Di teras depan penginapan, Anneth membayangkan kembali kejadian yang baru saja dialaminya. Karena terbakar rasa ingin tahu, ia telah membuang waktunya dengan menemui Brandon. Brandon kembali dalam kehidupan Anneth untuk membahas masalah pribadi mereka, masalah percintaan. Bagi Anneth, sebenarnya ia sudah mengubur masa lalunya bersama Brandon sejak pria maskulin itu memilih meninggalkannya. Momen pertemuan kembali dengan Brandon seketika membuat jantungnya berdebar di balik tulang rusuk. Degupnya bertalu-talu sampai terdengar ke telinganya. Sama seperti dulu kala, ia masih merasa terintimidasi setiap kali bertatapan dengan Brandon. Mata coklat yang menyala-nyala tapi memesona, rambut lurus yang halus berkilauan, bahu yang semakin bidang dan berotot, tulang rahang wajah yang keras dan bidang serta aroma tubuhnya yang lembut dan eksklusif telah berhasil memacu adrenalinenya. Anneth merasakan semakin bertambah umur, pria yang duduk di hadapannya ini, sema
Anneth akhirnya mendapat jawaban atas pertanyaan beberapa tahun silam yang menyelimuti hatinya. Alasan dibalik kepergian dan kehilangan sosok yang dikaguminya dan pernah mengisi relung hatinya yang kosong. Dengan aksen bahasa asing yang masih kental, Brandon menyingkap tabir rahasia kepergiannya meninggalkan Anneth kala masih menjadi kekasihnya. Perempuan lain yang tak lain adalah mantannya merupakan penyebabnya menghilangnya ia dalam kehidupan Anneth secara tiba-tiba. Bukan alasan kecantikan fisik yang membuat hati dan pandangannya teralihkan tapi karena perasaan kasih sayang yang belum sempat tercurahkan sepenuhnya. Sejak orang tua kekasihnya melarang keras Brandon menemui mantannya yang disebabkan Brandon yang masih suka mabuk-mabukan, berpesta hingga pernah terpergok mengkonsumsi narkoba hingga sempat direhabilitasi, maka hubungan asmara Brandon dan kekasihnya pun kandas. Rasa sakit hati karena perkataan orangtua kekasihnya yang menyudutkan diriny
"Hey, lihat, mereka berkerumun." "Ya, tanpa kau bilang, aku sudah melihatnya." "It's cool, Ann." Anneth mengangkat alisnya tinggi dan menatap Sherly dengan tatapan aneh, seolah ia selalu bersikap antusias dimanapun berada. "Aku haus, mau beli minuman, apa kau mau juga?" "Yeah, ide yang bagus, Ann." Anneth mengayunkan kakinya menuju tempat penjual minuman. Ia mengambil satu botol minuman ber-ion, satu botol minuman cola dan dua kotak minuman teh. Usai melakukan transaksi, ia duduk di salah sat
Anneth menghirup dalam-dalam aroma therapy yang berhembus keluar dari lilin yang telah dinyalakannya. Aroma khas cendana membuat otot dan sarafnya yang semula menegang menjadi rileks. Otot dan sarafnya yang menegang salah satunya diakibatkan oleh beban pekerjaannya saat ini. Beban pekerjaan Anneth yang semula ringan karena menjadi room maid telah berubah drastis berkali-kali lipat sejak Savvy mengangkatnya sebagai Sekretaris. Keadaan memaksanya untuk bisa cepat belajar, cepat beradaptasi dengan lingkungan baru dan pekerjaan baru serta mempunyai inisiatif. Kadangkala Anneth merindukan pekerjaan lamanya sebagai room maid yang hanya membersihkan kamar, toilet, mengganti linen, menyapu, mengepel dan sederet tugas lainnya. Ia hanya menuruti perintah atasan atau tamu hotel tanpa membutu
Di depan gerbang Sakura House, mobil berwarna merah milik pria tampan yang tak asing bagi Anneth terpampang di hadapannya. Mobil sport warna mencolok dengan atap terbuka yang dapat memperlihatkan sang pengemudinya, belum menarik minat Anneth untuk sekedar meliriknya lebih lama, mendekatinya atau bahkan menyapa pengemudinya dengan ucapan "Selamat Pagi". Dengan kemeja kerja dan bawahan rok gelap selutut serta tas yang disampirkan di bahu, Anneth terus melangkahkan kaki tanpa menghiraukan sedikitpun mobil sport merah yang melintas perlahan disampingnya ataupun pengemudinya. Mobil sport itu terus mengikuti arah gerakan kaki Anneth. "Masuklah, jangan sungkan, kau bisa terlambat." Anneth tetap tak bergeming. Ia terus mengayunkan kakinya. Namun, tiba-tiba apa yang tak diharapkannya perlahan terjadi. Gerimis mulai turun dari atas langit.
Valentino dan Richard mulai mempersiapkan kontrak kerjasama untuk Brandon selaku kontraktor di perusahaan properti mereka. Namun, di sisi lain, Brandon kebingungan dengan permodalan yang akan digunakannya untuk membangun perusahaan. Ia berkonsultasi dengan kakaknya yang lebih dulu berpengalaman dalam menjalankan bisnis. Hasil dari konsultasi itu, Brandon akhirnya mendapat pencerahan mengenai permodalan. Roland yang telah berkeluarga, sudah mempunyai rumah sendiri bahkan dia telah mampu membeli satu rumah lagi yang dipersiapkan untuk anak lelakinya kelak. Ia meminjamkan sertifikat rumah milik anaknya pada Brandon. Dengan sertifikat rumah yang telah berada dalam genggamannya itulah Brandon menggadaikan rumah milik anak Roland kelak dan akhirnya mendapat modal usaha untuk mendirikan perusahaan kontraktor. Brandon berjanji pada Roland akan secepatnya mengembalikan sertifikat rumah milik Roland.
Anneth tak langsung pulang usai mengikuti perkuliahan, ia memilih menghabiskan waktu di perpustakaan untuk menyelesaikan tugas kuliahnya. Namun, kali ini ia melakukannya seorang diri karena Sherly mengatakan ada keperluan mendadak sehingga harus segera pulang. Perpustakaan kampus buka 24 jam dibuat mirip seperti perpustakaan di kampus-kampus luar negeri. Suasana tampak ramai karena dipenuhi pengunjung saat Anneth sudah berada di dalamnya. Beberapa dari mereka ada yang hanya sekedar mampir untuk meminjam buku perpustakaan lalu pulang dan sisanya lebih memilih bertahan disana dengan membaca buku atau mengerjakan tugas seperti yang akan dilakukannya. Peraturan dibuat untuk ditaati kan bukan untuk dilanggar, karena itulah perpustakaan terasa hening dan senyap. Peraturan untuk dilarang bersuara keras atau berkerumun dalam jumlah banyak yang berpotensi menimbulkan kegaduhan diterapkan disan
"Tidak… aku tidak menguntitmu, jika itu yang ingin kau katakan." ujar Devaro. Anneth mengangkat tinggi alisnya karena merasa keheranan dengan sikap Devaro. "Tidak sengaja, baiklah kita lupakan mengenai hal itu. Hai Varo, bagaimana kabarmu? sepertinya sudah lama tak bersua denganmu." "Hai juga, Ann. Aku baik-baik saja. Apa kau punya recehan lebih, aku sama laparnya denganmu tapi kulihat recehanku tak cukup untuk mengisi perutku yang mulai membuncit." "Haha… Seakan sudah lama sekali aku tak mendengar kata "membuncit". Kalau begitu kusarankan padamu untuk melakukan diet sehat." "Diet katamu? Itu berarti aku takkan bisa makan semua makanan yang kusuka."
"Ada apa, kenapa wajahmu tiba-tiba memucat? Apa kau sakit?" tanya Devaro cemas saat mereka sudah mendapat tempat duduk di bus. Anneth menggeleng. "Aku merasakan kegajilan di bus ini." "Keganjilan apa maksudmu, Ann?" "Entahlah, ini hanya imajinasiku saja atau kenyataan tapi para penumpangnya terlihat tak normal." "Tak normal, bagaimana sih?" "Aku sempat melirik para penumpang bus ini. Aku terperanjat ketika seorang perempuan berambut panjang tapi acak-acakan mendongak lalu menatapku dengan matanya yang merah menyala seakan ingin melahapku. Wajahnya juga berkerut ngeri dan sangat pucat pasi. Aku juga melihat kakek tua yang menopangkan daguny