"Semoga berhasil," ucap Derrick.Vesa mengangguk dan kedua anak muda itu saling melambaikan tangan mereka.Derrick tak bisa menemani Vesa meeting karena memang itu bukanlah tugasnya. Vesa hanya pergi dengan Verlyta, sekretarisnya. Derrick sebenarnya sangat mencemaskan temannya itu lantaran baru mempelajari bahan meeting itu. Vesa memanglah tidak harus presentasi atau diskusi panjang dengan direktur Gardenia Hills 10, namun dia akan terlihat sangat bodoh jika dia tak mengerti jalannya meeting. Meeting itu bukan meeting rutin tapi direktur mendesak ingin mengadakan meeting resmi dengan pemilik Gardenia Hills tentang mengenai beberapa hal. Vesa mau tak mau harus menghadirinya karena jelas dia tak bisa membatalkannya semaunya."Ke mana dia pergi?" tanya Lay yang baru saja mendekat."Meeting," jawab Derrick singkat. Dia sudah membalikkan badannya, berniat kembali ke ruangannya.Namun Lay kemudian mencegahnya, "Apakah tidak
Usai Vesa Araya naik ke lantai tempat dia akan meeting bersama dengan direktur itu, para karyawan segera bergosip."Dia sangat tampan sekali, sangat mirip dengan ayahnya. Dia seperti versi muda ayahnya," ucap Dona, manager apartemen itu."Aku setuju. Kau lihat tadi bagaimana dia menatap semua orang, tatapan hati-hati, waspada seolah dia sedang berperang," ucap Anna, asistennya."Yah, apa yang kau harapkan? Dia masih terlalu muda untuk menjalankan semua bisnis ayahnya, sudah tentu dia memiliki banyak kecemasan," sahut Dona sambil berjalan dengan membawa bunga yang ditolak oleh Vesa Araya itu."Hm. Apalagi, aku dengar di AL Group, sempat terjadi kekacauan kecil," ucap Anna pelan. Dia takut jika ada yang mendengar mereka sedang membicarakan pemilik sah dari Gardenia Hills.Dona sontak menoleh pada asisten yang telah dia anggap seperti temannya sendiri karena kebetulan umur mereka sama serta mereka cocok dalam banyak hal."Apa yang k
"Jadi bagaimana, Tuan? Apa solusinya?" tanya Gery. Pria itu secara sengaja menanyakan tentang masalah yang sedang mereka hadapi. Vesa Araya termenung. Selama beberapa saat dia terdiam. Orang-orang di ruangan itu mulai menatap remeh pada Vesa.Gery, "Bagaimana, Tuan? Jika memang Anda belum menemukan solusi mengenai permintaan mereka, saya akan menahan mereka untuk terlebih dulu. Pria itu merasa sudah puas karena berhasil membuat Vesa malu."Tidak perlu. Jika mereka memang ingin haknya sekarang ya berikan saja. Kita tidak akan rugi. Lepaskan saja dan tidak usah mengulur waktu. Sementara itu, pasang pengumuman untuk perekrutan karyawan baru untuk menggantikan mereka. Cari yang benar-benar berkualitas, kalau perlu tawarkan gaji yang lebih baik dari perusahaan lain," ucap Vesa tanpa ragu.Gery melongo. "Tapi, Pak. Ini akan butuh waktu, merekrut karyawan baru itu bukan perkara mudah apalagi untuk posisi yang tinggi seperti itu.""Yah, itu kan
"Kau. Berani sekali kau menampar aku, Jalang?" ucap Cylla.PLAK!Riana kembali melayangkan tangannya untuk memberi hadiah berupa tamparan di pipi putih Cylla. Wajah cantik itu sekarang telah berubah, ada gambar telapak tangan yang tercetak jelas di pipi Cylla."Kau..."Lucas menutup mulutnya rapat-rapat, terlalu syok."Ada apa ribut-ribut?" tanya Andre. Pria itu baru saja keluar dari ruangannya dan langsung berjalan menuju kedua wanita yang sedang bersitegang itu.Cylla langsung memasang ekspresi tersakiti, "Dia, Sayang. Dia menamparku. Pecat dia, Sayang. Dia telah menyakiti wajahku, lihatlah!"Riana memutar bola matanya malas harus menyaksikan drama murahan yang tersaji di depannya. Sedangkan Lucas masih tak tahu harus bagaimana, dia belum pernah berada dalam situasi seperti ini. Di kampusnya dulu, Lucas sudah sering menjadi rebutan dari para wanita dan dengan mudah dia berhasil mereka tenang. Dia akan mengatu
"Kenapa kau malah meminta maaf, Cylla?" tanya Andre dongkol.Dia sungguh tidak mengerti jalan pikiran teman tidurnya itu yang tiba-tiba saja berubah dengan cepat.Cylla meraup wajah kekasihnya itu dan menatapnya dengan lembut, "Aku memikirkan reputasimu dan juga posisimu, Sayang."Andre mengerutkan dahinya bingung tapi tetap membiarkan kedua tangan wanita bertubuh sintal itu memegang wajah tampannya."Apa yang kau maksud?"Cylla mengecup bibir lelaki itu sekilas dan kemudian berbicara, "Jika kita tetap bersikeras memecat Riana, Vesa Araya sudah pasti kan menang. Kau tahu kan, Sayang. Kita sudah bersikap tidak adil pada Lucas dan jika mereka benar-benar mengecek CCTV, sudah pasti kita akan ketahuan, Andre. Ini tidak bagus untuk kamu. Vesa bisa menggunakan ini untuk menyingkirkan kamu, Sayang. Dan aku tentu tidak rela jika kau sampai kehilangan pekerjaanmu hanya karena aku."Andre mencerna setiap kata-kata yang keluar dari bibir ma
Awalnya Ruslan ragu dengan permintaan Vesa itu tapi sejujurnya itu adalah opsi terbaik untuk mereka saat ini. Kondisi Valentino sudah sangat stabil jadi bisa dikatakan mereka hanya menunggu pria itu tersadar dari tidur panjangnya. Vesa Araya meyakinkan pria kepercayaan ayahnya itu jika mereka bisa membeli peralatan terbaik dan juga membayar dokter swasta dan juga perawat profesional untuk merawat ayahnya. Maka dari itu, Ruslan mendukung ide Vesa dengan harapan jika setelah Valentino dirawat di apartemen itu dan dekat dengan putranya, pria itu akan dengan cepat membuka matanya."Apa tidak apa-apa memindahkan ayahmu ke sini?" tanya Derrick ragu, saat ini dia melihat para pengawal sedang menyiapkan kamar rawat Valentino."Tentu saja. Keadaannya sudah membaik, aku rasa tak akan ada masalah jika merawatnya di sini. Lagipula, aku tak tenang jika ayah di rumah sakit," ucap Vesa."Kenapa memangnya?" tanya Derrcik bingung."Bukankah banyak pengaw
Percuma saja berbicara dengan teman-temannya yang gila itu. Vesa merasa jika ketiga temannya itu terlampau gila jadi dia memutuskan untuk kembali ke atas. Dia ingin menyambut hari esok dengan penuh kegembiraan lantaran ayahnya akan dipindahkan ke apartemen mereka esok hari.Di tempat lain, Gea baru saja menampar dua anak buahnya yang gagal lagi untuk kesekian kalinya."Membunuh orang koma saja tidak bisa. Untuk apa aku memnbayar kalian mahal-mahal?" ucap Gea berang.Rio dan Jefri hanya bisa menunduk dalam tak berani menengadahkan kepala mereka."Apa kalian tidak belajar dari kegagalan di gudang itu? Sialan kalian. Bisa-bisanya dikalahkan oleh anak buah mereka, memalukan."Kedua pria itu semakin menunduk saja."Dan besok, dia akan dipindahkan. Kesempatan kalian tinggal besok. Kalau kalian gagal, kita tak ada kesempatan lain, pastikan besok kalian berhasil membunuhnya Valentino," ucap Gea dingin."Baik, Bos," jawab Rio dan
Pagi itu anak buah Gea gagal lagi membunuh Valentino lantaran mereka terkecoh dengan mobil yang membawa mereka.Gea hanya bisa menahan kemarahannya karena pagi itu dia harus mengajar do kampus. Tak mungkin dia marah-marah di lingkungan kampus. Jika di kehilangan kendali dirinya, sudah tentu dia akan dipecat. Dia tidak akan mempertaruhkan pekerjaannya untuk hal itu. Dia hanya harus lebih bersabar.Usai mengajar, Gea harus buru-buru masuk ke dalam ruangannya namun malah dihalangi oleh salah seorang mahasiswanya. Sebenarnya bisa dibilang, gadis itu tidak berusaha mencegahnya namun Gea merasa begitu."Bu, apa boleh saya menganggu waktu Anda sebentar saja?' tanya Inka pelan.Gea ingin menjawab 'Tidak', tapi dia tentu tak bisa begitu jadi dia akhirnya menjawab, "Ya. Ada yang bisa saya bantu, Inka?""Sebenarnya ini...""Jika ini berkaitan dengan studimu, kita bisa bicarakan di ruangan saya," potong Gea. Dia tak mau berbicara di tengah j
Halo, readers. Kita ketemu lagi di sini. Akhirnya selesai juga season kedua ini. Lega sekali rasanya bisa menyelesaikan cerita ini. Zila ucapkan banyak terima kasih yang sudah antusias membaca kisah Vesa Araya, anak dari Valentino Araya ini dan mengikutinya sampai akhir. Semoga ceritanya tidak mengecewakan ya dan kalian puas dengan cerita ini. Endingnya semoga juga memuaskan bagi para readers ya dan nggak ada yang kecewa. Zila harap kisah Vesa Araya ini semoga bisa diingat oleh para pembaca. Akhir kata, Zila harap bisa membuat cerita lain yang juga disukai para pembaca. Salam hangat dari Zila Aicha, sampai ketemu di karya Zila berikutnya.
Tubuh Gea terlihat begitu mengerikan. Dadanya tertancap pisau dan mulutnya mengeluarkan busa serta matanya pun terbuka.Vesa langsung memerintah, "Hubungi polisi sekarang."Inka menutup wajahnya karena tak sanggup melihatnya. Vesa langsung saja memeluk gadis itu agar Inka tak merasa takut."Siapa yang membunuhnya? Itu terlalu kejam, Vesa. Sungguh mengerikan," ujar gadis itu dengan suara bergetar."Kita akan segera tahu, biarkan polisi yang menanganinya," ujar Vesa.Tak lama kemudian polisi datang dan langsung saja memeriksa kasus itu."Apakah Anda berdua bisa ikut kami ke kantor polisi untuk memberi kesaksian?" tanya petugas polisi itu."Ya," jawab Vesa.Vesa pun mengajak Inka untuk ikut ketua polisi itu.Vesa dan Inka harus berada di kantor polisi setidaknya selama dua jam lamanya guna memberi kesaksian mereka. Dan saat dia telah selesai dan keluar dari ruang interogasi, dia melihat Lara, anak Gea itu datang ke kantor polisi dengan raut wajah yang penuh air mata."Apa Anda sudah mene
"Aku tidak membencimu, Alea. Hanya saja kau sudah keterlaluan," ucap Vesa. Dia lalu menggandeng Lara pergi dari sana.Alea berteriak, "Vesa."Vesa tak memperdulikannya. Alea hanya bisa menggigit bibir bawahnya dengan perasaan getir. Vesa sudah tak mau berhubungan lagi dengannya. Pria muda itu pastilah sudah begitu jijik padanya.Alea menjambak rambutnya sendiri lalu pergi dari kampus itu karena tak tahan melihat para mahasiswa yang menatapnya dengan tatapan aneh.Di sisi lain, Vesa berujar pelan, "Maafkan aku. Gara-gara aku, kamu jadi...""Tak apa. Well, omong-omong aku harus pergi sekarang, aku rasa temanku sudah datang," ujar Lara kemudian.Vesa mengangguk pelan, masih merasa begitu bersalah. Begitu gadis itu pergi, dia memilih untuk mengubah rencananya. Dia tak mungkin memanfaatkan Lara untuk menjebak Gea. Gadis itu tak tahu apa-apa. Entah kenapa, dia merasa jika Lara memang gadis polos. Maka dari itu dia memutuskan untuk menyerang Gea tanpa melibatkan Lara. Sore itu dia kembali
Hanya dalam waktu tak kurang dari tiga puluh detik saja, Stefan sudah mengirimkan sebuah photo begitu Vesa mematikan sambungan teleponnya.Vesa dengan tenang membuka pesan itu dan tersenyum miring begitu dia melihat photo itu.Kena kau, Gea. Vesa membatin.Segera dia mengantongi kembali ponselnya dan berjalan mendekati Lara sambil tersenyum cerah."Sudah selesai menghubungimu?" tanya Vesa yng jauh lebih ramah dari pada sebelumnya."Sudah. Mau berkeliling sekarang?" tanya Lara balik."Ya, langsung saja. Aku tak akan mengambil waktumu banyak-banyak," ucap Vesa.Lara mengangguk dan kemudian mulai bertindak sebagai seorang tour guide di sana. Meskipun baru meninggalkan kampus itu selama tujuh bulan lamanya, tapi kampus itu sudah cukup banyak berubah.Vesa mengenang masa-masa di kampusnya itu. Walaupun memang banyak kenangan buruk di sana, dia tetap masih sedikit kenangan baik hingga sekarang dia cukup merasa kecewa lagi ketika teringat masa-masa awal pertemanannya dengan Derrick.Derrick
Lara Serafin tergesa-gesa masuk ke dalam kampusnya, Greenwich University. Dia telah berjanji pada Gemma Jones semalam untuk menemani gadis itu ke perpustakaan.Saat dia melangkahkan kakinya menuju tempat itu, dia harus melewati segerombolan mahasiswa dari fakultas lain yang terlihat sedang berbincang-bincang santai.Lara begitu menikmati kehidupan barunya di kampus itu. Meskipun pada awalnya dia merasa banyak sekali hal yang begitu janggal seperti alasan yang tidak jelas sang ibu yang memilih negara ini. Di samping itu, ibunya yang sekarang ini memilih untuk bekerja dari rumah tentu membuatnya semakin bertanya-tanya.Ibunya, Gea Raharjo beralasan jika bekerja dari rumah berarti membuatnya memiliki waktu yang lebih banyak dengannya. Dikarenakan hal itu juga, Lara tak pernah bisa memprotes ataupun bertanya lebih banyak mengenai alasan utama ibunya itu.Dan ketika Lara bertanya tentang pekerjaan ibunya itu, ibunya hanya akan menjawab jika dia bergelut dengan saham. Entah saham yang seper
Derrick hanya bisa terdiam kala melihat sahabat baiknya pergi dari rumahnya. Dia melirik Alea sekilas, ingin sekali dia merengkuh tubuh Alea tapi di saat dia mendekat, Alea mundur ke belakang.Dengan wajah yang sudah basah karena air mata, Alea berkata dengan terisak-isak pelan, "Ini semua salahku. Salahku, Derrick."Derrick menggeleng, "Tidak. Ini salahku, Alea. Kau tidak salah. Aku yang membuat semuanya berantakan.""Aku yang datang padamu, aku yang paling bersalah," ujar Alea lagi."Aku yang memintamu datang, aku, Derrick," lanjut Alea.Derrick menyambar, "Dan aku juga mau datang ke sini. Oke, baiklah. Kita sama-sama bersalah. Kita berdua sama-sama bersalah."Alea jatuh terduduk di lantai halaman rumah Derrick, "Vesa pasti membenciku. Padahal kami baik-baik saja. Dia tidak pernah menyakitiku. Tapi kenapa aku? Derrick, aku hanya kesal karena dia tak pernah mau mengunjungiku ke sini. Padahal kan jelas uang bukan masalah baginya. Tapi dia lebih mementingkan perusahaannya itu. Aku hany
London masih menjadi salah satu kota terpadat yang Vesa datangi. Pemandangan malam kota ini selalu berhasil membuat Vesa rindu. Semenjak kematian kakek dan neneknya sekitar tujuh bulan yang lalu, Vesa Araya belum pernah mendatangi kota itu. Hal ini bukan karena dia yang tak ingin pergi menengok kakek dan neneknya, melainkan karena kesibukannya yang cukup menyita waktu.Dalam enam bulan belakang, selain Vesa harus mengejar gelar pendidikanya, dia harus kembali mengurus perusahaan peninggalan sang ayah. Dirinya yang mungkin menjadi anak miliarder terkaya di Indonesia itu pun hampir tak memiliki waktu senggang sedikit pun.Hingga mungkin, bisa dikatakan jika hidup Vesa hanyalah berkutat pada dunia bisnis, pendidika sekaligus melacak keberadaan Gea yang sampai sekarang belum juga dia ketahui.Namun, Vesa bukanlah orang yang mudah menyerah apalagi Gea menjadi salah satu penyebab segala ketidakberuntungan yang menghinggapinya. Vesa tidak sedikitpun menghentikan pencarian dan malah semakin m
"Kau tidak mau menyelidikinya?" tanya Inka kemudian.Vesa terkejut mendengar perkataan Inka, "Menyelidiki? Kau mengatakannya seolah Derrick telah melakukan sesuatu yang aneh-aneh saja."Inka tergelak, "Vesa, bukan begitu maksudku. Yah, kita tidak tahu apa yang terjadi di sana. Kan bisa jadi dia memang sedang menghadapi masalah yang besar."Inka melihat kening Vesa mengerut. Pria muda itu sedang berpikir."Beberapa waktu aku mengenal Derrick, dia tidak sepertimu. Kau selalu mengatakan apapun. Tapi tidak dengan Derrick. Kalian memang berteman dekat, namun aku rasa dia masih menyimpan rahasia atau bisa dibilang tak selalu mengatakan apapun kepadamu," jelas Inka."Itu aku tahu, Inka. Kan tadi sudah aku katakan. Dia memang tak selalu mengatakan segalanya dan aku tak pernah memaksanya untuk mengatakannya. Aku menghargai privasinya," sahut Vesa."Nah, itu dia, Vesa. Kenapa kau tidak coba selidiki. Siapa tahu sebenarnya dia membutuhkan bantuanmu tapi tak mengatakannya," ucap Inka.Vesa berpik
Gea tersenyum sekilas sebelum menjawab pertanyaan putrinya itu, "Karena Inggris itu negara impian Ibu."Lara bingung tapi berusaha tersenyum, tak ingin mengerecoki ibunya dengan pertanyaan-pertanyaan dirinya lagi yang mungkin saja malah membuat Sang Ibu bersedih."Kau pasti akan suka nanti, Sayang. Kau bisa masuk ke Greenwich University nanti," ujar Gea.Lara mengangguk dan setelah itu makanan datang. Gadis muda yang telah menyelesaikan pendidikan sekolah menengahnya itu mulai berkonsentrasi pada makanan yang ada di depannya."Makanlah dulu, Ibu tidur sebentar ya? Jika perlu apa-apa, kau bisa bangunkan Ibu," ucap Gea lagi.Lara menjawab, "Ya, Ibu tenang saja. Setelah makan, aku akan ikut tidur.""Anak baik," puji Lara sambil mengusap lembut rambut Sang Putri.Tak lama setelah itu, Gea benar-benar terpejam. Sayangnya, meskipun Lara dari luar tampak menikmati makanannya, sayang sekali pikirannya sedang berkelana ke mana-mana.Lara memang masih sangat muda, di usianya yang baru saja meng