakin keras usaha yang dilakukan seseorang, menunjukkan betapa kuat pula keinginannya untuk mencapai tujuan.” Mbah Sukoh tertawa keras, membuat tubuh ringkihnya terguncang.
“Saya kok bingung, ya, Mbah. Tidak mengerti apa yang Mbah maksudkan,” ucap Ganang dengan kerutan di keningnya.
Mbah Sukoh menghentikan tawanya sejenak, kemudian menatap Ganang sambil memicingkan matanya. Meyakinkan dirinya apakah benar yang diucapkan oleh Ganang. Kemudian senyum samar muncul di wajah tuanya.
“Jadi, intinya, bahwa kamu benar-benar berusaha keras untuk dapat menaklukkan perempuan itu. Benar atau salah ucapan saya?” Ganang akhirnya menganggukkan kepalanya, mengerti apa yang dimaksud oleh Mbah Sukoh.
“He … he… he ….” Mbah Sukoh terkekeh lagi dengan tubuh terguncang. “Dengan kata lain, bahwa kamu benar-benar berniat mencapai tujuanmu. Bukan sekedar niat untuk menaklukkan hati perempuan itu, tapi jauh lebih dalam. Ingin memilikinya seutuhnya.” Seringai lebar tersirat dari wajah tua Mbah Sukoh. Sejenak ada rasa takut melintas di hati Ganang. Ada perasaan yang berbeda seketika itu juga. Namun, segera ditepisnya, mengingat bahwa tujuan yang ingin diraihnya saat ini sangatlah penting. Dia tidak main-main dalam hal ini.
“Jadi, apa yang harus saya lakukan, Mbah? Saya benar-benar telah membulatkan tekad saya. Perempuan itu harus membayar semua perbuatannya yang telah membuat saya merana. Tak dapat memejamkan mata sedetik pun untuk melupakannya. Sungguh, saya sangat menderita.” Ganang menghentikan ucapannya, menarik napas dalam-dalam kemudian menghembuskannya secara kasar. “Bahkan, yang membuat saya lebih menderita lagi, saya tidak bisa menikmati hasrat biologis saya terhadap perempuan selain dia. Setiap kali akan memulai suatu hubungan, wajahnya selalu muncul, seakan menggoda saya. Hingga akhirnya saya merasa muak pada perempuan.”
Wajah Ganang yang tadinya begitu bersemangat dan penuh keyakinan, kini menyiratkan kegelisahan dan penderitaan batin. Tak disangka bahwa sosok Arumi terlalu dalam merampas jiwanya.
“Hmmm ….” Mbah Sukoh berguman, kemudian sesekali mulutnya seolah berkomat-kamit seperti membicarakan sesuatu yang tak dapat di mengerti oleh Ganang. Sesekali tangan Mbah Sukoh bergerak seperti mengungkapkan sesuatu, tapi Ganang tidak tahu dengan siapa Mbah Sukoh berkomunikasi.
Bulu-bulu halus di sekitar tengkuknya kembali meremang, rasa takut kembali menghinggapinya. Kali ini bahkan lebih kuat dari pada sebelumnya.
“Ataukah saya sudah di guna-gunai oleh dia, ya, Mbah? Kok rasanya hati ini nelongso, gitu, ya,” ucap Ganang dengan wajah memelas.
“Perempuan itu pernah terluka sama kamu. Ada alasan mengapa dia begitu membencimu. Apakah kamu tidak pernah tahu itu?” tanya Mbah Sukoh perlahan. Tangannya mengambil kotak kayu ukiran, mengambil sebuah cerutu menggantikan cerutu yang masih berukuran separuh dari ukuran sebelumnya.
Ganang memperhatikan apa yang dilakukan Mbah Sukoh tanpa melewati sedikitpun. Ketika Mbah Sukoh mengeluarkan cerutu yang berukuran separuh itu, ada hal ganjil. Mbah Sukoh memegang bagian ujung cerutu yang merah membara, karena adanya bara api.
Ganang terkesiap melihatnya, bagaimana mungkin tangan manusia bisa memegang bara api yang kemerahan tanpa merasakan panas sedikit pun. Orang biasa akan memekik dengan sentuhan panas di kulitnya, walau itu hanya sebentar.
Berbeda dengan Mbah Sukoh, yang memegang ujung cerutu dengan bara kemerahan seolah memegang mainan. Tak ada aroma terbakar kemerahan di kulitnya akibat terkena bara atau pun mendengar suara meringis kesakitan dari wajah Mbah Sukoh.
“Kamu siap dengan semua konsekuensinya kalau mau membuatnya bertekuk lutut padamu?” tanya Mbah Sukoh dengan pandangan tajam kearah Ganang.
Ganang terkesiap mendapatkan pertanyaan yang tiba-tiba itu, karena asyik memperhatikan jemari tangan Mbah Sukoh yang memainkan bara api dengan jari telunjuk dan ibu jarinya. Tanpa berpikir panjang lagi, Ganang secara spontan menganggukkan kepalanya berulang kali, yakin dengan keputusannya.
“Saya siap, Mbah. Semua sudah saya pikirkan matang-matang. Saya tidak akan mundur,” ucapnya mantap.
“Baiklah kalau begitu. Pesan saya, jangan sampai kamu melanggar pantangannya. Bila sampai kamu melanggarnya satu kali saja, maka semua akan berbalik kepadamu! Bahkan akan menjadi bumerang bagi dirimu sendiri. Jadi, berhati-hatilah,” ucap Mbah Sukoh tegas. Suara tawanya kembali terdengar. Dan kali ini lebih membahana memenuhi seisi ruangan di dalam pondoknya.
Ganang terpaku mendengar ucapan Mbah Sukoh, lehernya seolah tercekat, hingga untuk menelan air liur saja sudah tidak sanggup lagi. Kedua tangannya mengepal, hawa dingin seketika merambati melalui telapak tangannya. Kini waktunya Ganang memutuskan jalan mana yang akan dipilihnya.
***
Senja mulai menapak di batas cakrawala, ketika Ganang menghentikan kendaraan roda empatnya di pinggir jalan. Pemandangan di kaki gunung Semeru yang kemerahan menambah suasana temaram di hati Ganang yang sedang kalut.
Pada akhirnya memang harus ada yang menjadi pilihan. Tetap memilih jalan yang ingin ditempuhnya, atau diabaikan saja. Mengingat bahwa kedua pilihan tersebut benar-benar memporak porandakan tatanan hatinya.
Tangannya merogoh saku celananya di sebelah kanan. Sebuah botol kecil terbuat dari kaca berada di telapak tangannya. Cairan berwarna merah muda berada dalam botol kecil itu. Aroma semerbak menguar dari bibir botol yang tertutup oleh gabus berwarna coklat muda.
Ganang menepuk-nepuk botol mungil itu di telapak tangannya. Mempertimbangkan lagi, apakah jalan yang diambilnya adalah benar adanya.
“Arimbi, tunggu saja pembalasanku. Kali ini kau akan bertekuk lutut di hadapanku,” gumam Ganang dengan mata menyipit menatap cakrawala senja di sekitar gunung Semeru. Seringai licik mundul di wajahnya dengan rahang mengeras.
***
Pagi ini lumayan cerah, tidak seperti hari-hari sebelumnya yang tidak menentu cuacanya. Meskipun cuaca panas, tapi hawa dingin menyerang kulit hingga menusuk ke dalam sumsum tulang. Pertengahan tahun begini cuaca menjadi super dingin, yang kerap kali membuat Ganang senewen.Bagaimana tidak senewen, kalau hampir setiap pagi hari harus merasakan perut mulas karena ingin buang air. Dan tidak main-main, hal ini selalu ia rasakan setiap pertengahan tahun mulai dari pertama kalinya menjejakkan kaki di pulau Jawa, tepatnya kota Malang.Di tempat asalnya, di pulau Sumatera, iklim dan hawanya sungguh teramat menyiksa. Hawanya sangatlah panas hingga mampu membakar kulit. Belum lagi, harus sering berganti pakaian setiap saat karena keringat yang selalu membanjiri tubuh.Sudah hampir dua puluh tahun lamanya Ganang memilih untuk tinggal dan menetap di kota Malang. Lulus SMA, ia mendapatkan kesempatan untuk berkuliah di sini. Perjuangan yang tidak mudah untuk mampu bertahan h
Untunglah, isi perut akhirnya bisa keluar juga. Hilang sudah rasa mules yang menyiksa. Ganang baru saja menutup pintu toilet yang berada di sudut ruangannya. Ketika disadarinya bahwa Sherly tak lagi berada di dalam ruangannya. Senyum tipis tersungging di bibirnya. Sesekali digelengkannya kepala mengingat tingkah Sherly yang terkadang sangat berani dan menggoda itu.Ganang kembali menduduki kursi putarnya, memeriksa dokumen dalam map berwarna hitam yang dibawa oleh Sherly barusan. Profile perusahaan yang mengajukan kerja sama kali ini tampak berbeda dari yang sebelumnya. Pada umumnya perusahaan akan menggunakan nama merk perusahaannya dengan nama-nama yang mendunia.‘Tamarin Gas’ nama perusahaan itu, mengingatkan Ganang akan sebuah buah yang berbuah asam, yakni asam Jawa. Bukankah Tamarin adalah nama latin untuk asam Jawa.Penasaran, Ganang membuka profil perusahaan. Benar saja, perusahaan itu baru berdiri dan baru akan melebarkan sayapnya. Untu
Suara music terdengar bergemuruh di dalam sebuah gedung yang berada di pinggir jalan utama kota. Bisa dibayangkan bagaimana suasana di dalamnya ketika menginjakkan kaki memasuki gedung itu.Ganang memarkirkan kendaraannya di sebuah lahan parkir yang sudah hampir penuh. Untung saja ada seorang juru parkir yang membantunya menemukan lahan parkir. Kalau tidak ketemu, alamat dia harus memarkirkan kendaraannya di luar area diskotek.Ketika baru saja turun dari kendaraan, bayangan Aryo, sahabat dan juga rekan kerjanya muncul dari balik mobil berwarna merah menyala miliknya. Rambutnya yang disemir berwarna coklat berkilau tertimpa cahaya lampu yang berada tepat di samping mobilnya.Aryo melambaikan tangannya, mengetahui keberadaanku yang tak jauh dari tempatnya berdiri. Segera kuhampiri Aryo, yang ternyata tidak datang sendiri.Di sampingnya ada seorang gadis cantik bertubuh mungil dengan pakaian minim, memperlihatkan beberapa bagian tubuhnya. Dengan atasan bert
Sherly menghisap rokok kemudian menghembuskan asapnya yang mengepul dari bibirnya yang sensual. Ganang mengerutkan kening, melihat Sherly yang merokok di hadapannya.“Maaf, saya lagi pengen merokok,” ucapnya tanpa menunggu persetujuan Ganang sambil menggerakkan kepalanya mengikuti irama music.Tak lama kemudian, Sari muncul sambil membawa baki berisi minuman yang tadi Ganang pesan. Sari menyadari kehadiran Sherly, bukan gadis yang tadinya datang bersamaan dengan Ganang dan Aryo.“Tumben, Abang bawa teman wanita,” ucap Sari sambil mengamati Sherly yang asyik menghisap rokoknya.Sherly yang mendengar ucapan Sari menatapnya dengan pandangan tidak suka. Tidak sepantasnya seorang pelayan memberikan komentar terhadap pengunjungnya.“Oh, dia teman satu kantor sama saya. Kebetulan Sherly datang menyusul,” ungkap Ganang ramah. “Kamu mau minum apa, Sherly?“Yang kadar alkoholnya rendah aja,”
Ganang akhirnya mampu melapaskan diri dari Sherly, kemudian segera mengejar sosok gadis yang baru saja di temuinya. Ganang setengah berlari menuju arah pintu keluar, mencari tahu apakah para penjaga pintu mengetahui keberadaan gadis itu. Sayang sekali, gadis itu tidak dapat ditemukannya.Kali ini Ganang berjalan menuju toilet wanita, memeriksa kalau saja gadis itu dapat ditemuikannya di sana. Lagi-lagi, nihil. Setelah mengitari dan mengamati sekeliling ruangan untuk beberapa kali, akhirnya Ganang menyerah. Gadis itu tidak ada di mana pun.Ganang mendekati Bartender yang dikenalinya. “Ramon, bisakah aku bertanya sesuatu padamu?” tanya Ganang pada Ramon, si Bartender.“Hei, Bang Ganang! Kirain siapa. Mau tanya apa, nih?” tanya Ramon penasaran pada pelanggannya itu.“Apakah kamu melihat seorang gadis cantik bermata coklat berada di sini? Dia baru saja membawa minuman dari sini,” jelas Ganang, cepat.
Ganang terbangun di pagi hari ketika jam dinding telah menunjukkan pukul tujuh pagi. Ia baru saja akan bangkit dari pembaringannya ketika tiba-tiba kepalanya terasa pusing. Ia memilih untuk kembali merebahkan tubuhnya, dari pada harus menanggung rasa sakit.Sambil menekan bagian puncak kepalanya yang pusing, Ganang mencoba mengingat kejadian apa yang dialaminya semalam. Kejadian yang membuat kepala dan tubuhnya seolah sakit semua.Beberapa gelas minuman keras yang di tenggaknya, tawaran dari Ramon, si Bartender teman kenalannya yang menawarkan varian minuman hasil racikan terbarunya. Dan memang benar, minuman hasil racikannya luar biasa pas di lidah, juga mengakibatkan rasa pusing hingga kini.Sekelebat bayangan gadis cantik berambut hitam tergerai sebatas pinggul dengan mata bundar berwarna coklat melintas. Ganang baru mengigat kejadian semalam, ketika gadis cantik itu menabrak tubuhnya dan menumpai segelas minuman pada pakaiannya. Noda yang diakibatkan m
Ganang menikmati sarapan paginya, sepiring nasi goreng dan secangkir kopi hitam pesanannya. Suasana kantin pada padi hari memang tampak lengang, membuat suasana menjadi lebih santai untuk menikmati hidangan.Karyawan diberikan batas waktu istirahat hingga pukul tujuh tiga puluh pagi. Mereka tidak diperkenankan untuk duduk-duduk apalagi nongkrong sambil bergosip berlama-lama di kantin. Mengingat pekerjaan yang harus menjadi dead line tidak sedikit.Semua karyawan dituntut untuk bekerja sesuai dengan dead line. Ganang sebagai seorang atasan di bidang Analis memiliki kebebasan untuk melaksanakan tanggung jawabnya. Pekerjaan di bidangnya memang tidak menuntut waktu yang lama dan rutin setiap hari, tapi membutuhkan konsentrasi tinggi untuk mengerjakannya.Untuk itu, Ganang memberikan kesempatan pada tim nya untuk bekerja lebih santai, tapi teratur dan professional. Karena Ganang menginginkan hasil kerja yang sempurna.Seorang off
Suara lembut nan merdu itu seolah melantunkan lagu romantis di telinga Ganang. Sungguh, baru kali ini ia merasakan debaran di dada ketika bertemu dengan seorang wanita cantik. Sebagai tambahan, wanita cantik itu adalah sosok gadis yang membuatnya sangat penasaran dalam semalam.“Ganang Respati. Senang berkenalan dengan anda,” ucap Ganang masih menggenggam erat jemari Arumi.Sekilas terlintas di pelupuk mata Ganang ada kerutan di antara kedua mata Arumi. Seperti sedang menduga sesuatu. Namun, pikiran itu segera dihilangkannya."Silakan duduk."Ganang mempersilahkan kedua orang tamunya itu menduduki kursi sofa di Salah satu sudut ruangannya. Tempat yang sengaja disediakan untuk tamu.Sherly yang sedari tadi diam mematung, mengambil posisi duduk di sebelah kiri Ganang. Tatapan matanya sesekali mengawasi gerak gerik Ganang dan Arumi. Ganang yang tak melepaskan pandangannya sedetik pun dari sosok Arumi.Selagi kedua tamunya duduk, Gan
“Arumi, nanti tolong kamu follow up terus ya dengan Pak Ganang.” Pak Hadi memberikan perintah pada Arumi setelah mereka tiba di kantor.Arumi berat hati menganggukkan kepalanya. Tidak menyangka harus menerima kesialan seperti ini. Sudah bertahun tahun berada di kota ini tidak cukup untuk menghapus luka lama yang menggores dalam di hati.Dia, pria itu, kini berada begitu dekat dengannya. Seperti dulu, dekat, sering bersama, tapi kebencian terpancar jelas. Disayangkan mengapa harus terulang kembali.“Ya. Pak Hadi. Saya mengerti. Akan saya follow up terus pak Ganang.” Arumi sedang tidak ingin berdebat dengan bosnya itu. Lebih baik ia diam dan mengiyakannya saja.Bukan karena tidak ingin melaksanakan tanggung jawab dan kewajiban. Hanya saja, kali ini merupakan hal yang terberat bagi Arumi. Kalau Arumi diberikan kesempatan untuk memilih, Arumi lebih memilih menghindar saja, tidak ikut terlibat dengan kerjasama kali ini.Arumi ber
Suara lembut nan merdu itu seolah melantunkan lagu romantis di telinga Ganang. Sungguh, baru kali ini ia merasakan debaran di dada ketika bertemu dengan seorang wanita cantik. Sebagai tambahan, wanita cantik itu adalah sosok gadis yang membuatnya sangat penasaran dalam semalam.“Ganang Respati. Senang berkenalan dengan anda,” ucap Ganang masih menggenggam erat jemari Arumi.Sekilas terlintas di pelupuk mata Ganang ada kerutan di antara kedua mata Arumi. Seperti sedang menduga sesuatu. Namun, pikiran itu segera dihilangkannya."Silakan duduk."Ganang mempersilahkan kedua orang tamunya itu menduduki kursi sofa di Salah satu sudut ruangannya. Tempat yang sengaja disediakan untuk tamu.Sherly yang sedari tadi diam mematung, mengambil posisi duduk di sebelah kiri Ganang. Tatapan matanya sesekali mengawasi gerak gerik Ganang dan Arumi. Ganang yang tak melepaskan pandangannya sedetik pun dari sosok Arumi.Selagi kedua tamunya duduk, Gan
Ganang menikmati sarapan paginya, sepiring nasi goreng dan secangkir kopi hitam pesanannya. Suasana kantin pada padi hari memang tampak lengang, membuat suasana menjadi lebih santai untuk menikmati hidangan.Karyawan diberikan batas waktu istirahat hingga pukul tujuh tiga puluh pagi. Mereka tidak diperkenankan untuk duduk-duduk apalagi nongkrong sambil bergosip berlama-lama di kantin. Mengingat pekerjaan yang harus menjadi dead line tidak sedikit.Semua karyawan dituntut untuk bekerja sesuai dengan dead line. Ganang sebagai seorang atasan di bidang Analis memiliki kebebasan untuk melaksanakan tanggung jawabnya. Pekerjaan di bidangnya memang tidak menuntut waktu yang lama dan rutin setiap hari, tapi membutuhkan konsentrasi tinggi untuk mengerjakannya.Untuk itu, Ganang memberikan kesempatan pada tim nya untuk bekerja lebih santai, tapi teratur dan professional. Karena Ganang menginginkan hasil kerja yang sempurna.Seorang off
Ganang terbangun di pagi hari ketika jam dinding telah menunjukkan pukul tujuh pagi. Ia baru saja akan bangkit dari pembaringannya ketika tiba-tiba kepalanya terasa pusing. Ia memilih untuk kembali merebahkan tubuhnya, dari pada harus menanggung rasa sakit.Sambil menekan bagian puncak kepalanya yang pusing, Ganang mencoba mengingat kejadian apa yang dialaminya semalam. Kejadian yang membuat kepala dan tubuhnya seolah sakit semua.Beberapa gelas minuman keras yang di tenggaknya, tawaran dari Ramon, si Bartender teman kenalannya yang menawarkan varian minuman hasil racikan terbarunya. Dan memang benar, minuman hasil racikannya luar biasa pas di lidah, juga mengakibatkan rasa pusing hingga kini.Sekelebat bayangan gadis cantik berambut hitam tergerai sebatas pinggul dengan mata bundar berwarna coklat melintas. Ganang baru mengigat kejadian semalam, ketika gadis cantik itu menabrak tubuhnya dan menumpai segelas minuman pada pakaiannya. Noda yang diakibatkan m
Ganang akhirnya mampu melapaskan diri dari Sherly, kemudian segera mengejar sosok gadis yang baru saja di temuinya. Ganang setengah berlari menuju arah pintu keluar, mencari tahu apakah para penjaga pintu mengetahui keberadaan gadis itu. Sayang sekali, gadis itu tidak dapat ditemukannya.Kali ini Ganang berjalan menuju toilet wanita, memeriksa kalau saja gadis itu dapat ditemuikannya di sana. Lagi-lagi, nihil. Setelah mengitari dan mengamati sekeliling ruangan untuk beberapa kali, akhirnya Ganang menyerah. Gadis itu tidak ada di mana pun.Ganang mendekati Bartender yang dikenalinya. “Ramon, bisakah aku bertanya sesuatu padamu?” tanya Ganang pada Ramon, si Bartender.“Hei, Bang Ganang! Kirain siapa. Mau tanya apa, nih?” tanya Ramon penasaran pada pelanggannya itu.“Apakah kamu melihat seorang gadis cantik bermata coklat berada di sini? Dia baru saja membawa minuman dari sini,” jelas Ganang, cepat.
Sherly menghisap rokok kemudian menghembuskan asapnya yang mengepul dari bibirnya yang sensual. Ganang mengerutkan kening, melihat Sherly yang merokok di hadapannya.“Maaf, saya lagi pengen merokok,” ucapnya tanpa menunggu persetujuan Ganang sambil menggerakkan kepalanya mengikuti irama music.Tak lama kemudian, Sari muncul sambil membawa baki berisi minuman yang tadi Ganang pesan. Sari menyadari kehadiran Sherly, bukan gadis yang tadinya datang bersamaan dengan Ganang dan Aryo.“Tumben, Abang bawa teman wanita,” ucap Sari sambil mengamati Sherly yang asyik menghisap rokoknya.Sherly yang mendengar ucapan Sari menatapnya dengan pandangan tidak suka. Tidak sepantasnya seorang pelayan memberikan komentar terhadap pengunjungnya.“Oh, dia teman satu kantor sama saya. Kebetulan Sherly datang menyusul,” ungkap Ganang ramah. “Kamu mau minum apa, Sherly?“Yang kadar alkoholnya rendah aja,”
Suara music terdengar bergemuruh di dalam sebuah gedung yang berada di pinggir jalan utama kota. Bisa dibayangkan bagaimana suasana di dalamnya ketika menginjakkan kaki memasuki gedung itu.Ganang memarkirkan kendaraannya di sebuah lahan parkir yang sudah hampir penuh. Untung saja ada seorang juru parkir yang membantunya menemukan lahan parkir. Kalau tidak ketemu, alamat dia harus memarkirkan kendaraannya di luar area diskotek.Ketika baru saja turun dari kendaraan, bayangan Aryo, sahabat dan juga rekan kerjanya muncul dari balik mobil berwarna merah menyala miliknya. Rambutnya yang disemir berwarna coklat berkilau tertimpa cahaya lampu yang berada tepat di samping mobilnya.Aryo melambaikan tangannya, mengetahui keberadaanku yang tak jauh dari tempatnya berdiri. Segera kuhampiri Aryo, yang ternyata tidak datang sendiri.Di sampingnya ada seorang gadis cantik bertubuh mungil dengan pakaian minim, memperlihatkan beberapa bagian tubuhnya. Dengan atasan bert
Untunglah, isi perut akhirnya bisa keluar juga. Hilang sudah rasa mules yang menyiksa. Ganang baru saja menutup pintu toilet yang berada di sudut ruangannya. Ketika disadarinya bahwa Sherly tak lagi berada di dalam ruangannya. Senyum tipis tersungging di bibirnya. Sesekali digelengkannya kepala mengingat tingkah Sherly yang terkadang sangat berani dan menggoda itu.Ganang kembali menduduki kursi putarnya, memeriksa dokumen dalam map berwarna hitam yang dibawa oleh Sherly barusan. Profile perusahaan yang mengajukan kerja sama kali ini tampak berbeda dari yang sebelumnya. Pada umumnya perusahaan akan menggunakan nama merk perusahaannya dengan nama-nama yang mendunia.‘Tamarin Gas’ nama perusahaan itu, mengingatkan Ganang akan sebuah buah yang berbuah asam, yakni asam Jawa. Bukankah Tamarin adalah nama latin untuk asam Jawa.Penasaran, Ganang membuka profil perusahaan. Benar saja, perusahaan itu baru berdiri dan baru akan melebarkan sayapnya. Untu
Pagi ini lumayan cerah, tidak seperti hari-hari sebelumnya yang tidak menentu cuacanya. Meskipun cuaca panas, tapi hawa dingin menyerang kulit hingga menusuk ke dalam sumsum tulang. Pertengahan tahun begini cuaca menjadi super dingin, yang kerap kali membuat Ganang senewen.Bagaimana tidak senewen, kalau hampir setiap pagi hari harus merasakan perut mulas karena ingin buang air. Dan tidak main-main, hal ini selalu ia rasakan setiap pertengahan tahun mulai dari pertama kalinya menjejakkan kaki di pulau Jawa, tepatnya kota Malang.Di tempat asalnya, di pulau Sumatera, iklim dan hawanya sungguh teramat menyiksa. Hawanya sangatlah panas hingga mampu membakar kulit. Belum lagi, harus sering berganti pakaian setiap saat karena keringat yang selalu membanjiri tubuh.Sudah hampir dua puluh tahun lamanya Ganang memilih untuk tinggal dan menetap di kota Malang. Lulus SMA, ia mendapatkan kesempatan untuk berkuliah di sini. Perjuangan yang tidak mudah untuk mampu bertahan h