"Apa yang terjadi benar-benar di luar nalarku, Ann." ujar Savvy gemetar.
Masih terngiang di benak Anneth kala Savvy mengulangi perkataannya. Savvy mengatakan padanya, beberapa waktu berlalu setelah lukisan kuno berada di kediamannya dan tergantung di dinding ruang tamu, hal-hal ganjil dan di luar nalar kerap terjadi.
Apa mungkin penyebab hal-hal ganjil yang terjadi di rumahnya karena lukisan itu? Namun, Savvy belum mengetahui secara gamblang sejarah lukisan itu. Aku juga belum bisa memberitahukannya saat ini, kurasa bukan saat yang tepat, benak Anneth.
Anneth mengingat perkataan Savvy sebelumnya, sejak lukisan itu terpajang sempurna menghadap lukisan kapal pesiar yang letaknya di dinding seberang, rumahnya seakan berjalan tak normal seperti biasanya. Asi
Anneth duduk berdua dengan Devaro di sebuah cafe bertemakan dua dimensi, seluruh interior dan perabotan kulinernya hanya berbalut dua warna yakni hitam dan putih. Mereka berdua mengobrol dan menghabiskan malam di hari sabtu yang seakan sudah menjadi kebiasaan baru sejak Anneth mengenal Devaro. Mereka membahas topik apapun tanpa batas dan cekikikan tanpa rasa sungkan atau malu saat menceritakan kejadian lucu bahkan saat melihat peristiwa lucu yang tak sengaja tertangkap mata saat di area. "Anneth." Panggilan nama itu seakan menghipnotis dirinya. Seketika ia menghentikan obrolannya dengan Devaro dan mendongak. "Varo, ayo cepat kita pergi dari tempat ini." "Tunggu, Ann, kenapa kau terus menghindariku.
Di teras depan penginapan, Anneth membayangkan kembali kejadian yang baru saja dialaminya. Karena terbakar rasa ingin tahu, ia telah membuang waktunya dengan menemui Brandon. Brandon kembali dalam kehidupan Anneth untuk membahas masalah pribadi mereka, masalah percintaan. Bagi Anneth, sebenarnya ia sudah mengubur masa lalunya bersama Brandon sejak pria maskulin itu memilih meninggalkannya. Momen pertemuan kembali dengan Brandon seketika membuat jantungnya berdebar di balik tulang rusuk. Degupnya bertalu-talu sampai terdengar ke telinganya. Sama seperti dulu kala, ia masih merasa terintimidasi setiap kali bertatapan dengan Brandon. Mata coklat yang menyala-nyala tapi memesona, rambut lurus yang halus berkilauan, bahu yang semakin bidang dan berotot, tulang rahang wajah yang keras dan bidang serta aroma tubuhnya yang lembut dan eksklusif telah berhasil memacu adrenalinenya. Anneth merasakan semakin bertambah umur, pria yang duduk di hadapannya ini, sema
Anneth akhirnya mendapat jawaban atas pertanyaan beberapa tahun silam yang menyelimuti hatinya. Alasan dibalik kepergian dan kehilangan sosok yang dikaguminya dan pernah mengisi relung hatinya yang kosong. Dengan aksen bahasa asing yang masih kental, Brandon menyingkap tabir rahasia kepergiannya meninggalkan Anneth kala masih menjadi kekasihnya. Perempuan lain yang tak lain adalah mantannya merupakan penyebabnya menghilangnya ia dalam kehidupan Anneth secara tiba-tiba. Bukan alasan kecantikan fisik yang membuat hati dan pandangannya teralihkan tapi karena perasaan kasih sayang yang belum sempat tercurahkan sepenuhnya. Sejak orang tua kekasihnya melarang keras Brandon menemui mantannya yang disebabkan Brandon yang masih suka mabuk-mabukan, berpesta hingga pernah terpergok mengkonsumsi narkoba hingga sempat direhabilitasi, maka hubungan asmara Brandon dan kekasihnya pun kandas. Rasa sakit hati karena perkataan orangtua kekasihnya yang menyudutkan diriny
"Hey, lihat, mereka berkerumun." "Ya, tanpa kau bilang, aku sudah melihatnya." "It's cool, Ann." Anneth mengangkat alisnya tinggi dan menatap Sherly dengan tatapan aneh, seolah ia selalu bersikap antusias dimanapun berada. "Aku haus, mau beli minuman, apa kau mau juga?" "Yeah, ide yang bagus, Ann." Anneth mengayunkan kakinya menuju tempat penjual minuman. Ia mengambil satu botol minuman ber-ion, satu botol minuman cola dan dua kotak minuman teh. Usai melakukan transaksi, ia duduk di salah sat
Anneth menghirup dalam-dalam aroma therapy yang berhembus keluar dari lilin yang telah dinyalakannya. Aroma khas cendana membuat otot dan sarafnya yang semula menegang menjadi rileks. Otot dan sarafnya yang menegang salah satunya diakibatkan oleh beban pekerjaannya saat ini. Beban pekerjaan Anneth yang semula ringan karena menjadi room maid telah berubah drastis berkali-kali lipat sejak Savvy mengangkatnya sebagai Sekretaris. Keadaan memaksanya untuk bisa cepat belajar, cepat beradaptasi dengan lingkungan baru dan pekerjaan baru serta mempunyai inisiatif. Kadangkala Anneth merindukan pekerjaan lamanya sebagai room maid yang hanya membersihkan kamar, toilet, mengganti linen, menyapu, mengepel dan sederet tugas lainnya. Ia hanya menuruti perintah atasan atau tamu hotel tanpa membutu
Di depan gerbang Sakura House, mobil berwarna merah milik pria tampan yang tak asing bagi Anneth terpampang di hadapannya. Mobil sport warna mencolok dengan atap terbuka yang dapat memperlihatkan sang pengemudinya, belum menarik minat Anneth untuk sekedar meliriknya lebih lama, mendekatinya atau bahkan menyapa pengemudinya dengan ucapan "Selamat Pagi". Dengan kemeja kerja dan bawahan rok gelap selutut serta tas yang disampirkan di bahu, Anneth terus melangkahkan kaki tanpa menghiraukan sedikitpun mobil sport merah yang melintas perlahan disampingnya ataupun pengemudinya. Mobil sport itu terus mengikuti arah gerakan kaki Anneth. "Masuklah, jangan sungkan, kau bisa terlambat." Anneth tetap tak bergeming. Ia terus mengayunkan kakinya. Namun, tiba-tiba apa yang tak diharapkannya perlahan terjadi. Gerimis mulai turun dari atas langit.
Valentino dan Richard mulai mempersiapkan kontrak kerjasama untuk Brandon selaku kontraktor di perusahaan properti mereka. Namun, di sisi lain, Brandon kebingungan dengan permodalan yang akan digunakannya untuk membangun perusahaan. Ia berkonsultasi dengan kakaknya yang lebih dulu berpengalaman dalam menjalankan bisnis. Hasil dari konsultasi itu, Brandon akhirnya mendapat pencerahan mengenai permodalan. Roland yang telah berkeluarga, sudah mempunyai rumah sendiri bahkan dia telah mampu membeli satu rumah lagi yang dipersiapkan untuk anak lelakinya kelak. Ia meminjamkan sertifikat rumah milik anaknya pada Brandon. Dengan sertifikat rumah yang telah berada dalam genggamannya itulah Brandon menggadaikan rumah milik anak Roland kelak dan akhirnya mendapat modal usaha untuk mendirikan perusahaan kontraktor. Brandon berjanji pada Roland akan secepatnya mengembalikan sertifikat rumah milik Roland.
Anneth tak langsung pulang usai mengikuti perkuliahan, ia memilih menghabiskan waktu di perpustakaan untuk menyelesaikan tugas kuliahnya. Namun, kali ini ia melakukannya seorang diri karena Sherly mengatakan ada keperluan mendadak sehingga harus segera pulang. Perpustakaan kampus buka 24 jam dibuat mirip seperti perpustakaan di kampus-kampus luar negeri. Suasana tampak ramai karena dipenuhi pengunjung saat Anneth sudah berada di dalamnya. Beberapa dari mereka ada yang hanya sekedar mampir untuk meminjam buku perpustakaan lalu pulang dan sisanya lebih memilih bertahan disana dengan membaca buku atau mengerjakan tugas seperti yang akan dilakukannya. Peraturan dibuat untuk ditaati kan bukan untuk dilanggar, karena itulah perpustakaan terasa hening dan senyap. Peraturan untuk dilarang bersuara keras atau berkerumun dalam jumlah banyak yang berpotensi menimbulkan kegaduhan diterapkan disan
TIK… TOK… TIK… TOK… Jam dinding kuno berdetak keras. Anneth terkesiap. Napasnya berderu kencang. Waktu sudah menunjukkan pukul delapan malam. Anneth masih saja duduk bertahan di ruang kerjanya seorang diri. KRUK… KRUK… KRUK… Perutnya yang kosong mulai keroncongan. Tak ada makanan atau cemilan yang tersedia di meja kerjanya. GLUK…
Anneth mengangkat jari-jemarinya yang gemetaran dan mulai mengigit-gigit kukunya. Dia tidak mampu lagi menyembunyikan kegelisahannya saat duduk di kursi. Anneth yang baru saja keluar dari ruangan Pak Devisser diselimuti penyesalan. Karena terus didesak Anneth terpaksa berterus terang mengenai pernikahannya dan menjelaskan kondisinya yang sedang hamil pada Pak Devisser dan Savvy. Sekarang Anneth hanya bisa pasrah menanti pengumuman yang akan disampaikan oleh Pak Devisser melalui atasannya Savvy mengenai statusnya di hotel Pandawa. "Akankah Pak Devisser memecatku?" tanya Anneth semakin tak tenang. Sambil memainkan gelang persahabatannya dengan Devaro alias Lea, Anneth memandang keluar melalui jendela kac
Aku akan menghibahkan lukisan anak kecil itu pada orang lain." ucap Savvy. "Apa?! Tapi kenapa?" tanya Anneth. "Rumahku jadi semakin sering mengalami kejadian-kejadian aneh, Ann. Bahkan asisten rumah tanggaku pernah hampir menghabisi nyawanya sendiri dengan pisau karena bisikan-bisikan gaib yang menghantuinya." jawab Savvy. Anneth seketika dibuat tercengang dengan penuturan Savvy. "Temanku yang seorang punya indra keenam pernah melihat keganjilan pada lukisan itu saat bertandang ke rumah. Katanya lukisan itu mengandung unsur dimensi dunia lain yang sulit dicerna dengan akal. Dulu aku juga pernah bilang padamu 'kan, sejak lukisan itu dipajang di dinding, rumahku menjadi semakin angker." lanjutnya.
Tok … tok … tok … Terdengar pintu diketuk, Anneth yang sedang sibuk mencari keberadaan suaminya bergegas melangkah menuju ke depan pintu rumah yang sengaja dirancang secara otomatis dan modern oleh Brandon. Tujuan Brandon merancang pintu sedemikian rupa agar tidak sembarang orang bisa masuk ke dalam rumahnya sesuka hati. Alangkah terkejutnya Anneth saat mendapati Brandon pulang dalam keadaan kacau dan berantakan dengan ditemani oleh seorang pria asing. Rupanya, pria asing itu yang mengantar pulang Brandon dengan mobil karena tidak mungkin bagi Brandon menyetir dalam keadaan mabuk. Anneth pun mengucapkan rasa terima kasihnya pada pria asing yang ditemuinya itu. "Syukurlah kau baik-baik saja, Bray." ujar Anneth.
Pernikahan yang diinginkan Anneth akhirnya terjadi meski tanpa restu orang tua Brandon. Pernikahan mereka juga dilakukan dengan tertutup. Meskipun pernikahan yang diinginkan Anneth terwujud tapi pernikahan ini sama sekali bukanlah seperti pernikahan yang selama ini diidam-idamkannya. Hanya segelintir orang yang diundang dalam pernikahan ini, termasuk Devaro (Lea), Naomi dan Sherly. Bahkan, dari awal Brandon sudah mengatakan dengan tegas pada Anneth bahwa tidak akan ada resepsi pernikahan, hanya akad. Bagi Brandon, resepsi yang diadakan meskipun tertutup hanya akan membuat berita pernikahan semakin menyebar dan meluas. Berita pernikahan yang meluas apalagi sampai terdengar ke telinga orangtuanya, tentu akan membuatnya dimarahi habis-habisan. Konsekuensi terberatny
Dua bulan kemudian. "Apa-apaan ini, Ann?! Jelaskan padaku apa yang coba kau sembunyikan?" tanya Savvy dengan suara meninggi sambil menyodorkan sebuah foto pada Anneth di ruang kerjanya. Anneth mengambil foto dari jemari Savvy dengan tangan gemetaran. "Ti-tidak mungkin." gumam Anneth sambil mengernyitkan dahi dan mengatupkan mulut. "Apanya yang tidak mungkin?" tanya Savvy suara meninggi. "Ma-maaf, berikan waktu, aku akan menjelaskannya padamu nanti." jawab Anneth berusaha menghindar dari cercaan Savvy yang haus akan penjelasan. Anneth berdiri di ruang kerjanya sambil terus mengamat
"Oh, maaf, sepertinya aku salah masuk ruangan." ucap pria asing yang masih berdiri tepat di ambang pintu sambil mengedarkan pandang ke segala sisi ruangan termasuk ke sisi lantai yang tampak berantakan karena berkas-berkas yang berjatuhan. "It's ok. Anda sedang mencari siapa, by the way ?" tanya Samara. "Pak Devisser." jawab pria asing itu. "Baiklah, tunggu di luar sebentar, akan kuantarkan kau ke ruangannya." ucap Samara yang dilingkupi rasa malu karena ruangannya yang tampak tak beraturan telah dilihat oleh seseorang. Sambil melangkah mengayunkan kaki menuju ruangan Pak Devisser, Samara terlibat percakapan dengan pria asing yang ditemuinya secara tak sengaja itu.
Sorot mata tajam dan dingin Brandon kini berubah menjadi teduh dengan sepasang bola matanya begitu jernih bak lautan yang bening dan dalam bak samudra. Bola mata itu kini menatap lurus ke arah Anneth. Namun, Anneth masih merasakan aura ketegasan dan penuh kharisma yang seolah tak pernah luntur dari pria itu. "Kita tidak bisa menikah." tandas Brandon. "Apa maksudmu kita tidak bisa menikah, kau t'lah janji akan menikahiku, Brandon." ucap Anneth menimpali. "Papaku tidak menyetujui pernikahan kita, apa kau paham itu, hah?!" seru Brandon. "Lalu apa rencanamu, apa kau akan lepas tangan begitu saja, tidak mau bertanggung jawab atas janin?" tanya An
Anneth tak menyangka Brandon akan meminta menikahinya secepat itu. Bahkan, pria berbadan tegap itu berjanji akan segera membicarakan persoalan ini dengan Papanya dan meminta restunya. Meskipun tak dipungkiri terselip keraguan dalam diri Anneth bahwa rencana ini akan berjalan mulus-mulus saja kedepannya. "Syukurlah kalau Brandon mau bertanggung jawab atas janin ini, tak ada yang perlu dirisaukan." gumamnya. Anneth yang masih bertahan di cafe seorang diri sambil merenung tentang masa depan dikejutkan oleh suara deringan ponsel. "Halo, Anneth, kau ada dimana, apa kau sudah ada di penginapanmu?" tanya Savvy. "Saya masih di cafe J&K, Pak, baru ketemu teman disini." balas Anneth.