Beranda / Romansa / Andai Semua Berbeda / 89. Tidak Ada yang Boleh Menyentuhnya

Share

89. Tidak Ada yang Boleh Menyentuhnya

Penulis: Ayunina Sharlyn
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56
Fea menatap lurus pada mata Arnon. Dia ingin memastikan Arnon jujur atau sedang mencoba berdalih dan menutupi kesalahannya. Fea sangat sadar, dalam hal percintaan Fea tidak banyak mengerti. Tapi suaminya ini, dia laki-laki yang terbiasa bersama banyak wanita. Dan Fea tidak mau dia diperdayakan.

"Jujur padaku, Arnon. Aku istrimu sekarang. Aku dan kamu sudah disatukan dalam pernikahan. Jangan kamu mempermainkan kesucian perjanjian yang kita ucapkan di depan Tuhan." Dengan berani Fea menantang Arnon.

Arnon mengangkat tangan kanannya." Aku berani bersumpah. Aku tidak ada hubungan apapun dengan Soraya. Bertemu dengannya pun bisa aku hitung dengan jari." Tegas Arnon menjawab Fea.

Fea menarik nafas dalam, memejamkan mata dan di dalam hati dia berdoa. Dia minta Tuhan tunjukkan kebenaran. Suaminya yang berdusta atau Soraya yang sedang mabuk?

"Sayang ..." Arnon maju mendekat pada Fea. Dia genggam tangan Fea sambil memandang istrinya. Dia harus bisa meyakinkan Fea, dia berkata jujur. "Aku bel
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Andai Semua Berbeda   90. Tamu Tak Diundang

    "Aku pergi. Kamu baik-baik di kantor. Jangan mikir yang lain, ingat aku saja." Fea melihat Arnon, lalu turun dari mobil. "Iya. Janji, aku kirim pesan setiap dua jam. Oke?" Arnon tersenyum lebar. Fea melambai. Mobil Arnon meninggalkan kantor Fea. Arnon pagi ini akan ke kantor lebih dulu sebelum ke resto. Ada pertemuan penting dengan para pimpinan untuk persiapan akhir event yang akan mereka lakukan. Arnon senang tapi juga tidak. Senang, sebab semua planning mereka berjalan baik. Tidak senang, karena dia akan bertemu dengan Soraya. Sejak kejadian di apartemen, Arnon tidak meladeni Soraya sama sekali. Baik pesan atau telpon Arnon tidak mau gubris. Dia berkomunikasi di group saja. Jika ada urusan mendesak, Arnon minta mereka yang punya kaitan dengan urusan itu yang dia minta berkomunikasi dengan Soraya. Tiba di kantor, Arnon langsung menuju ruang rapat. Semua sudah hadir. Segera Arnon memulai pertemuan itu, memastikan semua akan berjalan sesuai target mereka. Soraya sangat profesional

  • Andai Semua Berbeda   91. What A Wonderful Day

    Mata Fea melirik ke arah kanannya. Arnon berjalan di sisinya, menggandeng tangannya sambil berjalan masuk ke gedung megah, gereja tempat dia dan Arnon menikah. Melangkah masuk ke dalamnya, seolah hari luar biasa menegangkan dan penuh kejutan itu hadir lagi. Rasa degdegan sedikit menggulung di hatinya. Dia eratkan pegangan pada Arnon. Pria itu sekarang adalah suaminya. Dan sampai kapanpu akan tetap begitu. "Apa yang kamu rasa?" Arnon sedikit mendekatkan wajahnya melihat Fea, sementara mereka melangkah menuju bangku di depannya. Fea tersenyum. Dia mengambil tempat, Arnon duduk di sisinya. "Nervous. Hari pernikahan kita terpampang di mataku." "Stefi memang nakal. Dia memakai gedung ini juga untuk dia dan Irvan menikah. Aku yakin bulan madunya akan ke tujuan yang sama, Italia." Arnon ikut tersenyum. "Kenapa memang? Di sana tempat yang sangat bagus. Semuanya menakjubkan." Fea teringat bulan madunya bersama Arnon. Arnon meraih tangan Fea, meng

  • Andai Semua Berbeda   92. Sakit yang Menyenangkan

    Dengan cepat Arnon mengikuti perawat yang memanggilnya masuk ke dalam ruangan. Di dalam dokter wanita yang masih relatif muda ada di sisi tempat tidur, bicara dengan senyum manis pada Fea. Mata Arnon tertuju pada Fea. Dia masih terlihat sedikit pucat. Arnon mendekat, memegang tangan Fea dengan tatapan matanya yang cemas terus terarah pada istrinya. "Sayang, kamu gimana?" tanya Arnon. "Saya senang sekali bisa melayani Tuan dan Nyonya Arnon Hendrawan. Tidak saya kira, pasien saya istimewa hari ini." Dokter manis itu tersenyum pada Arnon. "Dok, istri saya kenapa?" Arnon tidak memperhatikan kegembiraan dokter yang senang bertemu Arnon dan Fea. "Tiba-tiba pingsan. Ada sesuatu yang serius?" Dokter itu memandang pada Fea. Dia bisa melihat ada cinta yang besar di mata Fea buat Arnon dan sebaliknya. Ingin sekali dia mengerjai Arnon agar makin keluar aura cinta pria itu. Mata Arnon masih lurus memandang dokter, ingin segera mendapat penjelasan. "Eh ... Begini, Mas ... Aku panggil Mas ga apa

  • Andai Semua Berbeda   93. Pertemuan Dengan Pria Misterius Lagi

    Geram rasanya Arnon melihat itu. Belum sehari kenapa sudah beredar berita tidak jelas di media. Entah siapa yang usil merekam kejadian saat Fea pingsan di pernikahan Irvan dan Stefi. Judul berita yang muncul membuat gerah saja, 'Belum move on, istri Arnon pingsan saat pernikahan sang mantan'. "Sial! Ada saja yang bikin senewen!" umpat Arnon dalam hati. Dia letakkan nampan makanan di nakas sebelah tempat tidur, dia matikan TV. Belum sampai mendekat kepada Fea, bunyi notif berulang kali masuk di ponselnya. Arnon melihat siapa yang ribut mengirim pesan di sana. Arnella. Arnon tersenyum kecut. Riko. Ah, chef terbaiknya itu juga ikut bersuara? Arnon mengabaikan pesan dari Arnella, dia buka chat Riko. - Arnon, kamu sudah lihat yang media sedang hebohkan? Tolong istrimu. Jangan cuek kali ini. Arnon menghela napas. Riko sangat sayang padanya dan Fea. Dia tidak pernah mau Fea mengalami hal yang buruk. Benar-benar seperti ayah Fea saja. Tapi kali ini Riko benar. Selama ini dia memilih diam,

  • Andai Semua Berbeda   94. Klarifikasi Wajib!

    "Ada sesuatu, Pak?" tanya Arnon pada Lukman. "Ya, aku minta maaf, aku harus pergi sekarang. Tapi aku berjanji ini bukan akhir pertemuan kita, aku akan kontak kalian, secepatnya." Lukman menyalami Arnon dan Fea, lalu bergegas dia melangkah keluar rumah. Arnon dan Fea mengantar ke depan hingga taksi online yang mengantar Lukman datang menjemputnya. Setelah Lukman pergi, Fea dan Arnon masuk kembali ke dalam rumah. Keduanya masih termangu dengan kisah yang Lukman tuturkan. Pria itu belum tuntas bicara. Ada yang masih Arnon ingin tahu lebih jauh. Lukman pergi dengan tergesa-gesa, Arnon berharap jika itu masalah serius, Lukman dapat segera menyelesaikannya. Fea meneruskan makan. Arnon hanya duduk mematung, terbawa pikirannya. Sesekali Fea melihat Arnon sambil terus menghabiskan makanan di piringnya. Tuutttt!!! Dering ponsel Arnon. Arnon tersentak dari lamunannya dan segera mengangkat telpon. Arnella yang menghubunginya. "Halo. Kenapa, Ma?" tanya Arnon datar. Pasti sesuatu yang tidak me

  • Andai Semua Berbeda   95. Jebakan Soraya

    "Kamu benar-benar tidak berguna! Apa yang aku perintahkan sama kamu kurang jelas? Satu kali saja buat jebakan lalu aku akan urus selanjutnya. Kalau sampai lusa aku belum dapat kabar apapun, bersiaplah. Hidupmu akan jadi neraka!" Soraya bergidik mendengar itu. Dia harus menjebak Arnon. Satu kali peristiwa dan berhasil menghancurkan dia. Seperti apa? Sekarang saja dia tidak digubris oleh Arnon. Tapi jika dia tidak melakukannya, Soraya akan dijual pada pria hidung belang dan entah akan seperti apa nasibnya kemudian. "Ya ampun, kenapa seburuk ini hidupku? Bukan kesalahanku tapi aku harus menghadapi kekacauan ini!!" Soraya menghempaskan tubuhnya keras ke atas kasur. Dia bingung sekali harus berbuat apa. Soraya memejamkan matanya. Peristiwa dua bulan lalu, kembali terpampang di matanya. Kakaknya, terbelit hutang karena judi. Dia juga kena kasus penipuan. Kakaknya menemui Ardan, meminta bantuan. Ardan bersedia, tapi dengan syarat, dia mau Soraya melakukan misi untuknya. Sedang kakak Soraya

  • Andai Semua Berbeda   96. Kejutan Soraya Sekali Lagi

    Mata Fea masih tajam terarah pada dua orang di depannya itu! Rasanya tak tahu harus berkata apa. Arnon melotot pada Fea. Dia sangat terkejut dengan kejadian tiba-tiba ini. Benar-benar bencana. Apa yang Fea akan pikirkan kali ini? "Kenapa kamu selalu saja bikin masalah?!" Arnon berkata dengan nada marah pada Soraya. Gadis itu seperti tidak tahu malu. Arnon makin yakin dia wanita tidak beres. "Pak, aku tidak bisa jauh dari Pak Arnon. Aku sangat rindu ..." "Gila! Keluar kamu dari sini! Sekarang!" Arnon makin geram dengan yang Soraya ucapkan. Wajahnya merah padam. Dadanya seperti mau meledak. "Tapi, Pak Arnon!" Soraya mencoba mendekati Arnon. "Didin! Marko! Bawa perempuan ini keluar dari sini, cepat!!" Arnon benar-benar tidak bisa menahan diri lagi. Dia panggil pegawainya untuk menyeret Soraya keluar dari ruangan itu. Soraya tak bisa berbuat apa-apa. Dia terpaksa menurut saat dua pegawai Arnon memaksa dia perg

  • Andai Semua Berbeda   97. Tak Bisa Bergeming Lagi

    Pintu apartemen Arnon di depan mata. Fea mengulurkan tangannya membuka kode untuk masuk ke sana. Ternyata masih sama. Fea melangkah ke dalam apartemen. Rania ada di belakangnya. Mata kedua ibu muda itu melebar tak percaya. Apartemen Arnon berantakan! Pakaian bertebaran di sofa. Plastik bekas makanan berserakan di sana sini. Dan sepi, tidak terdengar suara apapun. Apakah Soraya sudah pergi? Dengan cepat Fea melangkah menuju ke kamar utama. Kamar Arnon. Pintu kamar sedikit terbuka. Fea makin mendekat. Tampak ada gerakan di kamar itu. Ya, Soraya di dalam kamar. Segera Fea mendorong pintu dengan lebar. Soraya seketika menoleh cepat merasa ada yang datang ke kamar itu. "Kamu?!" Mata Soraya melotot menatap Fea. Dia sampai menjatuhkan beberapa lembar pakaian yang dia pegang. "Bagus, kamu masih di sini." Fea membalas tatapan Soraya. Kali ini Fea menguatkan hati. Dia tidak boleh lemah menghadapi perempuan tidak jelas yang ingin merusak pernikahannya.&nbs

Bab terbaru

  • Andai Semua Berbeda   Extra Part - The Double Twins

    Tawa lepas terdengar di tepi pantai. Dibarengi suara deburan ombak yang tak mau menunda hentakannya menerjang bibir pantai luas dan indah. Angin semakin kencang bertiup, seolah-olah memaksa awan-awan bergerak cepat dan segera berganti bentuk menghias biru langit.Pohon-pohon di tepi pantai berkejaran menggoyangkan dahan dan daun-daun yang memenuhi batangnya. Seakan-akan menari menikmati hari yang cerah. Sesekali terdengar desauan suara gesekan dedaunan itu."Sayang ... lihat apa?" Arnon memencet hidung Fea.Fea gelagapan. Dia pegang tangan Arnon, menoleh padanya."Memperhatikan anak-anak. Rasanya belum lama aku berjuang membawa mereka lahir, ternyata mereka sudah mulai gede." Senyum Fea mengembang manis. Dia lepaskan tangan Arnon dan merapikan helaian rambutnya yang menutupi wajah karena tiupan angin."Kamu benar. Arnon dan Fernan suaranya mulai berubah. Tingginya sudah melampaui kamu. Dan sudah mulai ngerti cewek cantik." Arnon ikut tersenyum leba

  • Andai Semua Berbeda   235. Andai Semua Berbeda

    Arnon memegang lengan Fea, meminta dia menurunkan tangan. Fea menggeleng. Dia kesal karena perjalanan itu terganggu gara-gara dia sakit. "Sayang, kenapa?" ulang Arnon. "Kenapa aku sakit? Harusnya kita happy, menikmati semuanya." Fea sedikit merajuk. Arnon menggeser kursinya, merapat pada Fea dan memeluknya. "Jangan sedih. Sakit itu ga bisa ditolak. Sudah, ga apa-apa." "Hhmm, uuhhkkk ..." Fea kembali merasa mual. Sedang pusing yang mendera kembali datang. "Kita ke dokter saja. Ga bisa kayak gini. Ini sudah campur-campur sakitnya. Ayo!" Arnon tidak bisa menunggu. Lebih baik mencari obat yang benar, agar Fea segera pulih. Sebab masih dua hari lagi perjalanan mereka. Dengan tubuh sedikit oleng, Fea menurut. Arnon menuntunnya masuk ke dalam mobil. Arnon segera browsing mencari klinik terdekat. "Good, hanya sepuluh menit dari sini. Kita pergi." Arnon dengan cepat melaju di jalanan. Pulau itu tidak sepadat kota asa

  • Andai Semua Berbeda   234. Senyum Berubah Menjadi Rasa Cemas

    Arnon memandang Fea. Dia tahu, Fea benar-benar lupa ada apa dengan salah satu kembar mereka."Pulang, bisakah ada adik di perut Mama?" Fea mengulang yang Fernan katakan.Fea memeluk Arnon seketika. Senyumnya melebar. "Iya, ingat. Tapi aku mau jalan-jalan. Rugi kalau jauh-jauh hanya untuk rebahan di kamar.""Hee ... hee ..." Arnon tersenyum lebar. "Oke, kita tidur. Besok kita berpetualang di luar pagi hingga siang. Malam, petualangan di atas kasur. Jangan menolak, Sayang ..."Fea tidak menyahut, tidak juga menolak. Yang terjadi terjadilah. Dia juga berharap jika Tuhan kehendaki, maka dia akan segera mengandung. Namun, jika tidak, dia pasrah. Tuhan yang lebih tahu, apakah baik buta dia dan Arnon, juga anak-anak, jika ada anggota keluarga baru.Malam dengan cepat berlalu, pagi pun menyapa lagi.Arnon dan Fea mulai berkelana di pulau cantik itu. Awal, mereka datang ke resto Hervina. Hervina sendiri yang menjemput dari hotel. Fea dan Arnon dijamu

  • Andai Semua Berbeda   233. Jangan Lepaskan

    Arnon pun tidak kalah terkejut saat mengenali wanita yang memanggilnya. Apa dia harus menemuinya? Tetapi langkah mereka memang terarah ke tempat di mana wanita cantik dengan postur tinggi dan langsing itu berada."Kamu akan menemuinya?" tanya Fea."Kenapa tidak? Aku bersama kamu. Kita temui sama-sama." Arnon memegang erat tangan Fea.Mereka melangkah mendekat pada wanita itu."Selamat datang di pulau cantik ini. Selamat berpetualang." Senyum manisnya, masih sama seperti dulu, itu yang Arnon lihat."Maaf, Kak Hervi ga bisa jemput. Hari ini restonya ada acara wedding, jadi dia pastikan semua berjalan lancar." Suaranya ceria dan terdengar ramah."Kamu dan Hervina?" Arnon menatap wanita itu."Namaku Widya Sukma Adijaya. Kamu teman kuliah Kak Hervi, pasti ingat namanya." Widya berkata sambil tersenyum lebar.Arnon mengerutkan kening. "Aku tidak ingat lengkapnya, tapi ya ... Hervina ... belakangnya Adijaya. Jadi dia kakakmu?"

  • Andai Semua Berbeda   232. Tumpeng Buat Tinah

    Fea menatap Arnon lekat-lekat. Seketika suasana riuh dan meriha itu tidak manis lagi. Kenapa Arnon mengatakan itu? Wajahnya tegas, membalas tatapan Fea. Apakah Arnon sebenarnya terpaksa datang ke panti? "Kamu kenapa?" tanya Fea. "Tidak bisa menikmati acara ini." Arnon mengatakan lebih tegas. "Kamu tidak ingin datang? Aku sudah bertanya lebih dulu, Ar, kamu bisa atau tidak. Kamu iyakan, kamu bilang Sabtu ini kosong, ga ada urusan mendesak. Makanya aku siapkan semua, bukan, kamu bahkan membantu menyiapkan ..." "Bagaimana bisa menikmati acara, kalau di sisiku ada bidadari cantik membuat aku tak bisa berkedip?" Arnon berkata dengan mata menghujam dua bola mata Fea, tanpa berkedip. "Ahh ..." Fea seketika menghela nafas panjang. "Arnon ..." Arnon tersenyum. Dia raih tangan Fea dan menggenggamnya. "Thank you." Fea ikut tersenyum. "Thank you buat apa?" "Aku mungkin akan bilang berulang-ulang, tapi akan tetap mengatakannya lagi.

  • Andai Semua Berbeda   231. Tak Mudah Menyelami Hati

    "Itulah, memang tidak mudah menyelami hati seseorang. Boleh dibilang, aku setuju dengan pepatah yang mengatakan, dalamnya lautan bisa diukur, dalamnya hati siapa yang tahu," ujar Fea."Jawab saja, pakai melantunkan peribahasa segala. Hee ... hee ..." Sherlita merasa lucu dengan jawaban Fea."Pak Rido, dia terjebak banyak hutang. Karena diam-diam dia suka berjudi. Awalnya dia dapat uang dari pinjaman online. Kamu bisa bayangkan seperti apa jeratan pinjaman online apalagi yang asal begitu." Fea memulai penjelasannya."Waduh, kok ngeri aku," ujar Sherlita. Tak dia bayangkan itu yang terjadi. "Karena judi Rido nekad memperjualbelikan anak-anak?""Awalnya dia ga bermaksud begitu. Hanya dia melihat ada peluang dapat uang gede. Tanpa pikir panjang, dia iya saja. Dan sudah terlanjur ada perjanjian untuk menyerahkan anak itu." Fea menambahkan."Lalu, setelah tahu kenyataannya?" Sherlita makin penasaran."Menurut yang aku dengar, dia menyesal, t

  • Andai Semua Berbeda   230. Kejutan Kawan Lama

    Ahmad tersenyum. "Monggo, dibuka saja, Nyonya Muda." Fea ikut tersenyum lebar. "Makasih, Pak." "Sami-sami, Nyonya." Ahmad mengangguk dan berbalik meninggalkan Fea dan Arnon. "Penasaran. Undangan pernikahan kali." Arnon berkomentar. Fea membuka paper bag itu dan mengeluarkan isinya. Mata Fea melebar. Di dalamnya ada hiasan dinding, kerajinan tangan dari Lombok. Dan ada kartu kecil di dalamnya. "Ini dari ..." Fea menunjukkan pada Arnon. Arnon menerima kartu itu dan membacanya. "Hervina. Oh, my God. Dia beri kejutan ini?" Ternyata ada tiket dua untuk liburan di Lombok selama satu minggu. "Siapa Hervina?" tanya Fea. Dia tidak merasa mengenal nama itu. Ada sesuatu yang menggelitik dadanya, sebab yang mengirim hadiah buat Arnon adalah seorang wanita. "Ah, aku ga pernah cerita, ya? Jujur, lupa." Arnon memandang Fea. "Oke, lalu siapa dia?" Fea berusaha tenang, tapi tetap saja ada rasa tidak nyaman di

  • Andai Semua Berbeda   229. Permohonan Maaf Herni, Kepedihan Liani

    "Jahat sekali mereka melakukan itu pada anak-anak. Aku tak habis pikir. Mereka lahir tanpa meminta. Sejak bocah hanya derita dan kepedihan yang mereka punya. Tidak mengenal orang tua, tidak tahu sanak saudara. Lalu, ada orang yang masih juga melakukan hal buruk pada mereka. Ya Tuhan ..." Bu Liani meliahat pada Herni. Herni makin dalam menunduk. Rasa bersalah memenuhi hatinya. Dia tidak berani memandang Bu Liani ataupun Arnon. "Bu, semua sudah jelas, Ibu pasti akan segera pulang. Anak-anak akan lega, Ibu bisa bersama mereka lagi." Arnon menenangkan Bu Liani. "Bagaimana aku menghadapi mereka, Pak Arnon? Bagaimana bisa aku menjelaskan semua ini? Aku benar-benar hancur," Bu Liani mengusap lagi kedua pipinya yang basah. Tatapannya kembali tertuju pada Herni. "Apa yang ada di otak kamu, Herni? Apa?" "Maafkan aku, Bu. Maafkan aku ...." lirih kalimat itu yang Herni ucapkan. "Kita memang tidak berlebihan duit. Tidak semua yang kita ingin dengan g

  • Andai Semua Berbeda   228. Bukan Seperti yang Dibayangkan

    Arnon mengenalkan Fea dan memnita waktu agar Fea melihat ke dalam, bertemu dengan Tinah. Awalnya polisi itu sedikit keberatan karena mereka masih melakukan penggeledahan. Arnon meyakinkan bahwa dia punya tujuan dan kepentingan sama dengan polisi yang datang ke panti itu. "Sudah beberapa waktu kamu mencoba menyelidiki, Pak. Istri saya bekerja sama dengan pengurus panti yang memang merasa ada kejanggalan di panti. Saya harap ini bisa memberikan titik terang juga untuk penyelidikan yang dilakukan." Arnon bicara tegas. Akhirnya Fea diberikan ruang menemui Tinah. Wanita itu dan beberapa pengurus lainnya ada di depan kantor. Mereka duduk menunggu, sambil memperhatikan para petugas yang bekerja mencari bukti. Sesekali mereka akan memanggil jika perlu mendapat keterangan atua mencari sesuatu yang mereka perlukan. "Fea!" Tinah seketika berdiri saat melihat Fea datang. "Bu, gimana?" tanya Fea. "Aku bingung kenapa Bu Liani harus dibawa. Dia pasti b

DMCA.com Protection Status