"Gawat gawat." Fras menggosok kepalanya kasar.Terlepas dari pernikahannya masih sah atau tidak di mata agama, selama ini Fras memang tak pernah berani mendekat atau menjamah Dewi layaknya seorang istri. Karenanga Fras merasa canggung dan malu pada wanita muda itu sekarang andai ia harus keluar kamar mandi untuk mengambil baju ganti."Aduuh gimana ini?" Fras menggigit bibir dan duduk di toilet sampai beberapa menit."Ah udahlah, mau gimana lagi." Terpaksa Fras pun bangkit dan memberanikan diri keluar dari kamar mandi.Tampak Dewi masih tidur lelap di kasur Laura. Dengan langkah pelan dan mengendap-endap Fras membuka lemari bajunya. Lalu menarik kaos dan celana cargo pendek dari sana. Tak lupa ia juga mengambil boxer dan pakaian dalam.Tanpa pikir panjang, Fras buru-buru memakai boxernya saat itu juga karena merasa khawatir handuknya akan terlepas saat kembali ke kamar mandi.Tapi sial, saking buru-burunya tangan Fras malah menyenggol parfum yang ada di meja rias dekat lemari.Preng!P
"Tentu saja aku marah, kalau otakmu itu dipake, mungkin sekarang Laura gak akan salah paham sama aku. Dasar gak berguna," desisnya lagi.Wanita itu benar-benar kesal rupanya karena ulah Fras hubungannya dengan Laura terancam ada masalah lagi. Padahal susah payah Dewi berusaha menjalin hubungan baik dengan Laura agar dia bisa terus dekat dengan putrinya, tapi karena ulah Fras itu akhirnya Laura kembali salah paham."Dek, apa maksud kamu? Aku udah jelasin kalau tadi itu kamu cuma salah paham. Aku bener-bener gak ada niat sama sekali buat ganggu kamu di kamar.""Perseten! Semua lekaki emang sama aja, bilangnya gak mau, tapi saat ada kesempatan tetep aja kamu mau juga. Kamu denger ya Mas, dulu aku emang terobsesi sama kamu, aku mau kamu cerai dari Laura dan kita kembali hidup seperti dulu lagi, tapi sekarang semua obsesi dan keinginan itu udah pupus. Jangankan ingin hidup sama kamu lagi, melihat wajahmu saja rasanya aku muak. Dasar laki-laki gak berguna, gak berpendirian dan miskin pula.
"Pelgi!" Zehra teriak lebih kencang, wajah kecilnya yang polos tampak sedang dipenuhi dengan amarah.Dengan air mata yang menggenang di kelopak mata, akhirnya Dewi keluar dari kamar itu. Hatinya begitu sakit, bukan semata karena sikap Zehra, melainkan karena ia menyesal atas sikapnya selama ini. Karena terlalu seringnya Dewi memperlakukan Zehra dengan kasar, sekarang ia merasakan akibat dari perbuatan buruknya itu. Zehra jadi keras kepala dan tak bisa menghargainya walau Dewi sudah mencoba berubah jadi ibu yang lebih baik lagi."Aku tak mau lihat Mama Dewi ladii! Aku bencii bencii bencii!" Teriakan Zehra di dalam kamar masih terdengar kencang dan menusuk telinga Dewi.Blak!Kemudian pintu kamar Zehra ditutupnya kasar. Dewi tak bisa berbuat apa-apa, dia hanya bisa terisak untuk yang kesekian puluh di hari itu.Dadanya begitu sesak dan sakit. Sampai tiba-tiba kepalanya terasa berat.Bruk!Akhirnya Dewi ambruk di dekat tangga. Laura yang baru saja akan naik terkejut melihat wanita itu s
Mulut Dewi mengatup-ngatup. Tak ia hiraukan rasa sakit di tubuhnya karena terjatuh dari ranjang, bahkan kepalanya masih sangat berdenyut-denyut tapi Dewi bisa menahannya karena rasa sakit dalam hatinya jauh terasa perih."Ayo lebih baik Cela ke kamar ya," ajak Laura."Tunggu Laura." Dewi bangkit, ia lantas mendekati mereka berdua."Cela ... tolong maafin Mama Dewi ya, Sayang," ucap Dewi lemas.Gadis kecil itu memalingkan wajah."Tadi Mamah gak tahu kalau kalian mau masuk. Cela pasti kecewa ya karena kejutannya gak tepat sasaran?" tanya Dewi pelan, berharap dengan cara itu Zehra akan luluh. Tapi alih-alih luluh, gadis kecil itu justru semakin tak menyukainya.Bayang-bayang Dewi saat dulu sedang menyeretnya, mendorongnya dan menendangnya tiba-tiba muncul lagi membuat hati Zehra semakin keras dan ingin terus melawan."Pelgii!" teriaknya lagi. Entah sudah ke berapa puluh kali.Dewi tersentak. Fras gegas mendekatinya."Ayo lebih baik Adek pulang aja, biarkan Zehra tenang dulu," kata Fras.
"Iya, tapi gak apa-apa, yang penting 'kan kita masih sama-sama, iya 'kan?Zehra merengut, "Mamah Dewi eman jahat, Cela tak cuka."Laura menarik napas berat."Mama Dewi jahat gimana sih emangnya, Cel? Gak boleh loh Cela ngomong gitu sama orang yang lebih tua karena walau bagaimanapun Mama Dewi itu udah mengandung Cela dalam perut, udah mengeluarkan Cela ke dunia, dan udah kasih Cela air susu yang banyak sampai Cela tumbuh tinggi seperti ini," ujar Laura panjang lebar seraya mengelus-elus lutut Zehra yang tengah selonjoran."Tapi Cela benci Mamah Dewi, Mamah Dewi udah tinggayin Cela di pinggil dalan cendilian," celetuk gadis kecil itu.Mendadak mata Laura menyipit."Eh apa tadi kata Cela? Mama Dewi ninggalin Cela di pinggir jalan?"Gadis kecil itu mengangguk."Loh kapan? Pinggir jalannya emang di mana, Sayang?""Duyu, Cela duyu ditindalin di pinggil dalan jauh, naik bus, Cela puyang tampung ke lumah Mbah diantal Tate Nica," jawabnya lagi, gadis kecil itu terus bicara sambil mengingat-ng
***Jam 7 pagi Laura sudah menunggu di meja makan. Tak lama Zehra turun lengkap dengan seragam rapi. "Ayo sini Sayang, takut kesiangan."Zehra naik ke kursi dengan cepat. Sementara Laura juga gegas mengambilkannya roti berlapis selai kacang."Cel habiskan ya sarapannya, nanti Mama juga kasih Cela bekal di dalam tas. Pulang sekolah Mama jemput ya, tapi sekarang Cela berangkat sama Pak Iglo karena Mama mau ke rumah Oma, okey," ujar Laura panjang lebar.Zehra mengangguk dan mengacungkan kedua jempolnya, "okeey."Setelah Zehra berangkat dengan Pak Ebi. Laura juga gegas pergi ke rumah Nyonya Trissy untuk membicarakan perihal yang semalam dibicarakan Zehra padanya."Heii Lau, berapa lama kamu enggak ke sini, sibuk banget ya?" Nyonya Trissy memeluk putrinya dengan wajah sumringah."Sedikit Mi, hehe. Tapi Mami baik-baik aja 'kan?""Of course, Mami so well.""Syukur deh. Oh ya Mi, ada yang mau Laura obrolin sama Mami.""Apa Sayang? Ayo bicara di ruang tv."Mereka pun duduk di sofa depan ruang
Laura mengecap bibir, "ck ya enggaklah Mi, Laura cuma ... agak bingung gimana caranya lepas dari Fras, padahal Laura udah minta dia ceraikan Laura berkali-kali tapi ya gitu, dia balik lagi balik lagi minta dikasih kesempatan.""Jangan! Enak aja. Gak ada kesempatan untuk kesalahan sefatal itu," sahut Nyonya Trissy cepat."Ya makanya itu Mi, makanya Laura bingung gimana caranya nyingkirin pria bebal itu." Laura menyenderkan pungggung ke badan sofa."Kenapa kamu harus bingung, Sayang? Kalau Fras gak mau ceraikan kamu, ya kamu bisa gugat dia langsung ke pengadilan, beres 'kan?""Iya mungkin Laura bisa lakuin itu, tapi kalau misal setelah Laura gugat Fras tetep ngejar-ngejar, gimana? Percuma 'kan?"Nyonya Trissy berdecak, "ck dia itu lagian mau nya apa sih? Sudah bagus kita kasih dia kesempatan balik lagi sama si Dewi, eeh malah gak jelas begitu, heran. Dasar miskin," gerutu Nyonya Trissy.Laura memijit kening lagi, "ya itulah dia, bikin kita bingung aja. Padahal Laura juga udah muak bange
"Iya Pak, tapi saya belum bisa mengatakannya sebab belum punya bukti kuat. Karena itu saya perlu mencari buktinya dulu untuk menjerat pelaku," jawab Laura.Aagha manggut-manggut, "apa Ibu perlu bantuan?""Tentu, tolong bantu saya mencari bukti itu ya, Pak. Saya sendiri bingung, kalau misal cctv sekolah sudah diperiksa dan hasilnya nihil, lalu bukti apa lagi yang yang harus saya cari?"Aagha mikir sambil menggigit bibirnya sedikit."Oh. Aha!"Klak!Jari Aagha menjentik. Laura cepat menoleh, "kenapa?""Bagaimana kalau kita periksa file cctv yang dipasang di setiap sudut jalan?"Mata Laura langsung berbinar, "Pak Guru bener, bener banget. Kalau misal ada cctv di sekitar jalan ini, otomatis kita akan lihat Zehra pergi dengan siapa waktu itu.""Iya, tapi masalahnya, ada atau enggak cctvnya? Harusnya kalau pun di sekitaran sini dipasang cctv, sudah dari duku polisi juga memeriksanya, iya 'kan?"Ucapan Aagha membuat Laura kembali lesu."Iya juga ya. Terus gimana dong, Pak?""Ah tapi semoga a
Fras mengangguk. Dia agak merasa heran dengan pertanyaan Nyonya Nagita yang mendadak seperti memperdulikan Dewi."Ya Tuhan Fras bisa-bisanya kamu nyuruh Dewi pulang sendirian. Kasihan dia, ini udah malem. Kalau terjadi apa-apa sama dia gimana?"Fras terbelalak. Antara haru dan tak percaya matanya sampai berkaca-kaca."Sana pergi, antarkan dia pulang," titah Nyonya Nagita.Fras mengerjap dan refleks bangkit mengejar Dewi keluar. Tapi sayang rupanya Dewi sudah pergi naik angkot."Ah udah gak ada pula," dengus Fras.Dia pun terpaksa kembali ke ruangannya Nyonya Nagita."Loh kamu kok balik lagi aja?""Dewi udah pergi, Ma. Dia udah naik angkot kayaknya.""Yaah telat kamu Fras."***Seminggu kemudian. Di hari minggu. Zehra dan Dewi kebetulan sedang libur jadi mereka semua sedang ada di rumah.Tok tok tok."Ceel, bisa tolong bukain pintu? Mama lagi nyapu Sayaang!" teriak Dewi."Ote, Mamah."Zehra gegas berhambur ke depan.Kreet."Papaaa. Opaaa." Gadis kecil itu tersenyum lebar dan langsung b
Nyonya Nagita lalu bangkit. Perutnya terasa lapar. Dia baru ingat dari pagi dia belum makan apa-apa. "Ah meningan aku nyari makan ke jalan raya," katanya.Nyonya Nagita jalan tergesa ke jalan raya. Dan saking tergesanya dia sampai tak memperhatikan lalu lalamg mobil yang sedang ramai hingga akhirnya ia terserempet mobil.Bughh. Gedebussh."Aaaa!"Dalam sekali hantaman Nyonya Nagita langsung tak sadarkan diri. Kepalanya terbentur ke bahu jalan sampai keningnya sobek dan mengeluarkan darah yang tak sedikit.Sontak saja semua orang yang ada di sekitar sana langsung berlari mengerubungi Nyonya Nagita."Eh ada kecelakaan ada kecelakaan.""Ada apa itu Dew?" Koh Liem yang melihat orang-orang berlarian depan tokonya ikutan panik."Gak tahu Koh, mungkin ada kecelakaan. Coba Dewi lihat dulu boleh gak Koh?""Ya udah sana sana."Karena penasaran, Dewi gegas lari ke arah orang-orang yang sedang berkerubung."Bawa aja bawa ke rumah sakit.""Tapi siapa yang bakal tanggung jawab? Mana gak ada yang k
"Ya sudah Pak, boleh. Saya izinkan Bapak menjemput Zehra pulang sekolah tapi itu pun kalau gak merepotkan Bapak.""Terimakasih Dew." Pak Indra mengecup pucuk kepala Zehra.Gadis kecil itu hanya tersenyum membalasnya.***Esok harinya Pak Indra benar-benar menjemput Zehra. Pria itu merasa sangat bahagia sebab impian di masa tuanya terkabul bahkan lebih cepat dari dugaannya. Sepulang menjemput Zehra, Pak Indra juga menyempatkan diri bermain dengan cucu satu-satunya itu sampai lewat tengah hari. Pria itu benar-benar menikmati hidupnya bersama Zehra.Walau sekarang hidupnya kekurangan bahkan cenderung miskin, ia sudah tak peduli lagi. Baginya yang terpenting sekarang adalah dia selalu melihat dan bertemu Zehra setiap hari.Sebab hal itu adalah kebahagiaan yang tak bisa ia dapatkan dari manapun. "Cel ... Opa pulang dulu ya, Cela istirahat 'kan capek main terus dari tadi.""Iya, Opa. Tapi eman Cela tak boyeh itut Opa puyang te lumah Opa?""Nanti ya Nak, sekarang belum saatnya. Nanti kalau
Zehra mengangguk polos."Terus selain ngasih permen Opa Indra ngapain lagi? Dia pasti marahin Mama sama Opa ya?" tanya Fras lagi. Perasaannya mendadak cemas karena kedatangan papanya ke kontrakan Dewi."Eendaa. Opa Indla baik, Opa Indla tak malahin Mamah cama Mbah, Opa cuma main cama Cela," jawab gadis kecil itu apa adanya.Kening Fras mengerut. Ia masih tak percaya. Karena penasaran pria itu pun gegas ke dalam menemui Dewi."Dek, apa bener tadi Papa ke sini?""Iya, Mas.""Mau apa dia? Pasti Papa mau jahatin kamu ya?" tembak Fras.Dewi menggeleng cepat. "enggak Mas, Papamu gak jahatin aku. Beliau ke sini justru mau minta maaf soal kejadian kemarin sore karena aku dimarahin sana mama kamu. Oh ya, papa kamu juga main sama Zehra sampai siang. Aku gak nyangka Mas, ternyata beliau sesayang itu sama Zehra. Papamu mau nerima Zehra sebagai cucunya," jawab Dewi panjang lebar.Fras mengembuskan napas lega."Oh ya? Mas sampe gak percaya, kok bisa tiba-tiba Papa jadi baik sama kamu dan Zehra? Buk
"P-pagi." Dewi langsung gugup. Perasaannya berubah tak karuan."Boleh saya masuk?" Pak Indra tersenyum ramah."Oh ya, ya silakan, Pak," katanya.Pak Indrapun gegas masuk dan duduk di kursi sederhana yang ada di kontrakan Dewi."Ad-da apa ya, Pak?" Dewi makin gugup.Pak Indra mengulum senyuman lebar."Oh iya. Begini. Sebetulnya saya datang ke sini karena saya mau minta maaf sama kamu atas perlakuan istri saya kemarin sore," jawabnya.Dewi menunduk, "gak apa-apa Pak, gak usah dipikirin saya makum kok."Mbah Asti keluar dari dapur."Ada siapa Dew?" tanyanya. Dan keningnya langsung mengerut saat wanita tua itu melihat pria paruh baya tengah duduk bersama putrinya.Sementara Pak Indra menggangguk sopan pada Mbah Asti, "selamat pagi, Bu.""Ya selamat pagi. Maaf Anda siapa ya?" tanya Mbah Asti.Dewi menoleh, "Ibu ini ... ini Papanya Mas Fras," ucapnya.Sama halnya dengan Dewi tadi, perasaan Mbah Asti juga mendadak tak karuan saat tahu yang datang adalah papanya Fras.Mau apa dia datang ke si
"Mas cuma pengen tahu, Dek. Kalau Adek cinta sama Mas, harusnya Adek itu enggak perlu ragu, malu ataupun nolak rencana pernikahan kita."Dewi menarik napas berat, "aku itu bukan ragu, malu ataupun nolak Mas, aku cuma lagi berusaha berdamai aja sama keadaan aku yang baru. Pernikahan itu bukan cuma menyatukan dua insan Mas, kita gak bisa memaksakan kehendak kita sementara orang-orang di sekitar kita kita abaikan begitu aja. Lebih-lebih orang tua kamu. Aku tahu cara mereka mungkin salah, tapi usaha mereka untuk memisahkan kita itu adalah bukti rasa sayang mereka sama kamu Mas, mereka itu gak mau kamu sampai salah langkah dan menikahi orang yang gak tepat," ujar wanita itu panjang lebar.Fras bergeming dengan napas kasar. Kadang ia juga tak percaya wanita di hadapannya itu sekarang sudah berubah banyak sekali. Lebih bijak, lebih dewasa dan lebih pendiam tentunya."Yuk sayang buruan makannya, kita harus pulang, takut Mbah nungguin," ucap Dewi lagi pada Zehra."Ote, Mamah."Selesai makan da
Laura dan Aagha yang tak menyangka akan bertemu dengan Zehra di tempat makan itu langsung salah tingkah. "Pak Gulu ciniii," panggil Zehra lagi.Aagha cengar-cengir dan gegas menghampiri meja Zehra. Laura juga mengekor di belakangnya."Eh Cela kok ada di sini?" tanya Aagha."Iya Pak Gulu, Cela ladi mam cama Papa dan Mama Dewi. Pak Gulu cama Mama Laula mau mam juga?""Hehe iya.""Cini duduk baleng Cela." Gadis kecil itu menepuk kursi di sampingnya."Eh gak usah. Pak Guru sama Mama Laura duduk di sana aja, kalau di sini nanti kami malah ganggu," tolak Aagha.Zehra menggeleng, "endaa. Enda dandu kok, iya tan, Pa?"Fras yang sedang berpura-pura fokus makan refleks megangguk, "ah ya silakan, silakan duduk aja bareng kami," ucap dia sekenanya."Gak usah. Pak kita duduk di sana aja," tolak Laura seraya menunjuk ke meja yang ada di pojok. "Oh oke. Gadis cantik Pak Guru sama Mama Laura makan di sana ya."Zehrapun mengangguk.Baru saja Laura dan Aagha akan beranjak ke meja itu, beberapa oran
"Gak apa-apa, gak usah dipikirin."Dewi diam meski perasaannya mulai diterpa gundah. Orang tua Mas Fras jelas menolakku, dia gak akan menerima aku sebagai menantunya. Terus aku harus gimana? Ujarnya sepanjang jalan."Gimana gimana tadi? Apa calon mertuamu mau nerima kamu, Nak?" tanya Mbah Asti saat mereka sampai.Dewi menggeleng lesu. Raut wajah Mbah Asti yang tadi sangat bersemangat mendadak ikut lesu."Tadi Mamah dimalah-malahin cama Oma, Mbah," ucap Zehra dengan polosnya.Mbah Asti menarik napas berat. Ketakutannya benar-benar jadi kenyataan.Kasihan Dewi. Padahal dia udah berusaha jadi wanita yang lebih baik lagi. Sebelum berangkat dia juga gak henti-hentinya berdo'a tapi dia malah harus menerima kenyataan pahit ini. Ya Tuhan, semoga Dewi gak sampai putus asa lagi."Gak apa-apa Dek, gak usah dipikirin, mereka cuma masih kaget aja karena Mas tiba-tiba datang ngenalin kamu, harusnya Mas emang bilang dulu sama mereka," ujar Fras. Mengelus pundak Dewi."Gak apa-apa Mas, bukan salah k
Sore harinya setelah Fras pulang kerja. Fras benar-benar mengajak Dewi dan Zehra bertemu dengan kedua orang tuanya."Pa, kita mau temana?""Kita mau ketemu sama Oma, Sayang.""Oma? Omana Cela?""Iya Omanya Cela, Papa sama Mamanya Papa." Fras menunjuk dadanya memberi Zehra penjelasan."Ooh aciiik," sorak gadis kecil itu polos."Ini, bawa makanan ini buat mereka Fras." Mbah Asti memberikan kue Adas yang tadi dibuatnya bersama Dewi."Iya Bu, makasih ya. Kalian siap?" Fras bertanya pada Zehra dan Dewi yang terlihat masih ragu-ragu itu."Ciaaap." Zehra bersemangat."Dek?"Dewi terdiam lesu."Loh Nak, kok malah lesu? Ayo sana, temui calon mertuamu," kata Mbah Asti pada putrinya."Dewi kayaknya masih belum siap deh Bu, Mas."Mbah Asti mengembuskan napas kasar, "iya tapi mau sampe kapan toh? Sudah sana pergi, mumpung mereka juga ada di sini 'kan?" Dewi pun akhirnya mengangguk lalu gegas pergi bersama Fras dan Zehra."Mas, aku ragu, meningan jangan sekarang deh ya." Dewi menghentikan langkah