Beranda / Urban / Anak Miliarder / 26. Ibu Vesa

Share

26. Ibu Vesa

Penulis: Zila Aicha
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Valentino membelalakkan matanya usai mendengar Ruslan berbicara.

"Dia di Indonesia? Katakan kau sedang bercanda, Ruslan. Itu tidak mungkin. Dari mana putraku mendapatkan uang untuk biaya menuju ke sini?" tanya Valentino hampir saja terkena serangan jantung  karena tingkah anak satu-satunya itu.

"Dia... Derrick White memfasilitasi Tuan Muda, Tuan." Ruslan sudah bersiap jika Tuan Besarnya itu akan memenggal kepalanya sewaktu-waktu. Dia merasa pantas mendapatkan itu lantaran memang dia telah lalai menjaga putra dari majikannya itu.

Kepala Valentino berdenyut dan rasa takut yang amat sangat mulai menjalar ke pikiran serta hatinya.

"Di mana dia sekarang, Ruslan? Di mana dia?" teriak Valentino frustrasi.

"Kami masih melacaknya, Tuan. Tuan Muda terlihat di bandara Ir. Soekarno lima hari yang lalu bersama dengan ketiga temannya," jelas Ruslan.

Valentino terduduk di lantai, lemas. Dia benar-benar sangat takut sekarang. Dia takut jika dia akan ke

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Anak Miliarder   27. Sejuta Rasa Takut

    Vesa sepenuhnya mengabaikan ucapan Rio yang terus menerus mengoceh. Dia hanya menyimpan semua informasi yang dikatakan oleh Rio.Dari ocehan itu, dia tahu jika ibunya dulu adalah seorang detektif. Astaga, dia tidak pernah tahu soal itu. Ayahnya tak pernah membicarakan hal itu. Dia hanya tahu nama ibunya dan juga photo sang ibu. Itupun hanya sebuah. Photo itu tergantung di meja belajarnya.Dia menjadi semakin penasaran, seperti apa ibunya dulu? Dia detektif. Pasti keren sekali. Tiba-tiba dia tersenyum bangga, ibunya pasti sudah melakukan pintar menangkap penjahat.Bagaimana dia bisa bertemu dengan ayahnya? Jika dia melihat ayahnya yang katanya masih hidup sendirian sampai sekarang, sudah pasti ibunya adalah wanita yang sangat hebat.Matanya terasa panas. Dia ingin tahu lebih. Dia ingin tahu kehidupan orang tuanya dulu.Napasnya tercekat. Dia hampir saja menunjukkan sisi lemahnya.Tidak, tidak Vesa. Kau kuat. Tak boleh lemah, jangan memb

  • Anak Miliarder   28. Ikut Andil

    "Mati aku sekarang!" gumam Lusi.Meskipun dia takut dipecat tapi wanita itu tetap datang ke ruang Valentino.Begitu dia membuka pintu itu, dia langsung dihadapkan pada tiga pemuda yang tengah duduk santai dan juga Valentino yang tampak berdiri sambil bersedekap."Ya, Pak. Apa Bapak perlu sesuatu?" tanya Lusi takut-takut."Kenapa kau tidak langsung menghubungiku?" tanya Valentino langsung membuat Lusi tercekatMemang benar, bukan salah Lusi sepenuhnya karena tidak percaya pada anaknya. Namun, tetap saja Valentino tidak bisa membuang rasa kesalnya pada Lusi lantaran telah membuat anaknya menunggunya begitu lama."Sa-saya sudah mencoba menghubungi Bapak, tapi Anda tidak mengangkatnya," jawab Lusi terbata-bata.Lusi melirik ke arah tiga pemuda yang sedang menatapnya malas itu."Kenapa kau tidak mengirim sebuah pesan untukku? Atau mencoba menghubungi Ruslan?" tanya Valentino."M-Maaf, Pak. Saya salah," ucapn

  • Anak Miliarder   29. Benar-benar Anak Bos

    "Jejak mobil itu menghilang tepat setelah teman Tuan Muda diturunkan, Bos.""Sial," umpat Ruslan.Pintar juga penculik itu, batinnya.Pria itu sudah menyelidiki plat mobil itu dan ternyata plat yang digunakan plat palsu. Tentu ini semakin membuat pencarian menjadi sulit."Bagaimana jika menghubungi polisi?" tanya Lusi yang tengah berada juga di kantor Valentino di apartemen Gardenia Hills. Lusi ditugaskan untuk mengawasi ketiga teman Vesa."Jika aku saja tak bisa menemukannya, bagaimana mungkin polisi bisa?" ucap Ruslan telak.Lusi mengangguk-angguk. Dia tahu hal itu benar. Dia sudah mengenal pria itu cukup lama dan selalu berhasil mengerjakan tugas apapun yang diberikan Bos besar mereka. Kemampuannya sudah tentu tak perlu diragukan lagi serta koneksinya yang sangat luas adalah kelebihan tersendiri yang dimiliki Ruslan."Ruslan, Omong-omong Bos di mana?" tanya Lusi yang tak melihat pria itu sedari Ruslan datang."Bos di H

  • Anak Miliarder   30. Kenangan Masa Lalu

    Semua orang sontak mengatupkan mulutnya rapat-rapat saat melihat Ruslan datang dengan tatapan suramnya."Apa kalian sedang banyak waktu sampai bergosip di sini?" tanya Ruslan dengan suara sedikit keras.Tak ada satupun di ruangan itu berani menjawab."Kembali ke ruangan kalian masing-masing!" ucap Ruslan tegas.Satu per satu dari mereka langsung saja meninggalkan ruangan itu tanpa berani berbicara sepatah kata pun.Semua mengerti jika seorang Ruslan marah, mereka bisa habis. Orang kepercayaan Valentino dikenal tegas dan tak pandang bulu. Wanita maupun laki-laki, tua maupun muda, jika sudah membuat citra perusahaan menjadi buruk atau bahkan berani membicarakan Tuan Besarnya di belakangnya, dia tak akan melepaskan orang itu.Begitu mereka sudah tak ada lagi di sana, Ruslan mengembuskan napasnya lelah. Dia menyusul Valentino yang pasti telah berada di ruangannya di hotel itu."Apakah kau sudah menemukannya?" tanya Valentino begitu

  • Anak Miliarder   31. Identitas Penculik

    Ruslan membaringkan Tuan Besarnya itu di dalam kamarnya. Pria itu menyelimutinya.Dia lalu keluar dari kamar itu dan langsung berhadapan dengan ketiga teman Tuan Mudanya."Apakah dia baik-baik saja?" tanya Derrick terlihat khawatir."Kenapa dia pingsan?" tanya Lay kemudian.Sebelum Lucas ikutan bertanya, Ruslan menyela, "Dia tidak apa-apa. Dia hanya terkejut.""Apa yang terjadi? Apakah ini berhubungan dengan Vesa?" tanya Derrick lagi. Dia masih ingat Valentino berteriak dan menyebut tentang putranya."Ya." Ruslan menjawab singkat."Vesa kenapa? Dia tidak apa-apa kan?" tanya Lucas cemas. Dia memang baru beberapa hari berteman dengan Vesa tapi rasanya dia sudah mengkhawatirkan pemuda itu.Ruslan mendesah dan terlihat ragu untuk sesaat. Dia sedang menimbang-nimbang apakah perlu menceritakan tentang Tuan Mudanya kepada tiga pemuda itu. Namun, setelah dia melihat raut cemas di wajah mereka, dia merasa tak ada salahnya bercerita. Toh

  • Anak Miliarder   32. Bukan Musuhku?

    "Cepat kalian cari tahu informasi tentang dua orang itu," titah Ruslan cepat.Dia harus segera bergerak cepat untuk menyelamatkan Tuan Mudanya karena kalau tidak, dia takut Tuan Mudanya itu akan dibunuh mereka. Dan lagi, dia tidak sanggup jika harus melihat Valentino Araya kembali menderita karena kehilangan anaknya.Derrick ingin sekali bersuara tapi melihat tampang Ruslan yang sedang kebingungan itu, dia mengurungkan niatnya. Dia pun sekarang merasa tak berguna ada di sana. Dia melirik ke arah kedua temannya yang tampak bingung dan serba salah itu. Tapi keduanya membuat tatapan seolah menyiratkan jika mereka juga ingin pergi dari ruangan itu.Derrick mengangguk paham tapi sebelum dia berdiri, pintu ruang kerja Valentino telah dibuka dengan kasar. Valentino muncul dengan wajah mengerikan. Auranya dingin. Derrick bakan membeku di tempatnya, takut bergerak."Sudah ketemu?" tanya Valentino, matanya menatap Ruslan."Sudah, Tuan. Kami sedang mencari in

  • Anak Miliarder   33. Daerah Tak Terjamah

    Ruslan masih belum bisa menemukan di mana tempat keberadaan Vesa. Dia hanya bisa mencari di gedung-gedung yang terlihat mirip dengan tempat di mana Vesa dihajar di dalam video itu.Hampir seharian penuh mencari, pria itu tak kunjung menemukan titik terang. Namun bukan Ruslan namanya jika dia putus asa begitu saja. Pria ini dikenal sebagai pria yang pantang menyerah maka dia pun tak kehilangan akalnya dan mencari lagi.Di dalam apartemen, Valentino sedang termenung sendirian. Pria itu menatap sedih ponsel putranya. Dia benar-benar tidak tahu apa yang akan dia lakukan jika sampai terjadi hal-hal yang mengerikan terhadap putranya.Setelah diam beberapa saat, dia melihat sebuah notifikasi dari sebuah email yang lagi-lagi tak dikenalnya.Dengan cepat dia membukanya. Benar dugaannya. Dari si penculik. Email itu berisi sebuah alamat. Dia membaca dengan hati-hati dan mendesah pelan.Pria itu tanpa berpikir ulang langsung menyambar kunci mobilnya dan

  • Anak Miliarder   34. Kesalahan

    Valentino menghentikan mobilnya di sebelah gudang tua. Dia memarkir mobil itu di dekat pohon besar. Dia sedikit heran karena ternyata di pusat ibu kota di negaranya masih ada pohon rindang.Meskipun begitu, dia mengernyitkan dahinya saat mendapati jika lingkungan di sekitar tempat itu cukup kotor. Tempat itu hanyalah sebuah gedung tak terurus yang jelas-jelas jarang dijamah orang.Valentino melirik ponselnya lagi dan memastikan jika tempat yang dia datangi sudah tepat. Namun, dia keheranan karena tak melihat adanya manusia lain selain dirinya di dekat gedung itu. Tapi saat dia melangkah mendekati gudang itu, dia melihat beberapa mobil terparkir di sana."Siapa di sana?" ucap seseorang yang tidak terlihat sosoknya oleh Valentino."Valentino," jawabnya."Angkat tanganmu dan masuklah," ucap orang itu. Sebuah pintu besar terbuka secara perlahan.Gelap. Tak ada cahaya tapi setelah pintu itu tertutup, beberapa lampu menyala dan m

Bab terbaru

  • Anak Miliarder   Cuap-cuap Penulis

    Halo, readers. Kita ketemu lagi di sini. Akhirnya selesai juga season kedua ini. Lega sekali rasanya bisa menyelesaikan cerita ini. Zila ucapkan banyak terima kasih yang sudah antusias membaca kisah Vesa Araya, anak dari Valentino Araya ini dan mengikutinya sampai akhir. Semoga ceritanya tidak mengecewakan ya dan kalian puas dengan cerita ini. Endingnya semoga juga memuaskan bagi para readers ya dan nggak ada yang kecewa. Zila harap kisah Vesa Araya ini semoga bisa diingat oleh para pembaca. Akhir kata, Zila harap bisa membuat cerita lain yang juga disukai para pembaca. Salam hangat dari Zila Aicha, sampai ketemu di karya Zila berikutnya.

  • Anak Miliarder   130. Akhir dari Dendam

    Tubuh Gea terlihat begitu mengerikan. Dadanya tertancap pisau dan mulutnya mengeluarkan busa serta matanya pun terbuka.Vesa langsung memerintah, "Hubungi polisi sekarang."Inka menutup wajahnya karena tak sanggup melihatnya. Vesa langsung saja memeluk gadis itu agar Inka tak merasa takut."Siapa yang membunuhnya? Itu terlalu kejam, Vesa. Sungguh mengerikan," ujar gadis itu dengan suara bergetar."Kita akan segera tahu, biarkan polisi yang menanganinya," ujar Vesa.Tak lama kemudian polisi datang dan langsung saja memeriksa kasus itu."Apakah Anda berdua bisa ikut kami ke kantor polisi untuk memberi kesaksian?" tanya petugas polisi itu."Ya," jawab Vesa.Vesa pun mengajak Inka untuk ikut ketua polisi itu.Vesa dan Inka harus berada di kantor polisi setidaknya selama dua jam lamanya guna memberi kesaksian mereka. Dan saat dia telah selesai dan keluar dari ruang interogasi, dia melihat Lara, anak Gea itu datang ke kantor polisi dengan raut wajah yang penuh air mata."Apa Anda sudah mene

  • Anak Miliarder   129. Tidak Terduga

    "Aku tidak membencimu, Alea. Hanya saja kau sudah keterlaluan," ucap Vesa. Dia lalu menggandeng Lara pergi dari sana.Alea berteriak, "Vesa."Vesa tak memperdulikannya. Alea hanya bisa menggigit bibir bawahnya dengan perasaan getir. Vesa sudah tak mau berhubungan lagi dengannya. Pria muda itu pastilah sudah begitu jijik padanya.Alea menjambak rambutnya sendiri lalu pergi dari kampus itu karena tak tahan melihat para mahasiswa yang menatapnya dengan tatapan aneh.Di sisi lain, Vesa berujar pelan, "Maafkan aku. Gara-gara aku, kamu jadi...""Tak apa. Well, omong-omong aku harus pergi sekarang, aku rasa temanku sudah datang," ujar Lara kemudian.Vesa mengangguk pelan, masih merasa begitu bersalah. Begitu gadis itu pergi, dia memilih untuk mengubah rencananya. Dia tak mungkin memanfaatkan Lara untuk menjebak Gea. Gadis itu tak tahu apa-apa. Entah kenapa, dia merasa jika Lara memang gadis polos. Maka dari itu dia memutuskan untuk menyerang Gea tanpa melibatkan Lara. Sore itu dia kembali

  • Anak Miliarder   128. Berkeliling

    Hanya dalam waktu tak kurang dari tiga puluh detik saja, Stefan sudah mengirimkan sebuah photo begitu Vesa mematikan sambungan teleponnya.Vesa dengan tenang membuka pesan itu dan tersenyum miring begitu dia melihat photo itu.Kena kau, Gea. Vesa membatin.Segera dia mengantongi kembali ponselnya dan berjalan mendekati Lara sambil tersenyum cerah."Sudah selesai menghubungimu?" tanya Vesa yng jauh lebih ramah dari pada sebelumnya."Sudah. Mau berkeliling sekarang?" tanya Lara balik."Ya, langsung saja. Aku tak akan mengambil waktumu banyak-banyak," ucap Vesa.Lara mengangguk dan kemudian mulai bertindak sebagai seorang tour guide di sana. Meskipun baru meninggalkan kampus itu selama tujuh bulan lamanya, tapi kampus itu sudah cukup banyak berubah.Vesa mengenang masa-masa di kampusnya itu. Walaupun memang banyak kenangan buruk di sana, dia tetap masih sedikit kenangan baik hingga sekarang dia cukup merasa kecewa lagi ketika teringat masa-masa awal pertemanannya dengan Derrick.Derrick

  • Anak Miliarder   127. Lara

    Lara Serafin tergesa-gesa masuk ke dalam kampusnya, Greenwich University. Dia telah berjanji pada Gemma Jones semalam untuk menemani gadis itu ke perpustakaan.Saat dia melangkahkan kakinya menuju tempat itu, dia harus melewati segerombolan mahasiswa dari fakultas lain yang terlihat sedang berbincang-bincang santai.Lara begitu menikmati kehidupan barunya di kampus itu. Meskipun pada awalnya dia merasa banyak sekali hal yang begitu janggal seperti alasan yang tidak jelas sang ibu yang memilih negara ini. Di samping itu, ibunya yang sekarang ini memilih untuk bekerja dari rumah tentu membuatnya semakin bertanya-tanya.Ibunya, Gea Raharjo beralasan jika bekerja dari rumah berarti membuatnya memiliki waktu yang lebih banyak dengannya. Dikarenakan hal itu juga, Lara tak pernah bisa memprotes ataupun bertanya lebih banyak mengenai alasan utama ibunya itu.Dan ketika Lara bertanya tentang pekerjaan ibunya itu, ibunya hanya akan menjawab jika dia bergelut dengan saham. Entah saham yang seper

  • Anak Miliarder   126. Siapa yang Salah?

    Derrick hanya bisa terdiam kala melihat sahabat baiknya pergi dari rumahnya. Dia melirik Alea sekilas, ingin sekali dia merengkuh tubuh Alea tapi di saat dia mendekat, Alea mundur ke belakang.Dengan wajah yang sudah basah karena air mata, Alea berkata dengan terisak-isak pelan, "Ini semua salahku. Salahku, Derrick."Derrick menggeleng, "Tidak. Ini salahku, Alea. Kau tidak salah. Aku yang membuat semuanya berantakan.""Aku yang datang padamu, aku yang paling bersalah," ujar Alea lagi."Aku yang memintamu datang, aku, Derrick," lanjut Alea.Derrick menyambar, "Dan aku juga mau datang ke sini. Oke, baiklah. Kita sama-sama bersalah. Kita berdua sama-sama bersalah."Alea jatuh terduduk di lantai halaman rumah Derrick, "Vesa pasti membenciku. Padahal kami baik-baik saja. Dia tidak pernah menyakitiku. Tapi kenapa aku? Derrick, aku hanya kesal karena dia tak pernah mau mengunjungiku ke sini. Padahal kan jelas uang bukan masalah baginya. Tapi dia lebih mementingkan perusahaannya itu. Aku hany

  • Anak Miliarder   125. Kejutan Besar

    London masih menjadi salah satu kota terpadat yang Vesa datangi. Pemandangan malam kota ini selalu berhasil membuat Vesa rindu. Semenjak kematian kakek dan neneknya sekitar tujuh bulan yang lalu, Vesa Araya belum pernah mendatangi kota itu. Hal ini bukan karena dia yang tak ingin pergi menengok kakek dan neneknya, melainkan karena kesibukannya yang cukup menyita waktu.Dalam enam bulan belakang, selain Vesa harus mengejar gelar pendidikanya, dia harus kembali mengurus perusahaan peninggalan sang ayah. Dirinya yang mungkin menjadi anak miliarder terkaya di Indonesia itu pun hampir tak memiliki waktu senggang sedikit pun.Hingga mungkin, bisa dikatakan jika hidup Vesa hanyalah berkutat pada dunia bisnis, pendidika sekaligus melacak keberadaan Gea yang sampai sekarang belum juga dia ketahui.Namun, Vesa bukanlah orang yang mudah menyerah apalagi Gea menjadi salah satu penyebab segala ketidakberuntungan yang menghinggapinya. Vesa tidak sedikitpun menghentikan pencarian dan malah semakin m

  • Anak Miliarder   124. Menjaganya dengan Nyawaku

    "Kau tidak mau menyelidikinya?" tanya Inka kemudian.Vesa terkejut mendengar perkataan Inka, "Menyelidiki? Kau mengatakannya seolah Derrick telah melakukan sesuatu yang aneh-aneh saja."Inka tergelak, "Vesa, bukan begitu maksudku. Yah, kita tidak tahu apa yang terjadi di sana. Kan bisa jadi dia memang sedang menghadapi masalah yang besar."Inka melihat kening Vesa mengerut. Pria muda itu sedang berpikir."Beberapa waktu aku mengenal Derrick, dia tidak sepertimu. Kau selalu mengatakan apapun. Tapi tidak dengan Derrick. Kalian memang berteman dekat, namun aku rasa dia masih menyimpan rahasia atau bisa dibilang tak selalu mengatakan apapun kepadamu," jelas Inka."Itu aku tahu, Inka. Kan tadi sudah aku katakan. Dia memang tak selalu mengatakan segalanya dan aku tak pernah memaksanya untuk mengatakannya. Aku menghargai privasinya," sahut Vesa."Nah, itu dia, Vesa. Kenapa kau tidak coba selidiki. Siapa tahu sebenarnya dia membutuhkan bantuanmu tapi tak mengatakannya," ucap Inka.Vesa berpik

  • Anak Miliarder   123. Negara Impian

    Gea tersenyum sekilas sebelum menjawab pertanyaan putrinya itu, "Karena Inggris itu negara impian Ibu."Lara bingung tapi berusaha tersenyum, tak ingin mengerecoki ibunya dengan pertanyaan-pertanyaan dirinya lagi yang mungkin saja malah membuat Sang Ibu bersedih."Kau pasti akan suka nanti, Sayang. Kau bisa masuk ke Greenwich University nanti," ujar Gea.Lara mengangguk dan setelah itu makanan datang. Gadis muda yang telah menyelesaikan pendidikan sekolah menengahnya itu mulai berkonsentrasi pada makanan yang ada di depannya."Makanlah dulu, Ibu tidur sebentar ya? Jika perlu apa-apa, kau bisa bangunkan Ibu," ucap Gea lagi.Lara menjawab, "Ya, Ibu tenang saja. Setelah makan, aku akan ikut tidur.""Anak baik," puji Lara sambil mengusap lembut rambut Sang Putri.Tak lama setelah itu, Gea benar-benar terpejam. Sayangnya, meskipun Lara dari luar tampak menikmati makanannya, sayang sekali pikirannya sedang berkelana ke mana-mana.Lara memang masih sangat muda, di usianya yang baru saja meng

DMCA.com Protection Status