Kehidupan pernikahan Wijaya dan Vita dari luar tampak baik – baik saja bahkan Mira tidak berusaha mendekati Wijaya seperti sebelumnya, tapi tidak ada yang tahu bahwa Wijaya merasa kurang dalam pernikahannya yaitu cinta. Setiap kali dirinya melihat Austin bagaimana mencintai almarhumah istrinya Hera membuat dirinya berpikir akankah seperti Austin jika kehilangan Vita suatu saat nanti.
“Pernikahan kita sudah hampir sebulan dan belum ada tanda – tanda hamil,” Wijaya menatap Vita yang membelai perutnya “apa kita kurang berusaha?.”
Wijaya tersenyum “pasrahkan semua pada Tuhan,” membelai kepala Vita pelan.
Vita tidak ada yang kurang dari wanita dihadapannya ini dan entah kenapa dirinya tidak ada rasa sama sekali, Mira juga tidak kalah dengan Vita tapi sekali lagi tidak ada perasaan di antara mereka berdua. Wijaya sempat berpikir apa dirinya kelainan sampai tidak merasakan getaran pada salah satu wanita bahkan pada istrinya sendiri saat ini yang selalu tampil mempesona bagi kebanyakan kaum seperti dirinya.
“Kamu jadi bertemu Boy lagi?,” Wijaya mengangguk “sepertinya dia tertarik dengan kerjasama kita.”
“Semua berkat dirimu,” menepuk bahu Vita pelan “lain kali ikutlah bertemu dengan Boy,” Vita menggelengkan kepala “Boy pasti suka bertemu denganmu apa lagi ini adalah usaha dirimu untuk kerjasama dengan Boy.”
Vita tersenyum “aku hanya ingin mengabdi sebagai istri dan ibu saja nantinya jadi semua urusan kantor kamu yang mengurusnya,” Wijaya menghembuskan nafas panjang “aku hanya mau jangan memaksa anak kita untuk seperti kita,” membelai pipi Wijaya singkat sebelum mencuri ciuman di bibirnya lembut yang membuat Wijaya terkejut “bonus atas apa yang kamu lakukan dan sekarang pergilah.”
Wijaya menatap Vita yang keluar dari kamar, mereka sudah tinggal di rumah sendiri di mana rumah ini adalah hadiah pernikahan dari kedua orang tua mereka berdua. Wijaya dan Vita berjanji akan membeli rumah sendiri untuk mereka berdua dan anak – anak nantinya, rumah ini akan tetap digunakan meski tidak terlalu sering berada di sini. Wijaya sebenarnya sudah membeli tanah dan membangun rumahnya tapi belum selesai dan baru diberitahukan pada Vita setelah mereka menikah, Wijaya meminta Vita yang mendesign seluruh bangunan rumah yang belum selesai dan menurut rencana beberapa bulan lagi sudah bisa ditempati.
Wijaya melangkah keluar satu pemandangan yang selalu dia dapatkan setiap pagi adalah Vita yang memerintahkan asisten rumah tangga untuk menyiapkan sarapan bagi mereka berdua, Wijaya tahu jika Vita tidak bisa memasak dan dirinya menerima semua kekurangan Vita sebagaimana yang Vita lakukan juga. Pernikahan bukan hanya masalah cinta dan seks tapi bagaimana pasangan saling menghargai satu dengan yang lain serta komunikasi, meski tanpa cinta dalam benak Wijaya tidak ada sedikit pun keinginan untuk menduakan Vita, kalau pun dirinya menikah lagi ketika Vita mengijinkan atau tidak ada lagi di muka bumi ini.
“Makan yang banyak biar bisa hadapin ayah dan papa nanti,” goda Vita membuat Wijaya cemberut “aku sudah bersih dan kita bisa melakukan malam ini berharap semoga mendapatkan hasil secepatnya.”
Mereka makan dalam diam tidak ada pembicaraan sama sekali sampai dirinya berangkat kerja, Wijaya berangkat sendiri tanpa adanya sopir atau pun asisten seperti ayah atau papanya karena memang kedudukan dirinya belum terlalu penting. Vita sendiri memilih berada di rumah sesuai dengan komitmen dirinya yang dikatakan ke Wijaya, ketika sampai di kantor suasana tidak jauh berbeda dari hari biasanya yang selalu ramai dengan segala aktivitasnya.
“Permisi ada Pak Regan yang ingin bertemu,” ucap Fitri yang menjabat seketaris Wijaya.
Wijaya mendapatkan seketaris melalui proses panjang dengan pengajuan pada ayahnya, memberikan alasan bahwa banyak pekerjaan yang harus dirinya kerjakan di tambah dirinya ingin segera sampai di rumah untuk bertemu Vita. Alasan Vita hanya dirinya buat – buat agar membuktikan bagaimana mereka berdua saling membutuhkan, tapi alasan sebenarnya adalah dirinya belajar di ruang kerja dalam rumah untuk menganalisa suatu masalah dan juga cara penyelesaiaannya.
“Sudah lama?,” menatap Regan yang sudah duduk di sofa ruangannya.
Regan menggelengkan kepala “baru saja.”
Wijaya mengajak Regan membicarakan bisnis yang akan mereka jalani, Regan adalah pebisnis muda yang sangat di hormati dan berbanding terbalik dengan dirinya yang dikenal hanya karena keturunan sang ayah dan juga keberuntungan dirinya menikah dengan putri tunggal pemilik berbagai perusahaan di bidang makanan dan hotel. Mertua Wijaya lebih banyak berusaha di bidang seni bahkan memiliki hotel juga restoran yang terkenal di penjuru Indonesia di tambah bisnis Vita yang lagi berkembang.
Wijaya banyak belajar dari sahabat – sahabatnya bahkan tidak jarang meminta pendapat sahabatnya atas apa yang dirinya perbuat ketika mengambil keputusan dan Wijaya sangat beruntung memiliki sahabat seperti mereka semua. Bisnis yang akan dirinya mulai dengan Regan adalah bergerak di bidang property, usaha baru yang Wijaya tangani untuk dirinya sendiri sedangkan memutuskan bersama Regan karena ahli dalam bidang property. Semua yang Wijaya lakukan atas persetujuan Vita karena bagaimana pun mulai sekarang dirinya harus berkonsultasi dengan Vita, dana yang digunakan untuk bisnis ini adalah dari gaji yang Wijaya dapatkan selama bekerja dengan orang tua dan mertuanya.
“Kalau begitu semua sudah diputuskan dan perusahaan ini harus segera berjalan, minta tolong pada Hadi untuk mengurus semuanya,” Wijaya mengangguk mendengar perkataan Regan “aku ingin bicara mengenai hal lain dan ini tentang Mira juga Austin,” Wijaya mengangkat alisnya membuat Regan menghembuskan nafas panjang “kamu tahu jika ibu Austin sudah melamar Mira?,” Wijaya menggelengkan kepala “Austin tetap dengan pendiriannya tidak ingin menikah sedangkan aku sendiri ingin memiliki Mira seutuhnya bukan hanya teman.”
“Lalu?,” Wijaya mencoba memahami perkataan Regan
“Aku bimbang antara melepaskan Mira pada Austin yang belum lepas dari bayangan Hera atau aku melamar dirinya dengan membiarkan Mira memilih siapa yang akan menjadi pasangannya.”
Wijaya tersenyum mendengarkan cerita Regan sedangkan dirinya sendiri belum pernah mengalami hal demikian jadi tidak tahu harus mengatakan apa pada Regan “jika kamu mencintainya berjuanglah.”
Regan menatap Wijaya dengan tersenyum “seperti dirimu dan Vita yang hidup penuh dengan cinta di dalamnya.”
Wijaya hanya tersenyum mendengar perkataan Regan dan tidak tahu mengatakan atau membahas apa, terlebih mengenai percintaan dan pernikahan dirinya yang saat ini baru saja berjalan. Wijaya hanya berharap akan adanya keajaiban dalam rumah tangga mereka berdua nantinya. Wijaya hanya menatap Regan yang sibuk bercerita banyak hal sampai melupakan waktu dan tujuan dirinya telah selesai beberapa saat yang lalu seolah tidak memiliki pekerjaan.
“Kita akhiri karena aku akan ada rapat dan juga bertemu klien sebentar lagi,” Regan menatap jam lalu tersenyum.
Regan berdiri menepuk bahu Wijaya pelan sebelum keluar dari ruangan membuat Wijaya hanya bisa memandang punggung Regan yang keluar dari ruangannya. Wijaya menghembuskan nafas panjang dengan segera memanggil Fitri untuk memberikan jadwal setelah ini, dan Wijaya mendengarkan beberapa acara dirinya seharian ini.
“Siapkan semuanya dengan sangat rapi dan jangan sampai ada yang kelewatan.”
Usaha yang Wijaya lakukan bersama Regan berjalan sebagaimana mestinya di tambah dukungan Vita yang tidak pernah berhenti atas apa dilakukan Wijaya. Kabar gembira memenuhi keluarga Hadinata dan Darmaja di mana Vita tengah hamil 6 bulan, dan itu membuat Wijaya semakin semangat dalam bekerja. Vita sendiri tidak pernah menuntut apa pun pada Wijaya dan itu membuat Wijaya semakin tidak enak, bahkan di kehamilan ini Vita tidak mengalami masa ngidam sebagaimana wanita hamil pada umumnya.“Bagaimana kabar baby hari ini?,” Wijaya membelai perut Vita yang mulai tampak membuncit.“Tidak pernah rewel sama sekali dan tahu jika orang tuanya sedang sibuk terutama papanya,” goda Vita membuat Wijaya tersenyum dan mencium kening Vita pelan.Selama beberapa bulan menikah tidak ada perbedaan dalam hubungan mereka di mana tetap berkomunikasi selayaknya sahabat dan untuk masalah ranjang tetap sama seperti ketika malam pertama dan Wijaya tidak pernah mempermasalahkan hal tersebut sama sek
Suara desahan memenuhi kamar mereka berdua, Wijaya menggerakkan miliknya sedikit takut melukai bayinya dengan gerakan pelan sedangkan Vita hanya menerima apa yang Wijaya lakukan. Tidak lama kemudian mereka berdua mencapai klimaks bersama, Wijaya mencium bibir Vita singkat setelahnya berjalan ke kamar mandi membersihkan diri serta bersiap bertemu dengan teman – temannya.“Jadi keluar?,” tanya Vita ketika melihat Wijaya sedang menggunakan pakaian.Wijaya menatap Vita sekilas lalu mengangguk “Yuta baru saja hubungi kalau sudah di sana semua tinggal aku yang belum, kalau kesepian hubungi Mira untuk menemani kamu.”Vita mengangguk “sepertinya aku ingin istirahat tanpa gangguan dari orang lain, pulanglah kalau udah selesai.”Wijaya meninggalkan Vita yang tampak lelah setelah sebelumnya meminta asisten rumah tangga untuk berjaga apabila Vita membutuhkan bantuan, berkumpul seperti ini sering mereka lakukan baik itu di dis
Wijaya mengambil resiko dengan tetap terlibat dalam proyek yang akhirnya membuat ketiga sahabatnya ikut serta, orang tua Wijaya dan Vita akhirnya hanya bisa mengikuti naluri yang dirinya miliki. Saat ini dirinya berada di rumah bersama sahabat – sahabatnya karena Vita lagi ingin makan masakannya Mira bersama yang lain, Vita hanya memandang Mira yang sedang memasak sedangkan keempat pria duduk tidak jauh dari mereka berdua.“Vita makin seksi,” ucap Austin membuat Wijaya menatapnya tajam.“Bukankah kalian tidak ada perasaan untuk apa marah jika ada pria lain mengatakan istrimu seksi?,” tanya Regan memberi tatapan menggoda pada Wijaya.“Pertemanan kita ini lucu di mana sukanya siapa sama siapa tapi yang menikah beda orang,” ucap Austin membuat semua menatapnya “Yuta bagaimana sama gadis yang waktu itu?.”Yuta hanya tersenyum mendengar pertanyaan dari Austin “apa itu penting?.”Austin hanya mengangkat bahu tapi selanjutnya mereka membahas masalah keputusan
Proyek kerjasama dengan pemerintah untuk membangun gedung di dekat perkampungan kumuh sempat membuat warga menolak, tapi setelah mendapatkan kompensasi yang mereka inginkan semua berjalan sesuai rencana. Wijaya menggunakan nama perusahaan mertuanya untuk mendapatkan proyek dan berkat nama besar perusahaan semua berjalan dengan sangat lancar, beberapa persenan yang dikeluarkan untuk memperlancar semuanya berjalan lancar juga. Bantuan dukungan dari ketiga sahabatnya juga sangat membantu, bantuan mereka berupa alat berat bahkan tenaga kerja tambahan.“Sudah aku katakan jika menggunakan nama besar orang tua kalian semua berjalan lancar,” ucap Yuta ketika mereka berada di ruangan Wijaya.“Naluri bisnis kamu semakin berkembang pesat tidak salah kita mendidikmu,” goda Regan membuat Yuta menatap tajam.Perusahaan mertua Wijaya mendapatkan proyek tersebut dengan mulus tanpa hambatan, membuat Wijaya sedikit waspada tentang keadaan ke depannya. Wijaya memang tidak memiliki na
Wijaya menatap Vita yang tampak lemas setelah hubungan intim mereka, Wijaya sadar dengan kehamilan Vita seperti ini membuat terbatas dalam bergerak. Pernikahan Mira dan Regan berjalan sangat lancar dan yang mengejutkan adalah Austin menerima perjodohan yang dilakukan ibunya dengan wanita yang mementingkan penampilan bernama Helena.“Baru tahu Mira sangat memuaskan di ranjang” ucap Regan ketika mereka berkumpul “kamu kapan akan menikah?” mengalihkan pandangan pada Yuta yang terdiam.“Nanti tunggu saja” jawab Yuta santai.“Sudah ada kandidat sepertinya” goda Austin yang hanya diberikan senyuman oleh Yuta “Helena sangat berbeda dengan Hera bahkan dekat sekali dengan ibuku, aku tidak tahu apa yang dia gunakan untuk menjebak ibuku” keluh Austin menatap jauh “hatiku tidak berubah masih pada Hera sampai kapan pun.’“Kamu harus membuka diri bukan terjebak pada masa lalu” semua menatap Wijaya yang tiba – tiba menjadi bijak “Vita yang meminta untuk bicara denganmu kare
Wijaya berdiri di depan ruang bersalin karena saat ini Vita waktunya melahirkan anak pertama mereka dengan Regan yang menemani dirinya saat ini, beberapa kali Wijaya mondar mandir menunggu keadaan Vita membuat Regan menatap tajam.“Sorry terlambat” suara Yuta menghentikan langkah Wijaya dan helaan nafas lega dari Regan.Tidak lama kemudian orang tua Vita dan Wijaya datang secara bersamaan dengan itu Wijaya langsung memeluk Eve yang hanya bisa menepuk punggung Wijaya pelan untuk menenangkan dirinyapp. Wijaya yang sudah berada dalam pelukan Eve sedikit merasa tenang karena mendapatkan sedikit penguat atas apa yang dihadapannya saat ini, menunggu istri melahirkan memang sangat mendebarkan tapi dirinya tidak menyangka akan seperti ini rasanya. Tidak lama kemudian pintu ruangan terbuka membuat semua menatap ke arah pintu yang semakin membuat Wijaya cemas.“Bapak Wijaya selamat putranya telah lahir dengan selamat dan sekarang sang ibu sedang proses pemulihan diri,
Suasana rumah yang ramai dengan kedatangan orang tua Vita serta Wijaya terkadang membuat mereka berdua sebagai pasangan yang saling mencintai, Wijaya tidak mempermasalahkan hanya saja semakin lama semakin lelah. Kedatangan Mira yang sering melihat bagaimana Devan juga mengisi hari – hari mereka, perut Mira sendiri sudah mulai tampak yang entah kenapa membuat sesuatu dalam diri Wijaya bangkit karena kali ini menatap Mira yang berbeda dibanding sebelumnya. Tidak mungkin karena hamil semua jadi berubah karena selama Vita hamil tidak pernah melihat sesuatu yang berbeda, pasti ini semua karena perkataan Helena saat di rumah sakit ketika itu.“Loh tumben datang?” Wijaya mengikuti suara Vita yang seketika membuatnya kaku ditempatnya “Devannya masih dijemur depan, kamu masuk aja dulu ada Wijaya di dalam mungkin satu jam lagi baru masuk.”Wijaya mencoba tenang di tempatnya saat Helena duduk disampingnya, mencoba untuk tidak peduli dengan keberadaan wanita ini tapi saat ini tatapa
Wijaya memang berencana untuk pulang tapi ketika sudah berada dalam mobil bayangan Helena menghampiri membuat ingin melaksanakan apa yang Helena katakan, namun Wijaya tidak berani merusak hubungan persahabatan dengan Austin karena bagaimana pun Helena adalah milik Austin dan masa lalu sahabatnya membuat Wijaya tidak tega dibuatnya. Mobil yang dikendarai tidak menentu akan ke mana bukan rumah tujuan Wijaya melainkan tidak menentu, bahkan tidak menyadari bahwa mobil yang dikendarai masuk keluar kota dan ketika sadar tidak ada niatan dalam diri untuk kembali yang akhirnya memutuskan ke suatu tempat yang sudah lama tidak dikunjunginya.“Nak, kamu di sini?.”Wijaya menatap wanita yang sudah dianggap sebagai ibunya sendiri ini karena merawatnya dari kecil, lahir sebagai anak tunggal tidak membuat Wijaya mendapatkan kasih sayang yang cukup dan wanita ini yang memberikan perhatian. Eve tidak pernah meninggalkan Wijaya sendiri karena selalu ikut serta ke mana mereka pergi bersama
“Dalam...lebih keras.” Suara erangan Tania membuat Wijaya semakin dalam dan kasar memasukkan adiknya kedalam rumah, tangan Wijaya tidak tinggal diam dengan meremas bukit kembar milik Tania yang membuatnya semakin semangat bermain didalam sana. Kehamilan Tania kedua ini membuatnya semakin menggairahkan dan Wijaya meminta mereka tidak menggunakan pakaian saat berada didalam kamar. “Aku mau keluar.” Tania membuka suaranya membuat Wijaya bergerak semakin cepat dan kasar sampai akhirnya mereka mencapai klimaks secara bersamaan. Wijaya semakin mendorong adiknya kedalam dengan beberapa kali cairannya keluar dalam jumlah yang banyak, membiarkan sesaat didalam sebelum akhirnya melepaskan penyatuan mereka. Tania mengambil posisi berjongkok membersihkan adik kecilnya dari cairan mereka berdua, tangannya hanya meremas rambut Tania perlahan sebelum akhirnya adik kecilnya benar-benar bersih. “Bagaimana kabar dia?” tanya Wijaya membelai perut Tania pelan. “S
Kabar yang mereka dapatkan membuat semua langsung menuju rumah sakit, perasaan tidak tenangnya benar-benar terbukti. Tania hanya bisa memeluk dan menepuk punggung Wijaya agar bisa tenang, tapi tidak berlangsung lama saat mendengar hal yang membuat Wijaya jatuh.“Aku malu sama Regan dan Mira nggak bisa menjaga putrinya dengan baik.” Wijaya menangis dipelukan Tania.Wijaya harus benar-benar kuat, Devan sendiri benar-benar tidak bisa menahan dirinya. Wijaya tahu apa yang Devan rasakan saat ini, hanya saja harus terlihat kuat depan mereka semua. Memasuki ruangan Via yang selalu menangis merasa bersalah dengan apa yang terjadi, Bima sendiri berada disamping Via tidak berhenti menenangkannya.“Mili sudah masuk penjara.” Nanda memberikan informasi yang hanya diangguki Wijaya “Pasalnya percobaan pembunuhan, hanya saja mereka menggunakan gangguan kejiwaan Mili dan kemungkinan akan dibebaskan.”“Bagaimana bisa?” Wijay
“Perasaanku semakin tidak tenang sama sekali.” Wijaya bergerak bolak balik membuat Tania dan Tari memutar bola matanya malas.“Mereka baik-baik saja, Pa.” Tari menenangkan Wijaya entah sudah ke berapa kali.“Mereka jadi balik?” tanya Wijaya kesekian kalinya yang diangguki Tania dan Tari kembali.“Nanda dan yang lain pasti menjaga Via.” Tania menenangkan perasaan Wijaya.“Aku mungkin terlalu berlebihan.”Wijaya menyandarkan dirinya di sofa dengan Tania yang berada disampingnya dan Tari dihadapannya yang masih sibuk dengan laptopnya. Wijaya tahu bahkan sangat tahu jika perasaannya tidak pernah salah, wanita seperti Mili akan bisa melakukan segala macam cara licik untuk mendapatkan apa yang diinginkannya.Pengawal yang diminta menjaga keluarganya atau mereka yang menyelidiki Mili tidak memberikan informasi apapun dan itu semua membuat Wijaya semakin merasa tidak tenang. Tep
Menghabiskan waktu di Bali semakin membuat perasaan tidak menentu sama sekali, permasalahan Via belum selesai sama sekali membuat pikirannya menjadi tidak tenang. Ditambah kehamilan Tina yang berada jauh disana juga menjadi beban pikiran Wijaya, Tania berkali-kali mengatakan jika semuanya baik-baik saja tetap tidak membuat semua menjadi tenang.“Mereka ada di Singapore jadi tenang saja, Nanda juga mengecek semuanya. Mili nggak mungkin berbuat aneh-aneh sama Tina, dendam Mili hanya pada Via.” Tania mengatakan itu berulang kali.“Keputusanku tidak salah, kan?” Wijaya menatap Tania meminta persetujuan yang diangguki pelan “Aku meminta mereka mengurus Singapore, Vian sendiri sudah harus memperbaiki yang ada disini.”“Kamu mau memikirkan mereka atau menikmati malam indah kita?” Tania membelai wajah Wijaya pelan dengan mencium bibirnya penuh gairah.Sentuhan Tania membuat Wijaya tidak bisa menahan diri dengan mena
“Kenapa?” tanya Tania saat duduk disamping Wijaya setelah meletakkan minuman “Ada yang mengganggu pikiran kamu?”Wijaya tersenyum dengan menggelengkan kepala, menarik Tania agar duduk dipangkuannya tidak lupa membelai perutnya yang mulai membesar. Wijaya tidak pernah melakukan hal kecil seperti ini pada Vita sebelumnya dan tentu saja Helena, hanya Tania yang mendapatkan perlakuan special dari dirinya.“Memang memikirkan apa? Masalah Via?” Tania membelai wajah Wijaya perlahan yang hanya dijawab dengan gelengan kepala “Lalu?”“Kalau aku meninggal terlebih dahulu apa kamu akan menikah?” pertanyaan Wijaya membuat Tania mengerutkan keningnya “Aku cuman nggak mau kamu kesepian jadinya aku tanya hal ini.”Tania mengangkat bahu “Satu hal yang pasti kalau kamu meninggal terlebih dahulu jangan lupa wariskan semua harta kamu ke aku dan anak-anak kita bukan anak-anak kamu sama Vita.”
Melihat Tania marah adalah hal yang membuat Wijaya pusing, Tania bisa mendiamkannya selama berhati-hati, tidak tahu akan melakukan apa karena apapun yang dilakukannya tidak akan berdampak apapun.“Coba papa ingat-ingat melakukan kesalahan apa.” Tari berkata dengan santai.“Kalian tadi liatin papa itu kenapa sih?” tanya Wijaya penasaran membuat Tari mengangkat bahu.“Pa, sebenarnya kenapa papa bisa bertahan sama mama kalau nggak saling cinta?” Tari mencoba bertanya hal lain agar tidak perlu memikirkan masalah Tania saat ini.“Kalian yang buat kita bertahan.” Wijaya menatap Tari lembut “Kami dulu berjanji satu sama lain, meskipun kita menikah karena dijodohkan tapi kami ingin pernikahan yang normal pada umumnya.”“Papa bahagia sama mama?” tanya Tari penuh selidik.Wijaya tersenyum “Mama kamu adalah teman dan partner yang terbaik pernah ada.”“Papa
Bali adalah tempat untuk menenangkan diri yang terbaik, mengajak semua keluarga ke Bali setelah permasalahan yang dialami Bima dan Via. Kehamilan Tania sendiri berkembang dengan cepat membuat Wijaya harus ekstra hati-hati dalam mengambil keputusan, banyak hal yang menjadi pertimbangannya.“Kamu kapan lulus sih?” Wijaya menatap malas pada Tari.“Sidang aja belum bicara lulus.” Tari menjawab santai dengan mata tetap fokus pada laptop “Kita sampai kapan disini?”“Belum tahu, secara masih banyak yang harus diselesaikan.” Wijaya menjawab santai.“Papa juga kenapa kasih ijin Mbak Via nikah sama Mas Bima, Mas Rifat calon yang ok dibandingkan Mas Bima.” Tari mengalihkan pandangan kearah Wijaya yang menghembuskan nafas panjang.“Kamu tahu kan kalau papa sama mama nggak saling cinta, jadi papa nggak mau kakak kamu atau kamu mengalami hal yang sama kaya kita.” Wijaya menjelaskan pelan mem
“Jangan terlalu keras sama Via.” Tania membelai wajah Wijaya setelah melepaskan penyatuan mereka “Via sendiri belum berpengalaman.”“Andaikan dia menikah sama Rifat pasti semuanya nggak akan begini.” Wijaya mengusap wajah dengan kedua tangannya “Kurang apa sih memang Rifat?”“Cinta, Via nggak cinta sama Rifat.” Tania menjawab santai “Kamu mau mereka hidup tanpa cinta? Seperti kamu sama Vita dulu, lalu Via tetap melakukannya sama Bima.”Wijaya membenarkan perkataan Tania mengenai hal itu, tidak mungkin dirinya membuat sang anak hidup tanpa cinta. Wijaya tidak mau anak-anaknya merasakan apa yang dia rasakan, pengalaman dirinya dengan Vita adalah guru paling berharga.“Devan dan Tina saling cinta?” tanya Tania tiba-tiba yang membuat Wijaya bingung “Aku ngerasa mereka kaya saudara bukan pasangan suami istri, tapi pandanganku aja jadi jangan diambil hati.”Pe
“Kalian harus pergi dari rumah ini.” Muklis berkata dengan wajah seriusnya “Mili tidak terima mereka menikah.”Wijaya hanya diam memandang semua yang ada di ruangan, putrinya Via tampak frustasi dengan Tania dan Tina yang berada disampingnya. Mencoba untuk bersikap tenang dengan memandang Bima yang seakan tidak terpengaruh sama sekali dengan kata-kata yang Muklis katakan.“Kamu sudah menebak semua ini terjadi?” tembak Wijaya membuat suasana sunyi menatap kearah Wijaya dan Bima bergantian.Bima menghembuskan nafas kasar “Sedikitnya sudah, maaf tidak memberitahukan semuanya.”“Lalu apa rencana kamu?” Wijaya bertanya dengan menatap dalam pada Bima yang terdiam “Kalau menikah sama Via nggak ada rencana buat mengatasi ini buat apa?”“MAS! Kamu bisa nggak usah pakai emosi? Kasihan Via juga kalau begini dan seharusnya ini semua tugas kita bagaimanapun kita saudara yang harus sal