Wijaya mengambil resiko dengan tetap terlibat dalam proyek yang akhirnya membuat ketiga sahabatnya ikut serta, orang tua Wijaya dan Vita akhirnya hanya bisa mengikuti naluri yang dirinya miliki. Saat ini dirinya berada di rumah bersama sahabat – sahabatnya karena Vita lagi ingin makan masakannya Mira bersama yang lain, Vita hanya memandang Mira yang sedang memasak sedangkan keempat pria duduk tidak jauh dari mereka berdua.
“Vita makin seksi,” ucap Austin membuat Wijaya menatapnya tajam.
“Bukankah kalian tidak ada perasaan untuk apa marah jika ada pria lain mengatakan istrimu seksi?,” tanya Regan memberi tatapan menggoda pada Wijaya.
“Pertemanan kita ini lucu di mana sukanya siapa sama siapa tapi yang menikah beda orang,” ucap Austin membuat semua menatapnya “Yuta bagaimana sama gadis yang waktu itu?.”
Yuta hanya tersenyum mendengar pertanyaan dari Austin “apa itu penting?.”
Austin hanya mengangkat bahu tapi selanjutnya mereka membahas masalah keputusan Wijaya yang menerima proyek tersebut sambil pandangan mereka ke arah wanita yang sedang masak lebih tepatnya Mira yang memasak sedangkan Vita hanya mengikuti ke mana langkat Mira, para pria yang melihat bagaimana sikap Vita hanya bisa menggelengkan kepala dan tersenyum.
“Melihat Mira aku jadi tahu alasan kenapa ibuku menginginkan dia menjadi menantu, tapi meski Hera melakukan hal yang sama tetap saja tidak berpengaruh apa pun dan sepertinya aku akan hidup sendiri tanpa menikah lagi.”
“Atau kamu menikah dengan wanita pilihan ibumu,” usul Regan.
Austin menatap Regan lalu menghembuskan nafas panjang “berarti kamu memberikan Mira buat aku?,” tanya Austin yang mendapatkan tatapan tajam dari Regan “kalau pun aku menyetujui Mira dan dia menerimanya tapi hal itu tidak membuatku yakin jika ibuku akan berubah menjadi baik.”
“Sebenarnya dia ibu kandungmu atau bukan sampai sejauh itu sama wanita yang dekat denganmu?,” tanya Vita yang bergabung bersama para pria karena terlalu lelah mengikuti Mira “dulu ketika awal kamu bersama Hera di mana ibu kamu baik – baik saja bahkan menerima dengan senyuman tapi berubah setelah kalian menikah, aku jadi berpikir apakah ada tindakan atau kata-kata Hera yang menyalurkan dirinya?.”
Semua terdiam mendengar perkataan Vita dan selama ini sebenarnya sudah banyak pertanyaan mengenai hal tersebut tapi tidak berani mengungkapkan pada Austin, Hera sosok lemah lembut dan semua berpikir apa yang dikatakan Vita tidak mungkin terjadi. Austin terdiam membuat semua menatap ke arahnya dengan tatapan kasihan dan selama ini mereka semua sudah mendengarkan keluhan Austin terlalu sering mengenai apa yang terjadi pada rumah tangganya.
“Aku bukan mengecilkanmu hanya saja terkadang melihat ibumu rasanya tidak mungkin menyakiti Hera.”
“Semua tidak akan terjadi kalau kamu selalu ada di sisinya ketika dibutuhkan dan selama ini Hera tidak mendapatkan itu darimu, Hera beberapa kali datang ke tempat kami bercerita mengenai luka batin serta fisiknya yang disembunyikan darimu dan kami meminta Hera berbicara denganmu tapi dia hanya tidak ingin hubunganmu dan ibu berantakan meski kami menyesal dengan keputusannya itu.”
“Kenapa kalian tidak bicara dengan Austin?,” Wijaya menatap kedua wanita tersebut bergantian membuat mereka berdua saling memandang.
“Permintaan Hera.”
Austin dan ketiga pria yang berada di sana membelalakkan mata mendengar perkataan kedua wanita tersebut, sebenarnya mereka bisa saja marah hanya jika itu permintaan seseorang mereka berdua akan lebih mengikuti permintaan tersebut tanpa perlu susah para pria memohon karena sudah tahu seperti apa mereka berdua.
“Seandainya kami beri tahu kamu, apakah akan mengubah segalanya?,” tanya Vita menatap Austin “yang ada ibu kamu semakin membenci Hera atau kamu diminta meninggalkan Hera.”
Austin membenarkan perkataan Vita dan tidak bisa membantu sedikit pun, dirinya tidak berpikir jauh sampai ke arah sana karena selama ini hidup dengan penyesalan dan menyalahkan sang ibu atas apa yang telah dilakukan pada istrinya Hera tersebut. Austin menunduk dengan mengucapkan maaf dalam hati karena tidak bisa menjadi suami yang baik bagi Hera dan juga menjaga buah cinta mereka berdua sampai harus keguguran.
“Menyesal pun tidak ada gunanya jadikan ini semua pembelajaran buat kita semua,” ucap Regan yang disetujui yang lain “kamu harus bisa membuka hati karena Hera pasti sedih kalau melihat kamu terpuruk seperti ini dan jadikan ini motivasi untuk menjadi lebih baik, kalian berdua jangan lagi menyembunyikan sesuatu pada kami sekecil apa pun.”
Kedua wanita tersebut hanya bisa mengangguk mendengar perkataan Regan yang akhirnya membuat para pria bernafas lega setelah para wanita meminta maaf pada Austin meski Austin sendiri tidak mempermasalahkan hal tersebut lagi karena semua telah berlalu dan dirinya harus melangkah ke depan.
“Ayo kita perbaiki diri sama – sama,” ucap Yuta sambil menepuk punggung Austin pelan “ingat kamu memiliki kami.”
Wijaya mengalihkan pembicaraan mengenai bisnis yang sedang mereka lakukan dengan melibatkan Vita dan Mira, kedua wanita ini memiliki naluri bisnis yang tidak main-main dan itu membuat Wijaya dan ketiga pria ini terkadang atau bisa dikatakan sering untuk meminta pendapat meski keputusan ada di tangan pribadi. Saran serta dukungan yang diberikan mereka berdua selalu tepat sasaran dan jarang sekali meleset seolah sudah dihitung dengan baik bahkan prosentase gagal sekali pun.
“Jadi ini kita nekat mengambil proyek dengan orang pemerintahan?,” tanya Yuta yang diangguki Wijaya “resikonya besar.”
Wijaya mengangguk “kita harus buat resiko itu mengecil dengan kemampuan yang kita miliki, pikiranku jika ini berhasil maka nama perusahaan kita semakin berkembang pesat.”
“Jiks gagal maka usaha kita akan hancur sehancurnya,” sambung Regan membuat semua terdiam termasuk Wijaya.
“Semua tidak ada yang tidak mungkin jika kita percaya sama Tuhan dan aku yakin Tuhan akan membantu kita bagaimana pun caranya yang kita tidak sadari,” sahut Vita membuat semua terdiam “yang mengiringi langkah kita Tuhan bukan orang.”
Yuta menghembuskan nafas panjang menatap Vita “memang tapi resiko terbesar adalah kita akan hancur jika gagal.”
Vita tersenyum “perkataanmu seakan tidak percaya keajaiban yang Tuhan berikan.”
Vita berdiri dari kursi membuat Wijaya ikut serta karena arah langkah Vita adalah kamar mereka, perbuatan Vita kali ini membuat Wijaya berpikir banyak hal termasuk keputusannya terlibat dalam proyek tersebut yang membuat Vita sedikit marah ditambah apa yang terjadi barusan di meja makan.
“Tidak ada maksud mengatakan hal tersebut jadi bisakah kamu percaya?.”
Wijaya menatap Vita lembut “aku percaya niat kamu baik tapi mengatakan di saat tidak tepat,” kata Wijaya yang membuat Vita mengangguk pelan “aku butuh dukunganmu untuk apa yang aku lakukan kali ini.”
Vita tersenyum “kamu sudah mendapatkan dukungan setelah memilih apa yang akan kamu lakukan,” ucap Vita “pesanku hanya satu jika kamu sukses menjalankan ini jangan pernah libatkan anak kita dalam dunia ini, aku akan membantu dalam mendidik mereka bahkan hal terkecil sekali pun dan tidak usah khawatir jika mereka mencuri semua darimu karena Tuhan tidak tidir.”
Proyek kerjasama dengan pemerintah untuk membangun gedung di dekat perkampungan kumuh sempat membuat warga menolak, tapi setelah mendapatkan kompensasi yang mereka inginkan semua berjalan sesuai rencana. Wijaya menggunakan nama perusahaan mertuanya untuk mendapatkan proyek dan berkat nama besar perusahaan semua berjalan dengan sangat lancar, beberapa persenan yang dikeluarkan untuk memperlancar semuanya berjalan lancar juga. Bantuan dukungan dari ketiga sahabatnya juga sangat membantu, bantuan mereka berupa alat berat bahkan tenaga kerja tambahan.“Sudah aku katakan jika menggunakan nama besar orang tua kalian semua berjalan lancar,” ucap Yuta ketika mereka berada di ruangan Wijaya.“Naluri bisnis kamu semakin berkembang pesat tidak salah kita mendidikmu,” goda Regan membuat Yuta menatap tajam.Perusahaan mertua Wijaya mendapatkan proyek tersebut dengan mulus tanpa hambatan, membuat Wijaya sedikit waspada tentang keadaan ke depannya. Wijaya memang tidak memiliki na
Wijaya menatap Vita yang tampak lemas setelah hubungan intim mereka, Wijaya sadar dengan kehamilan Vita seperti ini membuat terbatas dalam bergerak. Pernikahan Mira dan Regan berjalan sangat lancar dan yang mengejutkan adalah Austin menerima perjodohan yang dilakukan ibunya dengan wanita yang mementingkan penampilan bernama Helena.“Baru tahu Mira sangat memuaskan di ranjang” ucap Regan ketika mereka berkumpul “kamu kapan akan menikah?” mengalihkan pandangan pada Yuta yang terdiam.“Nanti tunggu saja” jawab Yuta santai.“Sudah ada kandidat sepertinya” goda Austin yang hanya diberikan senyuman oleh Yuta “Helena sangat berbeda dengan Hera bahkan dekat sekali dengan ibuku, aku tidak tahu apa yang dia gunakan untuk menjebak ibuku” keluh Austin menatap jauh “hatiku tidak berubah masih pada Hera sampai kapan pun.’“Kamu harus membuka diri bukan terjebak pada masa lalu” semua menatap Wijaya yang tiba – tiba menjadi bijak “Vita yang meminta untuk bicara denganmu kare
Wijaya berdiri di depan ruang bersalin karena saat ini Vita waktunya melahirkan anak pertama mereka dengan Regan yang menemani dirinya saat ini, beberapa kali Wijaya mondar mandir menunggu keadaan Vita membuat Regan menatap tajam.“Sorry terlambat” suara Yuta menghentikan langkah Wijaya dan helaan nafas lega dari Regan.Tidak lama kemudian orang tua Vita dan Wijaya datang secara bersamaan dengan itu Wijaya langsung memeluk Eve yang hanya bisa menepuk punggung Wijaya pelan untuk menenangkan dirinyapp. Wijaya yang sudah berada dalam pelukan Eve sedikit merasa tenang karena mendapatkan sedikit penguat atas apa yang dihadapannya saat ini, menunggu istri melahirkan memang sangat mendebarkan tapi dirinya tidak menyangka akan seperti ini rasanya. Tidak lama kemudian pintu ruangan terbuka membuat semua menatap ke arah pintu yang semakin membuat Wijaya cemas.“Bapak Wijaya selamat putranya telah lahir dengan selamat dan sekarang sang ibu sedang proses pemulihan diri,
Suasana rumah yang ramai dengan kedatangan orang tua Vita serta Wijaya terkadang membuat mereka berdua sebagai pasangan yang saling mencintai, Wijaya tidak mempermasalahkan hanya saja semakin lama semakin lelah. Kedatangan Mira yang sering melihat bagaimana Devan juga mengisi hari – hari mereka, perut Mira sendiri sudah mulai tampak yang entah kenapa membuat sesuatu dalam diri Wijaya bangkit karena kali ini menatap Mira yang berbeda dibanding sebelumnya. Tidak mungkin karena hamil semua jadi berubah karena selama Vita hamil tidak pernah melihat sesuatu yang berbeda, pasti ini semua karena perkataan Helena saat di rumah sakit ketika itu.“Loh tumben datang?” Wijaya mengikuti suara Vita yang seketika membuatnya kaku ditempatnya “Devannya masih dijemur depan, kamu masuk aja dulu ada Wijaya di dalam mungkin satu jam lagi baru masuk.”Wijaya mencoba tenang di tempatnya saat Helena duduk disampingnya, mencoba untuk tidak peduli dengan keberadaan wanita ini tapi saat ini tatapa
Wijaya memang berencana untuk pulang tapi ketika sudah berada dalam mobil bayangan Helena menghampiri membuat ingin melaksanakan apa yang Helena katakan, namun Wijaya tidak berani merusak hubungan persahabatan dengan Austin karena bagaimana pun Helena adalah milik Austin dan masa lalu sahabatnya membuat Wijaya tidak tega dibuatnya. Mobil yang dikendarai tidak menentu akan ke mana bukan rumah tujuan Wijaya melainkan tidak menentu, bahkan tidak menyadari bahwa mobil yang dikendarai masuk keluar kota dan ketika sadar tidak ada niatan dalam diri untuk kembali yang akhirnya memutuskan ke suatu tempat yang sudah lama tidak dikunjunginya.“Nak, kamu di sini?.”Wijaya menatap wanita yang sudah dianggap sebagai ibunya sendiri ini karena merawatnya dari kecil, lahir sebagai anak tunggal tidak membuat Wijaya mendapatkan kasih sayang yang cukup dan wanita ini yang memberikan perhatian. Eve tidak pernah meninggalkan Wijaya sendiri karena selalu ikut serta ke mana mereka pergi bersama
Menatap wajah Mira yang sudah dipenuhi keinginan melepas hasrat juga tatapan cintanya yang tidak pernah padam pada Wijaya semakin membuat lepas kendali, dipegangnya tangan Mira menuju ke kamar yang Mira tempati selama dirumahnya. Mira langsung mengunci dan tanpa menunggu waktu langsung membuka kancing piyama yang Wijaya gunakan dan yang dilakukan Wijaya adalah menatap wajah Mira yang tampak semangat ditambah Wijaya membantu Mira membuka pakaian miliknya dan saat ini mereka tampak tanpa busana yang membuat Wijaya menelan saliva kasar saat menatap tubuh Mira dan Mira sendiri tidak menyangka jika milik Wijaya lebih besar dari Regan.Wijaya tanpa menunggu waktu mengajak ke ranjang dan entah mengapa untuk kali ini merasa Mira sangat seksi dibandingkan sebelumnya, sentuhan Wijaya mengarah pada perut yang tampak membuncit karena terdapat janin milik Mira dan sahabatnya, mencium perut buncit Mira membuat perasaan berbeda pada keduanya. Wijaya yang tidak pernah berpengalaman dengan hub
Cemburu kata yang tidak pernah ada dalam kamus Wijaya, bagaimana bisa ada sedangkan dirinya tidak pernah merasakan namanya jatuh cinta di mana dengan Vita saja hanya hubungan pertemanan bisa dikatakan sahabat hidup. Vita sangat bagus menjadi sahabat hidup Wijaya di mana cara berpikirnya patut diacungi jempol, Vita tidak seperti wanita lain yang senang belanja tanpa beban. Perasaan Bobby pada Vita yang tidak dirinya ketahui sama sekali sedikit membuatnya berpikir kebenaran dari perkataan Austin tersebut karena pertemuan saat itu tidak ada tanda mengenai perasaan Bobby pada Vita, hal ini membuat Wijaya berpikir negatif akan sesuatu tapi entah apa.“Kerjasama batal?” Wijaya menatap Yuta yang masuk ke dalam ruangan memberikan lembaran “entah bersyukur atau tidak karena nyatanya tempat Bobby ini mengalami masalah entah apa itu dan secara sepihak memutuskan semua kerja sama.”Wijaya membaca lembaran yang Yuta berikan dan memang tampak bagaimana kondisi dari perusahaan Bobby, W
Dalam kamar mandi mencoba berpikir positif atas apa yang akan dikatakan oleh kedua pria tersebut, masalah kantor pastinya sudah sampai di telinga mereka berdua yang entah kenapa membuat Wijaya sedikit takut dengan reaksi mereka berdua. Vita menunggu hingga Wijaya keluar dari kamar mandi sambil menyiapkan pakaiannya, pandangan mereka bertemu membuat Wijaya bertanya – tanya tapi Vita tidak memberikan waktu untuk bertanya bahkan membuka suaranya dengan memberikan pakaian untuk dirinya.Wijaya menggunakan pakaian dengan kondisi mereka saling diam, melalui tatapan matanya di mana Vita tidak ingin membuka pembicaraan membuat Wijaya dalam hati mengutuk Vita karena tidak tahu bagaimana perasaannya saat ini. Memastikan terlebih dahulu telah siap bertemu dengan kepala keluarga dari mereka akhirnya keluar dari kamar, pemandangan pertama adalah para nenek yang menggendong Devan bergantian, mereka menyadari kehadiran Vita dan Wijaya yang akhirnya memberikan kode untuk ke ruangan kerja di d
“Dalam...lebih keras.” Suara erangan Tania membuat Wijaya semakin dalam dan kasar memasukkan adiknya kedalam rumah, tangan Wijaya tidak tinggal diam dengan meremas bukit kembar milik Tania yang membuatnya semakin semangat bermain didalam sana. Kehamilan Tania kedua ini membuatnya semakin menggairahkan dan Wijaya meminta mereka tidak menggunakan pakaian saat berada didalam kamar. “Aku mau keluar.” Tania membuka suaranya membuat Wijaya bergerak semakin cepat dan kasar sampai akhirnya mereka mencapai klimaks secara bersamaan. Wijaya semakin mendorong adiknya kedalam dengan beberapa kali cairannya keluar dalam jumlah yang banyak, membiarkan sesaat didalam sebelum akhirnya melepaskan penyatuan mereka. Tania mengambil posisi berjongkok membersihkan adik kecilnya dari cairan mereka berdua, tangannya hanya meremas rambut Tania perlahan sebelum akhirnya adik kecilnya benar-benar bersih. “Bagaimana kabar dia?” tanya Wijaya membelai perut Tania pelan. “S
Kabar yang mereka dapatkan membuat semua langsung menuju rumah sakit, perasaan tidak tenangnya benar-benar terbukti. Tania hanya bisa memeluk dan menepuk punggung Wijaya agar bisa tenang, tapi tidak berlangsung lama saat mendengar hal yang membuat Wijaya jatuh.“Aku malu sama Regan dan Mira nggak bisa menjaga putrinya dengan baik.” Wijaya menangis dipelukan Tania.Wijaya harus benar-benar kuat, Devan sendiri benar-benar tidak bisa menahan dirinya. Wijaya tahu apa yang Devan rasakan saat ini, hanya saja harus terlihat kuat depan mereka semua. Memasuki ruangan Via yang selalu menangis merasa bersalah dengan apa yang terjadi, Bima sendiri berada disamping Via tidak berhenti menenangkannya.“Mili sudah masuk penjara.” Nanda memberikan informasi yang hanya diangguki Wijaya “Pasalnya percobaan pembunuhan, hanya saja mereka menggunakan gangguan kejiwaan Mili dan kemungkinan akan dibebaskan.”“Bagaimana bisa?” Wijay
“Perasaanku semakin tidak tenang sama sekali.” Wijaya bergerak bolak balik membuat Tania dan Tari memutar bola matanya malas.“Mereka baik-baik saja, Pa.” Tari menenangkan Wijaya entah sudah ke berapa kali.“Mereka jadi balik?” tanya Wijaya kesekian kalinya yang diangguki Tania dan Tari kembali.“Nanda dan yang lain pasti menjaga Via.” Tania menenangkan perasaan Wijaya.“Aku mungkin terlalu berlebihan.”Wijaya menyandarkan dirinya di sofa dengan Tania yang berada disampingnya dan Tari dihadapannya yang masih sibuk dengan laptopnya. Wijaya tahu bahkan sangat tahu jika perasaannya tidak pernah salah, wanita seperti Mili akan bisa melakukan segala macam cara licik untuk mendapatkan apa yang diinginkannya.Pengawal yang diminta menjaga keluarganya atau mereka yang menyelidiki Mili tidak memberikan informasi apapun dan itu semua membuat Wijaya semakin merasa tidak tenang. Tep
Menghabiskan waktu di Bali semakin membuat perasaan tidak menentu sama sekali, permasalahan Via belum selesai sama sekali membuat pikirannya menjadi tidak tenang. Ditambah kehamilan Tina yang berada jauh disana juga menjadi beban pikiran Wijaya, Tania berkali-kali mengatakan jika semuanya baik-baik saja tetap tidak membuat semua menjadi tenang.“Mereka ada di Singapore jadi tenang saja, Nanda juga mengecek semuanya. Mili nggak mungkin berbuat aneh-aneh sama Tina, dendam Mili hanya pada Via.” Tania mengatakan itu berulang kali.“Keputusanku tidak salah, kan?” Wijaya menatap Tania meminta persetujuan yang diangguki pelan “Aku meminta mereka mengurus Singapore, Vian sendiri sudah harus memperbaiki yang ada disini.”“Kamu mau memikirkan mereka atau menikmati malam indah kita?” Tania membelai wajah Wijaya pelan dengan mencium bibirnya penuh gairah.Sentuhan Tania membuat Wijaya tidak bisa menahan diri dengan mena
“Kenapa?” tanya Tania saat duduk disamping Wijaya setelah meletakkan minuman “Ada yang mengganggu pikiran kamu?”Wijaya tersenyum dengan menggelengkan kepala, menarik Tania agar duduk dipangkuannya tidak lupa membelai perutnya yang mulai membesar. Wijaya tidak pernah melakukan hal kecil seperti ini pada Vita sebelumnya dan tentu saja Helena, hanya Tania yang mendapatkan perlakuan special dari dirinya.“Memang memikirkan apa? Masalah Via?” Tania membelai wajah Wijaya perlahan yang hanya dijawab dengan gelengan kepala “Lalu?”“Kalau aku meninggal terlebih dahulu apa kamu akan menikah?” pertanyaan Wijaya membuat Tania mengerutkan keningnya “Aku cuman nggak mau kamu kesepian jadinya aku tanya hal ini.”Tania mengangkat bahu “Satu hal yang pasti kalau kamu meninggal terlebih dahulu jangan lupa wariskan semua harta kamu ke aku dan anak-anak kita bukan anak-anak kamu sama Vita.”
Melihat Tania marah adalah hal yang membuat Wijaya pusing, Tania bisa mendiamkannya selama berhati-hati, tidak tahu akan melakukan apa karena apapun yang dilakukannya tidak akan berdampak apapun.“Coba papa ingat-ingat melakukan kesalahan apa.” Tari berkata dengan santai.“Kalian tadi liatin papa itu kenapa sih?” tanya Wijaya penasaran membuat Tari mengangkat bahu.“Pa, sebenarnya kenapa papa bisa bertahan sama mama kalau nggak saling cinta?” Tari mencoba bertanya hal lain agar tidak perlu memikirkan masalah Tania saat ini.“Kalian yang buat kita bertahan.” Wijaya menatap Tari lembut “Kami dulu berjanji satu sama lain, meskipun kita menikah karena dijodohkan tapi kami ingin pernikahan yang normal pada umumnya.”“Papa bahagia sama mama?” tanya Tari penuh selidik.Wijaya tersenyum “Mama kamu adalah teman dan partner yang terbaik pernah ada.”“Papa
Bali adalah tempat untuk menenangkan diri yang terbaik, mengajak semua keluarga ke Bali setelah permasalahan yang dialami Bima dan Via. Kehamilan Tania sendiri berkembang dengan cepat membuat Wijaya harus ekstra hati-hati dalam mengambil keputusan, banyak hal yang menjadi pertimbangannya.“Kamu kapan lulus sih?” Wijaya menatap malas pada Tari.“Sidang aja belum bicara lulus.” Tari menjawab santai dengan mata tetap fokus pada laptop “Kita sampai kapan disini?”“Belum tahu, secara masih banyak yang harus diselesaikan.” Wijaya menjawab santai.“Papa juga kenapa kasih ijin Mbak Via nikah sama Mas Bima, Mas Rifat calon yang ok dibandingkan Mas Bima.” Tari mengalihkan pandangan kearah Wijaya yang menghembuskan nafas panjang.“Kamu tahu kan kalau papa sama mama nggak saling cinta, jadi papa nggak mau kakak kamu atau kamu mengalami hal yang sama kaya kita.” Wijaya menjelaskan pelan mem
“Jangan terlalu keras sama Via.” Tania membelai wajah Wijaya setelah melepaskan penyatuan mereka “Via sendiri belum berpengalaman.”“Andaikan dia menikah sama Rifat pasti semuanya nggak akan begini.” Wijaya mengusap wajah dengan kedua tangannya “Kurang apa sih memang Rifat?”“Cinta, Via nggak cinta sama Rifat.” Tania menjawab santai “Kamu mau mereka hidup tanpa cinta? Seperti kamu sama Vita dulu, lalu Via tetap melakukannya sama Bima.”Wijaya membenarkan perkataan Tania mengenai hal itu, tidak mungkin dirinya membuat sang anak hidup tanpa cinta. Wijaya tidak mau anak-anaknya merasakan apa yang dia rasakan, pengalaman dirinya dengan Vita adalah guru paling berharga.“Devan dan Tina saling cinta?” tanya Tania tiba-tiba yang membuat Wijaya bingung “Aku ngerasa mereka kaya saudara bukan pasangan suami istri, tapi pandanganku aja jadi jangan diambil hati.”Pe
“Kalian harus pergi dari rumah ini.” Muklis berkata dengan wajah seriusnya “Mili tidak terima mereka menikah.”Wijaya hanya diam memandang semua yang ada di ruangan, putrinya Via tampak frustasi dengan Tania dan Tina yang berada disampingnya. Mencoba untuk bersikap tenang dengan memandang Bima yang seakan tidak terpengaruh sama sekali dengan kata-kata yang Muklis katakan.“Kamu sudah menebak semua ini terjadi?” tembak Wijaya membuat suasana sunyi menatap kearah Wijaya dan Bima bergantian.Bima menghembuskan nafas kasar “Sedikitnya sudah, maaf tidak memberitahukan semuanya.”“Lalu apa rencana kamu?” Wijaya bertanya dengan menatap dalam pada Bima yang terdiam “Kalau menikah sama Via nggak ada rencana buat mengatasi ini buat apa?”“MAS! Kamu bisa nggak usah pakai emosi? Kasihan Via juga kalau begini dan seharusnya ini semua tugas kita bagaimanapun kita saudara yang harus sal